ini foto ibuku, beliau sudah meninggal dunia tanggal 18 april 2003 lalu |
"De. Gimana kabarnya? Ikut ibu yuk."
Aku hanya tersenyum dan memandang sekelilingku. Hanya ada kami berdua di sebuah taman yang amat indah sekali. Sejauh mata memandang, yang terlihat adalah hijau yang memukau. Di kakiku, mengalir sungai kecil yang airnya bening sekali. Sementara bunga-bunga aneka warna yang indah tampak bermunculan dari sela-sela pepohonan yang tampak mendominasi sekelilingku.
"Kemana?"
"Ya, ikut saja. Gak ada yang diberati lagi kan sekarang? Semua sudah rapih kan?"
Kembali aku melihat sekelilingku. Semua serba indah, hijau ranau. Iya. Jika semua serba indah begini, Apa lagi yang aku tunggu. Lalu aku melangkah dan menyambut tangan ibuku yang terulur ke arahku. Ketika tangan kami hampir bersentuhan, tiba-tiba suara anak bungsuku memanggilku.
"Ibuuu. Nanti yang antar aku sekolah siapa?"
Oalah... aku pun batal ikut ibuku pergi.
Tapi, besoknya beliau datang lagi. Dan aku pun kembali merasa sedang terbang melayang menuju sebuah terowongan awan yang amat indah. Putih bergumpal-gumpal menuju sebuah cahaya terang yang amat menyilaukan mata di depan kami. Tapi, adaaaaa aja suara-suara yang memanggilku pulang dan mengurungkan perjalananku.
Huff.
Aku jadi kangen dengan ibuku. Beliau tidak putus asa terus menerus mengajakku pergi.
Semalam, beliau bahkan memberitahuku sebuah rahasia. Tentu saja rahasia ini tidak akan aku tulis disini. Tapi, aku senang sekali mendengar rahasia ini.
ibu yang sedang bermain bersama cucu-cucunya |
--------------------------------------------------
Penulis: Ade Anita
jadi ingat almarhumah ibuku mba :(
BalasHapusDuh jadi merinding membacanya.
BalasHapusSAya pernah mimpi bertemu seorang sahabat yang sudah meninggal. Di tempat yang luas, seperti taman. Hijau. Indah, tapi serasa bukan di dunia. Di sana ada orang2 juga. Situasinya adem, tenang. Lalu saya dan sahabat saya - namanya Erna, berpelukan. Kami kangen2an sampai nangis.
Erna meninggal saat mengandung anak pertama. Saya tidak sempat bertemu dengannya karena masih tinggal di Riau waktu itu. Sebelum dia ke Makassar (tadinya dia di Jakarta sama suaminya), kami sering telepon2an. HP belum populer waktu itu tapi karena ada akses dari perusahaan untuk bisa menelepon lokal ke Jakarta, jakur itulah yang saya manfaatkan untuk bertukar cerita dengan Erna.
Suatu ketika saya menelepon, kata suaminya Erna di Makassar. Setelah itu saya putus hubungan dengannya lalu tiba2 datang kabar duka itu.