Peduli Kanker 1: Keinginan Anak & Keinginan Orang tua

[Parenting] : Kanker itu... kejam ya.
(eh... kenapa aku tiba-tiba melontarkan pernyataan ini? hehehe...gara-gara apa sih?)
Jadi begini ceritanya.
Temanku itu, kakaknya terkena kanker getah bening stadium 4. Tapi, usianya sudah tua, sudah 60 tahun. Selain kanker dia juga punya komplikasi penyakit Ispa dan Diabetes. Kondisinya sekarang kurus kering, hingga seperti tulang yang dibalut kulit saja. 

Suaminya yang semula bekerja, langsung mengajukan pensiun dini sejak kakaknya temanku ini terkena kanker getah bening 1 tahun yang lalu. Setiap hari, suaminya itu menemani istrinya. Dari mulai tubuh istrinya sintal, cantik dan rambutnya panjang tebal bergelombang, hingga sekarang tubuh istrinya kurus kering, layu, tirus dan kepalanya hanya berambut beberapa helai. 

Rasa cinta suaminya itu tidak berkurang satu centimeter pun. Bahkan, rasanya bertambah. Dengan penuh kasih sayang, si suami setiap hari memandikan istrinya, mengajak istrinya ngobrol, dan terkadang menceritakan berbagai macam kejadian di luar kamar karena istrinya memang tidak pernah keluar dari kamar rumah sakit selama 1 tahun terakhir ini. 

Penyakit Kanker memang sepertinya banyak mendatangi orang-orang yang tak terduga. Baik yang cantik, maupun yang jelek. Baik yang semula sehat maupun yang tampak memang penyakitan. Bahkan penyakit kanker tidak memilih apakah yang didatanginya itu adalah orang yang kaya atau orang yang miskin. Atau  apakah dia tokoh masyarakat atau orang yang tidak dipedulikan oleh masyarakat. Semua orang rasanya memiliki kesempatan yang sama untuk dihinggapi oleh penyakit kanker.

Seram sekali.

Saat ini penyakit kanker masih menjadi permasalahan yang serius di seluruh dunia, baik di negara-negara yang sudah maju, terlebih lagi pada negara-negara yang masih berkembang. Menurut data terakhir yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, penyakit kanker menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian dengan jumlah kematian mencapai 7,4 juta jiwa atau 13% dari total kematian. Dari jumlah tersebut, dua pertiga penyakit ini terjadi di Negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.

Diantara jumlah kematian tersebut kanker paru, lambung, hati, kanker kolon, dan kanker payudara menduduki urutan teratas. Jika dilihat dari jenis kelamin pada pria jenis kanker yang frekuensinya paling tinggi adalah kanker paru-paru, hati, colorectal, esofagus, dan prostat, sedangkan pada wanita kanker payudara, paru-paru, lambung, colorectal dan kanker serviks.. Berdasarkan penelitian, sebenarnya 30% dari kematian yang disebabkan oleh penyakit ini bisa dicegah dengan melakukan pengobatan dan perawatan yang tepat. Jumlah penderita kanker diperkirakan akan terus meningkat dari tahun ke tahun dengan perkiraan jumlah mencapai 12 juta jiwa pada tahun 2030 WHO juga menyebutkan setiap tahun ada 6,25 juta orang baru yang yang menderita kanker.


Dari data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, jumlah populasi yang menderita kanker sekitar 6 persen dari total penduduk. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 prevalensi kanker di Indonesia yaitu 1,4 per 1.000 penduduk. Dari riset juga diketahui bahwa kanker menduduki urutan ketujuh sebagai penyebab kematian akibat penyakit di Indonesia setelah stroke, tuberculosis, hipertensi, cidera, perinatal, dan diabetes mellitus. (dikutip dari KANKER…BUKAN DI LUAR KEMAMPUAN KITA)
Nah, begitu seram kan penyakit Kanker ini.
Apalagi pada kondisi kakak temanku  itu, dokter sudah menyarankan agar tidak perlu menempuh pengobatan yang memakan biaya ratusan juta rupiah (karena dia sudah stadium 4), dan kemungkinan untuk sembuhnya kurang dari 50%.  Mengapa? Karena kakaknya temanku itu selain kanker juga punya komplikasi penyakit lain yang juga sedang kambuh dan usianya yang sudah tua.

