Jawaban sebuah Doa

[Catatan Akhir Tahun] Ini catatan akhir tahunku yang masih terkait dengan pengalaman spiritual yang aku dapatkan dari perjalanan ibadah haji 2018 yang aku jalani. Yaitu tentang sebuah doa.

Kalian, pernah tidak pada akhirnya yakin bahwa jawaban sebuah doa yang kalian panjatkan adalah doa itu sudah dikabulkan? Ini, adalah catatan akhir tahunku tentang sebuah doa yang aku panjatkan dan sepertinya dikabulkan dengan segera oleh Allah SWT.


Ketika melakukan manasik haji di Aston Hotel and Resort Bogor, kami, para calon jamaah haji dari travel Patuna Mekar Jaya, kami dibekali oleh berbagai ilmu agama yang terkait dengan rangkaian ibadah haji. Salah satunya adalah, tentang adab berdoa.


Lalu, perjalanan haji 2018 ku pun dimulai.
Tentu saja dimulai dengan naik pesawat menuju Jedah.



#ceritakemarinku : Apa istimewanya gambar awan ini? Jika kalian mau meluangkan waktu sejenak untuk mengamatinya, kalian akan temukan bahwa awan yang kulihat dari jendela pesawat Garuda menuju Jeddah ini, adalah awan yang istimewa. Di atas lapisan awan, ada awan lagi. Lalu di atasnya, ada lagi lapisan awan. Dan terus berlapis lapis. Masing-masing saling menjaga jarak dan terbentang lurus sesuai garis dan jalurnya. Masya Allah. Seperti diingatkan, bahwa tidak pantas untuk kita sombong di muka bumi. Karena setinggi apapun posisi kita saat ini, di atas kita tetap ada awan yang lebih tinggi. Dan di atas awan itupun, ada awan lagi. Dan di atas awan, ada awan lagi. Terus berlapis-lapis. Lelah penat mata memandang, awan terus berlapis lapis. Aku merenung. Mungkin demikianlah kita dan dunia. Semakin dikejar dunia ini, malah semakin sadar bahwa sesungguhnya kita tetap kecil tak berarti dibanding alam raya yang perkasa. Semakin dikejar dunia ini semakin kita kepayahan. Padahal di saat yang sama, usia terus berkurang dan amal belum bertambah. Pada akhirnya, awan menipis lalu menghilang. Dan yang kita minta adalah perpanjangan waktu agar diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan. #haji2018 #myspiritualjourney #ceritaperjalananhaji2018 #ocehanadeanita
A post shared by Ade Anita (@adeanita4) on





#ceritakemarinku : bermula dari rasa takjub melihat kumpulan deretan awan yang terhampar di luar jendela pesawat terbang Garuda yang membawaku terbang ke Jeddah utk naik haji tgl 2 agustus 2018 lalu. Masya Allah. Sejak dulu, aku selalu senang menatap awan2 ini. Imajinasi sering membumbung tinggi hingga pada biodataku sebagai blogger aku menulis bahwa salah satu cita-citaku adalah, ingin meraup sejumput awan dan menaruhnya di kantung. Yap. Aku memang seorang penghayal banget. A true dreamer. Jadi cita-citaku pun banyak, baik yang imajiner maupun yang serius, aku tulis semua. Tapi, ketika pesawat terbang Garuda membawaku utk berangkat haji siang itu, aku enggan berimajinasi, dan serius berdoa diam2. "Ya Allah, sebagaimana Engkau izinkan orang yang ingin beraktifitas ekonomi beriringan dengan niat haji mereka, izinkan aku mendapatkan hikmah, pelajaran, nasehat, agar bertambah ilmu agamaku, dan mampukan aku untuk bisa menulisnya agar bisa membawa kebaikan dan keberkahan." Dan pelajaran memetik hikmah itupun terjadi sejak awal aku menginjakkan kaki di Jeddah. Alhamdulillah Alla Kullihal. Tertatih-tatih, terkaget-kaget, menangis, tertawa, tersenyum, marah, sedih, senang, semua rasa hadir bergantian. Menggiringku agar berusaha ikhlas menerima, memahami, lalu berpikir. Terakhir adalah berhijrah. Yaitu berpindah agar diri ini bisa lebih baik lagi dalam banyak hal. Atau berpindah meninggalkan sesuatu yg buruk. Sesungguhnya, hijrah itu pintu awal dari keharusan untuk bertahan dalam kebaikan yang lebih baik. Berhijrah lalu istiqamahlah. Mampukah? Bismillah. #ceritaperjalananhaji2018 #ocehanadeanita #adeanita
A post shared by Ade Anita (@adeanita4) on


