[Lifestyle] Jika kalian seorang yang memang pada dasarnya introvert, terus saat pandemi COVID 19 ini mewabah dan Pemerintah menerapkan aturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dimana salah satunya adalah menghimbau agar semua orang berdiam di rumah saja, maka aturan untuk #diamdirumahsaja ini pasti bukan sesuatu yang istimewa ya. Karena memang pada dasarnya kalian adalah "orang rumahan". Kalian malah menikmati berdiam diri di rumah karena memang tidak menyukai pergi keluar rumah.
Nah. Kebetulan, aku bukan seorang introvert. Aku seorang ekstrovert. Dan aku akan membagi tips gimana caranya agar betah di rumah saja.
Dari sini, aku memastikan bahwa aku termasuk orang yang ekstrovert.
Itu sebabnya di blog ini aku sering sekali menulis bahwa setiap mendekati weekend, aku sudah sengaja tidak memasak di rumahku. Karena aku memang ingin segera makan di luar saja, tidak mau makan di rumah lagi.
Dan ketika ada kesempatan untuk bertemu dengan orang lain, berbicara dengan mereka, atau melakukan interaksi lainnya dengan orang lain, rasanya aku seperti baru di charge lagi. Kepala terasa lebih fresh dan hati lebih riang.
Sebelum Pandemi Covid 19 muncul, aku sudah membuat waktu-waktu tertentu dimana aku bisa bertemu dengan orang lain. HARUS. Karena jika tidak bertemu dengan orang lain, rasanya kepalaku berasap. Jadi mudah emosi dan sensi serta baperan. Hehehe. Itu sebabnya aku punya jadwal dalam sepekan dimana aku bisa bertemu dengan orang lain dan meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan mereka. Yaitu setiap Rabu, Kamis, Jumat pagi. Baik untuk acara kegiatan umum maupun kegiatan keagamaan. Terus, gimana urusannya ketika diberlakukan PSBB dengan tajuk harus #dirumahsaja ?
Hmm. Hayoo... siapa yang mulai merasa puyeng karena sudah sebulan lebih berada di rumah saja dan tidak boleh sering-sering keluar rumah kecuali untuk berbelanja kebutuhan pokok sehari-hari?
Ini dia tipsnya:
Jangan ngeluh, jangan iri dengan orang lain, nggak usah cepat baper ketika melihat orang lain yang terlihat lebih asyik. Mari bersikap #bodoamat .
Terus, akhirnya aku jadi tahu bahwa passion ku sejak dulu itu sebenarnya adalah menjahit. Alhamdulillah ya, setiap kali mulai duduk di depan mesin jahit lalu mulai bikin pola, lanjut mengguntingnya, lalu menjahitnya agar jadi sesuatu itu, hatiku terasa senang sekali. Penuh semangat untuk melakukannya.
Passion ku yang lain adalah, main game. hahahaha. Ini mah dari dulu ya, susah sekali untuk benar-benar lepas dari bermain game. Dan akhirnya, suami dan anak-anak maklum sih.
Kalau kata anakku yang sulung : "Sudah, kamu lebih baik lihat ibu main game atau lihat ibu jahit? Ya sudah, biarin saja. Biar ibu terbakar energinya daripada cuma nonton drakor doang."
Padahal hal ya, menonton film atau drama asia itu termasuk juga hobi ku yang lain.
Aku berusaha menikmati hidup dengan cara tidak memberi kewajiban untuk diri sendiri. Prinsipku tuh, beusaha maksimal tapi nggak mikirin hasilnya sih. Yang penting bahagia melakukannya. Sudah.
Dah itulah tips betah di rumah a la ade anita.
Nah. Kebetulan, aku bukan seorang introvert. Aku seorang ekstrovert. Dan aku akan membagi tips gimana caranya agar betah di rumah saja.
