[Lifestyle] Hari ini. sudah 37 hari anak-anak dan suami mengerjakan segala sesuatunya dari rumah karena pandemi covid 19 yang merebak di Indonesia, khususnya DKI Jakarta.
Saat ini saja, tanggal 21 april 2020, sudah jatuh korban sebanyak 7135 kasus covid 19 yang terkonfirmasi diidap oleh seseorang di Indonesia.
Selama berjangkit pandemi Covid 19 ini, ada banyak kegiatan yang dialihkan untuk dikerjakan di rumah saja. Tentu saja ada suka dukanya.
Dukanya, apalagi jika bukan bosan dan pingin jalan-jalan keluar rumah.
Sukanya, nah ini. Rasa suka itu kan lahir dari rasa bersyukur ya. Jadi selama terus menghadirkan rasa syukur di dalam hati maka semuanya terasa suka semua.
Dan putriku, yang tahun ini akan mengikuti ujian akhir, tahun ini secara resmi Ujian Nasional sudah dihapuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem.
Aduhhh..... aku termasuk orang tua murid yang spontan tidak setuju dengan usulan ini.
Mengapa? Karena, sejak awal masuk sekolah, kami bukan keluarga yang mengejar prestasi saban tahun. Jadi, cara belajarnya ya santai dan dinikmati. Akibatnya, nilainya ya juga pada santuy-santuy gitu deh. Kami pikir, nanti saja di kelas terakhir akan mengejar semua ketertinggalan di kelas sebelumnya. Itu sebabnya anak diikut sertakan di kelas bimbel ketika mereka tiba di jenjang terakhir pendidikan dasar mereka. Terus, kalau tiba-tiba ternyata nilai rapot yang santuy itu dijadikan patokan keberhasilan seseorang, waduh... ya ambyar !
Syukurlah sepertinya banyak pihak yang memberikan respon seperti aku. Jadi, sekolah putriku termasuk sekolah yang menerapkan ujian sekolah deh. Alhamdulillah.
Lalu, bagaimana cara putriku menerapkan sistem belajar dari rumah selama pandemi Covid 19 ini? Ternyata ya santuy sih. Hahaha.
Pakai daster, dia buka laptop di atas tempat tidurnya, sambil dengerin musik.
Cara belajar siswa memang mengalami perubahan dalam kehidupan keseharian, khususnya cara belajar mengajar para siswa di Jakarta (tempat tinggalku saat ini, yang masuk zona merah Covid 19 sehingga Gubernur Anis Baswedan menerapkan aturan untuk #workfromhome dan #schoolfromhome).
Bukan hanya dari cara belajar yang dilakukan di rumah, tapi juga ujian pun dilakukan secara online di rumah-rumah.
Perbedaannya antara cara belajar konvensional di sekolah dengan cara belajar sistem online adalah, pada keterlibatan guru yang mendampingi siswa.
Pada cara belajar sistem online, wali kelaslah yang akhirnya terlibat aktif setiap hari mendampingi para siswa. Mulai dari melakukan absen setiap pagi, lalu secara kolektif melakukan tatap muka dengan para murid-muridnya.
Ada 2 media yang digunakan oleh para wali kelas untuk melakukan tatap muka dengan para murid, yaitu dengna aplikasi ZOOM atau dengan menggunakan Google Meet. Adapun untuk kelas daring atau kelas online, belajar mengajar menggunakan media google classroom.
Bagaimana penerapannya? Yaitu, guru yang mengajar mata pelajaran tertentu, membuat soal yang harus dikerjakan oleh para siswanya. Setelah soal diberikan, siswa harus mendownload soal tersebut dan wali kelas meninggalkan muridnya untuk mengerjakan soal tersebut secara offline. Pertemuan online pun berhenti. Dengan begitu, bisa lebih menghemat kuota internet.
