MEMAHAMI HUKUM-HUKUM SYARIAT DALAM ISLAM (bagian pertama)

by Catatan Ade Anita on Friday, 11 May 2012 at 21:43 ·
Al Islam berasal dari kata Ââ€Å“salama†yang artinya damai atau selamat. Menurut istilah, Islam berarti ketundukan dan kepatuhan kepada peraturan-peraturan Allah yang disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW untuk mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Inilah satu-satunya agama yang mengajak manusia untuk hidup dalam keteraturan mulai dari bangun tidur hingga dia tidur lagi; menjaga manusia dan membimbing mereka dalam menjalankan kehidupannya di dunia hingga mereka tidak hanya berpikir bahwa hidup ini singkat dan pendek di alam dunia saja tapi juga bisa berkesinambungan di akhirat kelak, dengan berbagai petunjuk yang terdiri dari perintah, larangan, anjuran dan sebagainya. 

Ââ€Å“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada dunia.†(Al-Furqan [25]:77). 

Untuk memahami segala macam perangkat hukum yang diterapkan dalam Islam yang sangat beragam, berikut ini saya sadurkan sebuah tulisan yang sangat bagus bagi kita semua karena penggunaan kalimatnya yang begitu mudah dicerna oleh berbagai kalangan, yang saya ambil dari buku Ââ€Å“Soal Jawab, tentang berbagai masalah agama†yang ditulis oleh Abdul Qadir Hassan, yang diterbitkan oleh Penerbit CV Diponegoro.

Ketentuan-ketentuan dari Allah dan Rasul-Nya yang bersifat perintah, larangan, anjuran dan sebagainya, oleh ulama-ulama di-istilahkan dengan hukum-hukum syaraÂ’ atau hukum-hukum syariat atau hukum-hukum agama. Dengan ketentuan-ketentuan yang mereka adakan itu, ulama-ulama mengeluarkan beberapa macam hukum. Dalam bukunya Ââ€Å“Soal Jawab†A. Hassan (seorang ulama Indonesia, semoga Allah merahmatinya) membaginya dalam lima (5) macam hukum yang sudah biasa kita dengar, yaitu wajib, sunnat, haram, makruh, mubah. Berikut kelimanya:

Wajib:Tentang ‘wajib’ ini, ada banyak tarif yang dikemukakan oleh ulama-ulama. Di antaranya, yang agak tepat, definisi dari wajib ialah yang berbunyi:

Ââ€Å“Wajib itu satu ketentuan agama yang harus dikerjakan, kalau tidak, berdosa.Ââ€

Umpamanya: Shalat isya, hukumnya wajib, yakni satu ketentuan yang harus dikerjakan. Kalau orang islam tidak mau shalat yang diperintah itu, berdosalah ia.Alasan yang dipakai untuk membuat pernyataan tentang ‘wajibÂ’ tersebut adalah firman Allah taÂ’ala, di antaranya:Ââ€Å“Maka hendaklah berhati-hati orang-orang yang melanggar perintah Allah daripada ditimpa fitnah, atau ditimpa adzab yang pedih.†(An-Nur:63)

Sunnah:Definisi untuk ‘sunnah’ ialah:

Ââ€Å“sunnah itu satu perbuatan yang kalau dikerjakan akan diberi ganjaran tetapi kalau tidak dikerjakan tidak berdosa.Ââ€

Contohnya: Nabi saw bersabda: Ââ€Å“Puasalah sehari dan berbukalah sehari.†(Bukhari-Muslim).Dalam hadits ini, ada perintah ‘puasalahÂ’. Kalau perintah ini dianggap ‘wajibÂ’, berarti menyalahi sabda nabi saw yang dihadapkan kepada seorang Arab gunung, bahwa shalat yang wajib itu adalah shalat yang 5 kali sehari-semalam, shubuh, zhuhur, ashar, maghrib dan isya. Artinya jika dipersandingkan kalimat perintah tersebut adakah sama artinya sama-sama wajib. Tentu saja tidak demikian adanya. Karena kembali pada Al Quran, yang diwajibkan itu hanyalah puasa ramadhan. 

Kalau bukan wajib, maka sesuatu perintah itu menuju kepada dua kemungkinan:1. Kemungkinan ‘sunnah’;2. Kemungkinan ‘mubah’.

Puasa adalah soal agama dan ibadat. Perintah yang bukan wajib, kalau berhubung dengan ibadat, dihukumkan ‘sunnahÂ’. Maka kesimpulannya, ‘puasa sehari berbuka sehariÂ’ itu, hukumnya ‘sunnahÂ’, yaitu kalau dikerjakan mendapat ganjaran tetapi tidak berdosa jika tidak dilakukan.

