Cara Mengenal Allah (Pengantar Ma'rifatullah, bagian pertama)

*Kemenangan Rasulullah SAW (Tafsir Al-Fath:1,2,5)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“Telah diturunkan kepadaku dua ayat keduanya lebih aku cintai dari dunia seluruhnya.”

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus.” (Al-Qur’an Al-Karim Surah Al-Fath [48]: ayat 1-2)

Apakah Hubungan Pranikah Yang Syar'i itu?

Apakah Hubungan Pranikah Yang Syar’I itu?
13
MAY
2008
4 Comments
by pacaranislamikenapa in Artikel, pacaran islami, Renungan

Source
Uneq-Uneq, kafemuslimah.com – Thursday, 13 January 2005

Tanya: Assalamu’alaikum Wr Wb…
Mba Ade Anita yg dirahmat Allah SWT, aku masih bingung mengenai hubungan pra nikah yg syar’i itu seperti apa? apakah seperti yang aktivis dakwah kampanyekan yaitu melalui murobi ataukah seperti konsep manajemen cintanya Aisha Chuang, jd dikonsep mgt cintanya aisha memapaparkan bahwa kita dapat mencari pasangan hidup kita tanpa proses murobbi , dibuku itu hujjahnya sangat rasional sekali dgn bdasarkan pada alquran dan assunnah..
mohon dijawab… Af1 apabila ada kata2 yg menyakiti ukhti..
Syukron Jazakumulloh ….
Wassalamu’alaikum Wr Wb

Ngomong-ngomong soal Poligami

Ngomong-ngomong Soal Poligami


Karya : Ade Anita


tentang-pernikahan.com - Tahun lalu, berita tentang Poligami pernah sangat naik daun (hehehe, dah jadi celeb baru). Ini gara-gara Puspo Wardoyo, seorang pengusaha sukses pemilik rumah makan ayam bakar Wong Solo, menggelar acara Poligami Award. Dengan penuh keyakinan, si pemilik hajat, Puspo Wardoyo, mengatakan bahwa acara ini berkenaan dengan maksud untuk menyebarkan virus Poligami di tengah masyarakat (duh, istilah yang digunakannya..*!?%£@!?.. ). Pertimbangannya adalah, jika terdapat 10 juta pengusaha kaya raya yang mengambil 4 wanita menjadi istrinya, maka itu artinya, bisa menyelamatkan 40 juta wanita Indonesia dari jurang kemiskinan, memberdayakan mereka secara lebih terhormat dan otomatis bisa mengurangi jumlah TKW yang harus dikirim ke luar negeri (Pikiran Rakyat, 2 agustus 2003).

sebelum menghilang

Sebelum menghilang,  aku ingin membukukan beberapa tulisan yang pernah aku tulis (arsip) dan pernah pula ditayangkan di tempat lain. Mereka adalah:

tentang poligami:   http://tentang-pernikahan.com/article/articleindex.php?aid=421 ang
tentang pacaran yangislami http://pacaranislamikenapa.wordpress.com/2008/05/13/apakah-hubungan-pranikah-yang-syari-itu/  
tentang meluruskan pinsil yang bengkok http://pacaranislamikenapa.wordpress.com/2008/05/13/apakah-hubungan-pranikah-yang-syari-itu/
 resep puding mangga http://www.kotasantri.com/duniamuslimah.php?aksi=Artikel&Rubrik=2&Halaman=17
skripsiku  http://www.socialwelfare.fisip.ui.edu/program-sarjana,op,mahasiswa-alumni,subop,listalumni,id,25
tentang tumor payudara http://ummahattokyo.tripod.com/kesehatan/tumor_payudara.html
tentang hati yang selalu berbolak balik http://nengbulan.multiply.com/journal?&page_start=20
tentang cara mengenal Allah http://oshie.wordpress.com/oase-ilmu/
cinta bintang kejora http://keluargazulkarnain.blogspot.com/2004_07_01_archive.html