Jika siswa menemukan soal yang tidak dia mengerti, maka soal yang terasa sulit tersebut disimpan dulu. Nanti, setelah waktu mengerjakan soal selesai (umumnya disesuaikan dengan jam pelajaran; waktu mengerjakan soal adalah di jam pertama, sedangkan jam kedua mata pelajaran tersebut adalah waktunya untuk bertanya soal yang sulit) maka pertemuan secara online dilakukan kembali.
Berikut ini adalah foto dari teman putriku ketika sedang belajar dengan cara daring dari rumah selama Pandemi COVID 19 ini.
Dengan cara seperti ini, sebenarnya tanpa terasa, kita sedang mempersiapkan anak-anak kita memasuki era internet yang luar biasa menguasai segala sendi kehidupan kita di keseharian.
Terasa nggak sih?
Dalam hal ini, peranan guru, menjadi sesuatu yang tidak terlalu mendominasi pemberian transfer ilmu pengetahuan lagi. Karena, ketika seorang anak mengerjakan soal yang diberikan, mereka menemukan sebuah fenomena yang berbeda. Yaitu kenyataan bahwa jawaban dari soal yang sulit tidak perlu lagi ditanyakan pada guru mereka jika ingin jawaban yang lebih cepat, dan lebih cocok dengan gaya mereka memahami sesuatu. Karena di internet, ternyata mereka bisa memperoleh jawaban dari pihak-pihak lain.
Itu sebabnya, selama mendampingi anakku belajar daring, aku sering merasa kasihan pada guru-guru yang gagap teknologi atau kesulitan memanfaatkan teknologi internet. Karena, sebenarnya, kondisi mereka jadi terlihat "tidak memenuhi standar sebagai guru yang ditiru dan ditimba ilmunya".
Dalam hal ini, peranan orang tua dalam mendampingi para siswa adalah, mengingatkan anak agar tetap menghormati para orang tua, dalam hal ini termasuk guru, karena pada jamannya para orang tua ini pernah menguasai ilmu pengetahuan lebih dahulu dari mereka, hanya saja saat ini mungkin ilmunya belum bertambah lagi. Tapi hormat pada orang tua dan guru harus tetap ditegakkan.
Karena sisi buruk dari belajar metode daring selama pandemi COVID 19 ini berlangsung dimana seluruh siswa belajar #dirumahsaja adalah, tercerabutnya kebutuhan siswa untuk bertemu dengan orang lain di luar keluarganya hingga siswa kehilangan kesempatan untuk hidup bermasyarakat secara normal. Jika tidak didampingi dan dibiarkan sendiri, siswa rawan lupa bahwa dia tidak hanya hidup sendiri saja di tengah masyarakat. Tapi hidup bersama orang lain. Jadi, tetap harus menghormati dan menghargai keberadaan orang lain yang ada di sekitar mereka, meski orang lain itu adalah orang yang terpisah jauh dan hanya terhubung lewat internet saja. Apalagi orang lain yang ada di dekat mereka seperti serumah.
Iya nggak sih?
Saat ini saja, tanggal 21 april 2020, sudah jatuh korban sebanyak 7135 kasus covid 19 yang terkonfirmasi diidap oleh seseorang di Indonesia.
credit foto: copas dari wikipedia tanggal 21 april 2020, pukul 18:47 |
Selama berjangkit pandemi Covid 19 ini, ada banyak kegiatan yang dialihkan untuk dikerjakan di rumah saja. Tentu saja ada suka dukanya.
Dukanya, apalagi jika bukan bosan dan pingin jalan-jalan keluar rumah.
Sukanya, nah ini. Rasa suka itu kan lahir dari rasa bersyukur ya. Jadi selama terus menghadirkan rasa syukur di dalam hati maka semuanya terasa suka semua.
Dan putriku, yang tahun ini akan mengikuti ujian akhir, tahun ini secara resmi Ujian Nasional sudah dihapuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem.
"Setelah kami pertimbangkan dan diskusi dengan Presiden dan instansi di luar kami putuskan membatalkan Ujian Nasional 2020," ucap Nadiem di Jakarta, Selasa (24/3/2020).
