[Lifestyle] Seorang teman saya
pernah mengatakan bahwa ada sebuah adagium, yaitu bahwa dua orang yang selalu bersama-sama tapi tidak pernah
bertengkar atau berselisih sama sekali itu menunjukkan satu hal, yaitu bahwa
salah satunya pasti selalu berkata iya dan setuju saja, akibat dari
keterbatasan kemampuannya untuk memikirkan kemungkinan yang lain. Jujur saja,
saya langsung tertawa ketika teman saya itu mengatakan hal itu. Sambil
menyindirnya dengan mengatakan sebuah pernyataan:
"Oh, pantas kamu selama ini selalu setuju-setuju
saja."
Tapi, pernyataan teman saya itu lalu dibahas ramai-ramai
dengan teman yang lain.
"Tapi bisa juga bukan karena punya keterbatasan
kemampuan berpikir. Tapi karena malas berpikir dan tidak peduli."
"Atau karena tidak pernah menganggap penting apa yang
dibicarakan oleh pasangannya."
"Atau jangan-jangan karena tidak pernah berminat untuk
mendengar. Jadi masuk telinga kiri keluar telinga kanan."
Dan semua komen itu intinya sebenarnya sama: yaitu ada
sebuah ketidak pedulian dari teman yang menjadi teman seiring sejalan tersebut
terhadap apa yang dianggap penting oleh temannya yang sedang berbicara
tersebut. Pertanyaannya, kenapa bisa gitu ya? Nah, jawabannya bisa karena
memang tidak penting apa yang dibicarakan dan dilakukan selama ini jadi
mendebatnya hanya membuat sesuatu yang tidak penting itu menjadi terlihat
penting. Tapi, bisa jadi juga karena ya memang pasangannya bodoh saja. Dan
menanggapi obrolan yang tidak kita kuasai dengan cara memberikan pernyataan
yang kontra hanya akan memperjelas bahwa kita memang bodoh bisa-bisa. Hehehe.
Aih.
Ternyata, sebuah perbedaan yang hadir mencuat ke permukaan
dari sebuah persinggungan dengan pihak lain itu sebenarnya adalah cara Tuhan
untuk mendidik kita untuk berpikir ya. Mungkin itu asal muasal munculnya
pepatah perbedaan itu indah dan perselisihan membawa pada sebuah pemahaman
baru. Dan inilah yang saya dapatkan hari ini setelah saya membaca beberapa
tulisan perihal sengketa pulau-pulau yang ada di perbatasan sebuah negara
dengan negara lain. Dalam hal ini sengketa kepulauan yang berada di perbatasan
antara Singapura dan Malaysia sehubungan dengan tugas untuk menulis yang
berangkat dari sebuah pertanyaan berikut ini:
Singapura mempunyai sengketa perbatasan dengan Malaysia pada pulau di pintu masuk Selat Singapura sebelah timur. Ada tiga pulau yang dipersengketakan, yaitu Pedra Branca atau oleh masyarakat Malaysia dikenal sebagai Pulau Batu Puteh, Batuan Tengah dan Karang Selatan. Persengketaan yang dimulai tahun 1979, sebenarnya sudah diselesaikan oleh Mahkamah Internasional tahun 2008, dengan menyerahkan Pulau Pedra Branca kepada pemerintahan Singapura. Namun dua pulau lagi masih terkatung-katung penyelesaiannya dan penyerahan Pedra Branca itu, kurang diterima oleh Masyrakat Malaysia sehingga kerap terjadi perselisihan antar masyarakat. Bagaimana menurut teman-teman blogger penyelesaian konflik ini terkait dengan Komunitas ASEAN 2015?
Jujur saja, di antara semua dokumentasi data yang saya baca
sehubungan dengan sengketa antara Singapura dan Malaysia, saya amat terharu
ketika membaca peryataan berikut ini:
"Akan ada
orang-orang yang emosional, khususnya di Johor. Saya bisa memahaminya. Namun
yang penting adalah kita telah melakukannya melalui saluran legal yang
ada," kata Perdana Menteri (PM) Malaysia Datuk Seri Abdullah Ahmad
Badawi kepada para wartawan. (sumbernya https://news.detik.com/berita/944452/sengketa-pulau-batu-puteh-dimenangi-singapura-badawi-sedih)
Bagi saya itu sebuah sikap yang amat sportif dan luar biasa.
Tidak mudah bagi siapa saja untuk menerima kekalahan tapi tetap berjiwa besar.
Biasanya, orang yang saling berselisih (berlaku juga bagi orang yang sedang
bersaing), ketika ternyata dia kalah, dia tidak siap untuk menerima kekalahan.
