Kebetulan, di depanku ada segerombolan ibu-ibu yang juga sedang makan soto. Mereka ramai sekali. Saling bersenda gurau dan melemparkan seloroh.
"Mereka temanmu, De?"
"Hmm... bukan sih."
Aku pun akhirnya mengamati ibu-ibu yang rata-rata mengenakan jilbab tersebut. Jika ibu-ibu sudah berkumpul, sebenarnya kita bisa loh membedakan mereka itu dari kalangan apa. Tapi, tentu saja aku tidak dalam kapasitas untuk menggolongkan ibu-ibu tersebut.
"Ciri khas ibu-ibu pengajian temanku tuh sebenarnya bisa ketahuan sih mas."
"Gimana caranya?"
"Mereka kalau bergerombol, udah gak ada jaim-jaimnya lagi. Dan pasti ada bercanda joroknya."
"Ish.... Pantas kamu langsung ngerti kalau ada yang bercanda nyerempet-nyerempet."
Aku dan suami lalu melanjutkan makan soto. Iseng, aku bertanya pada suamiku kenapa dulu dia memilih aku menjadi istrinya.
"Ya... kamu tahu sendiri kan, kriteria memilih istri yang baik menurut sunnah Rasulullah?"
"Nah.... itu dia mas. Tapi, dulu kan aku gak pake jilbab... terus... kalo ngobrol juga jarang banget ngebahas ayat Al Quran... terus... pergaulanku juga nggak terbatas pada kelompok tertentu saja, tapi pada banyak orang. Bahkan kayaknya temanku banyakan teman cowoknya deh. Hmm... berarti... karena cantik ya? ehem.. ehem.... "
"Ish.... cantik sih iya, jadi bahan pertimbangan. Tapi, nilai kecantikan kamu dulu cuma tujuh kayaknya. Jarang mandi gitu." (ups... xixixixi, ini beneran. Dulu aku sering bangun kesiangan jadi ke kampus dalam kondisi belum mandi. Modalnya cuma cuci muka dan oles deodorant plus bedak tabur seluruh badan... hahahaha... dah gitu ngaku lagi ke masku ini bahwa aku hari itu nggak mandi).
"Sebenarnya sih, De. Aku memilih kamu salah satunya karena, kamu, dengan semua kekurangan yang kamu miliki, punya potensial untuk menjadi istri yang baik."
"Oh ya? Istri yang baik itu kayak gimana?"
"Istri yang baik itu... hmm... kamu, punya rasa bersalah jika melakukan kesalahan. Dan rasa bersalah itu bikin kamu ingin memperbaiki diri. Berarti, kamu berpotensi untuk menjadi baik. Terus... kamu juga orangnya mau belajar kalau nggak bisa. Jadi nggak gengsi atau malah menarik diri atau menutup diri. Nah... itu berarti berpotensi menjadi baik. Terus... kamu orangnya hemat, meski agak cenderung pelit sebenarnya. Tapi, hemat itu bagus untuk bekal seorang istri dan ibu. Karena ekonomiku kan nggak selamanya baik. Nah, jadi penting punya istri yang bisa berhemat."
"ck...ck...ck..... berarti aku lumayan sempurna ya mas di matamu dulu?"
"Ishh... apaan sih? Nilai kamu dulu... hmm... delapan deh."
"Bagus dong."
"Delapan kurang tapinya."
"Ih..."
(Khusus untuk adegan yang mengiringi kata "ih" ini, terjadi adegan sepasang pengantin (yang tidak) baru lagi. Cubit-cubitan, dan yang perempuannya sedikit merajuk sedang yang lelakinya terus menggoda dengan iseng... hahahhaha.... aku asli menikmati kebersamaanku berdua dengan suamiku. Meski kami sudah menikah 20 tahun, tapi kemesraan alhamdulillah tidak berkurang).
"Ngomong-ngomong, emangnya ada istri yang berpotensi tidak baik?"
"Ada."
"Oh ya? Seperti apa?"
"Seperti... hmm.... aku sering memperhatikan ada perempuan yang.... kayaknya sih kalau dia bercerai dengan suaminya, dia bakalan lepas jilbab lalu bertindak lebih liar ketimbang sewaktu masih terikat pernikahan dengan suaminya. Agresif banget untuk mendapatkan lelaki. Menurutku sih itu calon istri yang tidak baik. Atau ya perempuan yang gemar berbelanja atau kelewatan berobsesi pada kecantikan dan keindahan fisiknya. Itu juga berpotensi nggak baik menurutku. Yaa... patokannya sih sekarang pada tuntunan Rasulullah dan Al Quran sebenarnya. Ada kok contoh-contoh perempuan yang lebih baik tidak diikuti dan mana yang lebih baik diikuti."
"Iya sih.. bener."
"De...."
"Iya mas?"
"Hati-hati.... pokoknya, jaga keimanan dan keislaman selalu. Karena semua yang berpotensi baik, juga punya peluang untuk menjadi berpotensi tidak baik."
"Iya, insya Allah."
(sstt, dalam hati, aku bersyukur karena dulu suamiku sudah memilih aku. Alhamdulillah semua potensi kebaikan dalam diriku bisa tergali nyaris semuanya. Karena pada dasarnya, semua perempuan itu baik kok, hanya saja jika pasangan hidupnya tidak bisa mengembangkan potensi kebaikan dalam dirinya maka semua kebaikannya tidak bisa terlihat atau muncul di permukaan. Namanya juga pasangan suami istri, pasangan jiwa.)
------------------
Tulisan ini diikut sertakan dalam give away Mugniar: “Tulisan ini diikutkan” ke postingan lomba ini (http://www.mugniar.com/2014/10/giveaway-istri-yang-baik.html)
Terima kasih ya Mbak Ade, sudah ikutan :)
BalasHapusAaeehh romantiiiisss :D sukses ngontesnha yaaa
BalasHapusSweet banget Mak Ade
BalasHapusSenengnya baca pengalaman Mak Ade :) sukses untuk kontesnya ya :)
BalasHapusMak Ade dan suami ini emang pasangan yang asyik dan harmonis ya kayaknya.. dari baca cerita-ceritanya, selalu asyik deh berdua :)
BalasHapus20 tahun nikah masih mesra, subhanallah, patut dicontoh...lanjutkan mba :)
BalasHapusresepnya apa mbak 20th msih mesra?penasaran:)
BalasHapusSo sweet deh mbak Ade. Sudah 20 tahun menikah tapi masih mesra kayak pengantin baru....uhuy..
BalasHapusSenangnya masih suka ngobrol. Katanya pasangan yang seneng ngobrol berdua awet pernikahannya. Pastinya ngobrol yang baik-baik kayak mbak Ade dan masnya hehehe
BalasHapusSo sweet :)
BalasHapusSalam kenal mbak Ade. Semoga sukses GA nya :)
Duhh romantis nian deh... Trims ya mba ade sudah ikutan GA kami.
BalasHapusterima kasih infonya sangat dibutuhkan
BalasHapustergantung suami, bs gali ato tidak
BalasHapus