Perceraian dalam Pernikahan Sirri

Masih dalam rangkaian tulisan KATAKAN TIDAK PADA NIKAH SIRRI, kebetulan temanku yang lain secara tiba-tiba memberitahu bahwa pernikahannya sudah berakhir. Permasalahannya adalah, dahulu dia menikah sirri.

Aku jadi kepo, seperti apa sih model perceraian dalam  di Pernikahan Sirri itu.


Seorang saudaraku pernah melakukan perceraian. Tapi karena dia dahulunya menikah secara resmi maka prosedur yang harus dijalankan untuk melakukan perceraian itu adalah:
1. Segera setelah suami mengatakan Talak (cerai) maka, pisah perempuan bisa langsung membawa buku nikah ke pengadilan agama lalu mengajukan permohonan untuk bercerai dari suaminya.
2. Atau jika istri yang akan mengajukan gugat cerai maka dengan membawa buku nikah, daftarkanlah gugat cerai tersebut ke pengadialn agama.
3. Nanti mereka akan menghadiri persidangan terlebih dahulu. Intinya, karena perceraian adalah hal yang dibenci Allah meski halal untuk dilakukan maka akan ada perundingan perdamaian dahulu antara kedua belah. Bisa jadi kan niat bercerai sebenarnya hanya karena emosi saja.
4. Jika setelah melalui proses mediasi perdamaian tapi tetap ingin bercerai barulah hakim akan memutuskan untuk menceraikan mereka. Buku nikah pun dihancurkan.

Nah..tapi bagaimana dalam pernikahan sirri? Bukankah pernikahan sirri itu dilakukan diam-diam? Iseng-iseng, aku baca beberapa tulisan. Ini salah satunya:




Secara umum perkawinan siri atau perkawinan di bawah tangan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum/syariat Islam dan tidak dilakukan di depan Pegawai Pencatat Nikah. Karena itu, perkawinan sirri sah secara agama, akan tetapi secara hukum negara belum sah. Pasalnya, UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) mengatur ketentuan mengenai syarat sahnya suatu perkawinan selain dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan, juga harus dicatat menurut peraturan perundang-udangan yang berlaku (pasal 2 UUP).

Dengan tidak dilakukannya pencatatan maka perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum (pasal 6 Kompilasi Hukum Islam atau KHI). Hal ini tentunya membawa akibat hukum yaitu tidak adanya pengakuan dan perlindungan hukum atas hak-hak istri dan anak-anak hasil dari perkawinan siri. Begitu juga untuk melakukan gugatan cerai, tidak ada lembaga negara yang bisa menanganinya dan memberi perlindungan atas hak-hak anak dan istri. Secara hukum, anak-anak yang lahir di luar perkawinan yang sah hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya (pasal 43 ayat [1] UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau UUP jo. pasal 100 Kompilasi Hukum Islam atau KHI).( dikutip dari tulisan Perceraian Kawin Siri, hukumonline.com)



Kembali ke temanku itu ya.

Mendengar kabar bahwa dia sudah bercerai dengan suaminya, yang muncul di hatiku malah rasa kepo... seperti apa sih perceraiannya?

"Ya, aku dan dia sudah tidak bisa lagi bersatu sih De intinya. Ada banyak kendala yang terjadi dalam pernikahan kami dan kayaknya itu gak bisa diselesaikan. Gak ada titik temunya. Jadi, kami sepakat untuk bercerai."

"Oh... mmm... cara bercerainya gimana? kan kalian menikah siri?" (bayangkan wajahku dengan rasa kepo luar biasa)

"Ya... aku bilang saja ke dia.... aku capek. Aku pingin kita udahan saja. Terus... laki gue tadinya masih mau mencoba bertahan, tapi aku bilang aku capek. Jadi... ya sudah. Kita bubaran saja yuk. Kita sudahi sampai sini saja. Terus.. suami setuju, ya sudah. Bercerai deh."


Glek.

Cuma begitu saja?

Mirip orang yang putus pacaran ya?

Ih.

"Setelah itu gak ada pembicaraan apa-apa lagi? Cerai begitu saja?"
"Ya mau ada pembicaraan apa lagi? Kan ini nikah siri, mau ke pengadilan juga nggak bisa. Mau pake saksi juga gak bisa. Mau bagi harta gono gini ya.... otomatis saja deh, pengertian saja, tahu sama tahu. Aku nggak nuntut apa-apa kok. Pisah baik-baik saja yang penting. Jadi damai."

Tapi demikianlah yang terjadi pada perceraian pada pernikahan sirri.