Apa itu Extrovert dan introvert, mungkin bisa dilihat dari inforgrafis di bawah ini nih.
credit foto: https://positivepsychology.com/introversion-extroversion-spectrum/ |
Dari artikel yang aku baca di atas (keterangan lebih lanjut dari infografis di atas, alias artikel berjudul Introvert vs Extrovert: A Look at the Spectrum and Psychology,
Elaine Houston, B.Sc., Honors, di web https://positivepsychology.com/introversion-extroversion-spectrum/), ternyata ada 11 fakta dari introvert dan ekstrovert. Fyi, Elaine Houston is a positive psychology researcher and writer with a B.Sc. with honors in Behavioral Science, disebutkan tentang 11 Fakta seputar Ekstrovert dan Introvert dan juga tentang Ambivert, yaitu sifat di antara sifat esktrovert dan introvert.
11 Fakta Seputar Ekstrovert dan Introvert yang perlu diketahui:
1. Introverts are more likely to locate their “real me” (the essence of who they really are) on the Internet, while extroverts locate their “real me” through more traditional social interactions. Amichai-Hamburger, Wainapel, & Fox (2002) emphasized the importance of expressing the “real me”, describing it as a crucial life skill. Those who cannot express their “real me” are prone to suffer from serious psychological disorders. It is thought that the social services provided on the Internet represent an avenue for introverted personalities to form social contacts.
(Introvert lebih cenderung menemukan "saya yang sebenarnya" mereka (esensi dari siapa mereka sebenarnya) di Internet, sementara ekstrovert menemukan "saya yang sebenarnya" mereka melalui interaksi sosial yang lebih tradisional. Amichai-Hamburger, Wainapel, & Fox (2002) menekankan pentingnya mengekspresikan "aku yang sebenarnya", menggambarkannya sebagai keterampilan hidup yang penting. Mereka yang tidak bisa mengungkapkan "aku yang sebenarnya" mereka cenderung menderita gangguan psikologis serius. Diperkirakan bahwa layanan sosial yang disediakan di Internet merupakan jalan bagi kepribadian introvert untuk membentuk kontak sosial.)
2. Heavy social media users (those who spend more than two hours daily) are seen by themselves and others as more outgoing and extroverted (Harbaugh, 2010).
(Pengguna media sosial yang berat (mereka yang menghabiskan lebih dari dua jam setiap hari) dilihat oleh mereka sendiri dan orang lain sebagai lebih terbuka dan ekstrover (Harbaugh, 2010)).
3. Introverts and extroverts respond differently to types of workplace training. O’Connor, Gardiner, & Watson (2016) revealed a relationship between levels of extroversion and training type – specifically ideation skills training (focusing on idea generation) vs. relaxation training (focusing on opening the mind and removing mental barriers). Their study suggested relaxation training is particularly beneficial for introverts whereas ideation skill training is more effective for extroverts.
(Introvert dan ekstrovert merespons secara berbeda jenis pelatihan di tempat kerja. O’Connor, Gardiner, & Watson (2016) mengungkapkan hubungan antara tingkat ekstroversi dan jenis pelatihan - khususnya pelatihan keterampilan ideation (fokus pada generasi ide) vs pelatihan relaksasi (fokus pada membuka pikiran dan menghilangkan hambatan mental). Studi mereka menyarankan pelatihan relaksasi sangat bermanfaat bagi para introvert, sedangkan pelatihan keterampilan ide lebih efektif bagi para ekstrovert.)
4. Extroverts are more likely to prefer immediate rewards. Hirsh, Guindon, Morisano, & Peterson (2010) suggested that extroverts are particularly sensitive to impulsive, incentive-reward-driven behaviors and are more likely to be involved in extreme sports and other risk-taking behaviors.
(Ekstrovert lebih cenderung memilih hadiah langsung. Hirsh, Guindon, Morisano, & Peterson (2010) mengemukakan bahwa ekstrovert sangat sensitif terhadap perilaku impulsif, didorong oleh insentif, dan lebih cenderung terlibat dalam olahraga ekstrem dan perilaku pengambilan risiko lainnya.)