Tayangan 'Syur' di Ruang Keluarga

KORAN TEMPO
Rubrik Laporan Utama
Edisi 2004-08-22

Seorang ibu mengungkapkan rasa gundahnya berkaitan dengan tayangan sinetron yang menurut dia seronok. Ia menulis di situs eramoslem.com, antara lain tentang sinetron Montir-montir Cantik yang ditayangkan RCTI tahun lalu.
"Pertama kali aku melihat sinetron ini secara tidak sengaja, memperlihatkan seorang montir (diperankan oleh Sarah Azhari) yang sedang membersihkan mobil dengan menggunakan selang air dan sabun. Dengan diiringi musik, dia mulai bergoyang mengelap mobil, menyabuninya lalu, hop la... kran air yang dipegangnya diarahkan pada dirinya sendiri. Setelah itu, dia pun mandi di tempat pembersihan mobil itu, tentu saja dengan gerakan yang sangat erotis. Dan kamera terus menari-nari meliput liuk tubuhnya di mana pakaian basah yang dikenakannya sudah menempel di seluruh permukaan tubuhnya," tulis Ade Anita, si ibu yang prihatin itu.

warna warni

Apa bedanya kuning, hijau dan pink? Jika hal ini ditanyakan kepada anak bungsuku pasti jawabannya akan terdengar dengan suara yang mantap dan tegas (ya dengan bumbu-bumbu cadel dan sound like donald bebek, maklum dia baru berusia 2 tahun 10 bulan), "Mirip."

Anak dalah hiburan bagiku. Kala jenuh datang melanda, atau penat datang menghampiri, celoteh mereka merupakan sebuah atmosfere baru yang terasa amat menyegarkan dan membuat senyum kembali hadir diwajah dan hatiku. Seperti saat ini, ketika aku dalam dua pekan ini aku mengajari anakku tentang warna-warni. Dimulai dengan menyortir warna-warna crayon yang boleh ada di dalam tempat pinsilnya. Hampir semua crayon datang dengan packing yang penuh dengan variasi warna. yah, paling sedikit aku lihat ada 12 warna. Untuk anak usia dua tahun, 12 warna itu masih terlalu banyak. Sulit untuk mengajarkan bahwa biru muda dan biru tua itu sama-sama warna biru. Jadi, aku pilih saja warna-warna dasar. Kuning, pink, merah, putih, hitam, coklat, orange, ungu, biru dan hijau. Lalu aku ajak dia untuk memegang crayon dengan benar dulu, baru kemudian membentuk apa saja terserah dia. Mulai dari garis, gambar benang kusut, sampai akhirnya dia bisa mewarnai penuh segumpal warna tertentu. Sambil memegang warna, aku ajari dia warna. Jika dia sedang mencoret dengan pink, maka aku ulang-ulang itu warna pink. Dua hari setelah perkenalan tersebut, dia mulai mencoba untuk menerapkan pengetahuan tentang warnanya ke benda-benda yang ada disekelilingnya. "Bu, kalo meja warna apa?" ... "Bu, kalau baju ayah warna apa?"... terus, hampir setiap waktu dia bertanya bukan hanya kepadaku, tapi juga kepada ayahnya atau kepada kakak-kakaknya. Kadang, pertanyaan yang sama bisa diulangnya puluhan kali dalam sehari.  Berhari-hari, sampai kadang orang-orang merasa sedikit terganggu dengan pertanyaannya.  hasilnya, dia sekarang sudah hapal warna coklat. Warna lain,.... hm. Disinilah kelucuannya. 

Kapasitas ingatannya untuk menghapal aneka nama warna sungguh menakjubkan. Dia sudah tahu bahwa ada warna biru, ada warna ungu, ada hijau, pink, kuning, dll, dsb. Tapi... konsep perbedaannya belum dihapal. Jadi, semau dia saja memberi nama warna terhadap benda yang ditunjuknya. Seperti baju hijau, dia sebut kuning. Sepatu hitam dia sebut pink dan sebagainya. Harus benar-benar sabar mengingatkan dia bahwa pemberian nama terhadap identitas warna tidak bisa semaunya. Warna itu kan sesuatu yang bersifat universal. Kalau sesuka hati, waaah.. bisa salah persepsi nanti. Seperti hari ini, ketika aku sedang memakai baju pink dan sedang asyik menyisir rambutku di muka cermin, bungsuku datang dengan wajah polos, lucu dan imutnya. Senyum lebarnya begitu segar menyapaku.

"Eh... ibu lagi nyisir ya?" Aku mengangguk sambil ikut melempar senyum ke arahnya.

"Ibu kok pake baju warna hijau... mau pergi ya?" senyumku langsung berkerut. Dari ujung leher hingga ujung gaun, warna pink begitu mendominasi gaunku.

"Bukan sayang, ini warna pink."

"Kok mirip hijau?" Suaranya masih bertanya, alisnya ikut berkerut. Aku tersenyum geli.

