[Catatan Akhir Tahun] Aku, sepertinya suka dengan kondisiku yang dikenal oleh orang-orang sekitarku sebagai sosok yang jujur.
"Mau ngomong apa sih bu? Kalau mau bohong, latihan dulu ngapa."
"Ya ampun tante, saya nggak keberatan kok kalau tante lupa bayar. Karena saya tahu tante itu orangnya jujur, jadi beneran lupa bukannya pura-pura lupa. Santai saja Tante." (ini kata penjual makanan yang lewat di depan rumahku)
"Bu, barangnya masih saya simpan kok. Saya tahu pas ibu nggak balik, pasti ibu lupa. Bukannya kabur. Jadi barang yang sudah ibu beli saya simpan." (ini kata pedagang di pasar ketika suatu hari aku membeli aneka sayuran lalu ketika aku sodorkan uang Rp100.000 dia tidak ada kembalian dan memintaku untuk berbelanja dulu agar uangnya pecah. Ternyata eh ternyata, selesai membeli macam-macam hingga uangnya benar-benar jadi receh, aku malah naik bajaj, pulang ke rumah. Sorenya ketika akan masak aku baru sadar, sayuranku masih di pedagang dan aku belum membayarnya tapi sayurannya sudah ditimbang. Jadilah besoknya aku datang ke pasar untuk membayar. Oleh pedagang, sayuranku yang sudah layu diganti yang segar meski aku berkata tidak mengapa karena aku yang lalai).
"Mau ngomong apa sih bu? Kalau mau bohong, latihan dulu ngapa."
"Ya ampun tante, saya nggak keberatan kok kalau tante lupa bayar. Karena saya tahu tante itu orangnya jujur, jadi beneran lupa bukannya pura-pura lupa. Santai saja Tante." (ini kata penjual makanan yang lewat di depan rumahku)
"Bu, barangnya masih saya simpan kok. Saya tahu pas ibu nggak balik, pasti ibu lupa. Bukannya kabur. Jadi barang yang sudah ibu beli saya simpan." (ini kata pedagang di pasar ketika suatu hari aku membeli aneka sayuran lalu ketika aku sodorkan uang Rp100.000 dia tidak ada kembalian dan memintaku untuk berbelanja dulu agar uangnya pecah. Ternyata eh ternyata, selesai membeli macam-macam hingga uangnya benar-benar jadi receh, aku malah naik bajaj, pulang ke rumah. Sorenya ketika akan masak aku baru sadar, sayuranku masih di pedagang dan aku belum membayarnya tapi sayurannya sudah ditimbang. Jadilah besoknya aku datang ke pasar untuk membayar. Oleh pedagang, sayuranku yang sudah layu diganti yang segar meski aku berkata tidak mengapa karena aku yang lalai).
Itu beberapa adegan dimana orang begitu percaya bahwa aku jujur hingga mereka terus memelihara prasangka baik padaku. Alhamdulillah.
Prasangka baik orang-orang itu, kian lama kian membuatku merasa nyaman dengan sifat jujur yang aku miliki. Lebih tepatnya, sifat jujurku kian lama berubah menjadi sikap polos. Aku semakin sulit untuk berbasa-basi.
"Bu Ade, dirimu nggak suka ya ama orang itu?" seperti suatu hari ketika di arisan RT, tiba-tiba mantan bu RT berbisik padaku melihat sikap canggungku berhadapan dengan seorang penjual door to door yang sedang promosi barang di acara arisan kami. Aku menoleh dan balik bertanya.
"Kok ibu tahu?"
"Keliatan. Sudah, belajar senyum lebar dan ramah. Ayo." hehehe. Mantan bu RT ini, seusia dengan ibuku almarhum. Itu sebabnya dia sering berlaku seperti seorang ibu padaku. Lalu aku mencoba untuk tersenyum lebar dan mengucapkan beberapa kata basa-basi. Diam-diam, tetanggaku ini memperlihatkan jempolnya padaku sambil tersenyum.
Begitulah.
Sampai detik ini, aku terus belajar bagaimana cara bersikap yang baik ketika berhadapan dengan orang lain.
Baik ya.
B-A-I-K.
Baik itu belum tentu benar. Dan baik itu tidak sama dengan benar.
