:> notes ini karena terdorong keinginan untuk tukar pengalaman dengan Dyah Sari di Singapura, tentang pengalaman menyekolahkan anak
--------------------
Pernah suatu hari, suami saya pulang kerja dan rumah amat sangat berantakan. Cipratan air dimana-mana, begitu juga dengan genangan air. Kain sepray bertebaran dimana-mana. Bahkan di langit-langit rumah, tampak ada beberapa butir air yang siap-siap menetes ke lantai.
"Ada apa ini?" Dia bertanya dan melihat semua anak-anaknya basah kuyup, begitu juga dengan saya, istrinya.
"Oh, kami habis main perang-perangan. Pakai pistol air." Semua anak-anak kami cengar-cengir sambil memperlihatkan pistol air mereka.
"Lalu sepray itu?"
"Oh... itu. Itu tenda prajurit yang baru saja diberangus oleh musuh." Suami saya langsung bengong. Tas kerjanya melorot lunglai dan wajahnya kian lesu ketika mendapati ternyata,
"Waduh... maaf, makanan kita yang untuk makan malam ternyata terkena bom."
Kejadian di atas ini kejadian pertama kali saya melakukan kegiatan gila-gilaan dengan anak-anak saya. Akhirnya, malamnya saya jelaskan pada suami saya.
"Saya baru saja mengeluarkan anak kita dari Tempat Pendidikan Al Qurannya."
"Kenapa? Kan mereka harus belajar mengaji?"
"Iya, betul. Tapi aku kurang cocok dengan tempat belajar itu. Gara-garanya... sepele sih. Waktu aku sedang menunggu anak kita selesai mengaji, aku melihat anak-anak yang sudah selesai dengan giliran membaca iqranya keluar dari kelas. Semua anak yang sudah selesai dapat giliran boleh main di luar kelas. Cuma masalahnya, mereka semua beramai-ramai menangkap Cangcorong (baca=jangkrik). Mengikat badan Cangcorong dengan benang layang-layang, lalu mengadu mereka. Semua Cangcorong itu dipaksa untuk berkelahi. Aku nggak suka dengan adegan itu. Lalu ketika aku mengadu ke guru, gurunya hanya tersenyum sambil bilang, dasar anak-anak. Loh, kok tanggapannya hanya itu sih? Padahal itu kan lembaga pendidikan Al Quran. Jadi langsung saja aku keluarkan anak-anakku dari sana." Suamiku hanya mengangguk-angguk.
"Tapi nggak usah khawatir mas. Aku lansung memasukkan anak-anak ke TPA yang lain." Aku mengirimkan sebuah cengiran ke suamiku.
Tampaknya dia bernapas lega.
"Cuma, sekarang mereka sekarang pun sudah aku keluarkan juga dari sana." Kalimat yang aku lanjutkan ini membuat senyumnya kembali menghilang.
"Loh?"
"Iya, kali ini bukan karena permainannya. Tapi karena semua anak-anak disana, rasanya sudah amat lumrah berbicara kotor dan kasar dengan bahasa daerah setempat. Aku nggak suka." Suami saya langsung menarik napas panjang.
"Jadi, mungkin mulai sekarang, aku sendiri yang akan mengajari mereka belajar di rumah. Nah, cuma. Ada cumanya. Di rumah, nggak ada permainan seru seperti di sekolah. Sekolah itu kan keasyikkannya pas mainnya. Serunya sekolah itu kan ketika bel tanda istirahat berbunyi lalu kita semua berhamburan keluar kelas untuk bermain. Nah... itu sebabnya aku dan anak-anak main perang-perangan di dalam rumah. Maaf ya jika berantakan. Beresin rumah supaya rapi itu cuma butuh waktu satu jam kok, tapi, kesenangan dan keceriaan yang diperoleh karena bermain dengan asyik dan aman itu insya Allah akan berdampak a long long time."
Saya memang seorang yang pemilih. Tapi bukan berarti ansos (anti sosial). Tidak. Sama sekali tidak. Hanya saja, saya merasa bahwa pendidikan dasar seorang anak mungkin akan lebih baik jika bisa dilakukan seselektif mungkin. Dan tugas utama seorang ibu, adalah menjadi madrasah (baca= sekolah) pertama dan utama bagi anak-anaknya.
Ketika ingin memasukkan anak ke sekolah, ada beberapa pertimbangan yang saya lakukan.
1. Saya harus tahu seperti apa lingkungannya.
2. Saya harus tahu seperti apa pengajarannya.
Atas pertimbangan tersebut, maka saya pun memasukkan anak untuk bersekolah di Sekolah Dasar Negeri. Bukan sekolah swasta, juga bukan sekolah plus apalagi berstandard internasional. Kenapa?
1. Karena cuma sekolah dasar negeri yang masih membolehkan orang tua untuk menunggu anaknya sekolah. Orang tua boleh duduk di dalam pekarangan sekolah dan boleh memperhatikan semua kegiatan belajar mengajar meski dari jauh.
2. Sekolah dasar negeri umumnya dihuni oleh anak-anak dari lingkungan masyarakat sekitar sekolah. Artinya, jika kita memasukkan anak ke sekolah dasar negeri dekat rumah, otomatis sebagian terbesar anak-anak yang bersekolah di sana adalah anak-anak dari lingkungan sekitar rumah kita juga. Dengan begitu, kita bisa memantau perkembangan anak kita dan mengarahkan mereka ketika suatu hari nanti mereka harus berinteraksi dengan lingkungan di dekat rumah.
Sayangnya, sekolah dasar negeri atau inpres sebagian besar dihuni oleh masyarakat kebanyakan yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Artinya, budaya bicara kotor, main kasar, berperilaku kasar, mengumpat, berpikir mencari jalan pintas tanpa pertimbangan halal dan haram, sudah amat lazim diberlakukan. Padahal, saya seorang yang pemilih.
Ya, titik fokusnya adalah, saya seorang yang pemilih. Karena kondisi yang sering tidak sesuai dengan sesuatu yang tidak ingin saya pilih maka saya harus mengembangkan dan melonggarkan batas toleransi saya sendiri. Bagaimana caranya berkompromi dengan situasi yang tidak berkenan dengan hati dan keinginan pilihan kita, itu yang saya berusaha keras menerapkannya. Dan itu, tanpa sadar, juga saya ajarkan pada anak-anak saya. Hal-hal ini bisa tersedia cuma di sekolah dasar negeri.
Ya, pertimbangan kami memilih sekolah dasar negeri karena pertimbangan bahwa bahagian terbesar dari masyarakat tempat kita semua akan terjun ke dalamnya, bersinggungan dalam keseharian terbesar dalam hidup kita, adalah masyarakat menengah ke bawah. Kami ingin anak-anak belajar bertoleransi, belajar berkompromi dengan berbagai kondisi tak terduga yang ada di golongan masyarakat terbanyak di negeri ini. Yang utama adalah, belajar mempertahankan prinsip yang hak di tengah lingkungan yang sulit.
Masih bingung? Mungkin bisa saya contohkan beberapa sikap kompromi yang kami lakukan:
- Mengantungi sampah di dalam kantung atau salah satu bagian dalam tas, ketika budaya buang sampah sembarangan sudah amat lazim dilakukan.
- Buang air kecil di tempat tertutup untuk laki-laki ketika budaya buang air kecil di bawah pohon adalah hal yang lumrah.
- Datang tepat waktu ketika budaya jam karet adalah hal yang biasa.
- Mengerjakan PR sendiri ketika orang tua sibuk membantu PR anak-anaknya.
- Membiasakan diri bahwa predikat juara bukan yang utama (yang utama itu adalah melakukan yang terbaik semaksimal mungkin dan mengerjakannya dengan ikhlas)... hehehe, yang satu ini, kadang bikin kebat kebit karena bedanya tipis. Karena, tuntutan untuk memperoleh kemenangan dan juara lomba amat besar justru datangnya dari lingkungan sekitar. Padahal, di rumah, ini sama sekali tidak penting, apalagi jika kemenangan diperoleh dengan tidak ikhlas dan tidak jujur. Jadi, di rumah, jika sudah mulai merasa bahwa sedang mengerjakan sesuatu untuk mengejar gelar juara dan terobsesi untuk menang, kami biasanya langsung berhenti sejenak. "Ayo, luruskan niat. Luruskan niat."
Hal-hal penuh kompromi di atas tersedia sempurna di sekolah dasar negeri.
Itu sebabnya, menyerahkan anak ke sekolah dasar negeri lalu lepas tangan tentang perkembangan pendidikan mereka selanjutnya, adalah sebuah tindakan bunuh diri orang tua. Kenapa? Ya itu tadi. Karena situasi yang menuntut toleransi dan kompromi serta tekanan amat besar terjadi di sana (itu sebabnya, jika ayah ibu bekerja, dan cuma punya waktu bersama anak sedikit saja, saya lebih meyarankan untuk memilih sekolah plus yang mutunya bagus. Lalu, ini sekedar saran, usahakan untuk sesekali bawa anak bertemu dengan berbagai tingkatan golongan masyarakat. Karena hal inilah yang akan mengajarkan pada anak, bagaimana jika suatu hari nanti, dia akan berhadapan langsung dengan golongan masyarakat yang beragam ini).
Itu sebabnya, sepulang sekolah, setelah mereka makan siang, saya biasanya langsung menanggalkan "pakaian ibu" dan memakai "pakaian guru" dan "pakaian teman" langsung rangkap dua. Saya melakukan banyak sekali permainan di dalam rumah. Mulai dari percobaan-percobaan sains, masak-memasak, tanya jawab pelajaran, hingga bersama-sama menghadapi game komputer (atau PS atau Wii). Atau sekedar ngobrol bertukar cerita. Sore hari, saya baru mengajari mereka mengaji setelah shalat maghrib.
Ada beberapa peraturan yang harus dipatuhi oleh mereka yang akan memasukkan anak bersekolah di sekolah dasar negeri:
1. Sudah berusia enam (6) tahun di bulan Juli.
2. Sudah bisa mengikuti proses belajar mengajar dengan baik.
peraturan lain lihat saja di website DIknas.... saya tidak akan menulisnya karena saya hanya akan memfokuskan pada dua hal ini saja.
Terkadang, orang tua sering terlalu cepat menyekolahkan anak-anak mereka ke TK atau PAUD. Hingga, ketika lulus dari TK atau PAUD, usia anak belum 6 tahun di bulan Juli. Nah, jadi, kalau mau menyekolahkan anak di sekolah pra Sd, perhatikan usia anak. Jangan sampai terlalu muda lulus TK-nya.
Point kedua, ada tes yang harus dilalui oleh anak yang ingin masuk ke sekolah dasar. Yaitu, tes membaca, menulis dan berhitung (tenang, semua masih tahap awal kok. Jadi masih membaca "INI BUDI", bukan membaca "PERKEMBANGAN SAHAM AKHIR-AKHIR INI MENGALAMI PENURUNAN YANG CUKUP TAJAM DI BURSA SAHAM TOKYO". Menulisnya juga begitu, masih menulis sederhana seperti BAPAK, SEKOLAH, GURU, jadi bukan menulis surat panjang untuk presiden. Sedangkan berhitungnya, masih seputar angka yang bisa dihitung dengan kesepuluh jari-jari di tangan kita.
Tapi, tes calistung ini terjadi sekolah dasar negeri saja. Sedangkan di sekolah plus, ada tambahan testnya. Yaitu tes menggunting dan menempel. Jadi, ada lima ya test yang akan dilalui oleh seorang anak di sekolah plus. DI sekolah dasar neger hanya ada tiga test.
Lalu selanjutnhya mari bicara tentang biaya.
Sekolah dasar negeri atau inpres di Jakarta umumnya tidak dipungut biaya. Ini karena mereka memperoleh BOS. Buku-buku yang dipakai juga dipinjamkan dari sekolah. Murid hanya diminta untuk menyampulnya agar bersih dan rapi.
Tapi sekolah dasar plus (baik yang swasta, internesional atau plus), memungut biaya yang cukup tinggi. Kisarannya sekitar Rp100.000 - Rp700.000 per-anak, per-bulan. Sedangkan biaya pendaftarannya berkisar antara Rp1 juta hingga geleng-geleng kepala sambil bilang "...ck..ck..ck, kok mirip mau masuk perguruan tinggi ya?"
Bagaimana mutunya"
Ya itu tadi. Orang tua harus aktif dan tidak boleh lepas tangan begitu saja pada perkembangan pendidikan anak-anak mereka jika mereka memasukkan anak-anak mereka ke sekolah dasar negeri atau inpres.
Demikian pengalaman saya menyekolahkan anak di sekolah dasar (maaf ya terburu-buru kata akhirnya. Tiba-tiba mengantuk nih).