Lihat doa yang aku panjatkan di atas kursi pesawat:

Ya Allah, sebagaimana Engkau izinkan orang yang ingin beraktifitas ekonomi beriringan dengan niat haji mereka, izinkan aku mendapatkan hikmah, pelajaran, nasehat, agar bertambah ilmu agamaku, dan mampukan aku untuk bisa menulisnya agar bisa membawa kebaikan dan keberkahan.
Egois sekali ya kegemaranku menulisku ini hingga terselip dalam doa yang aku panjatkan di atas pesawat.

Dan itu belum terasa cukup.
Setelah keterpanaanku melihat awan-awan yang tersaji luas di langit yang dilalui oleh pesawat, aku masih menambahkannya dengan doa tambahan lagi.



#ceritakemarinku : WUKUF (bagian 1). Ketika pesawat Garuda GA 0980 mbawaku terbang menuju King Abdul Aziz Intl, Jeddah, ketika melihat awan2 diluar jendela yg bertingkat-tingkat,  aku mrenung. Jika, manusia digolongkan atas bbrp tingkatan, aku ada di tingkat mana? Tingkat awan yg atas, tipis & cepat menghilang. Tingkat awan yg tegah, tebal tapi mudah tgumpal lalu warnanya jadi keruh. Tingkat awan yg bawah, mudah tbawa angin hingga gampang berubah bentuk. Subhanallah. Mengapa semua pilihan tlihat sulit? Diam2, aku berdoa dlm hati. Salah satunya, "Ya Allah, beri aku taufik & hidayahMu, lembutkan hatiku agar bisa mudah memahami taufik & hidayahMu." Lalu pesawatpun mdarat. Lalu kami turun pesawat, ke imigrasi. Lalu bsiap2 msk ke bis yg akan mbawa kami ke Madinah. Pjalanan haji dimulai. Saat itulah suamiku mberitahu bhw kami baru saja dpt musibah. Tas ransel dia ttinggal di bis shuttle. Aku shock. Isinya semua uang kami selama bhaji, kartu atm, headset utk thawaf, ipad & tab utk baca quran, dll. Innalillahi wa innailaihirajiun. Stlh lapor ke crew haji, kami berdua lemas. Suamiku meremas jemariku & mengajakku utk bersabar. Kami istighfar, lalu mulai ikut kegiatan bhaji bsama rombongan. Ternyata, di Madinah itu, selain ada Masjid Nabawi juga ada surga belanja. Nyaris semua pedagang bisa lancar bbahasa Indonesia. "Ayo ibuh... hajjah... beli...beli.. disini murah murah." ujar para pedagang di sepanjang jln sepulang dari masjid dg bahasa Indonesia yg luar biasa fasih. Tapi, krn tidak punya uang, aku & suami hanya tsenyum & melihat-lihat saja menemani mereka yg ingin bbelanja. Tanpa beban, tanpa keinginan, tak terkompori. Yg kami miliki adl keceriaan. Lalu kami mdapat balasan berupa keramahan orang2 sekitar. Krn tak ingin bbelanja maka kami jadi fokus ingin beribadah saja. Spt kabut yg mhilang hingga kita bisa langsung menatap keindahan puncak bukit. Harta yg kita miliki, kadang spt kabut yg turun menyelimuti bukit. Mengaburkan esensi keberadaan kita yg ssungguhnya. Bahkan bisa mbelokkan niat suci yg ditanam di awal. Alhamdulillah alakullihal. Aku bbisik bercanda dg suami, "alhamddaulillah kita gak punya uang." Hehe --bersambung ya. #ceritaperjalananhaji2018 #adeanita
A post shared by Ade Anita (@adeanita4) on
Lihat tambahan doa yang aku panjatkan:
 "Ya Allah, beri aku taufik dan hidayahMu, lembutkan hatiku agar bisa mudah memahami taufik dan hidayahMu."
Dan jawaban sebuah doa yang aku panjatkan itu adalah, aku dan suami, kehilangan satu buah ransel yang berisi seluruh uang yang suamiku miliki untuk bekal selama menjalankan ibadah haji yang panjang. Sedangkan di tanah air, anak-anakku kemalingan. Bahkan ketika aku dan suami menyadari masih punya kartu kredit di kantong, kartu kredit itupun tertelan oleh mesin ATM.