"Alasan nomor satu prinsip dasar Kemendikbud adalah keamanan dan kesehatan siswa-siswa kita dan keamanan keluarga siswa-siswa itu, kalau melakukan UN di dalam tempat-tempat pengujian bisa menimbulkan risiko kesehatan," kata Nadiem.
"Bukan hanya siswa-siswa, tapi juga keluarga dan kakek nenek karena jumlah sangat besar 8 juta yang tadinya dites UN. Tidak ada yang lebih penting daripada keamanan dan kesehatan siswa dan keluarga, sehingga UN dibatalkan untuk 2020," kata dia.
Selain itu, ujian nasional sudah tidak lagi sebagai syarat kelulusan ataupun syarat seleksi masuk ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, UN dihapus tidak terlalu berdampak terhadap pendidikan di Indonesia.Rada kesal sebenarnya dengan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini. Jujur. Mengingat persiapan jelang ujian nasional yang sudah dipersiapkan. Lalu tiba-tiba keluar penghapusan ujian nasional. Yang parahnya, karena ada usulan untuk menggunakan nilai rapot 5 semester untuk prasyarat nilai guna diterima di jenjang sekolah berikutnya.
"Kita juga sudah tahu UN bukan untuk syarat kelulusan atau syarat seleksi masuk jenjang pendidikan tinggi. Saya rasa di Kemendikbud, lebih banyak risikonya dari pada benefit untuk lanjutkan UN," ucapnya. (sumber berita: https://www.liputan6.com/news/read/4210105/2-alasan-un-2020-dihapus )
Aduhhh..... aku termasuk orang tua murid yang spontan tidak setuju dengan usulan ini.
Mengapa? Karena, sejak awal masuk sekolah, kami bukan keluarga yang mengejar prestasi saban tahun. Jadi, cara belajarnya ya santai dan dinikmati. Akibatnya, nilainya ya juga pada santuy-santuy gitu deh. Kami pikir, nanti saja di kelas terakhir akan mengejar semua ketertinggalan di kelas sebelumnya. Itu sebabnya anak diikut sertakan di kelas bimbel ketika mereka tiba di jenjang terakhir pendidikan dasar mereka. Terus, kalau tiba-tiba ternyata nilai rapot yang santuy itu dijadikan patokan keberhasilan seseorang, waduh... ya ambyar !
Syukurlah sepertinya banyak pihak yang memberikan respon seperti aku. Jadi, sekolah putriku termasuk sekolah yang menerapkan ujian sekolah deh. Alhamdulillah.
Lalu, bagaimana cara putriku menerapkan sistem belajar dari rumah selama pandemi Covid 19 ini? Ternyata ya santuy sih. Hahaha.
Pakai daster, dia buka laptop di atas tempat tidurnya, sambil dengerin musik.
COVID 19 yang Mengubah Cara Belajar Siswa
Cara belajar siswa memang mengalami perubahan dalam kehidupan keseharian, khususnya cara belajar mengajar para siswa di Jakarta (tempat tinggalku saat ini, yang masuk zona merah Covid 19 sehingga Gubernur Anis Baswedan menerapkan aturan untuk #workfromhome dan #schoolfromhome).
Bukan hanya dari cara belajar yang dilakukan di rumah, tapi juga ujian pun dilakukan secara online di rumah-rumah.
Perbedaannya antara cara belajar konvensional di sekolah dengan cara belajar sistem online adalah, pada keterlibatan guru yang mendampingi siswa.
Pada cara belajar sistem online, wali kelaslah yang akhirnya terlibat aktif setiap hari mendampingi para siswa. Mulai dari melakukan absen setiap pagi, lalu secara kolektif melakukan tatap muka dengan para murid-muridnya.
Ada 2 media yang digunakan oleh para wali kelas untuk melakukan tatap muka dengan para murid, yaitu dengna aplikasi ZOOM atau dengan menggunakan Google Meet. Adapun untuk kelas daring atau kelas online, belajar mengajar menggunakan media google classroom.