------------------
penulis: Ade Anita
ikutan lomba bikin weekly notes.. sekali lagi, yang ini juga kalah
Minggu, 26 September 2010
Ternyata Aku Tetap Cinta
by Ade Anita on Monday, 23 August 2010 at 12:05
"Ini kisah ketika aku masih duduk di bangku SMA. Suatu hari, malam hari tepatnya, ada tamu datang ke rumah. Dia mahasiswa ayah di Universitas Muhammadiyah. Ayahku memang seorang dosen di UM, mengajar Pancasila dan Ketahanan Negara. Dia datang memberi ayah hadiah dan sebuah amplop. Isinya bukan surat cinta tapi uang. Ayah marah-marah ke mahasiswa itu tapi lalu menasehatinya baik-baik hingga mahasiswa itu pulang dengan air mata dipipinya. Begitu mahasiswa itu pulang, ayah datang kea de. “Nak, jangan pernah mengikuti jejak mahasiswa itu. Dia orang bodoh yang ingin membeli kelulusan sarjananya dengan uang. Ingatlah nak, semua yang didapat tidak dengan kejujuran, hanya akan melahirkan sebuah bencana baru. Mungkin dia sukses, kaya, tapi kesuksesan dan kekayaannya itu tidak akan membuat dia bahagia. “ (diikutip dari http://adeanita-adi.blogspot.com/2009/03/sekapur-sirih-di-hari-kedua-berkabung.html )
by Ade Anita on Monday, 23 August 2010 at 12:05
"Ini kisah ketika aku masih duduk di bangku SMA. Suatu hari, malam hari tepatnya, ada tamu datang ke rumah. Dia mahasiswa ayah di Universitas Muhammadiyah. Ayahku memang seorang dosen di UM, mengajar Pancasila dan Ketahanan Negara. Dia datang memberi ayah hadiah dan sebuah amplop. Isinya bukan surat cinta tapi uang. Ayah marah-marah ke mahasiswa itu tapi lalu menasehatinya baik-baik hingga mahasiswa itu pulang dengan air mata dipipinya. Begitu mahasiswa itu pulang, ayah datang kea de. “Nak, jangan pernah mengikuti jejak mahasiswa itu. Dia orang bodoh yang ingin membeli kelulusan sarjananya dengan uang. Ingatlah nak, semua yang didapat tidak dengan kejujuran, hanya akan melahirkan sebuah bencana baru. Mungkin dia sukses, kaya, tapi kesuksesan dan kekayaannya itu tidak akan membuat dia bahagia. “ (diikutip dari http://adeanita-adi.blogspot.com/2009/03/sekapur-sirih-di-hari-kedua-berkabung.html )
coba2 ikut sayembara bikin flash fiction.. tapi yang ini aku kalah.. hehehe
Kesempatan Ramadhan Untukku
by Ade Anita on Thursday, 12 August 2010 at 09:41
Kata orang, kucing itu punya sembilan nyawa. Dia mudah sekali selamat dari berbagai macam bencana dan kecelakaan. Sungguh hewan yang beruntung.
Tapi pemandangan di hadapanku benar-benar memperlihatkan seekor kucing yang tidak beruntung. Inilah anak kucing yang terus-menerus mengeong sepanjang malam tak jauh dari rumahku. Pagi itu, aku mendapati si anak kucing tergeletak menelungkup dengan tangan dan kaki terentang ke sampingnya. Dia hanya memiliki satu buah kaki. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, dia mengeong-ngeong lemah, mengais pertolongan.
Rupanya, induk kucing telah meninggalkan anaknya yang lahir cacat dengan begitu saja. Bahkan ketika si anak kucing belum bisa membuka matanya. Induk kucing telah menjalankan hukum alam secara alami. Memilih untuk mengorbankan anaknya yang cacat, ketimbang anak lainnya yang sempurna. Induk kucing memilih untuk membesarkan yang sempurna saja. Hidup adalah pilihan, dan memilih yang/untuk sempurna adalah pilihan yang tepat.
Azan Dhuhur berbunyi di kejauhan dan ketika aku melewati pinggir jalan tersebut di siang hari yang sama, anak kucing cacat itu benar sudah meninggal dunia. Sedih teriris. Tapi memang kesempurnaan adalah hal yang mutlak dimiliki oleh siapa saja. Termasuk di bulan ramadhan, dimana setiap ummat Islam diberi kesempatan untuk menyempurnakan dirinya selama satu bulan penuh. Bersyukurlah aku, kita semua masih diberi kesempatan kali ini.
-----
Penulis: ade anita (untuk diikut sertakan dalam lomba cerpen 200 kata. Cerpen di atas tepat 199 kata). Mau ikutan? Silahkan kllik / lomba cerpen 200 kata Silahkan tinggalkan komen ya setelah membaca notes ini. Terima kasih)
Mohon Maaf Lahir dan Batin untuk semuanya.
by Ade Anita on Thursday, 12 August 2010 at 09:41
Kata orang, kucing itu punya sembilan nyawa. Dia mudah sekali selamat dari berbagai macam bencana dan kecelakaan. Sungguh hewan yang beruntung.
Tapi pemandangan di hadapanku benar-benar memperlihatkan seekor kucing yang tidak beruntung. Inilah anak kucing yang terus-menerus mengeong sepanjang malam tak jauh dari rumahku. Pagi itu, aku mendapati si anak kucing tergeletak menelungkup dengan tangan dan kaki terentang ke sampingnya. Dia hanya memiliki satu buah kaki. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, dia mengeong-ngeong lemah, mengais pertolongan.
Rupanya, induk kucing telah meninggalkan anaknya yang lahir cacat dengan begitu saja. Bahkan ketika si anak kucing belum bisa membuka matanya. Induk kucing telah menjalankan hukum alam secara alami. Memilih untuk mengorbankan anaknya yang cacat, ketimbang anak lainnya yang sempurna. Induk kucing memilih untuk membesarkan yang sempurna saja. Hidup adalah pilihan, dan memilih yang/untuk sempurna adalah pilihan yang tepat.
Azan Dhuhur berbunyi di kejauhan dan ketika aku melewati pinggir jalan tersebut di siang hari yang sama, anak kucing cacat itu benar sudah meninggal dunia. Sedih teriris. Tapi memang kesempurnaan adalah hal yang mutlak dimiliki oleh siapa saja. Termasuk di bulan ramadhan, dimana setiap ummat Islam diberi kesempatan untuk menyempurnakan dirinya selama satu bulan penuh. Bersyukurlah aku, kita semua masih diberi kesempatan kali ini.
-----
Penulis: ade anita (untuk diikut sertakan dalam lomba cerpen 200 kata. Cerpen di atas tepat 199 kata). Mau ikutan? Silahkan kllik / lomba cerpen 200 kata Silahkan tinggalkan komen ya setelah membaca notes ini. Terima kasih)
Mohon Maaf Lahir dan Batin untuk semuanya.
Notes tentang Cinta
notes Tentang CInta
by Ade Anita on Monday, 23 August 2010 at 13:06
Cinta itu sesuatu yang tidak pernah habis untuk diperbincangkan. Juga tidak pernah kering untuk ditulis kisah tentangnya. Saya selalu suka membicarakan tentang cinta. Mungkin karena dia selalu terasa manis dan menghangatkan. Siang ini (sebenarnya pagi, tapi saya bangun kesiangan hari ini, amat sangat kesiangan), saya membaca sebuah notes yang menulis tentang cinta. Manis sekali. Terasa istimewa karena merupakan kumpulan dari tokoh-tokoh kartun yang amat familiar bagi saya.
Saya penggemar film kartun. Film kartun apa saja saya suka. Eh.. ralat. Tidak semuanya. Karena saya tidak suka beberapa serie kartun Amerika yang diperuntukkan untuk remaja yang sering kasar seperti Bernie and Mice; Brain; Cat and Dog; dan mmm... beberapa deh. Di deretan kartun-kartun ini, ternyata bertaburan perilaku kasar, vandal, kalimat-kalimat kotor dan juga adegan kekerasan lainnya. Tapi saya suka film-film kartun yang diperuntukkan untuk anak-anak. Dan hampir semua film kartun Jepang saya suka (kecuali kartun-kartun tentang robot atau manusia setengah robot).
Notes tentang Cinta yang ditulis oleh Dwi Klik ini manis sekali. Tidak ada sedu sedan, jerit tangis, atau tawa gelak akibat dari Cinta. Tidak ada juga kalimat menggurui, hardikan, atau keluh kesah. Tapi kita tetap tahu bahwa yang sedang diutarakan oleh Dwi adalah sebuah gambaran tentang CINTA.
Tulisan-tulisan Dwi Klik Santosa memang selalu begitu. Halus dalam penceritaannya, bahasanya mengalir tenang, kadang menghentak tak terduga, tapi bsia membius pembaca untuk tertib dan telaten mengikuti alur cerita yang sedang dia kembangkan. Dia baru saja menelurkan sebuah buku yang (kebetulan, saya salah satu penggemarnya, karena mengikuti gaya ceritanya di notes-notesnya. Jadi, senang banget ketika tahu dia menerbitkan buku tentang Wayang. Ya, cerita wayang. Sebagai orang Sumatra, sebenarnya saya tidak mengerti Wayang sama sekali, tidak tahu ceritanya, tidak tahu sama sekali. Tapi, setelah mengikuti puisi, prosa dan notes tentang wayang yang ditulis Dwi Klik, jadi bisa menikmati keseruannya. Saya juga jadi belajar, bagaimana merangkai sebuah cerita dengan gaya baru pada cerita legenda terkenal yang nyaman bagi kita meski cerita itu sudah terkenal sebelumnya). ini info lebih lanjut tentang novel wayang cinta Dwi Klik http://www.facebook.com/photo.php?pid=4819742&id=785318611&ref=fbx_album).
(Btw, saya sudah membeli dan memiliki novel ini. Bagus banget. Kualitas kertasnya bagus, gambar-gambar animasinya kreatif dan bagus, dan sekali lagi.. gaya bercerita Dwi tetap menarik, manis dan menghanyutkan. Asyik dan renyah).
Oke, langsung saja . Beirkut ini notes tentang Cinta yang membuat saya suka banget membacanya. Apakah kalian juga sependapat dengan saya?
ALBUM MANIS ITU BERNAMA CINTA
by Dwi Klik Santosa on Monday, 23 August 2010 at 10:57
1. "Hai, Popeye ... izinkan aku berlayar bersamamu."
"Wekekeke ... di laut hanya ada sunyi dan pedih sesekali dihempas badai, Olive sayang ..."
"Aku tidak takut, Popeye ... aku akan bawa bekal bayam yang buaaannyaakk ... Selalu di dekatmu, apa yang kutakutkan?"
2. "Kenapa Bibi Desi, lebih memilih Paman Donald daripada Paman Untung?" kata Kwak.
"Iya, bukankah setiap gerak Paman Untung selalu mendatangkan untung," timpal Kwek.
"Sedang Paman Donald, kan, melulu sial," seru Kwik.
"Iya, anak-anak yang manis. Soalnya Paman Donaldmu orangnya jujur, sederhana dan selalu bersemangat dalam mencintai."
3. "Kenapa engkau tidak cemburu kepadaku," seru Mini,
"bukankah sudah berhari-hari aku diculik Boris."
"Ya, tapi kau bisa melihat marahku, bukan. Dan tentang kejahatan si gombal yang jahat itu sudah mendapatkan ganjarannya di penjara," sahut Mickey,
"sedang kepadamu, alasan apa yang tepat untuk mencurigai."
4. "Kenapa kau marah-marah kepadaku, Clara?" tanya Gufi.
"Huhhh ... setega itu kau tidak merasa bersalah," tandas Clara Bela.
"Hiiikkss ... aku tidak mengerti apa maksudmu?"
"Tidakkah kau ingat hari ini, hari apa?"
"Hikkss ... hari ini? .. hikksss ... coba kau buka kain di dinding itu, Clara?"
"Ouuuwwhh, Gufiku. Ini foto kita sewaktu kecil sedang bermain manten-mantenan."
"Selamat ulang tahun, Clara. .... Hikksss"
---------------
Penulis: Ade Anita.
by Ade Anita on Monday, 23 August 2010 at 13:06
Cinta itu sesuatu yang tidak pernah habis untuk diperbincangkan. Juga tidak pernah kering untuk ditulis kisah tentangnya. Saya selalu suka membicarakan tentang cinta. Mungkin karena dia selalu terasa manis dan menghangatkan. Siang ini (sebenarnya pagi, tapi saya bangun kesiangan hari ini, amat sangat kesiangan), saya membaca sebuah notes yang menulis tentang cinta. Manis sekali. Terasa istimewa karena merupakan kumpulan dari tokoh-tokoh kartun yang amat familiar bagi saya.
Saya penggemar film kartun. Film kartun apa saja saya suka. Eh.. ralat. Tidak semuanya. Karena saya tidak suka beberapa serie kartun Amerika yang diperuntukkan untuk remaja yang sering kasar seperti Bernie and Mice; Brain; Cat and Dog; dan mmm... beberapa deh. Di deretan kartun-kartun ini, ternyata bertaburan perilaku kasar, vandal, kalimat-kalimat kotor dan juga adegan kekerasan lainnya. Tapi saya suka film-film kartun yang diperuntukkan untuk anak-anak. Dan hampir semua film kartun Jepang saya suka (kecuali kartun-kartun tentang robot atau manusia setengah robot).
Notes tentang Cinta yang ditulis oleh Dwi Klik ini manis sekali. Tidak ada sedu sedan, jerit tangis, atau tawa gelak akibat dari Cinta. Tidak ada juga kalimat menggurui, hardikan, atau keluh kesah. Tapi kita tetap tahu bahwa yang sedang diutarakan oleh Dwi adalah sebuah gambaran tentang CINTA.
Tulisan-tulisan Dwi Klik Santosa memang selalu begitu. Halus dalam penceritaannya, bahasanya mengalir tenang, kadang menghentak tak terduga, tapi bsia membius pembaca untuk tertib dan telaten mengikuti alur cerita yang sedang dia kembangkan. Dia baru saja menelurkan sebuah buku yang (kebetulan, saya salah satu penggemarnya, karena mengikuti gaya ceritanya di notes-notesnya. Jadi, senang banget ketika tahu dia menerbitkan buku tentang Wayang. Ya, cerita wayang. Sebagai orang Sumatra, sebenarnya saya tidak mengerti Wayang sama sekali, tidak tahu ceritanya, tidak tahu sama sekali. Tapi, setelah mengikuti puisi, prosa dan notes tentang wayang yang ditulis Dwi Klik, jadi bisa menikmati keseruannya. Saya juga jadi belajar, bagaimana merangkai sebuah cerita dengan gaya baru pada cerita legenda terkenal yang nyaman bagi kita meski cerita itu sudah terkenal sebelumnya). ini info lebih lanjut tentang novel wayang cinta Dwi Klik http://www.facebook.com/photo.php?pid=4819742&id=785318611&ref=fbx_album).
