Komunitas Ideal versi Ade Anita (bagian ketiga, terakhir)

[Lifestyle] Di bagian pertama tulisan tentang Komunitas ideal menurutku, saya ada menyebut bahwa komunitas pertama yang saya ikuti itu adalah KCMYQ. Nah, setelah diingat-ingat lagi, ternyata sebenarnya ini bukan komunitas yang pertama dan benar-benar awal banget saya kenal apa yang disebut dengan komunitas. Karena ketika saya masih kecil, saya sudah bergabung juga dengan sebuah komunitas. Tapi, karena saya ikut komunitas ini bukan karena keinginan saya sendiri melainkan karena keikut sertaan orang tua saya dimana saya sebagai anaknya otomatis jadi diikut sertakan juga.Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu kedelapan.


Komunitas pertama  yang benar-benar pertama banget yang saya ikuti itu adalah komunitas yang terbentuk karena masing-masing anggotanya berasal dari daerah yang sama. Ya, ini memang mirip komunitas masyarakat perantauan yang ada di DKI Jakarta dan sekitarnya. Ini adalah komunitas masyarakat Musi Banyuasin.
Musi Banyuasin ini, adalah sebuah daerah kabupaten di wilayah Sumatra Selatan sana. Terletak memanjang di sepanjang Sungai Musi. Terdiri dari beberapa dusun dan beribukota di Sekayu. Berbeda dengan wilayah Kabupaten di Pulau Jawa yang penduduknya terbilang banyak, meski ini adalah kumpulan masyarakat perantauan yang berasal dari Musi Banyuasin, tapi jumlah kami tidak banyak. 


Tiap pekan pertama di awal bulan, kami berkumpul di satu rumah sesepuh yang dituakan (saya memanggilnya Uwak Polonia). Ketika berkumpul tersebut, masing-masing bisa bebas melepas penat dan kejenuhan bekerja dengan mengobrol menggunakan bahasa Sekayu (salah satu bahasa daerah di Sumatra Selatan); mengudap makanan khas dari Palembang (Pempek dan tekwan serta tempoyak itu sepertinya merupakan menu wajib); dan saling bertukar kabar.

Dalam perkembangannya, karena anak-anak dari masing-masing keluarga semakin bertambah baik dari segi usia maupun jumlah, maka mulailah dipikirkan untuk melakukan sebuah kegiatan dimana kegiatan itu bisa membuat para orang tua bisa dengan bebas dan leluasa melakukan kegiatan ngobrol dan bertukar kabar antar mereka dengan baik tapi sekaligus anak-anak tidak merasa bosan karena kegiatan pertemuan yang diadakan setiap bulan tersebut. Akhirnya, mulailah dihimpun apa yang bisa dilakukan. Dimulai dengan menginventarisir bakat dan kemampuan tiap-tiap anggota yang ada. Dari sini, barulah diketahui beberapa bakat terpendam dari para anggotanya. Ada yang jago memasak, pandai menari, cekatan di bidang meracik sesuatu, pintar akting, bisa menyanyi, pandai menulis, dan bahkan jago melakukan relasi dengan banyak orang. Wah. Lengkap. Tentu saja, sayang sekali bukan jika semua bakat-bakat terpendam ini hilang dan terlupakan begitu saja. 

Akhirnya, para sesepuh pun mengambil kebijakan untuk melakukan kegiatan pertemuan yang rutin dua minggu sekali dan di tiap-tiap pertemuan itu ada kegiatan bagi para orang muda dan orang tuanya. Yaitu:
  • - Kegiatan menari tarian daerah Sumatra Selatan
  • - Menyanyi lagu daerah Sumatra Selatan
  • - Bermain drama dengan naskah yang berasal dari cerita khas daerah Sumatra Selatan
  • - Kegiatan belajar memasak
  • - kegiatan meracik bahan kimia untuk membuat sabun sendiri (sabun colek untuk mencuci baju, atau sabun mandi)

Hasilnya, sambutannya sungguh luar biasa. Setiap anggota mulai merasakan manfaat yang maksimal dari pertemuan yang diadakan meski pertemuan tersebut terjadi saban dua pekan sekali. Lalu, hasil lobi yang dilakukan oleh mereka yang memilki bakat menjalin relasi dengan siapa saja, terhimpun pula dana yang lumayan sehingga komunitas bisa membeli perlengkapan guna kelancaran semua kegiatan tersebut di atas.

