Kompromi Terhadap Sebuah Larangan

[Parenting] Bisa jadi, bagi orang tua lain, jika sudah bertemu dengan yang namanya larangan, maka cuma ada satu kata saja: TIDAK.
Artinya, sekali dilarang, ya seterusnya dilarang.
Tapi, buat keluargaku, sepertinya yang namanya larangan itu ada tingkatannya. Dan karena tingkatan yang berbeda-beda inilah, maka yang namanya larangan pun menjadi sesuatu yang bersifat fleksibel. Meski tetap ada yang namanya larangan yang bersifat abadi: SELAMANYA TIDAK.



Aku dan suami sepakat bahwa kami akan berusaha menjadi sepasang orang tua yang demokratis. Artinya, ada komunikasi dua arah. Jadi, ketika kami menerapkan aturan pada anak-anak, maka ada alasan yang bisa kami berikan pada mereka mengapa mereka harus begini dan mengapa mereka tidak boleh begitu. Pendapat anak-anak sendiri, selalu kami pancing agar bisa keluar. Tidak dipendam di dalam hati. Lalu dikomunikasikan. Dimusyawarahkan jika ternyata berbeda pendapat.

Larangan yang paling dasar, paling tegas, dalam arti TIDAK dan itu berlaku SELAMANYA adalah:

- Pindah Agama atau murtad.

Ini harus. Anak-anak sejak kecil sudah kami didik bahwa mereka tidak boleh pindah agama atau keluar dari agama Islam. Dan larangan untuk pindah agama ini berlaku selamanya, hingga mereka mati.

"Dalam islam nak, sekali keluar dari agama Islam alias murtad, maka terputuslah segala hubungan persaudaraan dan keluarga. Bahkan, harta warisan dari orang tua pun diharamkan untuk diturunkan pada anak yang keluar dari agama Islam. Jadi, jangan pernah pindah agama Islam. Apapun yang terjadi."

- Menghilangkan nyawa orang lain alias membunuh.

Ini larangan kedua yang bersifat selamanya tidak boleh dilanggar. Karena membunuh adalah sebuah perkara dosa besar dalam agama Islam.

- Menjadi HOMO

Dan ini adalah larangan ketiga yang bersifat selamanya. Sejak kecil anak-anak sudah diajarkan tentang bahaya pergaulan seksual dengan sesama jenis. Perilaku kaum sodom gomorah ini tidak boleh dilakukan oleh anak-anakku, bahkan meski hukum dunia semakin hari semakin permisif dan menerima perilaku kaum homo dan mulai mengakui status HOMO sebagai bagian dari pilihan manusia.

Biarlah orang lain melakukannya, tapi semoga anak dan keturunanku selalu dilindungi oleh Allah SWT hingga akhir zaman nanti dari godaan menjadi HOMO ini.

Nah, itu 3 besar larangan yang bersifat selamanya. Prinsip dasar yang aku dan suamiku ajarkan pada anak-anak kami.

Selain 3 larangan keras di atas, tentu saja ada larangan lain yang sifatnya lebih lunak. Lebih lunak dalam arti, ada batasan yang harus dilihat. Tapi, selama batas itu belum terlewati, maka apapun boleh.

Belajar, belajar, belajar. Jadi, tidak mudah ditipu orang lain, juga tidak ngotot dan menyebabkan kita terus melakukan kesalahan

Larangan tingkat menengah yang lebih lunak adalah

- Larangan yang dilarang dalam syariah agama Islam. 


Pada dasarnya, untuk urusan ibadah (hubungan manusia dengan Allah) ada patokan dasar yang harus diingat, yaitu bahwa segala sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allah lewat Al Quran dan atau tertuang dalam hadits yang sahih, maka hukumnya haram untuk dilakukan.

Itu untuk urusan ibadah. Sedangkan untuk urusan muamallah (hubungan dengan sesama manusia) segala sesuatu yang tidak dilarang oleh Allah lewat Al Quran dan atau tertuang dalam hadits yang sahih, maka hukumnya boleh dilakukan.

Jadi, jika ke rumahku, jangan heran jika ada beberapa hal yang mungkin masih didiskusikan antara aku, suamiku, dan anak-anakku. Selama ada hadits atau ayat Al Quran yang bisa dijadikan alasan, maka sesuatu bisa dikomunikasikan.

- Larangan yang berasal dari hukum negara/pemerintah/sekolah/institusi.


Nah. Ini juga nih. Ada beberapa larangan yang terkadang muncul karena keberadaan lembaga-lembaga di luar institusi keluarga kami. Seperti sekolah, pemerintah daerah, kantor, perusahaan, dan sebagainya. Misalnya, larangan untuk tidak masuk sekolah di tanggal tertentu. Hmm.... ini, masih bersifat cecair. Dalam arti, masih bisa dikompromi deh sifatnya. Diusahakan untuk dipatuhi, tapi jika ada kondisi lain, ya tidak mengapa lah dilanggar selama tidak melanggar hukum pidana atau perdata.

