Ternyata aku masih cinta padamu, Indonesiaku

Oleh Ade Anita

“Ini kisah ketika aku masih duduk di bangku SMA. Suatu hari, malam hari tepatnya, ada tamu datang ke rumah. Dia mahasiswa ayah di Universitas Muhammadiyah. Ayahku memang seorang dosen di UM, mengajar Pancasila dan Ketahanan Negara. Dia datang memberi ayah hadiah dan sebuah amplop. Isinya bukan surat cinta tapi uang. Ayah marah-marah ke mahasiswa itu tapi lalu menasehatinya baik-baik hingga mahasiswa itu pulang dengan air mata dipipinya. Begitu mahasiswa itu pulang, ayah datang kea de. “Nak, jangan pernah mengikuti jejak mahasiswa itu. Dia orang bodoh yang ingin membeli kelulusan sarjananya dengan uang. Ingatlah nak, semua yang didapat tidak dengan kejujuran, hanya akan melahirkan sebuah bencana baru. Mungkin dia sukses, kaya, tapi kesuksesan dan kekayaannya itu tidak akan membuat dia bahagia. “

(diikutip dari http://adeanita-adi.blogspot.com/2009/03/sekapur-sirih-di-hari-kedua-berkabung.html )

SEBENARNYA, selama Ramadhan kali ini aku ingin mengurangi frekuensi keaktifan di Fb. Masih aktif, sekedar untuk memeriksa apakah ada ajakan menulis, apakah ada pengumuman penting, ataukah ada sesuatu yang harus dikerjakan (manen kebon di game fb termasuk disini). Tapi, hari ini, rasanya jadi pingin nulis notes.

Bukan. Bukan karena ini hari kemerdekaan RI ke 65 tahun. Juga bukan karena lagi nggak ada kerjaan.Tapi karena sebal saja baca status teman-teman yang kebanyakan skeptis, pesimis dan sinis terhadap negeri tempat aku dilahirkan dan dibesarkan ini.

Dahulu, aku juga pernah menyimpan rasa sebal terhadap negeri ini. Sebal sekali.

Mungkin karena mataku yang sipit dan dibesarkan di masa Orde Baru yang rasialis. Aku merasa benci dengan negeri ini karena merasa diri ini sama sekali tidak merdeka. Tapi, ayah selalu menghiburku dan membesarkan hatiku dengan mengatakan bahwa bukan fisik yang dijadikan ukuran untuk berguna atau tidaknya seseorang di negeri ini.

Merdeka itu adalah, berani berkarya, berani berbuat, lalu berani bertanggung-jawab.

Berani berbeda, dan berani mempertahankan kebenaran dan berani mempersembahkan sesuatu yang indah dan bermanfaat.

Itulah merdeka yang benar di negeri ini.

Ya. Merdeka itu hanya istilah. Ada banyak orang yang merasa merdeka berbuat apa saja sesuka hati mereka. Tapi mereka kemudian lupa tentang pengawasan dari Tuhan mereka yang telah menganugerahi mereka kemerdekaan yang sesungguhnya. Ilustrasi cerita di atas adalah salah satunya. Jika ingin disebutkan satu persatu, pasti penuhlah seluruh kapasitas notes yang tersedia.

Sekedar kilas balik. Tahun 2004, saya mulai mengelola ribrik Muslimah dan Media di www.kafemuslimah.com. Saya mengamati semua perkembangan berita di media massa dan menulis sebuah ulasan dari sudut pandang seorang muslimah, yaitu saya (hehehe). Hasilnya, kian hari saya merasa kian prihatin terhadap negeri ini. Masya Allah, ternyata Indonesia jadi terlihat begitu menyeramkan. Penjarahan dimana-mana, kesusahan meraja lela, belum lagi ancaman dari negera tetangga, pokoknya mengerikan sekali. Begitu mengerikan hingga saya sering merasa stress dan ketakutan sendiri. Saya benar-benar takut, karena teringat peringatan dari Allah dalam Al Quran yang meminta kita untuk waspada agar tidak tertimpa sebuah bencana yang akan menimpa orang-orang akibat kezaliman yang terjadi disekitar kita.

