Kala Diam Tak Selamanya Emas

(catatan ketika sakit): Ketika akhirnya asuransi kesehatan diganti dengan asuransi kesehatan yang lain dimana standar berobatnya lebih ribet dan banyak merogoh duit dari dompet pribadi, aku kian merasa bahwa biaya berobat itu mahal sekali. Dan tanggapan dokter keluargaku adalah:

"Yaaa... protes dong ke kantor suamimu. Jangan mau lagi pake sistem asuransi kesehatan seperti ini."

Lalu dokterku cerita bhw pihak dokter sendiri, sebenarnya diperah dengan adanya kebijakan layanan kesehatan utk orang miskin. Dengan bayaran yang sangat kecil, 1 orang dokter bisa melayani hingga lebih dari 50 orang dalam sehari. Benar-benar pekerjaan pengabdian. Dan itu masih dituntut dengan keinginan pasien yang bermacam-macam.

Seorang saudara saya, dia seharusnya pensiun tahun ini. Tapi, ternyata rekan sejawatnya tidak ada yang bersedia menggantikan posisi dia sebagai dokter di rumah sakit pemerintah karena tidak tahan dengan  tekanan yang harus diterima: gaji kecil, waktu kerja yang membelit, tuntutan pasien yang banyak, minim fasilitas.

Tapi, tentu saja kita tidak menutup mata dari kenyataan adanya dokter yang memasang tarif amat tinggi pada pasien. Tapi... hei... biar bagaimanapun dalam hal ini pasien bisa memilih kok. Jadi kasus yang ini tidak akan aku bahas. Aku lebih menitik beratkan pada pengabdian para dokter yang tidak ada pilihan lain selain: mengabdi atas nama kemanusiaan.
Aku menaruh simpati pada mereka.
Itu sebabnya aku mendukung jika mereka ingin demo dengan cara mogok kerja kemarin. Toh cuma sehari dan tidak seluruh dokter ikut demo. Ada yang tetap berjaga di rumah sakit kok. Dan menurutku, dokter yang berjaga di rumah sakit itu memang menerima pasien yang tidak bisa ditunda kedatangannya dan harus segera ditangani. Sedangkan pasien yang datang dengan perjanjian atau kontrol biasa, aku pikir sih bukan kasus emergency jika digeser satu hari berobatnya.

Itu pendapatku. Pendapatku tentu saja berbeda dengan pendapat orang lain. Dan berikut ini, adalah sebuah diskusi yang seruuuuu... tentang protes dokter yang ternyata menimbulkan kecemburuan dari profesi lain. Kebetulan, di facebook kemarin ketika berlangsung hari dimana dokter seluruh Indonesia mogok tidak memberikan pelayanan pada pasien selama 1 hari (mogok para dokter), ternyata cukup ramai tanggapan banyak orang. Nah... aku merekamnya, karena kebetulan ada yang seru, mancing emosi tapi juga ada yang mancing rasa tawa.




Tanggapan untuk mogok ini adalah sbb (untuk alasan menghargai privacy orang lain maka semua nama aku hilangkan pada komen2 ini):