(Btw, saya sudah membeli dan memiliki novel ini. Bagus banget. Kualitas kertasnya bagus, gambar-gambar animasinya kreatif dan bagus, dan sekali lagi.. gaya bercerita Dwi tetap menarik, manis dan menghanyutkan. Asyik dan renyah).
Oke, langsung saja . Beirkut ini notes tentang Cinta yang membuat saya suka banget membacanya. Apakah kalian juga sependapat dengan saya?
ALBUM MANIS ITU BERNAMA CINTA
by Dwi Klik Santosa on Monday, 23 August 2010 at 10:57
1. "Hai, Popeye ... izinkan aku berlayar bersamamu."
"Wekekeke ... di laut hanya ada sunyi dan pedih sesekali dihempas badai, Olive sayang ..."
"Aku tidak takut, Popeye ... aku akan bawa bekal bayam yang buaaannyaakk ... Selalu di dekatmu, apa yang kutakutkan?"
2. "Kenapa Bibi Desi, lebih memilih Paman Donald daripada Paman Untung?" kata Kwak.
"Iya, bukankah setiap gerak Paman Untung selalu mendatangkan untung," timpal Kwek.
"Sedang Paman Donald, kan, melulu sial," seru Kwik.
"Iya, anak-anak yang manis. Soalnya Paman Donaldmu orangnya jujur, sederhana dan selalu bersemangat dalam mencintai."
3. "Kenapa engkau tidak cemburu kepadaku," seru Mini,
"bukankah sudah berhari-hari aku diculik Boris."
"Ya, tapi kau bisa melihat marahku, bukan. Dan tentang kejahatan si gombal yang jahat itu sudah mendapatkan ganjarannya di penjara," sahut Mickey,
"sedang kepadamu, alasan apa yang tepat untuk mencurigai."
4. "Kenapa kau marah-marah kepadaku, Clara?" tanya Gufi.
"Huhhh ... setega itu kau tidak merasa bersalah," tandas Clara Bela.
"Hiiikkss ... aku tidak mengerti apa maksudmu?"
"Tidakkah kau ingat hari ini, hari apa?"
"Hikkss ... hari ini? .. hikksss ... coba kau buka kain di dinding itu, Clara?"
"Ouuuwwhh, Gufiku. Ini foto kita sewaktu kecil sedang bermain manten-mantenan."
"Selamat ulang tahun, Clara. .... Hikksss"
---------------
Penulis: Ade Anita.
terima kasih
Terima kasih
by Ade Anita on Sunday, 12 September 2010 at 10:03
Terima kasih kompor, karena selama bulan Ramadhan nggak pernah rewel, kehabisan gas di waktu yang tidak tepat dan semua kegiatan masak memasak lancarrrr... serta nggak bikin panik, bahkan setelah acara besar lebaran hari pertama (masak besar untuk bantu halal bihalal keluarga).
by Ade Anita on Sunday, 12 September 2010 at 10:03
Terima kasih kompor, karena selama bulan Ramadhan nggak pernah rewel, kehabisan gas di waktu yang tidak tepat dan semua kegiatan masak memasak lancarrrr... serta nggak bikin panik, bahkan setelah acara besar lebaran hari pertama (masak besar untuk bantu halal bihalal keluarga).
Pinokio (the story continued)
5 Sajak Pinokio (suatu hari nanti, the story continued)
by Ade Anita on Monday, 20 September 2010 at 16:26
I
Aku melihatmu kekasihku
Pada sebuah mall yang amat terkenal di Jakarta
Wajahmu sumringah
Matamu sendu dengan pendar-pendar kejora di atas pupilmu
"Hah? Dimana? Kok nggak manggil?"
Aku ingin memanggilmu kekasihku
Kau tahu, namamu adalah nama yang selalu terukir indah di hatiku
Bukan hanya tinta emas aku menulisnya Hamparan berlian pun kubentangkan sebagai lembaran untuk menulisnya
Kamu amat berarti Kamu juga yang selalu kunanti
Sungguh aku hendak memanggilmu sayang Tapi sedetik sebelum mulut ini berucap Ada seorang gadis belia yang mengejarmu dengan langkah menarinya Manja dia bergayut di tangan kekarmu Lalu kaupun mendaratkan kecupan sayang
"Sembarangan. Mana mungkin aku pergi dengan wanita lain selain dirimu. Kamu tahu sendiri seluruh hatiku sudah kuserahkan padamu. Aku amat mencintai dirimu."
Senyumku langsung terkembang lebar mendengar pengakuan cintanya.
Dada ini sesak oleh rasa haru. Bukan. Bukan karena bahagia. Tapi demi melihat hidung kekasihku yang kian mancung ke depan Dan kedua telinganya yang memanjang seperti kuping keledai
Terima kasih Tuhan, dalam haru aku berdoa, karena tidak pernah kau ubah pinokioku menjadi manusia
II
Cinta... mengapa engkau buta
Tak kau lihatkah aku merana karena meraba-raba
Tersandung aku oleh angkara
Tapi suka cita mengubur lara
III
Aku tidak bisa keluar rumah sayang
wajahku sudah amat buruk, hidungku ini amat sangat mengganggu
potong saja dengan gergaji
biarlah berdarah aku tak peduli
Tidak sayang, jangan lakukan itu
Aku akan mencintaimu apa adanya
Bahkan meski harus menggenggam bara
Hanya saja, jangan lagi berkata bohong
Karena hanya itu penyebab utama hidungmu berubah
Katamu akan mencintaiku apa adanya?
Lalu mengapa tidak ikhlas menerima kebohonganku?
Stt... Aku memang selalu mencintaimu apa adanya
Tapi kebohonganmu hanya akan memperparah keadaan
Dan itu merugikan dirimu sendiri
dan juga diriku yang masih tetap tergila-gila padamu
IV
Mataku bergerak ke pojok paling sudut melirikmu
berusaha mengintip apakah pintu hatimu sedikit berderit
ketika mendengar anakmu menjerit
"Aku tidak mau sekolah. Aku malu, bapakku berhidung panjang."
Ya Tuhan,
Kenapa sulit sekali mengajak orang yang kita cintai untuk senantiasa jujur?
V
STOP
Jangan teruskan, tolong jangan teruskan
Jantungku sudah cukup hancur berantakan
Tubuhku sudah terlalu banyak memiliki luka
Teruskan saja berbohongnya
Karena ternyata kejujuran yang kamu ucapkan lebih menaburkan wangi bunga
dan mengobati hati yang merintih karena kasmaran
Aku akan selalu mencintai hidung panjangmu
Suatu hari nanti, dia bisa dipakai untuk mengambil buah jambu
------------
Penulis: ade anita (lagi belajar nulis puisi nih. Mohon kritik dan sarannya ya. Puisi Pinokio sebelumnya sudah pernah aku tampilkan di notesku on Tuesday, 30 March 2010 at 08:24).
Kenapa tertarik nulis puisi? Karena terkompori dengan puisi2nya Dwi Klik Santosa, faradina, s che hidayat, cepi sabre dan Syaiful Alim. hebat-hebat euy
Comment · Like · Share
Amanda Ratih Pratiwi, Fanie Nurcahyani, Dwi Klik Santosa and 8 others like this.
Elisa Trisnawati Ade tulisanmu itu berkarakter, ada ciri khasnya. Bagussss....aku suka. Tapi menurut aku kamu lebih bagus menulis prosa, dan maaf aku ga menangkap ini puisi, tp lebih ke prosa. Tapi aku suka tulisan ini.........
20 September at 15:52 · Unlike · 1 person
Ade Anita iya yah? aku sendiri juga bingung, prosa itu seperti apa sebenarnya.. ..
Bentar deh.. sepertinya aku harus belajar lagi ya membedakan nulis puisi dan prosa... makasih elisa...
20 September at 15:53 · Like
Faradina Izdhihary Ya sih... asiiik simple bahasanya. Mydah ditangkap maknanya. masil lemah penggunaan metafornya. Tapi asiiik
20 September at 16:08 · Unlike · 1 person
Eros Rosita hihihi, unik
saya jatuh cinta dengan sudut pandang di sajak pertama
:D
20 September at 16:11 · Unlike · 1 person
Astrid Septyanti Ar-Rosyidi wah,bagus bgt mbak Ade.sedih.tp jg lucu.gmn y ngambil buah jambu pake hidung.hihihi
analogi yg bgs utk org2 yg sdh lelah "berkawan" dg pembohong.
mski sy jg blm tau gmn puisi & prosa,tp emg kaya bkn puisi.
*g tau namax apa.hehe :)
20 September at 16:14 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Ade Anita metafor? metafor itu apa? penggunaan kata dan perubahannya ya? iya nih mbak farad, ternyata nulis puisi itu lebih sulit dari kesulitan yg dibayangkan..makanya aku selalu kagum pada siapa yg bisa menulis puisi yang cantik..memenggal kalimat jadi pendek tanpa memangkas makna itu yang sulit buatku..
20 September at 16:15 via Facebook Mobile · Unlike · 2 people
Faradina Izdhihary tp bisa dipelajari. konon penylis puisi bisa jadi cerpenis, kalau penulis prosa bisa gak ya jadi penyair? hehehe aku gak tahu
20 September at 16:16 · Unlike · 1 person
Elisa Trisnawati Ayoo de bisa kok dipelajari............kamu belajar dari Bung Hudan tuh hehehe
20 September at 16:18 · Unlike · 1 person
Ade Anita @sita: buku puisimu juga termasuk kompor yg bikin aku tergerak utk bikin puisi...makasih ya, masih malu nih ama pakar spertimu
20 September at 16:18 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Eros Rosita weleh, puisi saya itu masih belum ada maknanya mbak :(
jauh dibandingkan sama teman-teman yang lain :(
susah buat puisi, dan saya mungkin akan melepaskannya sejenak
:(
20 September at 16:20 · Unlike · 1 person
Ade Anita udahh..aku rajin bolak balik liat wallnya bung hudan..tapi tetep sulit..cuma bisa berdecak kagum dgn karya teman2 yang lain. hmmm....bearti meski giat berlatih dan membaca ya...
20 September at 16:20 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita @rosita: nah. sepakat, bikin puisi itu ternyata tidak mudah ya...tapi tetep penasaran
20 September at 16:23 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Elisa Trisnawati Memang penggunaan metafor itu susah de.......ayoo semangat , kamu pasti bisa!!!
20 September at 16:23 · Like · 1 person
Eros Rosita hehehe, iya mbak
saya juga penasaran bukan main :D
20 September at 16:24 · Unlike · 1 person
Astia Rashid Bagus tp utk ukuran cerita pendek , kalo utk puisi sm sekali bukan..kalo menurut ia..
20 September at 16:25 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Arther Panther Olii keep on writing, ade...
20 September at 16:26 · Unlike · 1 person
Ade Anita makasih dukungannya...
20 September at 16:28 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita @astia: kalo menurut ia kenapa? belum selese ngomennya deh sptnya
20 September at 16:29 via Facebook Mobile · Like
Ilham Q Moehiddin "Tidak sayang, jangan lakukan itu
Aku akan mencintaimu apa adanya
Bahkan meski harus menggenggam bara.."
Nah, iya kan...aku bilang juga apa? Mba' Ade punya warna sendiri dalam menulis...
...See more
20 September at 16:31 · Unlike · 1 person
Ade Anita @ilham: hmm..bearti benar kata elisa..puisi atau notesku ini belum punya identitas ya? dibilang prosa bukan, puisi juga bukan...makasih pelajarannya... bearti aku harus kian rajin mampir ke notes para pakar puisi utk belajar lagi..sekaligus rajin buka thesaurus utk nyari padanan kata serupa..makasih banyak ya pelajarannya...:))
20 September at 16:38 via Facebook Mobile · Like
Faradina Izdhihary Mbak, pembeda utama prosa dan puisi adalah: bahasa puisi ito dipadatkan, kaya pembanding. Misal untuk menggambarkan kerelaan untok berkorban demi orang yang dicintainya, Sapardi menggunakan larik: Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti kayu kepada api yang menjadikannya tiada.
Metafur sapadi ini luar biasa bagus dan orisinil. Mencintai seikhlas kayu saat dibakar api, gak pakai protes, gak pakai woro2.... indah banget kaaann.
20 September at 16:39 · Unlike · 1 person
Faradina Izdhihary Mbak, pembeda utama prosa dan puisi adalah: bahasa puisi ito dipadatkan, kaya pembanding. Misal untuk menggambarkan kerelaan untok berkorban demi orang yang dicintainya, Sapardi menggunakan larik: Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti kayu kepada api yang menjadikannya tiada.
Metafur sapadi ini luar biasa bagus dan orisinil. Mencintai seikhlas kayu saat dibakar api, gak pakai protes, gak pakai woro2.... indah banget kaaann.
20 September at 16:39 · Unlike · 1 person
S Che Hidayat Sudah banyak penjelasan, sudah ada pencerahan, dan mereka pun aku mendukungmu untuk kembali menyulam kata, mengalirlah, alir mu akan terbentuk sendirinya, jangan dulu mempolakan pikir akan seperti apa karena tujuan telah ada;
semangat!