Nah, sekarang, tiba di larangan yang paling ringan. 

Kenapa ringan? Karena larangan ini muncul karena kondisi tertentu.  Larangan ini, dilarang pada rentang usia segini, tapi dibolehkan ketika memasuki rentang usia lain. Atau larangan yang terlarang dilakukan pada kondisi A tapi tidak dilarang jika kondisi A sudah berubah menjadi kondisi B.


Termasuk disini adalah, larangan ketika berhadapan dengan makanan.

Tahu sendiri kan, anak-anakku tuh punya riwayat alergi yang lumayan banyak. Ada yang alergi dingin, alergi debu, alergi udang, alergi telur, dan sebagainya.
Jika sudah mulai sakit, maka otomatis larangan untuk mengkonsumsi makanan yang bisa memicu alergi tersebut diberlakukan dengan ketat.

Tapi, bagaimana jika alerginya sudah berlalu? Nah. Disitulah mulai muncul sebuah kompromi.

Ini percakapanku dengan anakku yang sulung (usia: 22 tahun):

"Bu, aku baca nih. Sebenarnya, tubuh kita itu membangun sistem pertahanan tubuh tersendiri loh seiring dengan pertemuan kita dengan berbagai macam kondisi yang tidak steril. Itu sebabnya justru mereka yang terlalu menerapkan kondisi steril pada berbagai hal justru bukan menjadi orang yang paling sehat. Tapi justru menjadi orang yang paling rentan menghadapi berbagai penyakit."
 "Iya, ibu setuju. Itu sebabnya, anak yang pernah main hujan-hujanan, sebenarnya lebh kuat menghadapi kondisi kehujanan di tengah jalan daripada anak yang tidak pernah main hujan-hujanan sama sekali." 
"Iya. Bener. Begitu juga dengan makanan loh bu. Anak yang dijaga agar makanannya benar-benar steril, justru dia malah nggak tahan ketika bertemu dengan makanan yang dibeli atau diambil secara sembarangan."
"Eh, tapi Bam. Itu nggak mutlak juga sih. Karena di Afrika sana, dimana mereka makannya juga nggak milih-milih, nggak steril, tetap banyak anak yang tingkat rawan menghadapi penyakitnya tinggi."
"Ya nggak segila itu juga sih Bu, anak dihadapkan pada kondisi yang ekstrim demi untuk meningkatkan ketahanan tubuh menghadapi penyakit. Di Afrika itu kan sudah kayak cendol antara kondisi penyakit yang berseliwerannya, polusi dimana-mana, kekurangan makanan dan nutrisinya, dan kejorokan lingkungannya. Itu sudah ekstrim banget. Tingkat dewa lah kondisinya. Ya nggak kuat juga tubuh pas bangun sistem pertahanan tubuh menghadapi semuanya." 

Kapan batas usia sebuah larangan berubah tingkat penerapannya? Harus dilihat bukan hanya usia kronologisnya saja, tapi juga harus dilihat dari usia mental seorang anak.

Ada anak yang badannya saja mungil, usianya juga masih muda, tapi ternyata dia memiliki sikap yang dewasa. Dia paham tugas dan tanggung jawabnya. Maka, sebuah larangan yang diberlakukan pada anak usia anak ini, mungkin harus dikompromikan pada anak ini menjadi dibolehkan.

Contoh larangan yang berubah dalam kondisi seperti ini adalah: dibolehkannya memiliki komputer pribadi dengan berbagai program yang sudah terinstal di dalamnya. Tanpa password lagi.

Atau larangan boleh pulang ke rumah di atas jam 7 malam, berubah menjadi tidak ada larangan. Tapi, tetap harus pulang sebelum jam malam.

Sebaliknya, ada anak yang perilakunya tetap seperti anak kecil. Manja, tidak berpikir logis dalam menghadapi persoalan, cengeng, tergantung pada orang lain, labil. Maka, larangan di rumah tetap diberlakukan padanya meski dia sudah besar.

Itulah, Kompromi terhadap larangan dalam keluargaku.

Tapi, tidak usah membayangkan hal-hal yang seram dan kaku dulu ya. Karena umumnya, jika sebuah larangan diberlakukan, maka aku dan suami berusaha untuk memikirkan ganti yang sepadan atau bahkan lebih baik karena tidak mendapatkan sesuatu yang dilarang tersebut.

Dan Islam pun demikian, ketika Islam melarang sesuatu, maka dihadirkan berbagai manfaat dan pengganti larangan yang sifatnya jauh lebih baik. Percaya dan yakinilah ini. 
Seperti ini nih, ketika putri bungsuku terkena alergi terhadap ice cream. Dia kepingin sekali makan ice cream. Sejak kecil, dia hanya bisa menatap saja orang lain menikmati ice cream dengan penuh nikmat. Lama-lama, dia jadi kepingin juga mencoba makan ice cream. Tapi, kesadaran bahwa dia memiliki alergi maka keinginan itu ditahannya.