Alasan untuk ketetapan seperti contoh di atas itu ada banyak. Di antaranya firman Allah SWT:

Ââ€Å“Dan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan (disediakan) kebaikan dan tambahan.†(Yunus:26)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang mengerjakan sesuatu kebaikan, selain mendapat balasan, ada pula tambahan. Tambahan inilah yang biasa kita katakan ‘ganjaran’.

Haram:Definisi bagi hukum ‘haramÂ’itu, diantaranya demikian:Ââ€Å“Haram itu satu ketentuan larangan dari agama yang tidak boleh dikerjakan. Kalau orang melanggarnya, berdosalah orang itu.Ââ€

Umpamanya: Nabi SAW bersabda: Ââ€Å“Janganlah kamu mendatangi tukang-tukang tenung.Ââ€(HR Thabarany)

Mendatangi tukang-tukang tenung dengan tujuan menanyakan sesuatu hal ghaib, lalu dipercayainya itu, tidak boleh. Kalau orang berbuat yang demikian itu, berdosalah ia. Alasan untuk definisi ‘haram’ tersebut, diantaranya, sama dengan alasan yang dipakai untuk menetapkan definisi ‘wajib’, yaitu ayat Quran, Surat An-Nur: 63.

Makruh:Arti ‘makruh’: dibenci. Diantara sekian definisi yang ada yang paling cocok adalah yang berbunyi:

Ââ€Å“Makruh itu satu ketentuan larangan yang lebih baik tidak dikerjakan daripada dilakukan.Ââ€

Sebagai contoh: Ââ€Å“makan binatang buas.Ââ€. Dalam hadits-hadits ada larangannya. Kita hukumkan dia Ââ€Å“makruhÂâ€.Jalannya sehingga keluar hukum ini adalah: dalam Al Quran, surat Al-Baqarah, ayat 173, Allah telah membatas yang haram dimakan, yaitu hanya satu saja, yaitu babi. Maka kalau ‘laranganÂ’ makan binatang buas itu kita hukumkan haran juga, berarti sabda Nabi saw yang melarang makan binatang buas itu, menentangi Allah. Ini tidak mungkin. Berarti binatang buas itu, ‘tidak haramÂ’. 

Kalau tidak haram, ia berhadapan dengan dua kemungkinan hukum: 1. Kemungkinan mubah.2. Kemungkinan makruh.

Kemungkinan ‘mubahÂ’ mustahil karena Nabi saw melarang, bukan memerintah. Jadi, ‘laranganÂ’ Nabi saw hadits-hadits tentang binatang buas itu, kita ringankan. Larangan yang ringan tidak lain melainkan ‘makruhÂ’. Kesimpulannya, ‘Binatang buas itu ‘makruh’Ââ€. 

Mubah:‘Mubah’ artinya: dibolehkan. Sering juga disebut ‘halal’. Definisinya begini:

Ââ€Å“Mubah itu ialah satu perbuatan yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang yagn mengerjakannya atau tidak mengerjakannya.Ââ€

Umpamanya: Dalam Quran ada perintah Ââ€Å“makanÂâ€. Perintah ini dianggap ‘mubahÂ’.Alasannya begini: kalau kita anggap perintah ‘makanÂ’ itu wajib, maka anggapan ini tidak kena, karena ‘makanÂ’ ini suatu perbuatan yang mau tidak mau, diperintah atau tidak, mesti dilakukan oleh setiap manusia.

Sesuatu yang sudah mesti dan tak dapat dielakkan lagi, tidak perlu diwajibkan. Berarti ‘perintah†Allah itu bukan wajib. Sesuatu yang bukan wajib, menghadapi dua kemungkinan hukum: Sunnah dan mubah.

Oleh karena ‘makanÂ’ itu soal keduniaan, dan satu kemestian yang tidak boleh terlepas dari manusia, maka bukanlah ia sesuatu ‘amal yang dijanjikan ganjaran padanyaÂâ€. Kalau bukan ‘amalÂ’, maka hukumnya adalah ‘mubahÂ’.

Kesimpulan dan penjelasan:

1. Definisi-definisi yang disebutkan di atas adalah definisi sederhana untuk memudahkan pengertian.2. Perintah-perintah agama mempunyai hukum : wajib atau sunnah atau mubah.3. Hukum wajib dan sunnat ada pada amal-amal ‘ibadat dan keduniaan’ tetapi hukum mubah hanya ada pada keduniaan saja.4. Larangan-larangan agama mempunyai hukum-hukum: haram dan makruh. Hukum-hukum ini ada dalam ibadah dan keduniaan.

00sekian00

Disadur dari buku A. Hassan, Ââ€Å“Soal Jawab, tentang berbagai masalah agamaÂâ€, penerbit: CV. Diponegoro bandung.

Tidak ada komentar