- Tetap semangat .....aku dukung usaha kalian.
 - Selamat berjuang sahabat....
 - Makanya jadi dokter jangan kelewat komersil kali........gak ada duit sorrylah gak kita obati....
- Apapun itu permasalahannya, semua butuh kebijaksanaan dan kedewasaan penyelesaian. Pasti harus ada bedanya antara tindakan, tuntutan, ketidak puasan dan penyelesaian. Semua ada jalur hukumnya. sayang bila Para Dokter sampai demo, meski hanya sehari saja. Bagaimana bila orang sakit yg harus segera ditangani itu meninggal karna Dokternya lagi demo? Siapa yang salah? entahlah... Kemanusiaan memang sering tersakiti... Tapi itu adalah nilai perjuangan... Kenapa selalu ada sumpah jabatan atau bahkan nilai profesionalisme yang harus kita junjung tinggi... Entahlah....
  - Mxxxx saya rasa kalau anda jualan permen aja ada org gak bayar..anda kejar pake golok..makanya jng mw jd org miskin.
 - tanggapannya si Mxxxx: AxxxYxxx  : buka praktek pake judul " hanya menerima pasien kaya dan berduit" .....gitu aza lho kok repot....wkwkwkwkwkwk
Siapa sih orang di dunia ini mau miskin, anda nyadar lho kalo masih hidup di dunia, kalo anda sakit baru kena batunya
 - Bxxx apakah Dokter itu kebal hukum to dok??? Banyak kasus juga dokter nyambi sana nyambi sini dan waktu dengan pasiesn sangat amat terbatas, makanya banyak pasien yang terlantar atau kurang tertangani dengan baik bukan???
 - Mxxxx dan Bxxxx: hak dokter utk menerima jaminan hukum saat bekerja, jika sdh sesuai dgn standart operasional, dan pasien meninggal, apa dokter harus dituntut? .Dokter bukan Tuhan toh?
Sbg contoh saja, bisakah menuntut pengacara yg membuat kalian kalah di pengadilan?
Semoga seluruh keluarga besar kalian sehat semua, dan tak perlu berurusan dg dokter di Indonesia
 - Bxxx: tahukah kenapa dokter berputar2 tempat kerja spt gasing? Tdk seperti di luar negeri bukan ?
Ya, krn di luar negeri, dgn jadi dpkter pegawai negeri saja, sdh terjamin seluruh kesejahteraan hidupnya.
Yg perlu dituntut itu adalah, pemerintah, yg mengalokasikan dana utk kesehatan yg kurang dr 2,5 % dr APBN, padahal utk mendapat layanan kesehatan yg layak, seharusnya dana kesehatan sebesar minimal 5 % dr APBN.
Apa yg mau diharapkan, dr dana kesehatan yg sedemikian kecil?
Kita tunggu kelanjutannya di BPJS 2014 yg belum jelas juntrungannya!
 - anda tidak bisa mengatakan dokter kebal hukum dengan berdalih urusan tuhan, kalu anda salah dalam bekerja anda harus siap menanggung resiko hukum.itu juga berlaku untuk semua profesi.saya juga insinyur kalau salah mendesain dan mengakibatkan orang celaka saya tak bisa berdalih nyawa kan urusan tuhan, maka sayapun siap dipenjara.anda harus gentle dong, jangan cengeng.kalau anda memang profesional siaplah menanggung resiko hukum.
 - Beda pendapat itu wajar dan sehat tp komentar2 yg emotip dan tanpa kemauan memahami duduk persoalan yg sebenar hanya mengkusutkan persoalan.Sinyalemen2 tanpa didukung data dan faktaitu serba atau cenderung "bias".
 - Siapa yg cengeng? Coba ikuti dulu kasus dr Ayu SpOG, sdh dibebaskan murni dr Pengadilan Negeri Menado, kenapa masih bisa dihukum bersalah ?
Kalo kasus sdh ditangani sesuai standard operasi, dan hasil tdk sesuai spt yg diharapkan, dlm hal ini dokter tdk bisa dituntut.
Siapa yg minta kebal hukum ? Apa ada orang yg kebal hukum? Selain pejabat-pejabat politik?
 - Kalau menurut saya, membuat aksi solidaritas boleh-boleh saja. Tapi tetap jangan meninggalkan pekerjaan dong ... kalau lantas pekerjaan ini dijadikan semacam bargaining position untuk memenangkan sebuah tuntutan ... waaaa .. sudah menjadi rezeki dan resikonya, sebuah profesi itu dijalani .. namun hendaknya menghadapi resiko yang ada janganlah memperbesar lagi perspektif resiko lainnya ... persoalan hukum jika ini dianggap pelik, mestinya dilakukan dengan pembelaan hukum ... dan boleh saja berdemo seperti demo buruh atau demo mahasiswa , tapi mohon jangan meninggalkan pos pekerjaan yang vital menurut saya sebagai elemen atau tiang kehidupan ... dokter itu penyembuh, semestinya punya jiwa yang teduh .. dan boleh tooh .. karena memang besar jasanya kepada kehidupan, maka para dokter pun memiliki status sosial dan kemapanan yang di atas rata-rata ..