Duh!

Kurang zalim apa negeri ini?

Bencana apa yang kira-kira bisa menimpa?

Bisa apa saja.

Satu demi satu bencana terjadi. Tsunami, gempa bumi, tanah longsor, ledakan gas, penjarahan massal, kejahatan cyber, perampokan, penggundulan hutan, banjir, kejahatan seksual. Buanyak sekali.

Akhirnya saya menyerah. Enggan lagi menulis ulasan. Suami saya memberi semangat (sebelumnya saya uring-uringan minta suami pindah ke negara lain.. hehehehe…).

“Ayo, kita perbaiki saja negeri ini sedikit demi sedikit.”

“Tapi ada terlalu banyak yang harus dikerjakan untuk memberi rasa nyaman.”

“Itu pentingnya kita diberi anugerah kemerdekaan. Kita merdeka untuk melakukannya kapan saja dan dimana pun. Insya Allah pertolongan Allah akan datang pada kita.”

Lalu mulailah kerja keras itu. Tidak banyak membawa hasil yang signifikan memang. Kejahatan tetap terjadi, kebrutalan tetap ada, penggundulan hutan semakin menjadi-jadi, banjir tetap terjadi dimana-mana, dsb, dst, dll, etc. Tapi, setidaknya kami kini lebih bahagia mencintai negeri ini. Terbebas dari belenggu rasa curiga akibat pembentukan opini di media massa yang selalu provokatif, pesimis, sinis. Bebas juga dari rasa ingin diberi lebih. Karena merdeka itu memang saudara kembar dengan berbuat ikhlas. Tidak mengharapkan imbalan apapun selain dari Ridha Allah.

Inilah kemerdekaan yang sesungguhnya. Dan saya pun ternyata masih mencintai negeri ini. Aku cinta Indonesiaku.

Hingga suatu pagi, ketika ada dua orang renta berpakaian seragam veteran menawarkan selembar kalender. Aku sempat menaruh rasa curiga. “Ini pasti salah satu penipu yang ingin mengemis dengan cara berdagang benda-benda yang tidak berguna.” Aku hampir saja menolak mereka dengan mengatakan, “lain kali saja pak.”

Tapi, demi melihat bendera kecil yang lusuh yang dijahitkan di atas saku kemeja seragam coklat susu tanda korps veteran mereka, aku terenyuh.

Merah putih itu. Entah apa yang terjadi ketika mereka terpaksa harus berjuang agar Merah Putih itu berkibar dahulu.

Bisa jadi karena harus berpeluh keringat dan menahan luka serta terciprat darah, mereka tidak lagi berpikir untuk sekolah. Pun tidak sempat berpikir akan seperti apa kehidupan mereka setelah negeri ini merdeka kelak.

Ternyata… tiba-tiba rasa haru itu hadir tanpa diundang. Dan aku merasa, amat cinta pada para pahlawan yang telah bertaruh nyawa mempertahankan negeri ini.

Dua orang bapak yang renta itu dahulu adalah salah satu pahlawan. Maka segera saja aku singkirkan rasa curiga lalu meraih dua lembar kalender yang ada di tangan gemetarnya.

“Mari pak, saya beli kalendernya…. terima kasih ya pak, untuk perjuangannya tempo dulu.” Dua bulir air mata menggelinding dari kedua bola mata kedua bapak renta itu.

Ya. Mari singkirkan sejenak rasa pesimis dan sinis. Mungkin ini saatnya untuk bisa mengikuti jejak para pahlawan yang telah memberi kita kehidupan yang lebih baik ketimbang mereka dahulu.

Apalagi ini bulan Ramadhan, dimana semua perbuatan baik akan diberi imbalan pahala berlipat ganda.

DIRGAHAYU INDONESIAKU.