Cinta, Kesempatan dan Peluang



[Pernikahan]. Setiap mereka yang sudah menikah, cepat dan pasti akan merasakan di dalam hati bahwa pasangan hidupnya itu "Memang dia ternyata orangnya". Jika setelah sekian waktu perasaan seperti ini tidak juga muncul di dalam hati, rasanya patut dipertanyakan, apa saja yang sudah terjadi dalam pernikahan mereka.

Aku dan suamiku sudah menikah alhamdulillah 21 tahun lewat beberapa bulan. pasang surut rumah tangga sudah banyak kami lewati. Tapi, hal itu alhamdulillah bisa kami lalui tanpa harus mengurangi porsi cinta satu sama lain. Degup-degup jantung yang berdebar, masih sering aku rasakan ketika lama tidak bertemu dengan suamiku (yaitu ketika dia pergi ke luar kota selama beberapa hari). Dan ribuan kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutku, masih terasa menggelitik ketika berjalan berdua saja dengan dia.


Loh? Kok bisa masih seperti orang pacaran meski sudah lama menikah? Kok bisa masih seperti remaja meski sudah sama-sama lanjut usia?

Apa rahasianya? Yaitu dengan tetap berusaha menjadi diri sendiri dan tidak berusaha untuk menjadi orang lain.

Suamiku terus tumbuh menjadi dirinya sendiri. Tidak pernah aku membentuknya menjadi sosok yang lain. Bahkan meski itu sosok idolaku sendiri. Dan aku tetap seperti ini, dari dulu sampai sekarang (kecuali gemuknya sih... hahaha.. dulu aku langsing loh. Sayang nggak ada yang percaya). Perubahan pasti ada dong. Tapi ketika sudah bertemu berdua, kami kembali menjadi diri sendiri lagi. Mungkin satu-satunya hal yang berubah sekarang adalah, kegemaranku menulis yang didukung penuh oleh suamiku.

Dulu, ketika baru punya anak satu orang, suamiku memberi dukungan padaku untuk mulai membenahi kegemaranku menulis diary dengan cara membuat cerita yang bisa dikirim ke media.

"Ade. Kita harus bisa mengembangkan potensi yang kita miliki agar bisa lebih memberi manfaat buat orang lain. Percuma pandai jika hanya untuk diri sendiri."
"Tapi mas... aku nggak percaya diri ah. Tulisanku masih suka salah-salah ketik gitu. Belum lagi aku sibuk juga ngurus anak. Beresin rumah. Duh... nggak sempat ah."

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya alasan tidak ada waktu karena harus mengurus anak dan membereskan rumah itu adalah alasan yang aku cari untuk menutupi rasa tidak percaya diriku. Tapi, suamiku terus memberi semangat. Bahkan dia bersedia mengambil alih mengasuh anak kami yang masih bayi ketika itu untuk sementara dan memberiku waktu untuk mengetik atau membuat draft tulisan.

Adegan menangis dan ngambek? Itu sudah menjadi pemandangan biasa sepertinya di hadapan suamiku. Aku memang orang yang mudah menjatuhkan air mata ketika sudah merasa "tidak bisa".

gambar diambil dari sini
"Bisa De. Kamu bisa."
"Nggak bisa. Susah. Aku mengetik saja susah mas."
"Buat kamu memang gampang. Tapi buat aku susah."
"Jangan bilang nggak bisa dulu kalau kamu belum berusaha."
"Udahhhhhhhhhhh.... tapi aku nggak bisa tetap."
(lalu berlanjut adegan nangis dan ngambek).



Kata suamiku, kadang aku orangnya tuh kelewat manja dan gampang putus asa. Jadi harus selalu didukung dan dikasi semangat. hehehehe.