 - Masih juga anda mengelak hukum berpegangan pada standar operasi biar tahu ya, saya misalkan desainnya sudah standar operasi tetapi tetap juga orang celaka maka saya pun harus siap dipenjara dan dipecat.jadi kenapa anda masih ngotot nina karmila?
 - Tidak semua tindakan Dokter itu bisa menyelamatkan nyawa orang ( walaupun sudah mengikuti prosedur yg benar ), tapi jangan " kriminalisasi Dokter "...sy. setuju tindakan para Dokter,....semangat..!!!!!!
 - Rakyat ini sudah terlalu manja dng smua pelayanan gratis..murah yg di janjikan pemerintah..citranya manis tp memeras tenaga kesehatan dng gaji murah..jng salah kan nakes memberi pelayanan tak paripurna dng gaji 2000 perak..pasien tdak selamat lnsung di penjara..kalau takut celaka berobat aja keluar negri..apa situ mampu? Kalau sy sakit..ya pasti teman2 sy yg obati..kalau mati jg..ya sdah waktu saya menghadapnya..gt aja gak pke repot..
 - dokter, insinyur ataupun siapapun selama masih manusia, bisanya cuma berusaha sebaikmingkin, hasilnya hanya Alloh yang menentukan,....... Setuju??????
 - Buat kawan-kawan Dokter....Khan sudah ditangani secara hukum dan hukum ada aturan mainnya, coba bermainlah di ranah hukum, kalo meninggalkan pasien artinya tidak bertanggung jawab...
 - Berdebat wajar tp stick to the issue
 - Mmg debat kusir bicara sma org gak ngerti masalah..cape deeh..
 - Ya makanya jangan pake emosi...lihat permasalahannya, karena yang banyak dikomplain masyarakat adalah para dokter menelantarkan pasien karena demo seharian...khan IDI punya kuasa hukum jadi gak perlu takut para dokter untuk bekerja....kalo bener khan gak mungkin dikomplain...
 - Kalau memang itu saya rasa benar dan bisa saya cerna dengan baik dengan nalar saya, ya, dengan senang hati saya ikut demo .. sebagaimana dulu ikut membela Prita, ibu yang lemah dan dipenjarakan ... karena demi kebaikan, bukankah semuanya ingin demi kebaikan ..
 - Setiap orang yang terikat pada hubungan kerja sebagai sumber penghasilan apapun tingkat status sosialnya pada hakekatnya adalah BURUH. Dan buruh dimanapun punya kebebasan untuk protes bahkan mogok.
 Keputusan untuk protes oleh kelompok apapun pasti sudah lewat pertimbangan yg tidak sembarangan. Dan lepas kita setuju atau tidak pada protes2 mereka, kita harus menghormati hak mereka untuk protes maupun mogok. Sebab tanpa hak ini BURUH tak akan ada bedanya dengan budak. Dan budak adalah mereka yg menjadi korban perampasan hak dan kemerdekaan
 - Hak juga bagi masyarakat untuk memberi penilaian dan saran, mas Waluya Dimas ... hanya karena masyarakat percaya kepada dokter sebagai agen penyembuhnya, maka janganlah lantas dokter juga egois menempatkan dirinya ... kalau saja kebaikan yang menjadi tujuan bersama, kalaulah memang proses hukum macet misalnya, maka biar pula masyarakat ikut memberi penilaian dan lalu ikut berjuang membela para dokter ... bukankah hidup yang baik saling tolong-menolong ... jika ada yang susah dan terkena dilema penindasan, bukankah dengan gotong royong bisa saja menjadi harapan ... tapi dengan konsep SEHARI TANPA DOKTER nurani saya kok jadi ikut TERLUKA ...
 - Saya tidak mau menggurui siapa saja. Dan ini menyimpang dari ISSUE pokok Status Bu Dokter Nina Karmila. Sejauh pengalam saya sebagai demostran, Demonstasi adalah menamilkan HIGH LIGHT persoalan untuk membuat siapa terofokus pada masaalah, Dan tentu saja dalam menjalankan protes Dokter2 tidak akan menterlatarkan pasien yang "CRITICAL" atau dalam situasi " EMERGENCY". Untuk ini pasti ada plan untuk menolong pasien, Sedang hal2 yang elektip tidak ada pengaruh fatal bila ditunda. 
 - Numpang lewat. ^ ^)v
 Yang saya heran, kok komentarnya mbak Dedet Erawati dan mas Dwi Klik Santosa juga mas joko prayitno yang memberikan solusi elegan kok gak ditanggapi yah.?
 .
 Btw, sebagai penghangat suasana.
 Demi Allah, saya bersumpah bahwa :
 Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;
Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya;
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan bermoral tinggi, sesuai dengan martabat pekerjaan saya;
 Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter;
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran;
Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan;
Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan sosial;
Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;
Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;
 Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.
 *lanjuuttt...
 - Di bawah ini adalah kronologi hukum medis yg membuat saya tak habis pikir melihat para dokter membabi buta demo membela temannya yg jelas2 bersalah :
Kronologi singkat
Peristiwa berawal ketika dokter Ayu cs melakukan operasi sesar terhadap Julia Faransiska Makatey (Siska) di
RS Prof. Dr. RD Kandou Manado. Siska saat itu dibius total. Dokter Ayu kemudian mengiris dinding perut lapis
demi lapis sampai rahimnya, untuk kemudian mengangkat bayi yang dikandungnya.
Setelah bayi diangkat, rahim Siska kemudian dijahit sampai tidak ada pendarahan. Selanjutnya, dilakukan
penjahitan terhadap dinding perut. Dalam operasi itu, dokter Ayu dibantu dokter Hendry sebagai asisten
operator I dan dokter Hendy sebagai asisten operator II. Mereka berdua bertugas membantu memperjelas area
pembedahan yang dilakukan dokter Ayu.
Sebelum operasi dilakukan, dalam catatan MA, ketiga dokter itu tidak pernah menyampaikan kepada keluarga
Siska tentang berbagai kemungkinan terburuk, termasuk kematian. Dokter Ayu cs juga disebut melakukan
pemeriksaan penunjang – pemeriksaan jantung dan foto rontgen dada – setelah dilakukan pembedahan. MA
menyatakan, seharusnya prosedur itu dilakukan sebelum proses pembedahan.
Usai memeriksa jantung Siska, dokter Ayu kemudian melaporkan kepada konsultan jaga bagian kebidanan di
RS tersebut, Najoan, bahwa nadi korban 180 kali per menit. Dokter Ayu juga mengatakan hasil pemeriksaan
denyut jantung sangat cepat. Namun Najoan menyatakan bukan denyut jantung yang cepat, melainkan
kelainan irama jantung atau fibrilasi.
Dokter lain yang menjadi saksi, dokter Hermanus, mengatakan tekanan darah Siska sebelum dibius agak tinggi,
yakni 160/70. Dalam kondisi tersebut, pada prinsipnya pembedahan dapat dilakukan, namun dengan anestesi
risiko tinggi.
Sementara berdasarkan hasil rekam medis yang dibacakan saksi Dokter Erwin Gidion Kristanto SH Sp F, saat
Siska masuk RS, kondisinya lemah dan punya penyakit berat. Berdasarkan uraian para saksi itulah MA
memutuskan dokter Ayu cs “lalai dalam menangani korban saat masih hidup dan ketika pelaksanaan operasi,
sehingga korban mengalami emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan jantung.”
Emboli udara itu menghambat darah masuk ke paru-paru hingga mengakibatkan kegagalan fungsi paru dan
jantung. Akibatnya, Siska pun menunggal dunia. (umi)
 - Di mna pak insinyur gak habis pikirnya pak? Orang yg lagi asik korek kuping aja bisa mati..apa lg yg lagi operasi..atau pasca operasi..bapak tau gak emboli itu apa? Penyebab emboli pd kasus ini dr mna? Kalau sy jd bpak..sy akan pikir2 dlu berkomentar di ranah yg tidak sy kuasai..dp sy terkihat bodoh dan mempermalukan diri saya sendiri..tks oyaa..ini kasus darurat yah..buktinya bayi korban masih hidup..itu artinya dokter sdh bekerja dbg benar..
 - jangan emosionil, tulisan itu saya copas dari pemberitaan Mahkamah Agung yg jelas merupakan pengadilan tertinggi dinegara ini.Mahkamah Agung tentu saja mempekerjakan orang yg jauh lebih ahli dari anda sebagai penyidik medis.Jadi kesimpulannya kalau anda tidak setuju dengan vonis MA berarti anda turut menghina kecerdasan hakim2 MA .semoga anda sadar dan memperbaiki cara berpikir anda
 - Bapak copas ngerti gak apa yg bapak copas..? Sy perdebatkan pun bapak gak akan nyambung..yg tdk setuju dng keputusan MA itu semua dokter..justru krn kami pintar makanya kami tau ada yg janggal..capee dee
 - ini perdebatan yang baik setelah semua unek2 dikeluarkan, maka yang mengendap yang baik2, yang tersisa yang senyatanya, inilah hidup, bagi mereka yang berfikir
 - Yg salah sistem yg menaungi kita kan bun tapi gak jarang kita yg kena imbasnya, n org lain gak tahu itu.
Anggaran APBN utk kesehatan ini kecil, itupun tak terpenuhi tapi kita smw dituntut memberikan sesuatu yg maksimal.
Tuhan lah itu yang tahu bun..
 - takkan ada yg berubah, selama kita tak berjuang untuk adanya perubahan. Keep spirit boy. Diam, tak selamanya emas.