Memang terkadang, dokter yang mengobati pasien akan memberikan anamnesa terhadap pasiennya dan prediksi kira-kira pengobatan apa yang sebaiknya ditempuh oleh pasien. Prediksi tersebut disesuaikan dengan kondisi si pasien. Mendengar itu, kakaknya temanku itu hanya bisa pasrah. Dia sepertinya sudah mengetahui hal itu.

Itu sebabnya kakaknya temanku itu banyak bersedih ketika berada di rumah sakit. Bukan sedih karena penyakitnya tapi. Melainkan sedih karena memikirkan anaknya yang mendapat gangguan jiwa tersebut. Kebetulan kakaknya temanku itu memang menolak untuk mengikuti pengobatan dokter karena:
"Kemungkinan mamah sembuh itu kurang dari 50% kata dokter. Malah kurang dari 30%. Daripada uang ratusan juta habis untuk mengobati aku, lebih baik uangnya dipakai untuk mengobati kakak saja. Mamah pingin bisa terus melihat kakak dan berdoa untuk kesembuhan kakak saja. Jika mamah dioperasi dan ternyata tidak berhasil, mamah kehilangan waktu untuk mendoakan kakak."

Itu sebabnya suaminya langsung mengajukan permohonan untuk resign dari pekerjaan agar dapat menemani istrinya tersebut.

Oke. Kembali ke cerita tentang temanku itu ya, karena ada hikmah parenting dari cerita temanku itu yang akan aku share disini.

Jadi, melihat dua suami istri ini saling sayang menyayangi, iseng aku bertanya pada temanku.

"Mereka punya anak?"
"Ada, anaknya tiga."
"Terus... anaknya gimana?"
"Wah. Anaknya sengklek, De."

Oke. Disini ada yang mengerti bahasa Betawikah? Sengklek itu bahasa Betawi yang artinya sinting, timpang, miring. Dalam hal ini berarti "sakit jiwa".

"Oh, Subhanallah. Sakit jiwa... skizofren atau depresi?"
"Skizofren."
"Oh... anak yang mana?"
"Yang paling besar. Jadi begini ceritanya De. Suaminya kakakku itu, orangnya aslinya keras ama anak-anaknya. Jadi, sebelum nikah itu, suaminya ini anak tunggal ceritanya. Tapi, karena hidupnya susah jadi dia punya beberapa cita-cita yang tidak tercapai. Nah, dia pingin anak-anaknya tuh yang menggapai apa yang dulu dia cita-citakan. Kebetulan, anaknya yang paling besar emang pinter. Jadi, dia maksa biar anaknya masuk fakultas kedokteran dan jadi dokter. Anaknya padahal maunya masuk jurusan hubungan masyarakat. Dan padahal lagi nih, anaknya itu sudah diterima di jurusan Hubungan Masyarakat sebuah PTN. Tapi bapaknya tetap mau biar anaknya jadi dokter. Jadilah akhirnya anaknya kuliah di dua tempat. Cuma emang pada dasarnya otaknya encer nih anak, di dua tempat itu dia berhasil tuh. Begitu lulus, dia menghadap bapaknya. Terus ngasih ijasah dokternya. "Nih, pah. Ijazah jadi dokter. Buat papah. Aku sekarang bebas ya. Terserah aku mau jadi apa. Kan yang penting papah sudah punya anak yang lulus fakultas kedokteran." Terus setelah itu anaknya ngurung diri di dalam kamar. Nangis saja selama beberapa minggu. Terus tiba-tiba ketawa keras-keras. Seterusnya sengklek deh. Gak ganggu sih, cuma ya gitu deh. Senangnya berkeliaran, sebentar nangis sebentar ketawa sama ngomong sendiri. Nah... kayaknya kakakku itu stress juga sih mikirin anaknya ini. Jadi mulai sakit-sakitan dan akhirnya... tiba-tiba aja divonis punya kanker getah bening."