Jujur saja. Untuk urusan menulis aku memang punya kelemahan. Dulu, ketika mengetik, karena aku punya disorientasi arah (tidak bisa membedakan kiri dan kanan) maka tulisanku sering terbalik-balik. Misalnya mau mengetik kata "dan" yang aku ketik adalah "and". Atau kata "misalnya" menjadi "msialnay". Itu sebabnya duluuuu sekali, ketika aku masih kuliah, tugas mengetik makalan itu bisa semalaman penuh aku kerjakan. Pertama, aku mengetik dulu keseluruhan makalahnya; karena selagi idenya masih fresh di kepala. Kedua. baru mengoreksinya satu persatu. Dan proses editing ini yang melelahkan bukan main karena nyaris dari awal hingga akhir kesalahan ketik di makalahku itu banyak sekali terjadi. Setelah itu, baru aku endapkan. Tinggal tidur. Dan besok paginya dicek lagi ketikannya. Dan ternyata itu pun masih banyak salahnya. Jadi diperbaiki lagi. Barulah setelah rapi, makalah bisa aku bawa ke sekolah/kampus. Itu sebabnya dulu lampu kamarku selalu menyala sepanjang malam menemani aku bekerja.

Nah. Pengalaman tidak enak ketika harus membuat ketikan itu, cukup membuatku stress ketika mendengar suamiku yang memberi semangat agar aku menjadi penulis.
Duh. Gimana mau jadi penulis jika mengetik saja aku sulit.

"Sekarang gini deh De. Kamu punya bakat dalam mengembangkan sebuah cerita lewat tulisan. Nah. Sayang kan jika bakatmu itu tidak dikembangkan? Padahal kamu diberi peluang untuk menjadi penulis lebih besar daripada peluang yang dimiliki oleh orang lain yang tidak bisa menulis."

Itu kalimat yang dulu sering diucapkan oleh suamiku dengan sabarnya (karena tahu istrinya cengeng dan manja banget... hahahaha). Pernyataan ini lahir karena dia gemar membaca surat-surat yang aku tulis tangan untuknya. Jika sudah mengirim surat, aku bisa berlembar-lembar sehingga surat itu sudah seperti cerpen saja. Nah, dari sini suamiku beranggapan bahwa aku punya bakat untuk menjadi seorang penulis).

Awalnya, aku tetap menolak. Tapi, lama kelamaan, jadi kepikiran juga sih. Iya juga sih. Jika sekarang aku bisa berlindung pada kesibukanku untuk mengasuh anak yang masih kecil dan tugas beberes rumah yang tidak pernah selesai dan selalu terulang setiap harinya; lalu kapan aku mulai memikirkan kesempatanku untuk menciptakan peluang lain untuk mengembangkan diriku sendiri? Nanti kalau anak-anak sudah besar nih, lalu rumah karena teknologi yang semakin berkembang tidak lagi terlalu menuntut sentuhan ajaib tangan seorang ibu rumah tangga, aku ngapain coba? Masa luntang-lantung di dalam rumah. Paling banter terdampat di atas kursi nonton infotainment. Lalu badan kian lama kian gemuk karena nonton infotainment sambil ngemil Tiramisu dan ice cream magnum.
ARGGH.. Tidakkkk.


YUPE.
Aku harus menciptakan peluangku sendiri. Toh menekuni kegiatan menulis itu tidak mengurangi tugas keseharianku? Malah justru bisa berdampak positif; yaitu bisa mulai memberikan manfaat bagi orang lain dan sekaligus di waktu yang sama, memberi kesempatan bagi diriku sendiri untuk bisa berkembang dan tidak "layu secara perlahan".

Lalu mulailah aku menulis cerpen anak-anak sebagai awalnya. Mengikuti aneka macam lomba cerita anak dan hasilnya tidak pernah menang. Kesal, menangis, dan suamiku adalah orang pertama yang menghiburku dan selalu memberi dukungan untuk usaha lagi. Jadilah aku usaha lagi. Kalah lagi. Usaha lagi. Kalah lagi. Usaha lagi... eh... tiba-tiba dapat pemberitahuan bahwa cerita anakku masuk 50 besar cerita terbaik di sebuah lomba.
Wah. Senangnya bukan main.

Lalu mulai kenal internet. Terlibat di sebuah milis. Aktif di milis tersebut. Dan akhirnya berkenalan dengan pemilik sebuah website. Lalu ditawari untuk menjadi content writer disana. Lalu berkembang hingga akhirya aku jadi admin di website itu (kafemuslimah.com).
Wah. Senangnya bukan main.

Lalu mulai kenal facebook. Aktif di facebook. Bertemu dengan banyak komunitas penulis, dan mulai aktif menulis di aplikasi note yang ada di facebook. Lalu apresiasi datang sesudahnya. Tawaran untuk ikut aneka lomba dan memenangkan beberapa di antaranya.
Wah. Senangnya bukan main.