 - Mempertanyakan keputusan Pengadilan tidaklah berarti "menghina". Apalagi dengan adanya pandangan2 dan kejadian bahwa keputusan pengadilan bisa mengundang keraguan. Salah satu contoh adalah kasus M. Akil yang dikomentari "pejabat" bhw Akil sedang APES tertangkap, karena banyak orang lain yang "melakukan"
 Pengadilan sadalah tempat mencari"KEADILAN", tak sekedar menentukan " salah/benar " secara hitam putih, dengan pendekatan secara "humane". Dan karena itulah nama BUI atau PENJARA diganti menjadi LEMBAGA RAHABILITASI KEMASYARATAN (seingat saya). Mereka yang kena dan menjalani sanksi hukum, melalui proses Rehabilitasi ini diharapkan akan bisa kembali berpartisipasi secara aktip lagi dalam kehidupan bermasyarakat.
 Dalam menemukan salah/benar, ada kadar tingkat yang berbeda dari yang tegas tingkat kejahatan yang sengaja untuk mengeruk keuntungan dan ada yang terjadi bukan karena sengajaan atau "profitable" untuk pelanggar.
 Dalam hal ini ada sanksi2 yang berbeda atas tindak kejahatan (KRIMINAL) dan untuk yang bukan karena unsur kejahatan. Dalam kasus "non criminal" mungkin saja menyangkut keteledoran yang tak sengaja harus dipertimbangan factor2 ketidak sengajaan mungkin saja terjadi karena keadaan itu petugas sudah capai karena jadwal kerja, harus cepat mengambil keputusan dalam keadaan kritis. atau sedang menghadapi persoalan yang bisa dilematik., sehingga terjadi " over sight"
 Untuk masaalah non kriminal ini biasanya yang menyangkut segi2 praktek profesional yang tak mendapatkan "keuntungan" dengan "pelangaran atau kesalahan" yang dilakukan ada banyak sanksi yang cocok dan efektip seperti antara lain: 1. Dapat peringatan keras agar tak melakukan keteledoran lagi. 2"Good behavior bond" ini ditentukan bila dalam jangka waktu tertentu melakukan kesalahan lagi akan mendapatkan"hukuman". 3. Untuk sementara waktu hanya boleh tetap menjalankan tugas dibawah "supervision" untuk meningkatkan kompetensi. 4. Dicabut ijin kerja dalam bidangnya.
 Bukankanlah tidak mustahil dibalik keputusan Hakim ada pesan yang tersimpan seperti dalam kasus Angie yang dihukum 12 tahun sebagai peringatan agar jangan ada yang berani berbuat seperti Angie. Mungkin juga bisa sebagai usaha membangun citra bahwa keputusan pengadilan memang adil dan masyarakat harus percaya.
 Lepas dari hal2 yang di atas Protes Dokter untuk solidaritas decriminalization Dokter Ayu adalah legitimate protes dan tak pantas untuk dicibirkan. Kenapa ? Bila saja Dokter2 dalam menjalankan tugas selalu dibayangi trauma ancaman menjadi kriminal, maka dampak dalam kehidupan masyarakat akan sangat merugikan buat kita semua.
 - Buat kita orng awam yg tdk berprofesi kedokteran hidup dn matinya bukan ditangan mereka ttp bila kita lihat dr pokok permasalahannya emboli udara yg masuk kejantung itu adalah bukan perbuatan yg disengaja sehingga pasiennya meninggal dn setiap operasi kan ada rekam medik nya itu yg menjadi bukti selama berlangsungnya operasi. Jika para dokter melakukan aksi demon sehari adalah sah2aja dn itu hak mereka dn jgnlah diskriminalisasi profesi mereka. Km mendukung....
 - Terima kasih atas dukungannya dan pemahaman akan persoalan yg dihadapi dokter-dokter dlm menjalankan tugasnya mbak Fransiska Dachi, mas Waluya Dimas.
Dan salah satu butir sumpah Hipocrates, adalah, memperlakukan sejawatmu seperti saudara kandungmu.
 - tu insinyur ngotot biaren ajee, emang dipikirin...kt jg ngotot dgn pendirian kt krn kt yg memahami lebih mendalam realitas medis d lapangan.
G tau dia bahwa dapat dilakukan operasi emeregensi dengan TD sesaat mau operasi hampir 200 mmhg ,tp operasi tetap dilakukan dan tekanan darah diturunkan saat operasi dipersiapkan sampai berjalannya proses operasi..
emboli paru itu munculnya bisa kapan saja dan tiba2, tidak terduga ,bisa saja saat operasi sedang dilakukan atau setelah operasi...
Ni insinyur hebat banget mgkin..bisa ngeramal gempa bumi kapan datangnya.
 - Mereka g paham kk yg mana efek samping, komplikasi dan unpreventable death..foto, EKG, tes darah dapat berubah cepat dalam kasus perburukan yg tiba2 dan dapat diulang dalam interval waktu yg singkat sehingga post operasi bs lg dilakukan..
dasar sableng...tp opini dari orang yg jg merasa uda tau banyak (pikirnya), biarin ajeee.