5. When interacting with synthesized voice-mediated human-computer interfaces and VR systems we prefer synthesized extrovert/introvert voices that suit the context. Min Lee & Nass (2003) suggested individuals feel stronger social presence when stereotypically introverted roles are represented by an introverted computer voice, in a library for example, rather than when they are represented by an extroverted voice. In situations where socially present virtual actors are desirable, in sales and marketing, for example, selected voices should clearly manifest extroversion.
(Saat berinteraksi dengan antarmuka manusia-komputer dan sistem VR yang disintesis suara yang disintesis, kami lebih memilih suara ekstrovert / introvert yang disintesis yang sesuai dengan konteksnya. Min Lee & Nass (2003) menyarankan individu merasakan kehadiran sosial yang lebih kuat ketika peran stereotip introvert diwakili oleh suara komputer introvert, di perpustakaan misalnya, daripada ketika mereka diwakili oleh suara ekstrovert. Dalam situasi di mana aktor virtual yang hadir secara sosial diinginkan, dalam penjualan dan pemasaran, misalnya, suara yang dipilih harus jelas menunjukkan ekstroversi.)
6. Introverts and extroverts prefer different leisure activities. Diener, Larson, & Emmons (1984) suggested extroverts are more likely to participate in social leisure activities. Conversely, introverts are more likely to participate in solitary leisure activities.
(Introvert dan ekstrovert lebih menyukai aktivitas waktu luang yang berbeda. Diener, Larson, & Emmons (1984) mengemukakan ekstrovert lebih cenderung untuk berpartisipasi dalam kegiatan rekreasi sosial. Sebaliknya, introvert lebih cenderung untuk berpartisipasi dalam kegiatan rekreasi.)
7. Extroverts and introverts have very different verbal styles. Beukeboom, Tanis, & Vermeulen (2012) investigated the link between extroversion and language abstraction, they discovered that extroverts tend to talk in more abstract terms whereas introverts are more likely to focus on concrete facts.
(Orang ekstrovert dan introvert memiliki gaya verbal yang sangat berbeda. Beukeboom, Tanis, & Vermeulen (2012) menyelidiki hubungan antara ekstroversi dan abstraksi bahasa, mereka menemukan bahwa ekstrovert cenderung berbicara dalam istilah yang lebih abstrak sedangkan introvert lebih cenderung fokus pada fakta konkret.)
8. Extroverts are more likely to be achievement oriented and have learning styles that promote group activities. Codish & Ravid (2014) examined the personality trait of extroversion and how individuals with high levels of extroversion and introversion perceive different game mechanics in a gamification setting (the application of gaming elements, such as a point system or leaderboard, in other activities). Their findings suggested that extroverts prefer talking out loud, and learning through interactions. Introverts on the other hand prefer to reflect first and act later, work privately and present their work in a way that lets them keep their privacy, preferring intermittent communication rather than a constant flow.
(Ekstrovert lebih cenderung berorientasi pada prestasi dan memiliki gaya belajar yang mempromosikan kegiatan kelompok. Codish & Ravid (2014) meneliti sifat kepribadian dari ekstroversi dan bagaimana individu dengan tingkat ekstroversi dan introversi yang tinggi memandang mekanisme permainan yang berbeda dalam pengaturan gamifikasi (aplikasi elemen permainan, seperti sistem poin atau papan peringkat, dalam kegiatan lainnya). Temuan mereka menunjukkan bahwa ekstrovert lebih suka berbicara dengan suara keras, dan belajar melalui interaksi. Sebaliknya, para introvert lebih memilih untuk berefleksi terlebih dahulu dan bertindak kemudian, bekerja secara pribadi dan mempresentasikan pekerjaan mereka dengan cara yang memungkinkan mereka menjaga privasi mereka, lebih memilih komunikasi yang terputus-putus daripada aliran yang konstan.)