Salam karya
ssrstttt...
Komentku jujur loh dan lihat hidungku tak memanjang...
20 September at 16:55 via Facebook Mobile · Unlike · 2 people
Ilham Q Moehiddin Biarkan ide dan gagasan itu mengalir...keluar dan tersampaikan.
Saya kok kurang suka dengan ukuran yang digunakan untuk menilai nilai karya seseorang... Jika belum apa apa seseorang sudah "dihadang" dengan segala ukuran dan tatacara..khawatir seseorang itu akan lebih memikirkan ukuran dan tatacara...ketimbang seperti apa dan bagaimana dengan ide dan gagasannya sampai...
Saya setuju dengan S Che Hidayat..."jangan dulu mempolakan pikir akan seperti apa karena tujuan telah ada.."
Beliau benar...mau apapun bentuknya..itulah karya orisinil dr si pekarya. Disebut apapun karya itu...toh entitasnya sudah terlihat.
Salam :-)
20 September at 17:03 · Unlike · 1 person
Nuthayla Anwar idenya asik De. gaya penulisannya juga unik. cuma mungkin memang ciri kepuisiannya yang masih kurang. sependapat dengan mbak faradina. santai aja De, setiap jari memiliki kelentikannya sendiri : )
20 September at 17:31 · Unlike · 1 person
Syaiful Alim Mbak Ade Anita yang kuhormati,
jika saya amati semua komentar yang ada, maka mengerucut pada soal prosa dan puisi.
tentu prosa dan puisi harus ada unsur PEMBEDAnya, jika tak, maka leburlah jadi satu genre karya sastra itu.
sebelum saya memberi masukan sekadar tentang pembeda kedua genre sastra itu, lebih baik saya kutipkan potongan ini:
"Malam, kota adalah belantara warna hitam dengan kedipan-kedipan lampu. tak ada langit, dan dari jendela apartment - setelah seharian memandang trotoar yang sibuk, gedung bertingkat, dan bangunan berkotak-kotak - kulihat jalanan yang lengang di bawah lampu-lampu. Ada bintik-bintik cahaya berwarna merah dari gedung-gedung yang tak tampak - sebentar memendar dan sebentar padam - tapi kelihatan buram di jendela yang basa sehabis hujan. Lalu ada petak-petak cahaya di kaca-kaca, neon tube di menara-menara... Sementara di luar apartment, ada yang bersenandung "It's A Wonderful World", dan tik-tok suara jam berdetak memadati ruangan."
POTONGAN DI ATAS ADALAH PUISI KARYA PENYAIR WENDOKO DALAM BUKU SAJAK 'DONGENG SEBELUM TIDUR'.
apa yang hendak saya gelar di sini: adalah telah menyempit-melebarnya kesamaan dan perbedaan genre prosa dan puisi. akibat dari gerak aktif ini, maka lahirlah istilah PROSA YANG PUITIS DAN PUISI YANG PROSAIS.
sudah banyak contoh karya sastra yang mengusung jenis PROSA YANG PUITIS, salah satunya adalah roman SAMAN karya Ayu Utami atau novel MENGGARAMI BURUNG TERBANG karya Sitok Srengenge.
begitu juga dengan ranah puisi, kita sebut misalnya karya-karya Wendoko atau Gus tf.
PROSA sudah bergerak dinamis dengan menggunakan kata-kata puitis. akibat dari ini, biasaya unsur tokoh dan alur terabaikan. begitu juga dengan PUISI, sudah lincah dengan bermain deskriptif terhadap tema dan gaya bertutur. kelemahan daya ini adalah mencairnya kekentalan kata yang menjadi ciri khas sajak.
lalu apa yang harus kita lakukan???
KITA HARUS BISA MENGOPTIMALKAN SEGALA DAYA SUPAYA TAK TERPEROSOK PADA JURANG HILANGNYA IDENTITAS.
mari kita pelajari potongan sajak karya Wendoko di atas:
PASTI pembaca langsung menebak bahwa karya Wendoko itu bergenre PROSA. sebab sang Penulis bergerak mendiskripsikan suasana. namun jika kita lebih memperhatikan, maka kita akan mendapatkan kesimpulan: INI PUISI.
memang gaya yang dipakai Penyair adalah prosa, tetapi diam-diam kita merasakan ada kepuitisan yang membalut tubuh karya itu.
LALU BAGAIMANA DENGAN KARYA MBAK ADE ANITA?
bagiku, tetap disebut PUISI, tetapi kata-kata yang dipakai MASIH CAIR. dimana KRISTALISASI KATA harus terus diupayakan.
demikian. mohon maaf. dan terima kasih.
MbakQ Ade Anita,
aku dan kau terus menulis
sampai darah kata dan kita habis.
syaiful alim
adikmu.
20 September at 19:14 · Like · 1 person
Ade Anita wowww.....subhanallah...senangnya membaca pembelajaran menulis di atas...iya, aku mengerti. yg masih jadi PR-ku bearti
1.Belajar meracik kalimat agar pangkal dan ujungnya cantik.
2.Belajar mengkristalisasikan kata utk menyampaikan tema (kamus thesaurus.. aku harus singgah lebih sering di tempatmu)
3.Rajin berkunjung belajar pada tulisan yg sudah matang tapi tidak boleh SEKALIPUN melepaskan identitas diri (dgn begitu kenikmatan menulis tetap menjadi darah dan dagingku).
4.Buka lagi semua blog belajar menulis puisi dan prosa.
terima kasih ya semuanya atas saran dan kritiknya...asli memompa darah baru...
20 September at 19:41 via Facebook Mobile · Like
Nurul Asmayani Mba Ade, aku suka ide dasarnya.
Tentang cara menuliskan puisi, dirikupun termasuk yang tak ahli.Jadi maaf,nggak bisa kasih masukan
20 September at 20:17 · Unlike · 1 person
Ade Anita gpp..aku sudah senang melihatmu mampir nurul dan semua yg sudah memberi jempol...:))
20 September at 20:20 via Facebook Mobile · Like
Anne Adzkia Indriani Huwaaa...mbak ade..dari awal baca tulisannya,aku dah nangkep,ini gaya mbak ade bgt. Aku suka pemaparannya yg mengaliiiir, easy reading tapi tetep sarat makna.
Abis baca note-nya,trus baca komen2nya. سُبْØَانَ اللّÙ‡ُ ... Byk dpt ilmu deh. Mak...See more
20 September at 20:49 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Reno Hanjarwady Kebersamaan akan selalu melahirkan berbagai keindahan, Kata Bang Arter Keindahan selalu menjelma puisi, he..hehe, Salam.
20 September at 21:19 · Unlike · 1 person
Ade Anita salam juga Reno... sesama penggemar arther ya kita? iya..keindahan selalu menerbitkan inspirasi..
20 September at 21:22 via Facebook Mobile · Like
Hairi Yanti ynt juga ga bisa bikin puisi mbak Ade, dan selalu suka dengan orang2 yang bisa merangkai kata lewat puisi. Wuiih.. di notes mbak Ade ini banyak dapat ilmu baru.. :)
20 September at 21:48 · Unlike · 1 person
Reno Hanjarwady Betul, Mbak.mari sama-samabelajar merajut berkarya di belantara maya ini.
20 September at 21:52 · Unlike · 1 person
Dwi Klik Santosa tuliskan saja, mbak .. apa yang mampir di benak.
kadang harus rajin membaca. baik karya orang utk melihat alur dan teknis, selain materi dan tema-tema .... atau karya tata bahasa dan kekayaan kosa kata.
dan banyak melatih. menuangkan dan tabah-tabah mendengar kritik.
pada dasarnya ... semua orang punya harkat ... maka, puisi, siapapun bisa menulisnya ... hanya yang punya kesiapan mental .... puisi punya nilai-nilai multi dimensi.
salam.
21 September at 05:48 · Unlike · 1 person
Fitri Gita Cinta akhirnya mbak ade 'melirik' puisi juga heheheh ^^
congratulation ya, mbak... komen2nya boleh dicopas ga *pengen belajar juga* ^__^
21 September at 08:13 · Unlike · 1 person
Sri Komalasari maunya dikasih puisi sesuai kepribadianku De...tp yg bagus 2 ya..biar ga diremove,hehe...
21 September at 10:41 · Like
Ade Anita @fitri: iya bener... aku suka banget nih sama semua sahabatku yang ngasi komen di atas.. asli jadi guru yang baik semuanya... mampir juga ke notes2 mereka semua, semua hidangan pelajaran ada tersedia di sana...
21 September at 11:52 · Like
Ade Anita @Dwi klik: iya.. makasih.. eh.. terima kasih juga ya untuk kiriman kartu lebarannya... makasih utk perhatiannya..
21 September at 11:52 · Like
Ade Anita @yanti: iya yanti, benar.. ilmu barunya banyak ya... dari mereka semua aku jadi terkompori untuk mulai belajar bikin puisi...
21 September at 11:53 · Like
Ade Anita @sri: kamu kenalan saja sama Fitri..dia jagonya tuh bikin puisi pesanan dari orang lain..
21 September at 11:54 · Like
Sri Komalasari ya... kl orang lain mah mending bikin sendiri De...diem 2 gini jg dulu juara baca puisi hehehe....
21 September at 12:02 · Like
Astrid Septyanti Ar-Rosyidi senangnya bc comment di notenya mb Ade.jd bs sekalian belajar deh.
21 September at 12:03 via Facebook Mobile · Like
Cepi Sabre wah, saya membacanya seperti membaca balada rendra dengan bahasa yang berbeda. kekinian. gaul. hehehe ...
mmm ... harus memberi masukan ya, mba ade? hehehe ...
masih terkesan seperti prosa, mba. terutama di bagian I.
21 September at 14:22 · Like
Ade Anita @cepi: iya yah cepi..semua juga bilang begitu..nanti aku mampir ah ke notesmu buat baca2 lagi cara bikin puisi...yg ini juga sulit bikinnya..memeras kalimatnya itu yg aku belum terbiasa..(pdhal aku bercermin dari puisinya cepi, dwi dan syaiful yg suka masukin dialog di dalamnya..tapi tetep blm teringkas). makasih ya cep.
21 September at 16:31 via Facebook Mobile · Like
Amanda Ratih Pratiwi saya benci kebohongan..
23 hours ago · Unlike · 1 person
Ade Anita hehe.. sama amanda, aku juga nggak suka
23 hours ago · Like
by Ade Anita on Monday, 20 September 2010 at 16:26
I
Aku melihatmu kekasihku
Pada sebuah mall yang amat terkenal di Jakarta
Wajahmu sumringah
Matamu sendu dengan pendar-pendar kejora di atas pupilmu
"Hah? Dimana? Kok nggak manggil?"
Aku ingin memanggilmu kekasihku
Kau tahu, namamu adalah nama yang selalu terukir indah di hatiku
Bukan hanya tinta emas aku menulisnya Hamparan berlian pun kubentangkan sebagai lembaran untuk menulisnya
Kamu amat berarti Kamu juga yang selalu kunanti
Sungguh aku hendak memanggilmu sayang Tapi sedetik sebelum mulut ini berucap Ada seorang gadis belia yang mengejarmu dengan langkah menarinya Manja dia bergayut di tangan kekarmu Lalu kaupun mendaratkan kecupan sayang
"Sembarangan. Mana mungkin aku pergi dengan wanita lain selain dirimu. Kamu tahu sendiri seluruh hatiku sudah kuserahkan padamu. Aku amat mencintai dirimu."
Senyumku langsung terkembang lebar mendengar pengakuan cintanya.
Dada ini sesak oleh rasa haru. Bukan. Bukan karena bahagia. Tapi demi melihat hidung kekasihku yang kian mancung ke depan Dan kedua telinganya yang memanjang seperti kuping keledai
Terima kasih Tuhan, dalam haru aku berdoa, karena tidak pernah kau ubah pinokioku menjadi manusia
II
Cinta... mengapa engkau buta
Tak kau lihatkah aku merana karena meraba-raba
Tersandung aku oleh angkara
Tapi suka cita mengubur lara
III
Aku tidak bisa keluar rumah sayang
wajahku sudah amat buruk, hidungku ini amat sangat mengganggu
potong saja dengan gergaji
biarlah berdarah aku tak peduli
Tidak sayang, jangan lakukan itu
Aku akan mencintaimu apa adanya
Bahkan meski harus menggenggam bara
Hanya saja, jangan lagi berkata bohong
Karena hanya itu penyebab utama hidungmu berubah
Katamu akan mencintaiku apa adanya?
Lalu mengapa tidak ikhlas menerima kebohonganku?
Stt... Aku memang selalu mencintaimu apa adanya
Tapi kebohonganmu hanya akan memperparah keadaan
Dan itu merugikan dirimu sendiri
dan juga diriku yang masih tetap tergila-gila padamu
IV
Mataku bergerak ke pojok paling sudut melirikmu
berusaha mengintip apakah pintu hatimu sedikit berderit
ketika mendengar anakmu menjerit
"Aku tidak mau sekolah. Aku malu, bapakku berhidung panjang."
Ya Tuhan,
Kenapa sulit sekali mengajak orang yang kita cintai untuk senantiasa jujur?
V
STOP
Jangan teruskan, tolong jangan teruskan
Jantungku sudah cukup hancur berantakan
Tubuhku sudah terlalu banyak memiliki luka
Teruskan saja berbohongnya
Karena ternyata kejujuran yang kamu ucapkan lebih menaburkan wangi bunga
dan mengobati hati yang merintih karena kasmaran
Aku akan selalu mencintai hidung panjangmu
Suatu hari nanti, dia bisa dipakai untuk mengambil buah jambu
------------
Penulis: ade anita (lagi belajar nulis puisi nih. Mohon kritik dan sarannya ya. Puisi Pinokio sebelumnya sudah pernah aku tampilkan di notesku on Tuesday, 30 March 2010 at 08:24).