Panjang ya diskusinya....ternyata, di tempat lain mogok para dokter ini memicu tanggapan dari profesi lain:



Jomblo terus menerus di-bully kenthirpedia. Ayo jomblo, mogoklah biar kenthirpedia kehabisan bahan...
-  banyak profesi di Indonesia yg kurang dihargai.. termasuk salah satunya jg Apoteker... padahal sekolahnya mati2an 5 tahun.. tp kurang dihargai dan hanya dikenal sbg "dodolan obat"
guru juga human, kak. ingin punya rumah yang didesain arsitek dan tidak membayarnya dengan pecel lele. 

hahahha.... lucu deh, jadi melebar dan keluar dari konteks tujuan demo yang elegan.



5 komentar

  1. .. rata-rata pada konyol ya komentarnya. Mencerminkan isi kepalanya banget, hehe. Kalau bukan dokter atau tenaga medis lain seperti bidan dan perawat, gak akan ngerti lah betapa busuknya kebijakan pemerintah kepada kita-kita ini. Ditambah dengan media masa yang makin zalim dari hari kehari, bukannya mencerdaskan masyarakat awam malah semakin memperbodoh mereka dengan berita yang seharusnya diperjelas kebenarannya, bukan ditutup-tutupi demi sebuah rating dari kabar sensasional seperti malpraktek dokter.

    Padahal, segala keburukan yang menimpa pasien tidak selalu malpraktek dokter/bidan/perawat. Contoh kasus steven johnson syndrome akibat pemberian antibiotik. Reaksi alergi berat semacam itu sering dikaitkan dengan malpraktek dokter 'salah kasih obat'. 'keracunan obat' dll, Padaha SJS adalah suatu reaksi alergi yang bisa menimpa siapa saja, dan dokter tidak akan pernah tahu siapa2 saja yang bisa kena SJS selain menanyakan kepada pasien tentang riwayat alergi obat sebelum pemberian antibiotik. Kalau jadi dokter, geram tidak dituduh malpraktek karena reaksi alergi obat??