Tanpa terasa, komunitas ini menjadi berkembang dengan pesat. Mereka yang berminat untuk mendaftar bukan hanya berasal dari para perantau yang tinggal di wilayah Jakarta dan sekitarnya saja, tapi juga datang dari Bandung, Yogyakarta dan daerah lain. Begitu banyak anggota yang terdaftar sehingga akhirnya setiap tahun, mulailah dilakukan acara halal bihalal. Dan karena semangat para anggotanya, dana yang terkumpul dalam komunitas juga berkembang dengan amat baik. Setelah melakukan dua kali halal bihalal, pada halal  bihalal ketiga berikutnya, mulailah diluncurkan sebuah program pemberian penghargaan bagi anak anggota komunitas yang berprestasi. Kebetulan, waktu itu saya terpilih sebagai salah satu anak yang dianggap berprestasi karena mencapai nilai tertinggi di komunitas tersebut (padahal, di sekolah prestasi saya masuk kategori biasa-biasa banget...huuhuhuhu malu deh jadi ke-ge-er-an sehari). Nah, penghargaan dan perhatian dari komunitas di atas ini merupakan gambaran komunitas ideal sebenarnya.

Dengan kata lain, bisa saya simpulkan bahwa komunitas Ideal menurut saya adalah:
1. Komunitas yang tidak hanya memikirkan pemenuhan kebutuhan para anggotanya saja. Karena, suatu hari nanti, para anggotanya ini pasti akan berkeluarga dan punya istri serta anak. Kasihan juga jika anak dan pasangan mereka tidak diikut sertakan. Tidak seru rasanya sebuah komunitas yang menganggap tidak-ada anggota keluarga para anggotanya (hehehe, ini mah curhat colongan  pribadi kali ya; tapi jujur deh, saya kadang bingung dengan undangan sebuah komunitas yang ditulis: harap tidak membawa pasangan dan anak dalam pertemuan nanti. Waduh). Jika ini dimaksudkan untuk ketertiban acara (maklum yang namanya anak-anak emang suka ribut ya), bisa dimengerti jika pertemuan ini sesekali saja. Tapi jika sudah rutin, mungkin ada baiknya mulai dipikirkan sesekali melakukan semacam acara Family Gathering atau kegiatan lain yang bisa dinikmati oleh anak-anak dan pasangan kita. Dan memang komunitas yang melibatkan seluruh keluarga para anggotanya ternyata usianya bisa lebih panjang. Karena yang merasa memiliki komunitas itu tidak berhenti di anggota tetapnya saja. Tapi juga generasi penerus para anggotanya.
 2. Komunitas ideal itu, bukan hanya menghimpun orang-orang karena berdasarkan kesamaan saja, tapi juga mampu menggali kemampuan dan bakat tiap-tiap anggotanya agar bisa terus berkembang dengan cara memberinya dukungan, pengetahuan tambahan dan hal-hal yang menunjang hingga bakat dan kemampuan itu semakin terasah dan berkilau. Saya mengikuti sebuah komunitas penulis dan luar biasa saya memperoleh banyak masukan dan pelajaran dari komunitas tersebut. Saya jadi belajar lagi apa kekurangan saya dalam menulis dan bagaimana cara memperbaikinya dan apa kelebihan saya dalam menulis lalu bagaimana cara mencuatkannya.
3. Komunitas ideal juga merupakan komunitas yang membuat rasa nyaman bukan hanya para anggotanya saja, tapi juga lingkungan di sekitar komunitas itu berada. Jadi, jangan sampai masyarakat sekitar menjadi terganggu pada komunitas tersebut jika komunitas tersebut sedang melakukan pertemuan.  Atau keluarga para anggotanya malah jadi dongkol jika anggota keluarga mereka minta izin untuk datang ke pertemuan komunitas yang dia ikuti. Jika dua tanda-tanda ini muncul, bisa jadi, ini merupakan komunitas yang sebaiknya tidak usah ditekuni lagi karena merupakan KTMD (komunitas tanpa masa depan).



Wah. Tanpa terasa, tulisan saya yang membahas tentang komunitas ternyata sampai tiga bagian ya. hehehe. Gak papah ya, semoga bermanfaat dan mohon maaf jika ada tulisan saya yang menyinggung perasaan.
-------------------------------
Penulis: Ade Anita
Tulisan ini diikut sertakan dalam event #8 MInggu ngeblog bersama anging mamiri



Tidak ada komentar