Di dalam hati, aku tetap merasa bahwa kejujuran itu adalah sebuah kebenaran yang harusnya dijunjung tinggi oleh siapapun.
Tapi, ketika berhadapan dengan orang lain, belum tentu orang lain siap jika harus berhadapan dengan kejujuran.
Dan di tahun 2018 ini, aku bertemu dengan peristiwa yang berhubungan dengan KEJUJURAN.
Bermula ketika di Padang Arafah.
Ketika mendengar khutbah Arafah, aku menangis karena teringat dengan masa laluku yang penuh dengan kekhilafan dan dosa.
Entahlah.
Saat itu, rasanya seluruh ingatan tentang masa lalu berputar di dalam kepalaku. Mulai dari khilaf-khilaf kecil hingga khilaf-khilaf besar.
Aku menangis dan memohon ampun pada Allah atas semua kekhilafan yang teringat tersebut.
Lalu, dalam suasana yang kental dengan penyesalan dan keinginan untuk bertobat yang amat kuat, aku mulai menemui orang-rang yang dekat denganku selama kami berhaji. Satu persatu aku datangi mereka dan mulai meminta maaf.
Dan tahukah kalian, disinilah aku menemukan bahwa kejujuran itu tidak selamanya membawa kebaikan.
Kalimat-kalimat jujur pengakuan keluar begitu saja dari mulutku tanpa bisa aku tahan atau aku sembunyikan.
"Maafin aku ya. Kemarin aku sebel lihat kamu karena ..." (orang di hadapanku terperangah, dan aku menyesal sendiri. Kesal kenapa mulutku tidak mau diam)
"Maaf ya karena aku nggak suka lihat kamu karena.... " (dan kembali aku memarahi diriku sendiri karena terlalu jujur. Wahai mulut, kenapa tidak berhenti mengutarakan kebenaran yang bisa menyakiti orang lain? Kenapaaaa?)
Pada suamiku aku mengadu tentang kejadian ini. Suamiku memintaku untuk diam dan tidak bertemu dengan orang terlebih dahulu.
Akhirnya aku pun menyendiri hingga waktu wukuf di arafah selesai.
Di Tahun 2018, aku belajar satu hal dari peristiwa wukuf di arafah dalam perjalanan haji 2018 ku. Bahwa kejujuran itu adalah sesuatu yang benar. Tapi, belum tentu baik.
Karena tidak semua orang siap menerima kejujuran yang kita berikan pada mereka.
Dan rasa sakit hati karena sebuah kejujuran yang diberikan, akan menciptakan sebuah pertahanan diri tersendiri pada diri seseorang yang tidak siap menerima kejujuran. Inilah yang bisa membuat tali silaturahmi rawan renggang, bahkan bisa terputus.
Meski begitu, kebenaran tetap lah kebenaran.
Jika pun kita menyimpannya dalam-dalam di hati dengan amat rapi, suatu hari nanti, kita akan bertemu dengan hari dimana mulut kita terkunci, kata tak ada lagi. Tapi kejujuran diberikan oleh tangan dan kaki kita.
Mungkin, yang harus dilatih adalah bagaimana cara mengkomunikasikannya dengan baik. ITU YANG PR BANGET BUAT AKU.
Wahhh bunda hebat, terus jadi orang yang jujur ya bunda :)
BalasHapusBerkata jujur memang harus kita lakukan, dan juga harus kita tanamkan ke anak didik kita
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusWah mba Ade sama kayak aku suka lupa belanjaan nah terus kalau aku kembali lagi dikasih yang baru :)
BalasHapusIkhlas ya mba jalaninnya meski tas berisi uang hilang duh aku belum tentu setenang itu hehehe..dan iya kejujuran memang belum tentu baik mba karena belum tentu orang itu menerima apa yang kita utarakan
Jujur memang hal harus terus kita tanamkan pada diri kita
BalasHapusTetap berkata jujur ya bunda- bunda:)
BalasHapusTerus tanamkan kejujuran pada diri kita sendiri tapi juga jangan lupa tanamkan pada anaka didik kita ya :)
BalasHapusKejujuran dan akhirnya bisa dipercaya oleh orang lain adalah harta yg sangat berharga :)
BalasHapusaku belajar dari kisah mba ade ini...kejujuran kita kadang tak siap diterima orang lain
BalasHapus