    Beda lagi dengan dokter yang misalnya lupa suatu teori penyakit yang menyebabkan pasien meninggal dunia. Ini dokter yang bodoh, statusnya pun bukan malpraktek, tetapi karena kealpaan. Hukumannya? reschooling. Ingat, gak semua dokter itu pintar, so berhentilah memuja-muja dokter sebagai profesi paling agung (mindset kebanyakan orang indo). Akibat overestimate semacam itu, membuat dokter menjadi profesi paling hina jika sewaktu2 melakukan kesalahan. Jadi inget, waktu saya masih kecil ditanya sama ibu, kalau udah gede mau jadi apa. Aku bilang mau jadi tukang eskrim. Kata ibu, jangan, jadi dokter aja, biar kaya dan mulia. Akhirnya gede-gede disuruh jadi dokter, pas udah jadi dokter, saya mau jadi tukang kebab karena duitnya lebih banyak haha.

    Contoh lain, kisah nyata, seorang dokter meninggalkan perkakas operasi di dalam perut pasien. Jelas ini malpraktek, dan kata siapa dokter kebal hukum? Dokter semacam ini sudah banyak kok diganjar hukuman setimpal. Ada lagi dokter yang memotong penis anak yang sedang dikhitan, dokter ortopedi yang menangani kasus bedah abdomen yang berakhir kacau (bertindak tidak sesuai kompetensi), itu semua jelas malpraktek. Tetapi sekali lagi, ada batasan jelas mana malpraktek mana bukan malpraktek.

    Dokter matre? Oh ada, tetapi lebih banyak yang nrimo apa adanya tuh, :>) Dokter yang tingkat ekonominya dibawah rata-rata juga banyak. Dokter yang perbulan hanya mendapat gaji kurang 3 juta rupiah lebih banyak lagi. Dokter yang menerima honor tidak sepadan dengan jerih payahnya, oh ini mayoritas bahkan. Seperti konsulen saya di sebuah RSUD, biaya operasi patah tulang tibia 10 juta, honor untuk dokternya tebak berapa? 1,5 juta rupiah...Sisanya bagi2 ke RSUD, ruang op, obat, perawat, dll Kata dokternya sih lumayan, orang awam yang denger pasti bilang sambil nganga,"masa iyaaa??" Intinya, gak semua dokter banyak duit. Saya sama suami aja, banyakan duit suami yang ngedosen dan nulis buku :p

    Itu aja deh unek-unek ku mbak... Hehe. Intinya, dokter itu juga manusia, bukan profesi yang agung, sejajar lah dengan guru, dosen, apoteker advokat, dan line profesional lainnya. Yah, beda duit pangkal masuk unversitasnya doang, XD Jadi, kalau ada salah ya wajar, kalau demo menuntut kebenaran ya wajar juga. Lagian, dokter gak kebal hukum kok, yang bilang kebal hukum, ya mereka yang gak tahu fakta yang sebenarnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya... kalo aku dokter keluargaku curhat bahwa gak semua dokter matre... dia ada tapi gak semua matre karena dokter itu lebih ke panggilan kemanusiaan pada dasarnya.. cuma kebutuhan hidup sehari-hari itu yang bikin dokter berusaha cari penghasilan.. ya.. dokter juga manusia seperti katamu itu... tepat banget.

      Hapus
  2. hihihi.. yang terakhir itu kok bikin senyum :D
    gimana kalau ibu rumah tangga juga ikut demo :D
    biar rame sekalian :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. heheheh... he eh... kocak banget ya.. aku juga langsung ketawa baca itu terus jadi pingin mengabadikannya dalam tulisan deh.

      Hapus
  3. Panjang sekali tulisannya, Mbak Ade. Aku jadi ngikik geli. Mungkin kalau bacanya pas tanggal 27 nov kemarin harus hati-hati, karena takut terpancing emosi. Hehehe. Tapi alhamdulillah udah lewat, dan kalau kita kembali ke tanggal 27 lalu, ternyata masalahnya cuma 2. Kecemburuan profesi (seperti kata Mbak Ade) dan kekhawatiran nggak bisa berobat (krn kurangnya informasi bahwa demo cuma sehari, bahkan ada yg cuma bbrp menit di RS tertentu. Plus UGD dan rawat inap tetap aktif). Yang menarik adalah peran media terutama yang ingin bikin suasana makin heboh (tapi bikin jengkel), karena memancing ketegangan pihak-pihak yang mudah diprovokasi. Yg jelas, tulisan mbak Ade menghibur sekali. Makasih udah share ya :)

    BalasHapus