Lalu perjalanan menjemput hidayah dan meraih taufik Allah pun kami (aku, suami dan anak-anak kami) alami. Kami mulai dari nol. Saling bantu dengan saling memnberi dukungan, saling bantu dengan memberikan doa, dan saling bantu dengan memberikan kasih dan sayang.


Dahulu, ketika pertama kali aku mengenakan jilbab (tahun 2000an), aku sempat bergabung dengan komunitas orang-orang yang mencintai Islam dan ingin belajar Islam secara kaffah. Ada satu nasehat yang sampai sekarang aku ingat dari teman-teman di komunitas ini.

"Ikhlas itu, baru akan terlihat justru ketika antara susah dan senang, sama saja rasanya. Kesusahan tidak terasa menyusahkan, dan kesenangan tidak membuat kita merasa lebih gegap gempita. Semua sama. Begitu sama hingga tidak ada yang bisa menyita perhatian kita untuk mengurangi rasa syukur dan sabar kepada Allah."

Hmm. Sampai sekarang, aku masih belum mencapai titik ini sih sepertinya.
Tapi, lumayan lah, terasa sedikiiiittt banget. Setidaknya, kalian bisa membaca tentang perubahan yang sedikit ini pada tulisan catatan akhir tahunku yang lain, yang berjudul LEBIH DEWASA.

Selama di tanah suci MEKAH dan MADINAH, aku juga punya doa-doa yang lain. Salah satunya adalah, aku memanjatkan doa agar diriku dan anak-anakku dimudahkan untuk bisa mempelajari Al Quran, mengingat Al Quran, mencintai Al Quran, dan menerapkan isi Al Quran dalam kehidupan sehari-hari diriku, suamiku, anak-anak dan semua keturunanku.

Waktu itu, aku sama sekali tidak dapat gambaran seperti apa kelak doa ini bakalan diberi jalan untuk bisa terwujud. Tapi aku percaya bahwa doaku akan dikabulkan Allah karena selain berusaha memenuhi semua 10 adab berdoa yang diajarkan oleh ustad pembimbing haji ketika manasik haji, juga karena aku berdoa di tanah suci. Di tempat dimana ada banyak tempat dimana doa insya Allah akan dikabulkan oleh Allah SWT.

Tapi, Masya Allah. Begitu sampai di Indonesia kembali, tiba-tiba seorang teman menghubungiku memberitahu bahwa ada teman yang ingin belajar mengaji dan butuh tambahan orang yang sama-sama mau belajar mengaji juga. Akhirnya, kini aku dan anak-anak serta menantuku alhamdulillah belajar mengaji Al Quran dari dasar sekali. Dan perlahan merasa nyaman untuk belajar Al Quran.