Kenapa tertarik nulis puisi? Karena terkompori dengan puisi2nya Dwi Klik Santosa, faradina, s che hidayat, cepi sabre dan Syaiful Alim. hebat-hebat euy
Comment · Like · Share
Amanda Ratih Pratiwi, Fanie Nurcahyani, Dwi Klik Santosa and 8 others like this.
Elisa Trisnawati Ade tulisanmu itu berkarakter, ada ciri khasnya. Bagussss....aku suka. Tapi menurut aku kamu lebih bagus menulis prosa, dan maaf aku ga menangkap ini puisi, tp lebih ke prosa. Tapi aku suka tulisan ini.........
20 September at 15:52 · Unlike · 1 person
Ade Anita iya yah? aku sendiri juga bingung, prosa itu seperti apa sebenarnya.. ..
Bentar deh.. sepertinya aku harus belajar lagi ya membedakan nulis puisi dan prosa... makasih elisa...
20 September at 15:53 · Like
Faradina Izdhihary Ya sih... asiiik simple bahasanya. Mydah ditangkap maknanya. masil lemah penggunaan metafornya. Tapi asiiik
20 September at 16:08 · Unlike · 1 person
Eros Rosita hihihi, unik
saya jatuh cinta dengan sudut pandang di sajak pertama
:D
20 September at 16:11 · Unlike · 1 person
Astrid Septyanti Ar-Rosyidi wah,bagus bgt mbak Ade.sedih.tp jg lucu.gmn y ngambil buah jambu pake hidung.hihihi
analogi yg bgs utk org2 yg sdh lelah "berkawan" dg pembohong.
mski sy jg blm tau gmn puisi & prosa,tp emg kaya bkn puisi.
*g tau namax apa.hehe :)
20 September at 16:14 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Ade Anita metafor? metafor itu apa? penggunaan kata dan perubahannya ya? iya nih mbak farad, ternyata nulis puisi itu lebih sulit dari kesulitan yg dibayangkan..makanya aku selalu kagum pada siapa yg bisa menulis puisi yang cantik..memenggal kalimat jadi pendek tanpa memangkas makna itu yang sulit buatku..
20 September at 16:15 via Facebook Mobile · Unlike · 2 people
Faradina Izdhihary tp bisa dipelajari. konon penylis puisi bisa jadi cerpenis, kalau penulis prosa bisa gak ya jadi penyair? hehehe aku gak tahu
20 September at 16:16 · Unlike · 1 person
Elisa Trisnawati Ayoo de bisa kok dipelajari............kamu belajar dari Bung Hudan tuh hehehe
20 September at 16:18 · Unlike · 1 person
Ade Anita @sita: buku puisimu juga termasuk kompor yg bikin aku tergerak utk bikin puisi...makasih ya, masih malu nih ama pakar spertimu
20 September at 16:18 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Eros Rosita weleh, puisi saya itu masih belum ada maknanya mbak :(
jauh dibandingkan sama teman-teman yang lain :(
susah buat puisi, dan saya mungkin akan melepaskannya sejenak
:(
20 September at 16:20 · Unlike · 1 person
Ade Anita udahh..aku rajin bolak balik liat wallnya bung hudan..tapi tetep sulit..cuma bisa berdecak kagum dgn karya teman2 yang lain. hmmm....bearti meski giat berlatih dan membaca ya...
20 September at 16:20 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita @rosita: nah. sepakat, bikin puisi itu ternyata tidak mudah ya...tapi tetep penasaran
20 September at 16:23 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Elisa Trisnawati Memang penggunaan metafor itu susah de.......ayoo semangat , kamu pasti bisa!!!
20 September at 16:23 · Like · 1 person
Eros Rosita hehehe, iya mbak
saya juga penasaran bukan main :D
20 September at 16:24 · Unlike · 1 person
Astia Rashid Bagus tp utk ukuran cerita pendek , kalo utk puisi sm sekali bukan..kalo menurut ia..
20 September at 16:25 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Arther Panther Olii keep on writing, ade...
20 September at 16:26 · Unlike · 1 person
Ade Anita makasih dukungannya...
20 September at 16:28 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita @astia: kalo menurut ia kenapa? belum selese ngomennya deh sptnya
20 September at 16:29 via Facebook Mobile · Like
Ilham Q Moehiddin "Tidak sayang, jangan lakukan itu
Aku akan mencintaimu apa adanya
Bahkan meski harus menggenggam bara.."
Nah, iya kan...aku bilang juga apa? Mba' Ade punya warna sendiri dalam menulis...
...See more
20 September at 16:31 · Unlike · 1 person
Ade Anita @ilham: hmm..bearti benar kata elisa..puisi atau notesku ini belum punya identitas ya? dibilang prosa bukan, puisi juga bukan...makasih pelajarannya... bearti aku harus kian rajin mampir ke notes para pakar puisi utk belajar lagi..sekaligus rajin buka thesaurus utk nyari padanan kata serupa..makasih banyak ya pelajarannya...:))
20 September at 16:38 via Facebook Mobile · Like
Faradina Izdhihary Mbak, pembeda utama prosa dan puisi adalah: bahasa puisi ito dipadatkan, kaya pembanding. Misal untuk menggambarkan kerelaan untok berkorban demi orang yang dicintainya, Sapardi menggunakan larik: Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti kayu kepada api yang menjadikannya tiada.
Metafur sapadi ini luar biasa bagus dan orisinil. Mencintai seikhlas kayu saat dibakar api, gak pakai protes, gak pakai woro2.... indah banget kaaann.
20 September at 16:39 · Unlike · 1 person
Faradina Izdhihary Mbak, pembeda utama prosa dan puisi adalah: bahasa puisi ito dipadatkan, kaya pembanding. Misal untuk menggambarkan kerelaan untok berkorban demi orang yang dicintainya, Sapardi menggunakan larik: Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti kayu kepada api yang menjadikannya tiada.
Metafur sapadi ini luar biasa bagus dan orisinil. Mencintai seikhlas kayu saat dibakar api, gak pakai protes, gak pakai woro2.... indah banget kaaann.
20 September at 16:39 · Unlike · 1 person
S Che Hidayat Sudah banyak penjelasan, sudah ada pencerahan, dan mereka pun aku mendukungmu untuk kembali menyulam kata, mengalirlah, alir mu akan terbentuk sendirinya, jangan dulu mempolakan pikir akan seperti apa karena tujuan telah ada;
semangat!
Salam karya
ssrstttt...
Komentku jujur loh dan lihat hidungku tak memanjang...
20 September at 16:55 via Facebook Mobile · Unlike · 2 people
Ilham Q Moehiddin Biarkan ide dan gagasan itu mengalir...keluar dan tersampaikan.
Saya kok kurang suka dengan ukuran yang digunakan untuk menilai nilai karya seseorang... Jika belum apa apa seseorang sudah "dihadang" dengan segala ukuran dan tatacara..khawatir seseorang itu akan lebih memikirkan ukuran dan tatacara...ketimbang seperti apa dan bagaimana dengan ide dan gagasannya sampai...
Saya setuju dengan S Che Hidayat..."jangan dulu mempolakan pikir akan seperti apa karena tujuan telah ada.."
Beliau benar...mau apapun bentuknya..itulah karya orisinil dr si pekarya. Disebut apapun karya itu...toh entitasnya sudah terlihat.
Salam :-)
20 September at 17:03 · Unlike · 1 person
Nuthayla Anwar idenya asik De. gaya penulisannya juga unik. cuma mungkin memang ciri kepuisiannya yang masih kurang. sependapat dengan mbak faradina. santai aja De, setiap jari memiliki kelentikannya sendiri : )
20 September at 17:31 · Unlike · 1 person
Syaiful Alim Mbak Ade Anita yang kuhormati,
jika saya amati semua komentar yang ada, maka mengerucut pada soal prosa dan puisi.
tentu prosa dan puisi harus ada unsur PEMBEDAnya, jika tak, maka leburlah jadi satu genre karya sastra itu.
sebelum saya memberi masukan sekadar tentang pembeda kedua genre sastra itu, lebih baik saya kutipkan potongan ini:
"Malam, kota adalah belantara warna hitam dengan kedipan-kedipan lampu. tak ada langit, dan dari jendela apartment - setelah seharian memandang trotoar yang sibuk, gedung bertingkat, dan bangunan berkotak-kotak - kulihat jalanan yang lengang di bawah lampu-lampu. Ada bintik-bintik cahaya berwarna merah dari gedung-gedung yang tak tampak - sebentar memendar dan sebentar padam - tapi kelihatan buram di jendela yang basa sehabis hujan. Lalu ada petak-petak cahaya di kaca-kaca, neon tube di menara-menara... Sementara di luar apartment, ada yang bersenandung "It's A Wonderful World", dan tik-tok suara jam berdetak memadati ruangan."
POTONGAN DI ATAS ADALAH PUISI KARYA PENYAIR WENDOKO DALAM BUKU SAJAK 'DONGENG SEBELUM TIDUR'.
apa yang hendak saya gelar di sini: adalah telah menyempit-melebarnya kesamaan dan perbedaan genre prosa dan puisi. akibat dari gerak aktif ini, maka lahirlah istilah PROSA YANG PUITIS DAN PUISI YANG PROSAIS.
sudah banyak contoh karya sastra yang mengusung jenis PROSA YANG PUITIS, salah satunya adalah roman SAMAN karya Ayu Utami atau novel MENGGARAMI BURUNG TERBANG karya Sitok Srengenge.
begitu juga dengan ranah puisi, kita sebut misalnya karya-karya Wendoko atau Gus tf.
PROSA sudah bergerak dinamis dengan menggunakan kata-kata puitis. akibat dari ini, biasaya unsur tokoh dan alur terabaikan. begitu juga dengan PUISI, sudah lincah dengan bermain deskriptif terhadap tema dan gaya bertutur. kelemahan daya ini adalah mencairnya kekentalan kata yang menjadi ciri khas sajak.
lalu apa yang harus kita lakukan???
KITA HARUS BISA MENGOPTIMALKAN SEGALA DAYA SUPAYA TAK TERPEROSOK PADA JURANG HILANGNYA IDENTITAS.
mari kita pelajari potongan sajak karya Wendoko di atas:
PASTI pembaca langsung menebak bahwa karya Wendoko itu bergenre PROSA. sebab sang Penulis bergerak mendiskripsikan suasana. namun jika kita lebih memperhatikan, maka kita akan mendapatkan kesimpulan: INI PUISI.
memang gaya yang dipakai Penyair adalah prosa, tetapi diam-diam kita merasakan ada kepuitisan yang membalut tubuh karya itu.
LALU BAGAIMANA DENGAN KARYA MBAK ADE ANITA?
bagiku, tetap disebut PUISI, tetapi kata-kata yang dipakai MASIH CAIR. dimana KRISTALISASI KATA harus terus diupayakan.
demikian. mohon maaf. dan terima kasih.
MbakQ Ade Anita,
aku dan kau terus menulis
sampai darah kata dan kita habis.
syaiful alim
adikmu.
20 September at 19:14 · Like · 1 person
Ade Anita wowww.....subhanallah...senangnya membaca pembelajaran menulis di atas...iya, aku mengerti. yg masih jadi PR-ku bearti
1.Belajar meracik kalimat agar pangkal dan ujungnya cantik.
2.Belajar mengkristalisasikan kata utk menyampaikan tema (kamus thesaurus.. aku harus singgah lebih sering di tempatmu)
3.Rajin berkunjung belajar pada tulisan yg sudah matang tapi tidak boleh SEKALIPUN melepaskan identitas diri (dgn begitu kenikmatan menulis tetap menjadi darah dan dagingku).
4.Buka lagi semua blog belajar menulis puisi dan prosa.
terima kasih ya semuanya atas saran dan kritiknya...asli memompa darah baru...
20 September at 19:41 via Facebook Mobile · Like
Nurul Asmayani Mba Ade, aku suka ide dasarnya.
Tentang cara menuliskan puisi, dirikupun termasuk yang tak ahli.Jadi maaf,nggak bisa kasih masukan
20 September at 20:17 · Unlike · 1 person
Ade Anita gpp..aku sudah senang melihatmu mampir nurul dan semua yg sudah memberi jempol...:))
20 September at 20:20 via Facebook Mobile · Like
Anne Adzkia Indriani Huwaaa...mbak ade..dari awal baca tulisannya,aku dah nangkep,ini gaya mbak ade bgt. Aku suka pemaparannya yg mengaliiiir, easy reading tapi tetep sarat makna.
Abis baca note-nya,trus baca komen2nya. سُبْØَانَ اللّÙ‡ُ ... Byk dpt ilmu deh. Mak...See more
20 September at 20:49 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Reno Hanjarwady Kebersamaan akan selalu melahirkan berbagai keindahan, Kata Bang Arter Keindahan selalu menjelma puisi, he..hehe, Salam.
20 September at 21:19 · Unlike · 1 person
Ade Anita salam juga Reno... sesama penggemar arther ya kita? iya..keindahan selalu menerbitkan inspirasi..
20 September at 21:22 via Facebook Mobile · Like
Hairi Yanti ynt juga ga bisa bikin puisi mbak Ade, dan selalu suka dengan orang2 yang bisa merangkai kata lewat puisi. Wuiih.. di notes mbak Ade ini banyak dapat ilmu baru.. :)
20 September at 21:48 · Unlike · 1 person
Reno Hanjarwady Betul, Mbak.mari sama-samabelajar merajut berkarya di belantara maya ini.