Temanku yang lain, yang sudah memiliki anak dari pernikahan sirrinya, bahkan tidak bisa berbuat apa-apa ketika tahu bahwa anak-anaknya hanya bisa menyandang binti nama keluarga istrinya saja. Bahkan, anaknya tidak bisa diklaim harus berada di bawah pengasuhan dia karena otomatis anak dari hasil pernikahan sirri menjadi hak istrinya.

Eh... tapi yang kasihan temanku yang nikah sama warga negara asing sih. Karena, anaknya akhirnya dibawa oleh suaminya ke negaranya. Dan temanku itu tidak bisa mengklaim apa-apa. Tidak bisa mengklaim tunjangan dari kantor tempat suaminya bekerja, tidak bisa mengklain warisan, tidak bisa mengklaim harta gono gini (malah dia terpaksa harus mengembalikan semua rumah dan mobil yang ternyata selama ini dibeli atas nama istri resmi si suaminya dan suaminya itu memilikinya dahulu dalam status "dipinjamkan".

Ya sudahlah. Paling cuma bisa nangis bombay.

Tapi tetap ya, baik bercerai dari pernikahan resmi maupun siri, mantan istri harus menjalani masa Iddah (yaitu masa tunggu sebelum dia bisa menikah kembali). Masa iddahnya adalah sebagai berikut:
 
1.Wanita yang diceraikan dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya adalah sampai dia melahirkan.

2.Wanita yang diceraikan dalam keadaan haidh, maka masa iddahnya adalah tiga kali haidh.

3.Wanita yang diceraikan namun tidak mengalami haid (terlalu kecil dan belum haid atau wanita yang sudah menopause dan tidak lagi mendapat haid), maka masa iddahnya adalah 3 bulan.

4.Wanita yang dicerai saat belum sekalipun disetubuhi, maka dia tidak memiliki masa iddah.

5.Apabila wanita dicerai suami, dan ketika dia melakukan masa iddahnya itu suaminya meninggal, maka:

- Apabila talak yang dijatuhkan adalah talak raj’i (dapat ditarik kembali), dia harus meninggalkan iddah perceraiannya, dan melakukan iddah karena kematian suami yaitu 4 bulan 10 hari, terhitung mulai hari kematian suaminya.

- Apabila talak ba’in yang dijatuhkan (talak yang tidak dapat ditarik kembali) saat suaminya masih dalam keadaan sehat, maka masa iddah wanita tersebut adalah iddah perceraian, yaitu tiga kali haid. Tidak ada iddah karena kematian suami.

- Apabila talak ba’in saat suami sudah dalam keadaan sakit (yang mematikan), dan talak tersebut adalah usul dari si istri, maka masa iddahnya adalah iddah perceraian, tiga kali haid. Tidak ada iddah kematian suami.

- Namun, apabila talak ba’in saat suami sudah dalam keadaan sakit parah dan bukan atas usul si istri, maka dia harus memilih masa iddah yang paling lama (antara sampai melahirkan apabila dia sedang hamil, tiga kali haid untuk iddah perceraian saat tidak hamil, atau iddah kematian yaitu 4 bulan 10 hari)(dikutip dari tulisan MASA IDDAH PERCERAIAN, Vemale.com)

gambar diambil dari sini

17 komentar

  1. Jadi sedih mak, ingat ada saudara yang melakukan nikah sirri (perempuan)... namun mau bagaimana lagi... sudah coba diingatkan, diberitahu resiko/mudhorotnya, dll, tetap kekeh...

    Kalau masih kecil mungkin bisa dicubit saja sudah takut dan mau mendengarkan nasehat yang lebih tua, namun kalau sudah dewasa, berumur... mau diapain lagi... sudah seharusnya memikul segala tanggung jawab atas segala keputusan yang diambil... seolah itu adalah hidupnya sendiri... meski saat susah datang, ternyata yang tertimpa masalah bukan hanya dirinya saja, terlebih orangtua...

    Smoga semakin banyak yang tercerahkan dengan tulisan mak Ade ini, sehingga segala keputusan dilakukan dengan berpikir panjang dan mengutamakan keberkahan keluarga (bukan hanya bagi dirinya sendiri)

    BalasHapus
  2. Berasa rugi banget ya nikah siri. Akhirnya ga dapat apa2, anak pun tidak :(

    BalasHapus
  3. Adik laki-lakiku dan iparku, menikah sirri dulu, Mak, sebelum mereka nikah resmi. Alasannya, supaya apa-apa yang mereka lakukan, sudah halal. Tapi, nggak langsung nikah sirri seenaknya gitu. Ada saksi dari kedua belah pihak, bahkan saksi dari KUA. Ada perjanjian pula mereka akan menikah resmi, yaitu satu bulan setelah nikah sirri.