"Apa miripnya sih? Kan beda banget. Ini hijau." Aku menunjuk sisir yang kebetulan memang warna hijau daun.

"Tuh... mirip kan?" suara cadel lucu anakku langsung mendahului pernyataanku. Aku terbelalak sambil menahan tawa. Kalau tertawa, pasti anakku ini akan kecil hati.

"Beda banget. LIhat, ini pink. Ini hijau. Beda kan?"

"Oh, beda ya. " Aku segera meraih tubuh mungil bungsuku ini. Sampai sekarang masih misteri, apakah dia mengerti "konsep sama dan beda" itu. Tapi aku tidak peduli lagi. Dia sungguh sebuah hiburan yang menyegarkan bagiku.

In My LIfe

In My Life
 (John Lennon and Paul McCartney)


There are places I’ll remember all my life… though some have changed,
Some forever, not for better, Some have gone, and some remain
All these places had their moments,
With lovers and friends I still can recall
Some are dead and some are living.. ……. In My life I’ve loved them all

You’ll Be In My Hearth dan Ceritaku

Come stop your cryin it’ll be allright
Just take my hand hold it thight
I will protect you all around you
I will be here don’t you cry

For one who small you seem so strong
My arms will hold you (to) keep save and warm
This bound between us can’t be broken
I will be here don’t you cry

PERSAHABATAN

By : K. Gibran

Sahabat adalah kebutuhan jiwa yang mendapat imbangan
Dialah ladang hati, yang dengan kasih kau taburi
Dan kau pungut buahnya penuh rasa terima kasih
Dialah naungan sejuk keteduhanmu,
Sebuah pendiangan demi kehangatan sukmamu
Karena kamu menghampirinya di kala hati gersang kelaparan
Dan mencarinya di kala jiwa membutuhkan kedamaian.

korupsi dan manipulasi.. temennya penipu

Aku iseng masukin namaku di google. Akhirnya muncul sederet postingan dengan namaku. Salah satunya adalah ini:
"Kejahatan Yang Sering Terjadi di Jakarta & Tips Menghadapinya ... - 10:45pm - [ Translate this page ]
Tapi saya pribadi (Ade Anita), yakin bahwa inilah bukti dari janji Allah, bahwa Jika kamu bersyukur, maka akan Aku tambah nikmat-Ku. ...
forum.detikinet.com/showthread.php?p=63686 - 90k - Cached - Similar pages" atau liat di sini nih http://forum.detikinet.com/showthread.php?t=21734
aku telusuri... dan surprise sendiri... ada yang copy paste tulisan originalku tanpa mencantumkan namaku sebagai penulisnya... hik..hik.. menyedihkan... itu kan namanya korupsi ya..manipulasi... dah gitu pas aku ikutin forumnya, disitu penulis/pengirim tulisan itu ngaku lagi bahwa dia cape ngetik bikin review tulisan tersebut. HUUUHHH.. padahal dah jelas dia cuma copy paste....  untuk jelasnya, tulisan di forum itu sebenarnya ada di kafemuslimahl.com dengan judul "welcome to the jungle, top ten kejahatan yang ada di jakarta" bisa liat di http://www.kafemuslimah.com/category_detail.php?id=17&pg=8
hmm... nulis aja kok nipu ya, gimana untuk hal yang lain coba?

“WElCOME TO THE JUNGLE” (top ten kejahatan yang kerap terjadi di Kota Metropolitan dan tips menghadapinya)


Beberapa waktu yang lalu, aku iseng masukin namaku di google, lalu muncul semua postingan y
{Kafemuslimah.com }{Beberapa waktu yang lalu (17/10/2003), ketika sedang menyetrika pakaian sambil mendengarkan siaran radio, saya memperoleh Top Ten Kejahatan Yang Sering Terjadi di Kota Metropolitan dari sebuah stasiun radio swasta (100.20 Female Radio). Menarik dan rasanya ini bisa menjadi sabuk pengaman bagi kita guna meningkatkan kewaspadaan. Dengan menambahi beberapa keterangan lain yang saya peroleh dari berbagai surat kabar dan catatan pengetahuan lain yang saya kumpulkan, berikut saya susun Top Ten Kejahatan Yang Kerap Terjadi Di Kota Metropolitan Jakarta, berikut beberapa tips dalam menghadapinya.