Kita, memang tidak pernah tahu bagaimana jalan menuju jawaban kita akan diberikan Allah SWT. Dan karena hal inilah maka kita harus terus memelihara rasa percaya kita bahwa Allah mendengar doa-doa yang kita panjatkan dengan tulus dan penuh kesungguhan.

Di tahun 2018, aku menasehati diriku sendiri, mengingatkan diriku sendiri, dan jika kalian anak-anakku membaca tulisan ibu ini, ibu juga ingin mengingatkan kalian dan menasehati kalian. Agar jangan pernah berputus asa akan rahmah Allah. Allah, tidak akan pernah memberi kita cobaan di luar kemampuan kita.




#ceritakemarinku : ketika berangkat haji, saudaraku berpesan agar bersabar akan ujian dari teman terdekat kita disana. Aku bertanya pada ustadzah khadijah (d/h artis Peggy Melati Sukma), bagaimana kita tahu bhw kita sedang mendapat ujian dari Allah. Ustadzah malah memberiku soal matematika. | berapa 2 x 5? | kujawab 10 | + 15? | 25 | x 137?| mulai mikir, belum selesai berhitung, diberi soal lagi | x 178 + 89 ÷ akar 79 dikurang minus 2689 ?| aku menggeleng, nyerah. Lalu ustadzah menjelaskan padaku, demikianlah ujian Allah pada hambaNya. Awalnya mudah krn kita sudah tahu jawabannya. Makin lama makin sulit dan kita merasa tidak sanggup menjawabnya. Tapi bukan berarti kita tidak bisa menjawabnya. Kita bisa, hanya harus usaha lebih keras. Harus mengerahkan kemampuan kita yg selama ini belum pernah kita gali. Kamu bisa insya Allah menjawab soal2 yg diberikan itu, hanya saat ini kamu merasa kewalahan. Tapi jika saya beri waktu, kertas dan pinsil, mungkin pekan depan kamu bisa memberi saya jawabannya. Lalu soal2 yg tadi terasa ribet dan sukar sudah kamu kuasai tanpa terasa. Jika sudah begitu, kamu butuh tantangan baru justru agar kamu bisa tahu kemampuanmu yg lain yg belum tergali. Dan itu sebabnya ujian itu selalu datang justru utk menaikkan derajat ketakwaan kita. | Dan kami pergi bertiga dg pasangan masing2 tentu menerima ujian sendiri2. Ujian yg membuat kami mengenal diri sendiri dan batas2 kemampuan yg berhasil atau belum berhasil dilampaui. Ujian yang membuat aku sadar, ternyata, ujian terberat itu justru ketika berkompromi dg diri sendiri, bukan dg orang lain. Krn tiap2 orang menyandang ujian yang berkenaan dg karakternya sendiri dan segala yg dia sandang saat ini. | "Oh, berarti ujian kita itu justru muncul dari bagaimana diri kita sendiri ketika menanggapi situasi di luar diri kita?" | "Nah, kamu mengerti kan?" | celeguk. Aku menelan ludah dengan sukar. Tiba2 seret. #ceritaperjalananhaji2018 #ocehanadeanita #adeanita | "Yang harus diingat, semua itu berproses dan kita dibekali bekal terhebat oleh Allah. Yaitu doa. Jadi jangan khawatir krn kita punya fasilitas doa." | dan apapun yg terjadi, keluarga tetap keluarga. Mari saling mendoakan. Doa utk kebaikan.
A post shared by Ade Anita (@adeanita4) on



Jadi... ayo anak-anakku, pertama kita sama-sama terus berusaha secara maksimal untuk melakukan yang terbaik yang kita bisa, lalu kedua berdoa pada Allah SWT. Tidak perlu menunggu jawaban sebuah doa itu. Yakin saja bahwa doa itu akan dikabulkan Allah entah dengan cara yang bagaimana. Lalu, kita kerjakan hal lain dan mulai dari poin pertama lagi.

Tidak ada komentar