Surat Cinta 1: Dear Hati

[Keluarga]

Dear Hati, 

Apakah kau mendengar suara salam: Assalamu'alaikum?

Suara salam itulah yang aku dengar siang ini ketika mukenah baru saja aku kenakan di tubuhku. Awalnya aku tidak mendengar. Karena mulutku sibuk berceloteh mengobral obrolan dengan anak-anakku. Riuh rendah suara tawa memenuhi seluruh isi ruangan. Mana bisa aku mendengar suara sesayup sampai yang terbawa oleh angin yang sore yang sebentar lagi akan menggantang hujan?


Lalu suara salam itu terdengar lagi.
Kali ini anak-anakku yang mendengarnya dan mereka memberitahuku.
Aku berlari menuju ke pintu.



Dear Hati,

Tahukah kamu siapa yang berdiri di muka pintu pagar rumahku?
Dia adalah seorang ibu muda yang memiliki kulit wajah sawo matang. Tapi siang itu, warna sawo matang di wajahnya terlihat begitu pucat.
Ada raut kesedihan di wajahnya.
Bibirnya mengering, dan bola matanya tidak bersinar.

"Bu, ini kami dari RT setempat. Ibu ini minta ditemani untuk keliling kampung guna mengumpulkan sumbangan dari warga. Anaknya sakit."

"Oh. Sakit apa?"

Hati.... aku tahu pertanyaanku ini tidak sopan aku lontarkan ketika aku berhadapan dengan wajah muram di hadapanku itu. Tapi aku tidak bisa menyembunyikan rasa ingin tahuku. Ibu muda yang berwajah muram di hadapanku tidak dapat menjawab pertanyaanku. Dia malah menunduk dan mulai menangis tersedu. Akhirnya pertanyaanku dijawab oleh Bu RT.

"Ini bu Ade. Anak ibu ini sakit. Ituloh bu, yang kepalanya membesar gitu."

Perlahan, Bu RT mengeluarkan beberapa lembar foto. Di sana aku bisa melihat seorang anak seusia putri bungsuku yang sedang tergeletak dengan beberapa selang infus di kepalanya. Tubuhnya kurus tapi kepalanya membesar sehingga melebihi lebar bahunya.

"Subhanallah. Kenapa ini bu anaknya?"

Ah, Hati. Aku benar-benar tidak dapat menahan rasa ingin tahuku yang makin membesar. Isak ibu muda di hadapanku mulai mereda. Dia menyeka air mataku dan melihat foto anaknya. Perlahan, suaranya terbata mulai menjelaskan padaku.

"Anak saya main bola bu. Tapi lalu terjatuh. Dan entah mengapa dia mengeluh pusing, lalu kata dokter ada cairan di dalam otaknya yang keluar dari pembuluhnya. Dan cairan itu mulai berkumpul dan menyebabkan kepalanya membesar. Jadi harus disedot keluar."

"Oh. Sudah mengurus Gakin bu?" Aku mulai membaca beberapa lembar surat pengantar dari RS Fatmawati yang disodorkan oleh Bu RT. Isinya surat keterangan penyakitnya, dan beberapa lembar lagi yang tidak aku baca karena banyak.

"Tidak. Saya menggunakan Kartu Menuju Sehat bu. Tapi tidak diganti semua pengobatan yang harus dilakukan oleh anak saya. Yang diganti hanya maksimal 75%. Sisanya harus diusahakan sendiri, tapi saya dan suami sudah tidak punya uang lagi." Lalu isak tangis mulai terdengar lagi.

Hati... apakah kamu ikut terenyuh mendengarnya?
Aku tahu, ini tanggal tua. Uang di tangan tidak tersisa banyak. Jadi mari ikhlas.

Dear Hati,

Aku bisa merasakan kesedihan yang menggayut di dalam hati ibu itu. Mungkin karena aku juga seorang ibu. Ibu mana yang tidak sedih hatinya ketika mendapatkan buah hatinya sakit dan mendapat musibah.
Sejak anak-anak lahir, seorang ibu memang selalu digayuti dengan berbagai kekhawatiran yang terkait dengan kehidupan anak-anak mereka.
Dan ketika anak-anak mereka akhirnya bertemu dengan takdir yang bahagia dan kesuksesan, para ibu tidak boleh mengingat semua yang telah dikorbankannya untuk anak mereka. Karena memang sudah sunatullah untuk hanya memberi dan tak boleh mengharap kembali.
Itulah ikhlas.

Dear Hati,

Mari berdoa agar kesulitan ibu muda tadi segera diberi kemudahan oleh Allah.
Mari berdoa agar putranya bisa segera memperoleh kepulihan.

Dear Hati, 

Tetaplah lembut, jangan pernah mengeras
Tetaplah tulus, jangan pernah pamrih
Tetaplah luas, jangan menyempit
Tetaplah bersih, jangan mengeruh

Karena dirimu kelak akan ditanyakan di akherat nanti
Dan jawabanmu, bisa menyelamatkan diriku... yang menyayangimu.

Salam penuh cinta
Ade Anita


19 komentar

  1. Sesungguhnya dalam hati manusia ada segumpal daging. Jika buruk ia maka buruk pula lainnya. Jika baik ia maka baik pula lainnya. Segumpal daging itu adalah hati.

    Nice letter, Mbak Ade. Jadi reminder buat kita semua. :)

    BalasHapus
  2. Di dalam hati pula, terkumpul rasa...bahagia, senang, sedih, iri, dengki dan sebagainya. hanya kita dan Allah yang tahu dalamnya hati..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya... kadang aku susah payah mengendalikan hati

      Hapus
  3. jadi terenyuh plus mewek membacanya ...hiks

    BalasHapus
  4. Ooow haru bacanya Mbk. Semoga di mudah kan rezeki ibu itu ya.

    BalasHapus
  5. sipp...keren..kesimpulannya, mengingatkan hati ya :D

    BalasHapus
  6. duh mak jleb ya , terasa sekali bagaimana kalau posisi kita sama dg ibu itu ya

    BalasHapus
  7. membuat kita selalu bersyukur ya.. dan mengingatkan klo rezeki kita ada milik orang lain juga. Menyuburkan sedekah melembutkan hati. Semoga anak tersebut diangkat penyakitnya oleh Allah. aamiin.

    BalasHapus
  8. sudah kewajiban seorang ibu juga untk menjaga mereka ya mbak. Orang tua selalu berusaha untuk anak-anaknya

    BalasHapus
  9. Hhiikksss. Sedih.. Semoga anak tersebut lekas sembuh.. Dan semoga banyak orang yang ikhlas membantu. Amin.
    Aku follow GFC nya ya mba #174 ditunggu follow back nya

    BalasHapus
  10. Sangat menyentuh sekali mba suratnya. Semoga anak tersebut, selalu diberikan kesehatan dan kesembuhan ya.

    BalasHapus
  11. sangat bermanfaat artikelnya trima kasih mbak :)

    BalasHapus
  12. kata-katanya menyentuh bgt mb ade :(

    BalasHapus