Ternyata Aku Tidak Sendiri, Aih Senangnya

suasana baru... semangat baru... semoga.
blogku yang lama sudah resmi aku tinggal sebenarnya, meski masih suka juga ditengok... ada beberapa tulisan yang masih dipikirkan, mau diboyong juga apa nggak ya kesini...
http://ade-anita.blogdrive.com  
kemarin... hari ahad, 23 november 2008 adalah hari yang amat membahagiakan. bayangkan, kemarin ada acara reuni akbar sma 8 jakarta.... dalam rangka ulang tahun sma 8 ke 50 tahun...

test rumah baru

test.. test.. rumah baru.

Buah manis Kejujuran

Buah Manis Kejujuran
(ditayangkan di kafemuslimah.com, di rubrik : Jurnal Muslimah - Friday, 15 February 2008)

“Yang mana anaknya? Katanya pinter yah?” Seorang ibu bertanya pada saya. Sebuah senyum tipis hadir. Ragu-ragu tapi tak mengurungkan hadirnya sebuah anggukan.

“Iya sih, kata gurunya waktu TK dulu.” Akhirnya saya memberi tanggapan dengan suara lirih. Malu-malu tapi tak luput sejumput kebanggaan memenuhi rongga dada.

“Yang mana anaknya?” Kembali suara ibu-ibu tadi terdengar penuh rasa ingin tahu. Saya pun menunjuk anak saya yang duduk di kursi di sudut kelas. Sendiri manakala sekelilingnya sudah banyak bangku yang kosong.

“Loh? Belum selesai menulis?” Saya menggeleng. Di ruang kelas I B, hanya tinggal sepuluh orang anak, dan anak saya termasuk di dalamnya. Mereka adalah anak-anak yang paling akhir menyelesaikan tugas menulis dari guru kelasnya.
“Kata ibu-ibu yang lain, anaknya sudah bisa membaca sebelum usia 4 tahun? Kok nulisnya lama banget?” Saya menatap ibu-ibu yang kini terlihat begitu cerewet di depan mata saya. Sedikit kesal.

“Iya, membaca itu kan berbeda dengan menulis bu. Lagipula, dulu dia belajar membaca dan menulis dengan bantuan komputer. Jika harus mengetik, dia cukup lumayan dibanding anak lain.”

“Ah, pinter ngetik mah buat apaan? Orang masih kelas satu kok. Sudah… Bantuin gih. Kasihan lagi. Sudah siang gini. Itu… ada banyak ibu-ibu yang ngasih tahu jawaban buat anaknya.” Yap. Tugas menulis yang sedang dilakukan anak-anak kelas satu memang bukan cuma menyalin saja, tapi sekaligus menjawab pertanyaan ringan. Hari memang sudah menjelang pukul sepuluh lewat, waktu yang terlalu siang buat anak-anak kelas satu SD seperti halnya anak saya. Di jendela kelas, memang tampak sembilan orang ibu-ibu yang saling berbisik setengah membentak untuk memotivasi anak-anaknya agar segera menyelesaikan tugas mengerjakan soalnya. Banyak di antara mereka yang selain memotivasi juga memberikan jawaban atas pertanyaan, hingga pekerjaan anaknya bisa lebih cepat terselesaikan. Beberapa bahkan ada yang mendikte anaknya sambil mulutnya tidak berhenti menggerutu dan membentak si anak. Mengingatkan anaknya bahwa ibunya belum memasak dan membereskan rumah sejak pagi.

“Ah, biarlah. Biar dia mengerjakan sendiri.” Saya akhirnya tetap memutuskan untuk menunggu Mujono anak saya di bangku semen di taman sekolah. Akhirnya satu demi satu anak-anak yang masih di kelas sudah menyelesaikan tugasnya. Kini, tinggal Mujono sendiri yang tampak terus menulis. Wajahnya sudah amat lesu dan kelelahan dan akhirnya, Mujono sendirian mengerjakan tugas dari gurunya. Ibu guru kelasnya melempar pandangan ke arah saya sambil tersenyum. Maka saya pun menghampiri ibu guru tersebut sambil tersenyum.

“Maaf yah bu, dia agak lamban mengerjakan tugasnya. Ibu guru jadi terlambat deh pulangnya.”
“Ah, nggak apa-apa. Ditungguin kok.” Pukul setengah sebelas, barulah Mujono berjalan gontai ke muka kelas dan menyerahkan buku tulisnya. Tak ada senyum di wajahnya, yang ada hanyalah wajah lesu dan kelelahan. Saya menyambutnya sambil tersenyum dan mengajaknya pulang. Di jalan, anak saya mengeluh kelelahan.
“Ibu-ibu yang lain ngasih tahu anaknya, kok ibu nggak ngasih tahu aku sih?” Akhirnya sebuah protes keluar dari mulut mungilnya. Saya langsung memeluk tubuh mungilnya dengan penuh rasa sayang.