20 September at 21:52 · Unlike · 1 person
Dwi Klik Santosa tuliskan saja, mbak .. apa yang mampir di benak.
kadang harus rajin membaca. baik karya orang utk melihat alur dan teknis, selain materi dan tema-tema .... atau karya tata bahasa dan kekayaan kosa kata.
dan banyak melatih. menuangkan dan tabah-tabah mendengar kritik.
pada dasarnya ... semua orang punya harkat ... maka, puisi, siapapun bisa menulisnya ... hanya yang punya kesiapan mental .... puisi punya nilai-nilai multi dimensi.
salam.
21 September at 05:48 · Unlike · 1 person
Fitri Gita Cinta akhirnya mbak ade 'melirik' puisi juga heheheh ^^
congratulation ya, mbak... komen2nya boleh dicopas ga *pengen belajar juga* ^__^
21 September at 08:13 · Unlike · 1 person
Sri Komalasari maunya dikasih puisi sesuai kepribadianku De...tp yg bagus 2 ya..biar ga diremove,hehe...
21 September at 10:41 · Like
Ade Anita @fitri: iya bener... aku suka banget nih sama semua sahabatku yang ngasi komen di atas.. asli jadi guru yang baik semuanya... mampir juga ke notes2 mereka semua, semua hidangan pelajaran ada tersedia di sana...
21 September at 11:52 · Like
Ade Anita @Dwi klik: iya.. makasih.. eh.. terima kasih juga ya untuk kiriman kartu lebarannya... makasih utk perhatiannya..
21 September at 11:52 · Like
Ade Anita @yanti: iya yanti, benar.. ilmu barunya banyak ya... dari mereka semua aku jadi terkompori untuk mulai belajar bikin puisi...
21 September at 11:53 · Like
Ade Anita @sri: kamu kenalan saja sama Fitri..dia jagonya tuh bikin puisi pesanan dari orang lain..
21 September at 11:54 · Like
Sri Komalasari ya... kl orang lain mah mending bikin sendiri De...diem 2 gini jg dulu juara baca puisi hehehe....
21 September at 12:02 · Like
Astrid Septyanti Ar-Rosyidi senangnya bc comment di notenya mb Ade.jd bs sekalian belajar deh.
21 September at 12:03 via Facebook Mobile · Like
Cepi Sabre wah, saya membacanya seperti membaca balada rendra dengan bahasa yang berbeda. kekinian. gaul. hehehe ...
mmm ... harus memberi masukan ya, mba ade? hehehe ...
masih terkesan seperti prosa, mba. terutama di bagian I.
21 September at 14:22 · Like
Ade Anita @cepi: iya yah cepi..semua juga bilang begitu..nanti aku mampir ah ke notesmu buat baca2 lagi cara bikin puisi...yg ini juga sulit bikinnya..memeras kalimatnya itu yg aku belum terbiasa..(pdhal aku bercermin dari puisinya cepi, dwi dan syaiful yg suka masukin dialog di dalamnya..tapi tetep blm teringkas). makasih ya cep.
21 September at 16:31 via Facebook Mobile · Like
Amanda Ratih Pratiwi saya benci kebohongan..
23 hours ago · Unlike · 1 person
Ade Anita hehe.. sama amanda, aku juga nggak suka
23 hours ago · Like
Teristimewa
Teristimewa
by Ade Anita on Saturday, 25 September 2010 at 10:46
Tujuh tahun lalu aku pertama kali bertemu dengannya.
Seorang perempuan biasa.
Rumahnya biasa, rumah sederhana dengan satu buah pintu dan empat buah jendela yang terbuat dari kayu yang sudah rapuh. Beberapa atap rumahnya tampak sudah lenyap. Hingga memberi celah bagi mentari untuk menggantikan bohlam lampu di malam hari. Sebuah bohlam lampu yang ada di tengah ruang tamu adalah satu-satunya bohlam lampu yang ada di rumah tersebut. Jangan pernah pergi ke samping rumah. Karena rumah ini adalah rumah yang istimewa. Empat buah tonggak bambu telah menopang salah satu dindingnya, agar rumah ini bisa tetap berdiri kokoh meski doyong ke samping
Kedua anaknya juga anak biasa. Punya kulit setengah terbakar karena terlalu banyak terbakar sinar matahari karena kegiatan mereka yang memang banyak dilakukan di luar rumah. Membantu bapaknya keluar masuk kampung berdagang cendol. Atau membantu ibu mengambil daun pisang untuk dijual ke pasar tradisional.
Yang teristimewa justru peristiwa ketika aku pertama kali bertemu dengan perempuan biasa ini.
Ketika itu, dia menatapku dengan bola mata yang nanar.
Bola mata yang cekung. Rupanya seluruh danau air mata yang pernah ada di sana telah habis terkuras hingga kini hanya meninggalkan sebuah cekungan yang amat dalam. Sedalam jurang yang terjal. Bahkan kita bisa melihat isi perut bumi di dalamnya.
Kedua kakinya tampak gemetar. Tak kuat menahan beban tubuhnya yang hanya tersisa sekelingking saja.
Lalu bibirnya yang kering kerontang gemetar menyampaikan keinginan kuatnya padaku,
"Aku ingin mati saja."
Dan tiba-tiba dia pun luruh di hadapanku. Berusaha untuk menangis tapi tak dapat mengeluarkan air mata lagi. Bahkan kemudian jemarinya mengais-ngais tanah, berharap tanah akan terbuka dan menguburkan dirinya hidup-hidup. Sebuah pisau sudah siap memutuskan urat nadi di tangannya.
"Dia tidak main-main, dia memang ingin bunuh diri sejak tadi." Beberapa orang yang berkerumun mengelilingi perempuan itu mulai berbisik padaku.
Ya. Tujuh tahun yang lalu, suami perempuan ini meninggal karena penyakit yang cukup parah. Meninggalkan dua orang anak yang masih kecil, istri yang kurus kerontang, dan hutang yang bertumpuk-tumpuk amat gemuk. Semua orang memburunya agar segera melunasi hutang yang terus berbunga setiap harinya, lalu berbuah dan bertunas dengan amat suburnya. Tiap-tiap putik sarinya memiliki taring yang menancap kian dalam di daging tubuh lalu ganas menghisap darah.
Sementara semua saudara menutup pintu mencoba membersihkan diri dari silsilah keluarga.
Sedangkan suaminya.... terkapar di atas lantai dalam keadaan sudah menjadi mayat
Tidak ada uang, bahkan untuk mengurus jenazah dan menguburkannya secara layak.
Sebagaimana yang dilakukan oleh orang biasa.
"Berapa memangnya biaya yang dibutuhkan untuk mengurus dan menguburkan jenazah?"
"Rp500.000."
Beberapa mulut mulai bergumam dengan kepala bergeleng tanda menyesali sesuatu, "Ah, sudah tahu miskin, kenapa harus mati? Sakit saja dilarang, apalagi mati? Kalau begini, mau dikubur dimana coba?"
Ingin rasanya aku memeluk tubuh ringkih itu erat-erat
Agar kehangatan bisa aku kirim secepatnya, dan gemetar pilu itu pun pergi terhalau
Tapi yang bisa kuberikan ternyata hanya dua buah gumpalan kapas
"Sumbat telingamu, bayangkan saja dari gumpalan kapas itu sedang diputar irama merdu dari gemericik air sungai nan bening di surga"
Dunia ini mungkin memang hanya milik mereka yang luar biasa, tapi Tuhan tahu, dimana orang biasa bisa memperoleh penghiburan
Lalu kemarin, aku bertemu lagi dengan perempuan biasa ini
Dan kembali dia meluruhkan dirinya di hadapanku
Sesenggukkan menahan tangis yang berkepanjangan
"Saya amat bahagia sekarang. Bahagia sekali. Anak saya yang besar sudah bekerja jadi OB di supermarket. Yang kecil masih terus bersekolah. Rumah saya juga tidak lagi mau rubuh. Ternyata benar, di balik kesulitan ada kemudahan. Setelah rasa pahit habis, saya bisa menemukan rasa manis yang sangat manis."
Tanpa terasa aku langsung meraih tubuh kurusnya yang mulai menua dalam pelukanku
Sejak dulu aku memang ingin sekali memeluknya erat-erat
Tapi dulu aku takut tulangnya yang rapuh akan patah berderak
Dengan rasa yang meluap terbawa arus bahagia yang digantangnya, aku mencoba mencari bola matanya
Bola mata yang tidak lagi cekung
Bahkan rona merah jambu telah mengalir di pipinya yang tidak lagi tirus
"Dunia ini mungkin hanya milik mereka yang luar biasa, Tapi Tuhan selalu tahu siapa yang istimewa. Ibu adalah salah satu yang teristimewa, kebangkitan ibu melawan keterpurukan itu amat sangat luar biasa. Bahkan melebihi orang yang luar biasa. Terima kasih ya bu, karena sudah mengajarkan pada saya, apa arti bangkit berdiri."
-------
Penulis: Ade Anita (dalam keterpanaan karena untuk kesekian kalinya melihat campur tangan Allah pada mereka yang terpilih. Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar).
dan ini komentar dari facebook
Comment · Like · Share
Pik Parwati, Yulianti Wikanto, Bluesman Hans and 17 others like this.
Elisa Trisnawati Ade bagus sekali.......begitu menyentuh, baca tulisanmu ini kerongkonganku tiba-tiba kering dan sakit.
Thursday at 14:01 · Unlike · 1 person
Elisa Trisnawati O iya ketinggalan..........banyak pelajaran tersirat didalamnya...aku suka
Thursday at 14:02 · Like
Ade Anita berarti kamu bisa membayangkan apa yang terjadi di dalam hatiku ketika bertemu dengan perempuan ini ya...sama lis, kehabisan kata-kata...
Thursday at 14:02 · Like
Elisa Trisnawati Ini kisah nyata ya de? luar biasa ya....
Thursday at 14:04 · Like
Nur Azizah mba, perempuan itu siapa? apa yg sudah terjadi pdnya hingga ia merasa bahagia?
Thursday at 14:25 · Like
Tyasti Aryandini Nurhidayat Mbak Ade...saya jd teringat Mak Ijo,masih kerabat suami saya,yg suaminya baru wafat akhir ramadhan kmarin.dulu..Mak Ijo adalah istri muda.jadi anak2 dr istri tua yg sdh lama skali wafat..skrg ini amat membencinya.Pagi td dia datang memohon org tua asuh utk anak laki2 bungsu nya yg msh kelas 1 SMA. Sjak suami nya wafat,semua pintu anak2 suaminya dr istri pertama tertutup rapat,padahal mrk mampu dan berpendidikan.mrk enggan membayarkan keperluan hidup Mak Ijo dan adik seayah nya..saya hanya bs mencarikan link ortu asuh,karena kami brdua jg sdh ada anak asuh yg lain..jika ada info beasiswa.ortu asuh atau apapun tlg infokan ke saya ya Mbak Ade..trimakasih byk atas notes nya..andai SBY yg utk beli baju saja anggarannya 839 juta per tahun membaca note mbak Ade ini,mngkn dia lbh pilih pakai baju2 nya yg lama.
Thursday at 14:31 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita @nur azizah: tujuh tahun lalu kedua anaknya tidak bisa sekolah krn tidak ada biaya, rumahnya mau rubuh bahkan dia nggak bisa ngurus dan ngubur jenazah suaminya krn nggak ada duit. belum para rentenir yg nguber2. trus, akhirnya ada ortu asu...See more
Thursday at 14:44 via Facebook Mobile · Like
Nur Azizah ooh...kok mba ade bs kenal? dekatkah dg dia?
Thursday at 14:46 · Like
Ade Anita hmm...aku dan suamiku juga bingung kadang2, sering sekali bertemu orang2 istimewa ini. tujuh tahun yg lalu, ada teman yg tiba2 ngasitahu ada orang yg mau bunuh diri di daerahnya... awalnya diisyukan dia perempuan gila krn stress.... jadi aku dikenalin deh...
Thursday at 14:56 via Facebook Mobile · Like
Heni Ummu Jaisy Qt memohon kekuatan... Dan Allah memberi Qt kesulitan2 untuk membuat Qt tegar, Qt memohon kebijakan... Dan Allah memberi Qt berbagai persoalan hidup agar Qt Tambah bijaksana, Qt memohon cinta dan Allah memberi Qt orang2 bermasalah untuk diselamatkan dan dicintai. Bgtulah diantara cara Allah membimbing Qt. Wallahu'alam bishowab.
Thursday at 15:09 via Facebook Mobile · Like · 2 people
Ade Anita subhanallah Henny...aku suka banget dengan apa yg kamu tulis...makasih ya..amat mencerahkan dan memberi semangat
Thursday at 15:16 via Facebook Mobile · Like
Faradina Izdhihary Mbak.... hiks..... aku nangis poll!!! Allah telah memberi dia anak2 yang baik, Allah telah menyediakan baginya pahala atas kesabaran. Allah memberikan pelajaran bagi kita.
Thursday at 16:08 · Like
Ade Anita iya..itu sebabnya, siapapun tidak pernah sadar bahwa bersama kesulitan selalu ada kemudahan..bagi yg melalui kesulitan, yg hadir di benak adalah harapan bahwa setelah kesulitan maka kemudahan akan datang...dan itu adalah janji Allah yg bisa dipercaya...