Bagaimana penerapannya? Yaitu, guru yang mengajar mata pelajaran tertentu, membuat soal yang harus dikerjakan oleh para siswanya. Setelah soal diberikan, siswa harus mendownload soal tersebut dan wali kelas meninggalkan muridnya untuk mengerjakan soal tersebut secara offline. Pertemuan online pun berhenti. Dengan begitu, bisa lebih menghemat kuota internet.
Jika siswa menemukan soal yang tidak dia mengerti, maka soal yang terasa sulit tersebut disimpan dulu. Nanti, setelah waktu mengerjakan soal selesai (umumnya disesuaikan dengan jam pelajaran; waktu mengerjakan soal adalah di jam pertama, sedangkan jam kedua mata pelajaran tersebut adalah waktunya untuk bertanya soal yang sulit) maka pertemuan secara online dilakukan kembali.
Berikut ini adalah foto dari teman putriku ketika sedang belajar dengan cara daring dari rumah selama Pandemi COVID 19 ini.
Dengan cara seperti ini, sebenarnya tanpa terasa, kita sedang mempersiapkan anak-anak kita memasuki era internet yang luar biasa menguasai segala sendi kehidupan kita di keseharian.
Terasa nggak sih?
Dalam hal ini, peranan guru, menjadi sesuatu yang tidak terlalu mendominasi pemberian transfer ilmu pengetahuan lagi. Karena, ketika seorang anak mengerjakan soal yang diberikan, mereka menemukan sebuah fenomena yang berbeda. Yaitu kenyataan bahwa jawaban dari soal yang sulit tidak perlu lagi ditanyakan pada guru mereka jika ingin jawaban yang lebih cepat, dan lebih cocok dengan gaya mereka memahami sesuatu. Karena di internet, ternyata mereka bisa memperoleh jawaban dari pihak-pihak lain.
Itu sebabnya, selama mendampingi anakku belajar daring, aku sering merasa kasihan pada guru-guru yang gagap teknologi atau kesulitan memanfaatkan teknologi internet. Karena, sebenarnya, kondisi mereka jadi terlihat "tidak memenuhi standar sebagai guru yang ditiru dan ditimba ilmunya".
Dalam hal ini, peranan orang tua dalam mendampingi para siswa adalah, mengingatkan anak agar tetap menghormati para orang tua, dalam hal ini termasuk guru, karena pada jamannya para orang tua ini pernah menguasai ilmu pengetahuan lebih dahulu dari mereka, hanya saja saat ini mungkin ilmunya belum bertambah lagi. Tapi hormat pada orang tua dan guru harus tetap ditegakkan.
Selain itu, peranan orang tua ketika mendampingi para siswa yang bisa jadi lebih berkembang pesat pertambahan ilmu pengetahuannya karena sistem belajar daring ini, adalah mengajarkan anak agar tetap memiliki karakter sopan, peduli para orang lain, dan tahu apa prioritas yang harus dia kerjakan saat ini.
Karena sisi buruk dari belajar metode daring selama pandemi COVID 19 ini berlangsung dimana seluruh siswa belajar #dirumahsaja adalah, tercerabutnya kebutuhan siswa untuk bertemu dengan orang lain di luar keluarganya hingga siswa kehilangan kesempatan untuk hidup bermasyarakat secara normal. Jika tidak didampingi dan dibiarkan sendiri, siswa rawan lupa bahwa dia tidak hanya hidup sendiri saja di tengah masyarakat. Tapi hidup bersama orang lain. Jadi, tetap harus menghormati dan menghargai keberadaan orang lain yang ada di sekitar mereka, meski orang lain itu adalah orang yang terpisah jauh dan hanya terhubung lewat internet saja. Apalagi orang lain yang ada di dekat mereka seperti serumah.
Iya nggak sih?
Tidak ada komentar