“Karena ibu mau, kamu mendapatkan hasil secara jujur. Capek memang, tapi nggak apa-apa yah. Namanya juga belajar. Nanti lama-lama juga kamu bisa ngerjain lebih cepat lagi.” Tak ada senyum atau anggukan setuju. Yang hadir di wajahnya hanyalah wajah kelelahan. Amat kelelahan.
Akhirnya, hampir setiap hari anak saya pulang paling belakangan. Bukan hanya pulang paling belakangan, nilainya ketika selesai menyelesaikan tugas sekolah pun tidak ada yang tinggi cemerlang. Berkisar di angka enam, tujuh atau delapan, sementara teman-teman kelasnya yang lain selalu memperoleh nilai sempurna. Maka, tak heran jika semula saya selalu membanggakan anak saya sebagai anak yang pandai dan cemerlang sebelum dia bersekolah dulu, kini pujian itu tidak pernah lagi keluar dari mulut saya. Terlebih karena setiap orang bisa melihat bagaimana anak saya selalu belakangan sendiri di dalam kelas menyelesaikan tugas sekolahnya. Saya juga bisa merasakan tatapan aneh para ibu-ibu karena kekerasan hati saya yang tidak pernah tergerak untuk membantu pekerjaan Mujono. Ah, ini masalah prinsip. Jika saya membantu Mujono, itu artinya saya mengajarkan dia untuk melirik jalan pintas perbuatan tidak jujur. Bukankah pekerjaan yang diberikan oleh guru di sekolah itu diperuntukkan khusus untuk menggembleng anak murid, bukan ditujukan untuk mengajak orang tua murid berpartisipasi diam-diam di balik jendela kelas? Jadi, biarlah dia mengerjakan tugasnya sendiri, bantuan akan saya berikan di rumah, ketika dia sudah menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya.

Hari-hari terus bergulir. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Bulan-bulan terus berubah hingga tak terasa telah berganti tahun. Sementara teman-teman Mujono berlomba untuk meraih peringkat tertinggi di kelas, Mujono tampak tidak punya ambisi itu. Dia terus tekun dan asyik dengan pekerjaannya mengerjakan tugas sekolah seorang diri, bahkan tidak peduli jika dia berhasil menyelesaikannya paling akhir. Bahkan kami tidak ingin mengikut sertakannya dalam berbagai bentuk les atau kursus tambahan. Kami ingin dia mandiri secara alami, bukan karena dikatrol dengan menggunakan berbagai kemudahan yang tersedia di sekelilingnya. Kehidupan di dunia ini bukan persoalan mudah. Jika ingin berubah, semua harus diusahakan dengan memberdayakan diri sendiri. Adalah sebuah kebiasaan buruk mencari kemudahan dengan bersandar pada bantuan orang lain dan lupa menggali potensi diri sendiri. Bukankah semua yang ada di muka bumi ini tidak ada yang bersifat abadi? Lalu, bagaimana akan berjalan seorang diri jika selama ini tidak pernah belajar untuk dapat melangkahkan kaki sendiri? Berulang kali saya tekankan pada anak saya nasehat tersebut.

“Nak, ayah dan ibu suatu hari nanti pasti akan meninggalkan dunia ini. Kamu harus belajar untuk dapat membantu dirimu sendiri, juga saudaramu. Jadi, ayo belajar. Ayah dan ibu tidak mementingkan kamu harus masuk peringkat di sekolah. Itu bukan yang utama dicari di bangku sekolah. Yang penting itu adalah, kamu mengerti ilmu yang kamu pelajar dan menyukainyai. Jika kamu mengerti, kamu insya Allah bisa mengerjakan apapun variasi soal yang diberikan dari pengembangan ilmu tersebut dan jika kamu menyukainya, maka kamu akan senantiasa melupakan sisi kesulitannya. Itu karena kamu menyukainya dan selalu mencoba mencari kemudahan yang selalu bersampiran dengan kesulitan yang datang. Jika kamu bisa dan suka mengerjakannya, kamu bisa mengajarkan orang lain, dan insya Allah itu mendatangkan pahala ibadah untukmu sendiri sebagai bekal di akherat nanti. Yang penting itu, jujur dan teruslah berusaha secara maksimal.”