9. Ambiverts tend to perform better on IQ tests. Research into the relationship between intelligence test performance and personality dimensions suggest that the moderate levels of extroversion displayed by ambivert personalities perform significantly better on both verbal and performance measures of the Wechsler Adult Intelligence Scale (Stough, Brebner, Nettelbeck, Cooper, Bates, & Mangan, 1996).
(Ambiver cenderung berkinerja lebih baik pada tes IQ. Penelitian mengenai hubungan antara kinerja tes kecerdasan dan dimensi kepribadian menunjukkan bahwa tingkat ekstroversi moderat yang ditunjukkan oleh kepribadian ambivert berkinerja lebih baik pada ukuran verbal dan kinerja Skala Kecerdasan Dewasa Wechsler (Stough, Brebner, Nettelbeck, Cooper, Bates, & Mangan , 1996).)
10. Introverted learners use a greater range of metacognitive and cognitive strategies than extroverted learners. Naci-Kayaoglu (2013) investigated the link between extroversion and language-learning strategies. The results indicate that introverts consciously employ goal-oriented specific behaviors to ease the acquisition, retrieval, storage, and use of information for both comprehension and production and extroverted learners used more interpersonal communication strategies.
(Pembelajar yang introvert menggunakan strategi metakognitif dan kognitif yang lebih luas daripada pembelajar yang ekstrovert. Naci-Kayaoglu (2013) menyelidiki hubungan antara ekstroversi dan strategi pembelajaran bahasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa introvert secara sadar menggunakan perilaku spesifik yang berorientasi pada tujuan untuk memudahkan perolehan, pengambilan, penyimpanan, dan penggunaan informasi untuk pemahaman dan produksi dan pembelajar yang ekstrovert menggunakan lebih banyak strategi komunikasi antarpribadi.)
11. Extroverts show superior performance in learning tasks when rewarded. Pickering, Corr, Powell, Kumari, Thornton, & Gray (1995) suggest that dopamine responsivity encourages sensitivity to rewards in extroverts, while introverts exhibit greater sensitivity to punishment.
(Ekstrovert menunjukkan kinerja yang unggul dalam tugas belajar ketika dihargai. Pickering, Corr, Powell, Kumari, Thornton, & Gray (1995) mengemukakan bahwa responsivitas dopamin mendorong sensitivitas terhadap penghargaan pada ekstrovert, sementara introvert menunjukkan sensitivitas yang lebih besar terhadap hukuman.)
Dari sini, aku memastikan bahwa aku termasuk orang yang ekstrovert.
Itu sebabnya di blog ini aku sering sekali menulis bahwa setiap mendekati weekend, aku sudah sengaja tidak memasak di rumahku. Karena aku memang ingin segera makan di luar saja, tidak mau makan di rumah lagi.
Dan ketika ada kesempatan untuk bertemu dengan orang lain, berbicara dengan mereka, atau melakukan interaksi lainnya dengan orang lain, rasanya aku seperti baru di charge lagi. Kepala terasa lebih fresh dan hati lebih riang.
Sebelum Pandemi Covid 19 muncul, aku sudah membuat waktu-waktu tertentu dimana aku bisa bertemu dengan orang lain. HARUS. Karena jika tidak bertemu dengan orang lain, rasanya kepalaku berasap. Jadi mudah emosi dan sensi serta baperan. Hehehe. Itu sebabnya aku punya jadwal dalam sepekan dimana aku bisa bertemu dengan orang lain dan meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan mereka. Yaitu setiap Rabu, Kamis, Jumat pagi. Baik untuk acara kegiatan umum maupun kegiatan keagamaan. Terus, gimana urusannya ketika diberlakukan PSBB dengan tajuk harus #dirumahsaja ?