Thursday at 16:16 via Facebook Mobile · Like · 1 person
Nur Azizah mba ade byk didekatkan oleh orang2 seperti itu yaa...subhanallah...berguna utk menajamkan hati, nurani, dan akal, dan tentu jg iman. Ah, notes ini menyadarkanku bhw aku tlh begitu sering mengeluh. Ayo, kt lbh mensyukuri hidup. Fabiayyi alaa irobbikuma tukadzibaan... :)
Thursday at 16:48 · Like
Ade Anita alhamdulillah...
Thursday at 16:50 via Facebook Mobile · Like
Dang Aji ya allah... aku tersentuh... hiks!
Thursday at 17:04 · Like
Ade Anita dang aji, makasih ya udah sudi membacanya..
Thursday at 17:07 via Facebook Mobile · Like
Ilham Q Moehiddin Menulis macam ini Ade Anita memang jagonya... Walau beliau mengaku "masih belajar" bikin larik indah untuk puisi, beliau selalu terbaca cantik dan asik dalam tulisan bertutur. Disini ini warna dan penciri tulisan Ade begitu terang dan jelas...See more
Thursday at 17:18 · Like
Sari Viciawati Kata2 yang terurai indah ini membuat saya tenggelam. Lalu berenang-renang didalamnya. Menikmati kepedihan dari sisi lain. Bukan dengan rasa sakit. Namun melalui mata hati dan kebijaksanaan.
Thursday at 18:48 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita @ilham: mungkin krn ini lebih seperti menulis diary, dari peristiwa keseharian yg aku alami. jadi nulisnya juga ringan, tanpa beban, dan bisa menuangkan seluruh diriku utuh tanpa beban.
kalo nulis puisi, masih harus berimajinasi dulu, baru menyusun tulisan sambil terus melihat apakah depan dan belakangnya menabrak sesuatu. ada pagar yg tidak ingin kutabrak dan itu membuatku kaku utk menulis. jadi sulit sendiri (dasar tidak profesional!!!).
Hal sama aku temui ketika ikut lomba, sayembara atau deadline antologi. ingatan tentang batas kotak yg tak boleh terlampaui membuatku kehilangan kesenangan untuk memberi warna yang aku sukai dan hanya yang aku inginkan....hehehehe...asli bukan contoh karakter penulis yang baik. seharusnya seorang penulis itu lentur dan terbebas dari berbagai beban dan kotak....ini yang mesti terus aku pelajari dengan seksama.
Thursday at 20:58 via Facebook Mobile · Like
Yoyok Hitam @ Mbak Ade : Jd itu emg kisah nyata y? Makasih y mbak, ak dah ditandai. Hehe.. Btw, emg beliau dpt cobaan yg berat. Alhamdulillah beliau mampu tuk sabar & ikhtiar (dan insya Allah kita selalu spt itu, amien..)
@ Mbak Heni : Mbak.. makasih u/ sharing pemikiran mbak melalui tulisannya diatas coz selama ini ga kepikiran gitu. Ijin copas ya mbak.. Thx. :)
Thursday at 23:10 · Like
Anne Adzkia Indriani Speechless mbak...saat baca kisah ini aku jd inget waktu mbak ade nulis kisah ttg tetangga mbak ade yg anaknya sakit/kecelakaan itu ya...سُبْØَانَ اللّÙ‡ُ ya, ternyata banyak org2 n kejadian2 yg luar biasa di luar sana. اَÙ„ْØَÙ…ْدُÙ„ِÙ„ّÙ‡ِ mbak ade dikasih kesempatan utk bertemu mereka lgsg...
Friday at 04:13 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita @yoyok: seinget aku, sepanjang aku menulis (kecuali jika aku tandai itu sbg dongeng atau fiksi), semuanya adalah kisah2 nyata dari keseharian yg aku temui. aku orang yg sulit utk menghayalkan sesuatu yg aku nda tau. Jadi ya, ini dan juga 95% semua cerita dlm semua tulisan2ku adalah kisah nyata dari hal2 yg aku temui sehari-hari. aku merasa sayang saja jika pelajaran yg aku petik ini dinikmati sendiri lalu hilang tertelan terlupa oleh waktu.
Friday at 05:47 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita @anne: and so do I...
Friday at 05:49 via Facebook Mobile · Like
Irma Suryanie Lubis Izin share mba
Friday at 10:52 · Like
Ade Anita oke silahkan
Friday at 11:19 · Like
Nazla Luthfiah terhenyak. selalu indah mba pesannya
Friday at 11:35 · Like
Ade Anita ^_^... makasih ya lu
Friday at 11:43 · Like
Arther Panther Olii kisah yang sangat menjual, mbak ade. terharu aku.
salam yah.
Friday at 13:40 · Like · 1 person
S Che Hidayat Ade..
Membaca memahami memaknai catatan ini ada sekeping hati meretak jatuh di atas lisan diamNya, betapa meski perih tersirat namun lukisan keadaan yang kau bangun dari alur cerita yang begitu mengalir membuat ku terbuai hingga berujung pada muara keheningan milikNya, maka sungguh bukan hanya sekali tadi membacanya..
Salam karya.
Friday at 14:34 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Maknya Mitha Tapi yang bisa kuberikan ternyata hanya dua buah gumpalan kapas
"Sumbat telingamu, bayangkan saja dari gumpalan kapas itu sedang diputar irama merdu dari gemericik air sungai nan bening di surga"
semoga empati kita tak hanya sampai pd merasakan penderitaan org lain...namun tergerak pula utk meringankan bebannya..
Friday at 15:34 · Unlike · 1 person
Ade Anita @arther: makasih..
@s che: waah... makasih lagi.
Friday at 15:39 · Like
Ade Anita @maknya mitha: iya.. semoga, aammiin.
Friday at 15:39 · Like
Dwi Klik Santosa tajuk yang bagus. adakah dalam realita bisa semanis simpulan kisah tulisan ini. mari merenungi.
"kemiskinan" selalu obyek bagi "kekayaan".
Friday at 15:54 · Like
Yoyok Hitam Oohh.. gitu ya mbak. Ya maaf, ak kan ga tau. Hehehe... Apalagi ak bkn org sastra jd perlu baca bbrp x biar lbh "ngena" inti & hikmahnya. :D
Yg penting, mbak Ade beruntung bs kenal dgn mrk dan kisah hdpnya. Alhamdulillah...
Friday at 19:55 · Like
Ade Anita @yoyok: eh...aku juga bukan orang sastra dan semua tulisanku ditujukan utk siapa saja sebenarnya...hmmm...yoyok, menurutmu, apa tulisanku bahasanya sulit dipahami? kritik dan sarannya dong...soalnya percuma juga kalo aku nulis tapi bahasaku jadi menara gading yg sulit dipahami atau tidak dimengerti pesan yg ingin disampaikannya... hmm, jadi mikir nih...
Friday at 21:27 via Facebook Mobile · Like
Yoyok Hitam bkn gitu mbak, sbnrnya ckp mudah n jelas kok. cm ak aja yg suka sering error. hehehehe... mgk jg ak lbh suka dgn kata2 yg simple tp langsung ngena. menurutku itu lbh efektif aja. spt org yg lg ceramah, klo trlalu bnyk ngomong, bsr kemungkinan org2 yg dengerin ga bs nangkep inti maksudny, jd masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. tp ini kan kisah nyata yg pny arti, beda ma ceramah. hehehehe... :D
Friday at 21:45 · Like
Ade Anita oo...hehe..iya ngerti... emang dasarnya aku aja yg suka nulis berpanjang-panjang... nanti deh aku tulis ulang kisah di atas ya... biar lebih jelas pesannya..makasih ya yok...
Friday at 21:52 via Facebook Mobile · Like
Yoyok Hitam sama2 mbak.. tp ttp yg indah y, takutnya klo gaya bhsny diubah, bnyk penggemar mbak yg suka keindahan jd sdkt kcwa. hehehe... ^_^
Friday at 22:04 · Like
Ade Anita hehe..insya Allah..dikafemuslimah gaya nulisku juga berubah-ubah tuh..kadang ada yg protes kurang to the point, kadang ada yg saran agar diperhalus biar nggak terlalu tertohok...hehehe...aku nulis dgn gaya yg aku nyaman nulisnya..jadi ya nggak beda jauh sepertinya gayanya krn nyamannya baru sampai di tahap ini kok...makasih yok
Friday at 22:25 via Facebook Mobile · Like
Yulianti Wikanto Terima kasih dear untuk sharing nya yang luar biasa.. ;-)) Salam buat keluarga yaa..dear
Yesterday at 09:47 · Like
Ade Anita sama2 mbak yuli... buat kamu juga..
23 hours ago · Like
by Ade Anita on Saturday, 25 September 2010 at 10:46
Tujuh tahun lalu aku pertama kali bertemu dengannya.
Seorang perempuan biasa.
Rumahnya biasa, rumah sederhana dengan satu buah pintu dan empat buah jendela yang terbuat dari kayu yang sudah rapuh. Beberapa atap rumahnya tampak sudah lenyap. Hingga memberi celah bagi mentari untuk menggantikan bohlam lampu di malam hari. Sebuah bohlam lampu yang ada di tengah ruang tamu adalah satu-satunya bohlam lampu yang ada di rumah tersebut. Jangan pernah pergi ke samping rumah. Karena rumah ini adalah rumah yang istimewa. Empat buah tonggak bambu telah menopang salah satu dindingnya, agar rumah ini bisa tetap berdiri kokoh meski doyong ke samping
Kedua anaknya juga anak biasa. Punya kulit setengah terbakar karena terlalu banyak terbakar sinar matahari karena kegiatan mereka yang memang banyak dilakukan di luar rumah. Membantu bapaknya keluar masuk kampung berdagang cendol. Atau membantu ibu mengambil daun pisang untuk dijual ke pasar tradisional.
Yang teristimewa justru peristiwa ketika aku pertama kali bertemu dengan perempuan biasa ini.
Ketika itu, dia menatapku dengan bola mata yang nanar.
Bola mata yang cekung. Rupanya seluruh danau air mata yang pernah ada di sana telah habis terkuras hingga kini hanya meninggalkan sebuah cekungan yang amat dalam. Sedalam jurang yang terjal. Bahkan kita bisa melihat isi perut bumi di dalamnya.
Kedua kakinya tampak gemetar. Tak kuat menahan beban tubuhnya yang hanya tersisa sekelingking saja.
Lalu bibirnya yang kering kerontang gemetar menyampaikan keinginan kuatnya padaku,
"Aku ingin mati saja."
Dan tiba-tiba dia pun luruh di hadapanku. Berusaha untuk menangis tapi tak dapat mengeluarkan air mata lagi. Bahkan kemudian jemarinya mengais-ngais tanah, berharap tanah akan terbuka dan menguburkan dirinya hidup-hidup. Sebuah pisau sudah siap memutuskan urat nadi di tangannya.
"Dia tidak main-main, dia memang ingin bunuh diri sejak tadi." Beberapa orang yang berkerumun mengelilingi perempuan itu mulai berbisik padaku.
Ya. Tujuh tahun yang lalu, suami perempuan ini meninggal karena penyakit yang cukup parah. Meninggalkan dua orang anak yang masih kecil, istri yang kurus kerontang, dan hutang yang bertumpuk-tumpuk amat gemuk. Semua orang memburunya agar segera melunasi hutang yang terus berbunga setiap harinya, lalu berbuah dan bertunas dengan amat suburnya. Tiap-tiap putik sarinya memiliki taring yang menancap kian dalam di daging tubuh lalu ganas menghisap darah.
Sementara semua saudara menutup pintu mencoba membersihkan diri dari silsilah keluarga.
Sedangkan suaminya.... terkapar di atas lantai dalam keadaan sudah menjadi mayat
Tidak ada uang, bahkan untuk mengurus jenazah dan menguburkannya secara layak.
Sebagaimana yang dilakukan oleh orang biasa.
"Berapa memangnya biaya yang dibutuhkan untuk mengurus dan menguburkan jenazah?"
"Rp500.000."
Beberapa mulut mulai bergumam dengan kepala bergeleng tanda menyesali sesuatu, "Ah, sudah tahu miskin, kenapa harus mati? Sakit saja dilarang, apalagi mati? Kalau begini, mau dikubur dimana coba?"
Ingin rasanya aku memeluk tubuh ringkih itu erat-erat
Agar kehangatan bisa aku kirim secepatnya, dan gemetar pilu itu pun pergi terhalau
Tapi yang bisa kuberikan ternyata hanya dua buah gumpalan kapas
"Sumbat telingamu, bayangkan saja dari gumpalan kapas itu sedang diputar irama merdu dari gemericik air sungai nan bening di surga"
Dunia ini mungkin memang hanya milik mereka yang luar biasa, tapi Tuhan tahu, dimana orang biasa bisa memperoleh penghiburan
Lalu kemarin, aku bertemu lagi dengan perempuan biasa ini
Dan kembali dia meluruhkan dirinya di hadapanku
Sesenggukkan menahan tangis yang berkepanjangan
"Saya amat bahagia sekarang. Bahagia sekali. Anak saya yang besar sudah bekerja jadi OB di supermarket. Yang kecil masih terus bersekolah. Rumah saya juga tidak lagi mau rubuh. Ternyata benar, di balik kesulitan ada kemudahan. Setelah rasa pahit habis, saya bisa menemukan rasa manis yang sangat manis."