Aku terpana mendengar cerita temanku itu.
"Terus... adik-adiknya gimana tuh?"
"Setelah ngeliat kakaknya gitu, bapaknya akhirnya sadar sih. Jadi sama anak-anaknya yang lain suami kakakku itu bilang... De, papah terserah kamu deh. Dulu, papah emang pingin kamu masuk militer. Tapi, sekarang papah nggak akan maksa kamu. Terserah kamu maunya masuk apa dan mau jadi apa. Apa cita-citamu sendiri, kejarlah. Papah nggak akan ikut campur lagi. Yang penting kamu nggak usah stress saja. Yang penting kamu bahagia, papah akan dukung apapun cita-citamu."

Nah. Mendengar cerita temanku itu...  aku jadi ingat sesuatu. 
Bahwa terkadang, kita sebagai orang tua sering lupa bahwa meski anak-anak kita, lahir karena keberadaan kita, dari rahim kita, kita besarkan di bawah pengaturan kita, tapi satu hal yang tidak boleh kita lupakan adalah: bahwa anak-anak tetap punya hati dan keinginan sendiri. Dua hal ini tidak boleh kita sisipkan paksaan.

Sampai di rumah, aku jadi ingat bahwa Khalil Gibran ada menulis sebuah pusi dengan tema anak-anak. 
Sudah pernah ada yang membacanya? Ini aku share. Semoga bisa jadi hikmah bagi kita semua sebagai orang tua.


Anak-anakmu (Khalil Gibran)

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu
Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu
Karena mereka memiliki ikiran mereka sendiri
Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh tapi bukan jiwa mereka,
Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi
Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu
Karena hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu
Engkau adalah busur-busur tempat anak-anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan
Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia meregangkanmu dengan kekuatannya sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh
Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan
Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga mencintai busur yang telah diluncurkannya dengan sepenuh kekuatan.
-------------------
Tulisan ini diikut sertakan di GA Indah Nuria Savitri: #Kampanye #finishthefight #gopink #breastcancerawareness  



17 komentar

  1. Terima kasih yaaa mba Adeee... Makin banyak yang share re kanker makin baik ;). Deteksi dini sangat membantu.. Btw, sharing parentingnya juga penting banget.. Suka tidak sadar memaksa keinginan pada anak yaaa mak.. Semoga aku ngg begitu ;)

    BalasHapus
  2. Duh..kanker bikin takut aja nih....

    BalasHapus
  3. Ceritanya bagus, tapi ga fokus. Cerita kankernya terpotong begitu saja. But, cerita parentingnya bisa jadi masukan untuk para orangtua.

    BalasHapus
  4. Membaca cerita ini jadi sedih juga aku mba. Semoga istri kakak teman mba itu segera cepat sehat ya mba. Doaku untuknya dan keluarga.

    BalasHapus
  5. Kanker memang bikin takut tapi harus tetap paham supaya bisa mengenalinya. Tks, Mbak Ade.

    BalasHapus
  6. Makasih mb Ade sudah diingatkan sebagai orang tua kita tidak boleh memaksakan kehendak pada anak.
    Dan kanker juga nggak bisa diduga datangnya, orang yang pola makan sehat dan hidup nggak aneh-aneh aja bisa kena kanker, apalagi yang stress ya, bisa jadi salah satu pemicu juga.

    BalasHapus
  7. kanker... naudzubillah... ngeri kalo denger penyakit itu mbak..
    apa yg menurut orang tua baik itu gak selalu g benar2 terbaik utk anak ya...

    BalasHapus
  8. tetanggaku diambil payudaranya karena kanker padahal masih muda, masih awal2 kuliahan. :( ga tahu juga kenapa awalnya bisa kena kayak gitu. hiks.

    BalasHapus
  9. anak adalah anugrah terindah dari Yang Maha Kuasa

    BalasHapus
  10. Hindari pergaulan anak jaman sekarang

    BalasHapus