Yap. Saya memang termasuk orang tua yang tidak begitu menyetujui sistem peringkat di kelas-kelas. Menurut saya, peringkat dikelas itu, hanya akan mengajarkan anak untuk terpacu meraih tempat tertinggi, memperoleh pujian, dengan menghalalkan berbagai cara. Miris rasanya melihat banyak anak berusaha meraih nilai tertinggi dengan cara menyontek. Berkerut kening ini ketika mendapati banyak orang tua yang berlomba-lomba memotivasi anak agar menduduki tempat teratas dengan menunjuki tapak jalan kecurangan. “Sudah, bayar saja si A buat ngerjain tugas bikin prakaryamu. Ketahuan hasilnya bagus, jadi nanti bisa dapat nilai bagus.” Lebih berlipat lagi kening ini ketika mendapati ada orang tua yang rela mengeluarkan beberapa tumpuk uangnya demi menutupi kegagalan anaknya. Semua karena sistem peringkat di kelas yang membuat tiap-tiap anak memperoleh sebuah cap tersendiri di keningnya guna menandai kemampuannya.

Akhirnya, tanpa terasa enam tahun sudah enam Mujono duduk di bangku sekolah dasarnya. Puncaknya tanggal 8 Juli 2005 lalu, keluarlah pengumuman hasil test seleksi penerimaan siswa di Sekolah Menengah Pertama. Deg-degan. Itu yang dirasakan bukan hanya oleh para orang tua murid di hari itu, tapi juga dirasakan oleh para siswa kelas enam dan para guru di sekolah.

Satu demi satu para murid dipanggil untuk menerima hasilnya dan puji syukur ke Hadirat Ilahi karena anak saya mendapatkan SMP unggulan yang dia inginkan dengan nilai yang amat memuaskan. Saya amat terharu, terlebih ketika berduyun-duyun para orang tua murid mendatangi dan memberikan ucapan selamat pada saya. Subhanallah wa alhamdulillah. Anak saya memang satu-satunya anak yang berhasil duduk di SMP unggulan tersebut. Tapi, sedih juga mendapati kenyataan ada lebih dari setengah kelas yang tidak mendapat SMP Negeri. Yang lebih mencengangkan, ternyata para siswa yang menduduki peringkat lima besar hanya mendapat SMP Negeri non unggulan karena perolehan nilai yang tidak melewati batas kelulusan SMP unggulan.
“Kenapa yah? Padahal dia kan dapat ranking di kelas?” Ketika pulang sekolah, pertanyaan ini tidak dapat lagi saya tahan. Kebetulan, teman-teman anak saya sedang memberi selamat pada saya atas prestasi Mujono. Mereka menatap saya dengan wajah berseri-seri.
“”Biarin saja bu. Memang itu pantas kok buat mereka.” Seorang anak perempuan kecil berkulit putih maju memberi penjelasan.
“Kenapa?”
“Karena selama ini mereka-mereka tuh pada jago nyontek semua. General test kemarin kan duduknya sendiri-sendiri, dah gitu ujiannya di sekolah lain, dah gitu yang meriksa komputer lagi. Nggak ada tempat buat jago nyontek!” Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Akhirnya, malamnya, ketika senyum belum juga bisa reda menghiasi wajah ini karena rasa gembira, saya peluk Mujono dengan penuh kasih. Lalu, lembut saya haturkan ucapan terima kasih di telinganya.

“Nak… terima kasih ya. Berusaha untuk senantiasa jujur itu memang berat, tapi kamu sekarang sedang merasakan hasil akhir yang amat manis. Besok-besok, teruslah berlaku jujur ya nak, dan terus berusaha semaksimal mungkin. Allah tidak pernah tidur atau melupakan semua usaha yang kita lakukan dengan penuh kejujuran.” Sebuah kecupan saya hadiahkan di pipinya yang masih halus seperti kulit bayi. Tak ada tanggapan, tapi kemudian saya rasakan sebuah rengkuhan erat melilit pinggang saya. Saya tahu, meski rengkuhan tangan kecil ini tidak dapat merangkul penuh tubuh gemuk saya, tapi si pemilik tangan mungil ini mengerti apa yang saya inginkan dari dirinya, kemarin, sekarang dan seterusnya.(penulis: Ade Anita)

OooooO