Hmm. Hayoo... siapa yang mulai merasa puyeng karena sudah sebulan lebih berada di rumah saja dan tidak boleh sering-sering keluar rumah kecuali untuk berbelanja kebutuhan pokok sehari-hari?
Aku punya tips agar betah di rumah saja nih. Benar-benar betah berada di rumah saja meski kalian sebenarnya seorang yang ekstrovert dan jika tidak bertemu orang lain selain keluarga membuat kepala kalian mulai terasa bertanduk.
Ini dia tipsnya:
TIPS Betah di Rumah A La Ade Anita
1. Dinikmati saja.
Hehehe. Ini benar nih.Jangan ngeluh, jangan iri dengan orang lain, nggak usah cepat baper ketika melihat orang lain yang terlihat lebih asyik. Mari bersikap #bodoamat .
2. Punya banyak hobbi untuk dikerjakan di rumah.
Yes. Semakin lama berada di rumah, aku jadi semakin yakin bahwa passion ku yang sesungguhnya bukan memasak. Hahahaha.... tapi memasak itu kan sebuah kewajiban ya jika kita di rumah. Jadi ya sudah, lihat point pertama : dinikmati saja.Terus, akhirnya aku jadi tahu bahwa passion ku sejak dulu itu sebenarnya adalah menjahit. Alhamdulillah ya, setiap kali mulai duduk di depan mesin jahit lalu mulai bikin pola, lanjut mengguntingnya, lalu menjahitnya agar jadi sesuatu itu, hatiku terasa senang sekali. Penuh semangat untuk melakukannya.
Passion ku yang lain adalah, main game. hahahaha. Ini mah dari dulu ya, susah sekali untuk benar-benar lepas dari bermain game. Dan akhirnya, suami dan anak-anak maklum sih.
Kalau kata anakku yang sulung : "Sudah, kamu lebih baik lihat ibu main game atau lihat ibu jahit? Ya sudah, biarin saja. Biar ibu terbakar energinya daripada cuma nonton drakor doang."
Padahal hal ya, menonton film atau drama asia itu termasuk juga hobi ku yang lain.
3. Rayu suami agar menyediakan layanan internet dan saluran hiburan di rumah.
Yes, ini banget. Penting dan kudu. Karena lewat internet kita bisa mencoba berbagai hal: ngeblog, dengerin musik, nonton film, nonton drama, ber-media sosial, dan sebagainya.4. Rayu suami agar menyediakan laptop, gadget dan handphone.
Hahaha. Bener apa bener coba yang nomor 4 ini?5. Jangan memberi kewajiban pada diri sendiri.
Nah. Ini nih. Sesuatu yang awalnya kita suka melakukannya, ketika ada kewajiban untuk melakukannya setiap hari di waktu tertentu, cepat atau lambat pasti akan mengurangi kadar rasa suka kita pada sesuatu tersebut lalu tiba-tiba, malah nggak suka lagi.Aku berusaha menikmati hidup dengan cara tidak memberi kewajiban untuk diri sendiri. Prinsipku tuh, beusaha maksimal tapi nggak mikirin hasilnya sih. Yang penting bahagia melakukannya. Sudah.
6. Lupakan target, enjoy every single moment.
Ayolah, jangan terlalu banyak pemikiran yang bikin hidup jadi terasa lebih ruwet. Jangan lupa bahagia teman, jangan lupa bahagia.Dah itulah tips betah di rumah a la ade anita.
"Physical distancing atau jaga jarak adalah cara paling ampuh dan terbukti mampu mencegah tersebarnya penularan virus COVID 19. Jika tidak terlalu penting, lebih baik diam di rumah; kenakan masker jika keluar rumah, rajin cuci tangan, dan jaga kesehatan dengan memakan makanan bergizi agar terbentuk imunitas dalam tubuh kita; adalah cara kita membantu Indonesia agar segera terbebas dari penyebaran dan penularan virus COVID 19"
Tidak ada komentar