Seiring dengan bertambahnya usia putri bungsuku ini, maka larangan untuk makan ice cream semakin melunak.

Sistem pertahanan tubuhnya semakin kuat. Dan itu sebabnya, sejak tahun 2016 ini, dia aku perkenankan untuk makan ice cream meski hanya sedikit sekali kuantitasnya. Awalnya hanya icip-icip saja. Sesendok, dua sendok. Setelah itu puasa ice cream selama 2 pekan.

Lalu coba lagi dua sendok empat sendok, lalu puasa ice cream lagi 2 pekan.
Terus, hingga sekarang dia akhirnya kuat mengudap setangkai ice cream Cornetto mini atau Magnum mini. Tapi ya itu, setelah mencoba ukuran mini, dia harus kembali puasa ice cream selama 2 pekan agar tubuhnya tidak jatuh sakit.

Itulah kompromi terhadap sebuah larangan.
Jika statusnya bukan larangan yang bersifat "tidak dan selamanya tidak" maka, semua bisa dikomunikasikan bersama.

Jika di keluarga kalian, mungkin beda lagi ya ceritanya. Seperti apa?


19 komentar

  1. Jika Allah memerintahkan sesuatu pasti ada manfaatnya dan jika melarang sesuatu pasti ada mudaratnya.
    Setiap keluarga memang mempunyai aneka aturan, ada yang ketat ada yang agak longgar.
    Komunikasi menjadi penting agar keluarga mengapa sesuatu itu dilarang atau tidak dilarang.
    Salam hangat dari Jombang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener Pakde. pasti ada hikmah dan pembelajaran di belakang sebuah larangan dan perintah.

      Hapus
  2. Setuju dengan artikelnya, mbak. Aku pun demikian. Kalo sudah berhubungan dengan agama, itu larangan tingkat tinggi, gak bisa dikompromikan. Masalah sekolah dan sehari-hari, jadi larangan menengan dan tingkat rendah. Bisa dikompromikan. Sejauh ini sih, Alhamdulillah oke-oke saja. Semoga saja begitu seterusnya. Dan aturan ini menurun juga ke keluarga anak-anak nantinya.

    BalasHapus
  3. Setuju Mbak Ade. Larangan sebaiknya ada tingkatannya seperti Mbak Ade bilang ini. Dan setuju untuk adanya kompromi. Makasih sharingnya Mbak Ade :)

    BalasHapus
  4. Thanks sharingnyaa Mbak Ade. Ngomong2 utk larangan yg sifatnya selamanya itu kapan bisa dikomunikasikan ke anak ya? Trus Mbak, boleh gak sih kita mengundurkan larangan krn iba?

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo aku sejak anak masih kecil. usia 2 tahun deh. ngasitahu disesuaikan dengan usia. seperti lewat cerita nabi misalnya. cerita nabi itu bantu banget loh untuk kita menyampaikan sesuatu yang materinya berat karena ada semua contohnya di cerita nabi. seperti nabi luth yang menghadapi kaum sodom gomorah, atau nabi ibrahim yang menghadapi firaun, atau anak nabi adam yang membunuh pertama kali.

      Hapus
  5. Setuju banget sama tulisan mba Ade. Baik larangan paling dassar hingga paling ringan. Terima kasih sharingnya mba

    BalasHapus
  6. memang ya ada yang harus didiskusikan agar enak apalagi kalau anak sudah remaja agar mereka gak diam2 di belakang kita

    BalasHapus
  7. Bagaimana baiknya ya untuk memberitahukan sesuatu yang tidak boleh untuk anak? bila dijelaskan secara detail mereka belum paham.
    terima kasih dan salam kenal Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terus saja beritahu. Kadang, kita cukup bilang:
      "ibu ngelarang ini tapi belum bisa ngasitahu alasannya. Nanti kalau kamu dah setinggi ini (taro tangan di ketiak) baru ibu kasih tahu alasannya. Tapi sampai dirimu setinggi ini yang harus kamu lakuin jangan pernah ngelakuin apa yang ibu larang."

      atau bisa juga bilang, "karena Allah memerintahkannya." jika itu sesuatu yang dilarang oleh Islam.

      Hapus
  8. Aneka larangan ternyata bisa dikategorikan ke berbagai tingkatan ya mba, saya sendiri berusaha kompromi dan tarik ulur bila larangan yang dilanggar anak bukan hal prinsip

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, larangan itu kadang ada tingkatannya. jadi nggak semua hal tidak dan selamanya tidak. ada yang masih bisa dikompromiin cuma ya itu, harus ada dasar pemikirannya juga tetep

      Hapus
  9. Can't agree more mba.. Larangan yang jelas-jelas tidak boleh harus dicamkan sejak kecil

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, biar anak selalu ingat apa yang nggak boleh. karena dunia smakin permisif.

      Hapus
  10. Bermanfaat banget mba, ijin save yaa buat bekal anak-anak gede nanti..

    BalasHapus