    Dan alhamdulillah, sekarang mereka sudah nikah resmi dan sudah tercatat di KUA :)

    Bagi aku, nikah sirri nggak masalah juga. asalkan ada kejelasan ke depannya, ada perjanjian untuk menuju pernikahan resmi, juga ada saksi dari pihak keluarga diantara keduanya :)

    BalasHapus
  4. Kalau dengar nikah sirri, kok yaa merinding ya, Buuu.
    Dan benar itu kayak pacaran aja. Hanya saja halal tinggal satu rumah dan berhubungan intim.

    BalasHapus
  5. :"(
    yang seperti ini memang merugikaaaan perempuan... :((((

    eh fontnya udah diubah ya mak...enak bacany :*

    BalasHapus
  6. Konsep nikah dalam Islam hanya mengenal satu, Mbak Ade. Nikah ya nikah. Ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi dan tak boleh ditinggalkan. Jadi tak ada istilah 'siri'. Karena di Indonesia sesuai dengan kesepakatan 'alim ulama' sudah ditahdzimkannya UU No 1 Tahun 1974, maka nikah di Indonesia seharusnya diatur dengan aturan tersebut.

    Maka jika ada orang yang menikah dan tak mau diatur dengan aturan tersebut, sebaiknya tidak hidup di Indonesia. Sebab pada prinsipnya, UU tersebut untuk mempermudah setiap pasangan suami istri mengeksekusi akibat tindakan apapun sebagai akibat dari ikatan pernikahan.

    Jadi logikanya jangan dibalik. Seolah-olah UU tersebut untuk mempersulit. Jelas itu tidak benar. Jadi orang yang membuat istilah 'siri' itu sejenis orang yang hidupnya 'sak penak udele dewe'.

    BalasHapus
  7. Fenomena ini memang masih marak ya mak..dan selalu sedih kalau perempuan lagi-lagi dirugikan..

    BalasHapus
  8. nikah sirri.., walau sah secara agama (kalau terpenuhi syaratnya), tetep aja enggak ok buat perempuan. posisinya lemah dalam negara.

    BalasHapus
  9. Saat memutuskan untuk nikah sirri maka harus siap dengan segala resiko. Tulisan ini menurutku cukup membuat perempuan -- yang memang masih bisa mikir bener nih -- untuk berpikir seribu kali sebelum menerima pinangan siri. Urusan cerai nantinya bagaimana, dan yang terpenting kan anak. Kasihan anaknya.

    BalasHapus
  10. keren bangat infromasih di blognya, thanks ya

    BalasHapus
  11. Dalam Islam, meski nikah sirri, klo mau cerai tetap harus ada tata caranya. Yg pasti, suami harus mentalak istrinya: "aku ceraikan kamu"
    Nah, baru sah perceraiannya. Talak itu keluar dari mulut suami. Istri tidak bisa mentalak suaminya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sependapat bahwa nikah/kawin menurut agama masing masing.(islam).Nikah ya nikah tidak ada nikah dalam saratnya beda antara yang sisrbut nikah sirri maupun nikah ketentuan Isbat kompilaai hukum islam UU .
      Ceraijuga sama saratnya.jadi nikah sirri dengan nikah Kua hanya yang satu secarik kertas dan satu lagi berupa buku.tentang perlindungan dan harta gono gini itu sudah lain ceritanya.jadi hemat saya kawin sirri tidak dilarang oleh agama.
      Ilustrasi .kawin sirri biasanya pria yang pengen nambah istri alasan istri sudah tidak mampu lagi tetapi istri terrdahulu tidak berikan izin.nikah sirri bukan main main .

      Hapus
    2. bisa cerai dengan resmi yaitu isbat nikah untuk perceraian ke pengadilan agama setempat

      Hapus
  12. assalammualaikum wr.wb
    saya ingin bertanya,,
    september 2016 lalu saya menikah dengan seorang laki2 karena keterpaksaan keesokan hri nya saya meninggalkan ny smpai pda hari ini kmi tidak pernah bertemu.. dia menghubungi saya untuk menanda tangani surat talak... yang ingin saya tanyakan bgaimana prosedur nya perceraian untuk pernikhan bwah tngan? apakah saya memang di harus kan menanda tangani surat tersebut sedangkan kami sudah 1 tahun lebih berpisah

    BalasHapus
  13. isbat nikah untuk perceraian di PA setempat kalo mau cerai resmi.....

    BalasHapus