Lalu ditawari untuk membuat buku. Lalu menerbitkan buku. Lalu mulai berkenalan dengan blog. Dan mulai mengisi blog. Hingga akhirnya tiba-tiba datang tawaran untuk menulis sebuah tema di blog, penulisannya diserahkan pada gayaku sendiri, tapi dengan sisipan iklan tertentu dan dibayar untuk itu semua.
Wah. Senangnya bukan main.

Semua perkembangan ini tentu saja tidak akan terjadi jika sejak awal, aku tidak pernah menciptakan peluangku sendiri untuk bisa sampai di titik ini. Dan lebih dari itu, tentu aja tidak akan pernah terjadi jika suamiku tidak pernah memberi kesempatan dan dukungan bagiku untuk bisa menciptakan peluangku sendiri untuk bisa berkembang melebihi kapasitas yang aku miliki.


Kebayang jika dulu aku tetap bersembunyi di balik kesibukanku mengasuh anak dan membereskan rumah.

Mungkin aku tidak akan pernah bisa memiliki buku dengan namaku yang tertera di halaman depannya.
Atau tidak pernah merasakan bahwa meski aku tidak pernah pergi ke luar rumah, tapi di rekeningku terjadi penambahan dana dari hasilku mengetik di rumah.

Sekarang, kegiatanku mengetik dan nge-blog sudah menjadi pemandangan sehari-hari bagi keluarga kecilku di rumah. Segala sesuatunya, biasanya sering dikaitkan dengan kegiatanku nge-blog.

Seperti ini nih:


Kejadian seperti di atas kadang lebih parah.
Ketika kami sudah merasa amat lapar dan mampir di sebuah tempat makan, semua orang dilarang untuk mengambil makanan karena semua makanan tersebut harus aku foto-foto dulu. Dan fotonya bukan cuma sekali. Tapi beberapa kali karena melihat sudut pengambilan gambar yang berbeda-beda.
Setelah selesai pengambilan gambar, barulah kami makan. hahahah.

Belum lagi jika sedang melakukan kegiatan lain. Seperti berbelanja misalnya. Semua prosesnya aku abadikan dengan foto-foto dulu (karena, siapa tahu kelak foto-foto itu berguna untuk bahan tulisanku di blog nanti).

ini foto step by step bayar barang di kasir komputer yang ada di Sydney

Dan ini, adalah bagian dari menciptakan peluangku sendiri sebagai seorang blogger.

Jika sudah begitu, maka ada dua pihak yang selalu harus dilimpahi rasa terima kasih: yaitu suamiku dan anak-anakku. Karena mereka senantiasa sabar dan pengertian.

Ah. Sebuah Pernikahan itu memang senantiasa ... ada manis-manisnya gitu. Selalu.
------------------------------

Tulisan ini diikut sertakan dalam: Giveaway Cerita di Balik Blog



10 komentar

  1. Aku suka kata-kata "masih seperti remaja meski sudah sama-sama lanjut usia"...terlihat ada semangat hidup disana. Aku selalu suka liat kebersamaan keluarga mb Ade...

    BalasHapus
  2. byk kesibukan tp ya disempet2tin buat nulis

    BalasHapus
  3. Seneng ya mbak kalo dapet dukungan sari suamai dan anak2 :)

    BalasHapus
  4. dan ngeblog memang membuat hidup lebih seru :)...good luck mba adeeee :)

    BalasHapus
  5. Serunyaa..ttp ya kalo mbak ade selalu penuh kemesraan...ttp semangat menuliz ya mbaKk

    BalasHapus
  6. Huehe, ini ibu-ibu gaul banget nih :D

    BalasHapus
  7. Keren dan beruntung karena saling dukung kegiatan..

    BalasHapus
  8. Hehehehe sama kyak saya tuh yang bagian terakhir, kegiatan apa ajah di luar rumah pasti didokumentasikan, bener tuh siapa tau ntar bisa buat bahan postingan.

    BalasHapus
  9. Mba Ade, makasih banyak ya sudah berkenan ikutan GAku ini, good luck :)

    BalasHapus