Tanpa terasa aku langsung meraih tubuh kurusnya yang mulai menua dalam pelukanku
Sejak dulu aku memang ingin sekali memeluknya erat-erat
Tapi dulu aku takut tulangnya yang rapuh akan patah berderak
Dengan rasa yang meluap terbawa arus bahagia yang digantangnya, aku mencoba mencari bola matanya
Bola mata yang tidak lagi cekung
Bahkan rona merah jambu telah mengalir di pipinya yang tidak lagi tirus
"Dunia ini mungkin hanya milik mereka yang luar biasa, Tapi Tuhan selalu tahu siapa yang istimewa. Ibu adalah salah satu yang teristimewa, kebangkitan ibu melawan keterpurukan itu amat sangat luar biasa. Bahkan melebihi orang yang luar biasa. Terima kasih ya bu, karena sudah mengajarkan pada saya, apa arti bangkit berdiri."
-------
Penulis: Ade Anita (dalam keterpanaan karena untuk kesekian kalinya melihat campur tangan Allah pada mereka yang terpilih. Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar).
dan ini komentar dari facebook
Comment · Like · Share
Pik Parwati, Yulianti Wikanto, Bluesman Hans and 17 others like this.
Elisa Trisnawati Ade bagus sekali.......begitu menyentuh, baca tulisanmu ini kerongkonganku tiba-tiba kering dan sakit.
Thursday at 14:01 · Unlike · 1 person
Elisa Trisnawati O iya ketinggalan..........banyak pelajaran tersirat didalamnya...aku suka
Thursday at 14:02 · Like
Ade Anita berarti kamu bisa membayangkan apa yang terjadi di dalam hatiku ketika bertemu dengan perempuan ini ya...sama lis, kehabisan kata-kata...
Thursday at 14:02 · Like
Elisa Trisnawati Ini kisah nyata ya de? luar biasa ya....
Thursday at 14:04 · Like
Nur Azizah mba, perempuan itu siapa? apa yg sudah terjadi pdnya hingga ia merasa bahagia?
Thursday at 14:25 · Like
Tyasti Aryandini Nurhidayat Mbak Ade...saya jd teringat Mak Ijo,masih kerabat suami saya,yg suaminya baru wafat akhir ramadhan kmarin.dulu..Mak Ijo adalah istri muda.jadi anak2 dr istri tua yg sdh lama skali wafat..skrg ini amat membencinya.Pagi td dia datang memohon org tua asuh utk anak laki2 bungsu nya yg msh kelas 1 SMA. Sjak suami nya wafat,semua pintu anak2 suaminya dr istri pertama tertutup rapat,padahal mrk mampu dan berpendidikan.mrk enggan membayarkan keperluan hidup Mak Ijo dan adik seayah nya..saya hanya bs mencarikan link ortu asuh,karena kami brdua jg sdh ada anak asuh yg lain..jika ada info beasiswa.ortu asuh atau apapun tlg infokan ke saya ya Mbak Ade..trimakasih byk atas notes nya..andai SBY yg utk beli baju saja anggarannya 839 juta per tahun membaca note mbak Ade ini,mngkn dia lbh pilih pakai baju2 nya yg lama.
Thursday at 14:31 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita @nur azizah: tujuh tahun lalu kedua anaknya tidak bisa sekolah krn tidak ada biaya, rumahnya mau rubuh bahkan dia nggak bisa ngurus dan ngubur jenazah suaminya krn nggak ada duit. belum para rentenir yg nguber2. trus, akhirnya ada ortu asu...See more
Thursday at 14:44 via Facebook Mobile · Like
Nur Azizah ooh...kok mba ade bs kenal? dekatkah dg dia?
Thursday at 14:46 · Like
Ade Anita hmm...aku dan suamiku juga bingung kadang2, sering sekali bertemu orang2 istimewa ini. tujuh tahun yg lalu, ada teman yg tiba2 ngasitahu ada orang yg mau bunuh diri di daerahnya... awalnya diisyukan dia perempuan gila krn stress.... jadi aku dikenalin deh...
Thursday at 14:56 via Facebook Mobile · Like
Heni Ummu Jaisy Qt memohon kekuatan... Dan Allah memberi Qt kesulitan2 untuk membuat Qt tegar, Qt memohon kebijakan... Dan Allah memberi Qt berbagai persoalan hidup agar Qt Tambah bijaksana, Qt memohon cinta dan Allah memberi Qt orang2 bermasalah untuk diselamatkan dan dicintai. Bgtulah diantara cara Allah membimbing Qt. Wallahu'alam bishowab.
Thursday at 15:09 via Facebook Mobile · Like · 2 people
Ade Anita subhanallah Henny...aku suka banget dengan apa yg kamu tulis...makasih ya..amat mencerahkan dan memberi semangat
Thursday at 15:16 via Facebook Mobile · Like
Faradina Izdhihary Mbak.... hiks..... aku nangis poll!!! Allah telah memberi dia anak2 yang baik, Allah telah menyediakan baginya pahala atas kesabaran. Allah memberikan pelajaran bagi kita.
Thursday at 16:08 · Like
Ade Anita iya..itu sebabnya, siapapun tidak pernah sadar bahwa bersama kesulitan selalu ada kemudahan..bagi yg melalui kesulitan, yg hadir di benak adalah harapan bahwa setelah kesulitan maka kemudahan akan datang...dan itu adalah janji Allah yg bisa dipercaya...
Thursday at 16:16 via Facebook Mobile · Like · 1 person
Nur Azizah mba ade byk didekatkan oleh orang2 seperti itu yaa...subhanallah...berguna utk menajamkan hati, nurani, dan akal, dan tentu jg iman. Ah, notes ini menyadarkanku bhw aku tlh begitu sering mengeluh. Ayo, kt lbh mensyukuri hidup. Fabiayyi alaa irobbikuma tukadzibaan... :)
Thursday at 16:48 · Like
Ade Anita alhamdulillah...
Thursday at 16:50 via Facebook Mobile · Like
Dang Aji ya allah... aku tersentuh... hiks!
Thursday at 17:04 · Like
Ade Anita dang aji, makasih ya udah sudi membacanya..
Thursday at 17:07 via Facebook Mobile · Like
Ilham Q Moehiddin Menulis macam ini Ade Anita memang jagonya... Walau beliau mengaku "masih belajar" bikin larik indah untuk puisi, beliau selalu terbaca cantik dan asik dalam tulisan bertutur. Disini ini warna dan penciri tulisan Ade begitu terang dan jelas...See more
Thursday at 17:18 · Like
Sari Viciawati Kata2 yang terurai indah ini membuat saya tenggelam. Lalu berenang-renang didalamnya. Menikmati kepedihan dari sisi lain. Bukan dengan rasa sakit. Namun melalui mata hati dan kebijaksanaan.
Thursday at 18:48 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita @ilham: mungkin krn ini lebih seperti menulis diary, dari peristiwa keseharian yg aku alami. jadi nulisnya juga ringan, tanpa beban, dan bisa menuangkan seluruh diriku utuh tanpa beban.
kalo nulis puisi, masih harus berimajinasi dulu, baru menyusun tulisan sambil terus melihat apakah depan dan belakangnya menabrak sesuatu. ada pagar yg tidak ingin kutabrak dan itu membuatku kaku utk menulis. jadi sulit sendiri (dasar tidak profesional!!!).
Hal sama aku temui ketika ikut lomba, sayembara atau deadline antologi. ingatan tentang batas kotak yg tak boleh terlampaui membuatku kehilangan kesenangan untuk memberi warna yang aku sukai dan hanya yang aku inginkan....hehehehe...asli bukan contoh karakter penulis yang baik. seharusnya seorang penulis itu lentur dan terbebas dari berbagai beban dan kotak....ini yang mesti terus aku pelajari dengan seksama.
Thursday at 20:58 via Facebook Mobile · Like
Yoyok Hitam @ Mbak Ade : Jd itu emg kisah nyata y? Makasih y mbak, ak dah ditandai. Hehe.. Btw, emg beliau dpt cobaan yg berat. Alhamdulillah beliau mampu tuk sabar & ikhtiar (dan insya Allah kita selalu spt itu, amien..)
@ Mbak Heni : Mbak.. makasih u/ sharing pemikiran mbak melalui tulisannya diatas coz selama ini ga kepikiran gitu. Ijin copas ya mbak.. Thx. :)
Thursday at 23:10 · Like
Anne Adzkia Indriani Speechless mbak...saat baca kisah ini aku jd inget waktu mbak ade nulis kisah ttg tetangga mbak ade yg anaknya sakit/kecelakaan itu ya...سُبْØَانَ اللّÙ‡ُ ya, ternyata banyak org2 n kejadian2 yg luar biasa di luar sana. اَÙ„ْØَÙ…ْدُÙ„ِÙ„ّÙ‡ِ mbak ade dikasih kesempatan utk bertemu mereka lgsg...
Friday at 04:13 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita @yoyok: seinget aku, sepanjang aku menulis (kecuali jika aku tandai itu sbg dongeng atau fiksi), semuanya adalah kisah2 nyata dari keseharian yg aku temui. aku orang yg sulit utk menghayalkan sesuatu yg aku nda tau. Jadi ya, ini dan juga 95% semua cerita dlm semua tulisan2ku adalah kisah nyata dari hal2 yg aku temui sehari-hari. aku merasa sayang saja jika pelajaran yg aku petik ini dinikmati sendiri lalu hilang tertelan terlupa oleh waktu.
Friday at 05:47 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita @anne: and so do I...
Friday at 05:49 via Facebook Mobile · Like
Irma Suryanie Lubis Izin share mba
Friday at 10:52 · Like
Ade Anita oke silahkan
Friday at 11:19 · Like
Nazla Luthfiah terhenyak. selalu indah mba pesannya
Friday at 11:35 · Like
Ade Anita ^_^... makasih ya lu
Friday at 11:43 · Like
Arther Panther Olii kisah yang sangat menjual, mbak ade. terharu aku.
salam yah.
Friday at 13:40 · Like · 1 person
S Che Hidayat Ade..
Membaca memahami memaknai catatan ini ada sekeping hati meretak jatuh di atas lisan diamNya, betapa meski perih tersirat namun lukisan keadaan yang kau bangun dari alur cerita yang begitu mengalir membuat ku terbuai hingga berujung pada muara keheningan milikNya, maka sungguh bukan hanya sekali tadi membacanya..
Salam karya.
Friday at 14:34 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Maknya Mitha Tapi yang bisa kuberikan ternyata hanya dua buah gumpalan kapas
"Sumbat telingamu, bayangkan saja dari gumpalan kapas itu sedang diputar irama merdu dari gemericik air sungai nan bening di surga"
semoga empati kita tak hanya sampai pd merasakan penderitaan org lain...namun tergerak pula utk meringankan bebannya..
Friday at 15:34 · Unlike · 1 person
Ade Anita @arther: makasih..
@s che: waah... makasih lagi.
Friday at 15:39 · Like
Ade Anita @maknya mitha: iya.. semoga, aammiin.
Friday at 15:39 · Like
Dwi Klik Santosa tajuk yang bagus. adakah dalam realita bisa semanis simpulan kisah tulisan ini. mari merenungi.
"kemiskinan" selalu obyek bagi "kekayaan".
Friday at 15:54 · Like
Yoyok Hitam Oohh.. gitu ya mbak. Ya maaf, ak kan ga tau. Hehehe... Apalagi ak bkn org sastra jd perlu baca bbrp x biar lbh "ngena" inti & hikmahnya. :D
Yg penting, mbak Ade beruntung bs kenal dgn mrk dan kisah hdpnya. Alhamdulillah...
Friday at 19:55 · Like
Ade Anita @yoyok: eh...aku juga bukan orang sastra dan semua tulisanku ditujukan utk siapa saja sebenarnya...hmmm...yoyok, menurutmu, apa tulisanku bahasanya sulit dipahami? kritik dan sarannya dong...soalnya percuma juga kalo aku nulis tapi bahasaku jadi menara gading yg sulit dipahami atau tidak dimengerti pesan yg ingin disampaikannya... hmm, jadi mikir nih...
Friday at 21:27 via Facebook Mobile · Like
Yoyok Hitam bkn gitu mbak, sbnrnya ckp mudah n jelas kok. cm ak aja yg suka sering error. hehehehe... mgk jg ak lbh suka dgn kata2 yg simple tp langsung ngena. menurutku itu lbh efektif aja. spt org yg lg ceramah, klo trlalu bnyk ngomong, bsr kemungkinan org2 yg dengerin ga bs nangkep inti maksudny, jd masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. tp ini kan kisah nyata yg pny arti, beda ma ceramah. hehehehe... :D
Friday at 21:45 · Like
Ade Anita oo...hehe..iya ngerti... emang dasarnya aku aja yg suka nulis berpanjang-panjang... nanti deh aku tulis ulang kisah di atas ya... biar lebih jelas pesannya..makasih ya yok...
Friday at 21:52 via Facebook Mobile · Like
Yoyok Hitam sama2 mbak.. tp ttp yg indah y, takutnya klo gaya bhsny diubah, bnyk penggemar mbak yg suka keindahan jd sdkt kcwa. hehehe... ^_^
Friday at 22:04 · Like
Ade Anita hehe..insya Allah..dikafemuslimah gaya nulisku juga berubah-ubah tuh..kadang ada yg protes kurang to the point, kadang ada yg saran agar diperhalus biar nggak terlalu tertohok...hehehe...aku nulis dgn gaya yg aku nyaman nulisnya..jadi ya nggak beda jauh sepertinya gayanya krn nyamannya baru sampai di tahap ini kok...makasih yok
Friday at 22:25 via Facebook Mobile · Like
Yulianti Wikanto Terima kasih dear untuk sharing nya yang luar biasa.. ;-)) Salam buat keluarga yaa..dear
Yesterday at 09:47 · Like
Ade Anita sama2 mbak yuli... buat kamu juga..
23 hours ago · Like
Langganan:
Postingan (Atom)