Lalu mulai memberikan celaan pada pihak yang memberikan keputusan kemenangan
pada lawannya. Atau dia mulai mencari hal-hal lain yang bisa dipakainya untuk
meyakinkan orang lain bahwa mereka yang menang itu sebenarnya bukan sosok yang
sempurna jadi tidak perlu dikagumi. Ah. Semoga kita semua terhindar dari
perilaku seperti itu. Aamiin.
Dan hal lain yang juga saya dapat dari sengketa pulau yang
ada di perbatasan antara Singapura dan Malaysia itu adalah, sebuah kenyataan
bahwa kita tidak boleh menyia-nyiakan sesuatu yang kita miliki. Karena jika sesuatu yang ketika berada di
tangan kita tapi kita sia-siakan, telantarkan, atau dianggap tidak penting itu
lepas ke tangan orang lain yang lebih menghargainya, hingga sesuatu itu
akhirnya dianggap lebih pantas menjadi milik orang lain ketimbang milik kita,
lalu baru kita menyatakan menyesal itu sudah amat terlambat sekali. Hargailah
sesuatu yang berada di tangan kita, sebelum sesuatu itu terenggut hingga
berpindah ke tangan orang lain.
"Ih, si ade ini, apa
hubungannya ama sengketa pulau sampai ngomong kayak gini?"
Hehehe.... ini gara-gara saya membaca tentang apa sebenarnya
yang menjadi dasar pemikiran Mahkamah Internasional memenangkan sebuah negara
dalam sengketa wilayah atau sebuah pulau. Ternyata, Mahkamah Internasional itu
memenangkan sebuah negara dalam sengketa wilayah atau sengketa pulau yang ada di
perbatasan itu atas dasar:
“Continuous presence, effective occupation, maintenance dan ecology preservation”. (= kehadiran yang terus menerus, penguasaan secara efektif, serta pemeliharaan dan preservasi lingkungan).(sumber: https://ninyasmine.wordpress.com/2011/06/21/mahkamah-internasional/)
Itu kan sama artinya dengan, "kalau emang itu punya
elo, elo hadir gak pas dia butuh seseorang di sampingnya? Elo ngerawat dia
nggak? Ngasuh dia nggak? Ngembangin kemampuan yang dia milikin nggak?"..
hahahha.. jadi dalem a la sinetron gini ya aku mikirnya. Tapi ingatanku itu
langsung membawaku ke daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia meski
sebenarnya seharusnya yang dibahas disini adalah antara Singapura dan Malaysia.
Ya. Jujur, aku teringat dengan saudara-saudara kita di perbatasan wilayah sana
yang agak terabaikan selama ini padahal setiap hari mereka harus menyaksikan
bahwa orang-orang di negara tetangga yang jaraknya bisa dilihat dengan mata
telanjang ternyata lebih diperhatikan kualitas hidupnya oleh pemerintahnya.
Jalan-jalan yang diperbaiki, harga-harga yang dikendalikan agar bisa dijangkau
oleh semua lapisan masyarakat, fasilitas publik yang memadai; semua rata
diperhatikan oleh pemerintah Malaysia. Sementara saudara-saudara kita di
perbatasan diperhatikannya hanya jika ada anggota dewan yang sedang mencari
celah agar bisa muncul di media saja.
Kepemilikan Pulau batu puteh (istilah Malaysia untuk pulau
ini) atau Pedra Parca seperti disebut oleh SIngapura (dalam bahasa Portugis
yang juga berarti batu putih) bermula ketika Malaysia mengklaim pulau ini di
tahun 1979. Singapura tentu saja langsung bereaksi menolak klaim atas pulau
kecil yang luasnya hanya seluas setengah lapangan sepak bola tersebut. Akhirnya,
tahun 2004, setelah sengketa itu berlangsung cukup memanas dan lama, Malaysia
dan Singapura membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional. Kedua negara
masing-masing mengatakan akan menghormati apapun yang menjadi keputusan
Pengadilan Internasional atas Pedra Branca yang terletak di Selat Melaka
sebagai penyelesaian akhir atas perebutan pulau tersebut yang telah berlangsung
selama 28 tahun.
gambar diambil dari https://ibrahimjr.wordpress.com/2009/04/16/pedra-branca-publisitas-penyelesaian-sengketa-secara-damai/ |
Apa pentingnya pulau kecil tersebut? Penting. Karena ini
menentukan batas terluar dari wilayah perbatasan dengan negara tetangga. Yaitu
wilayah kedaulatan kita dimana para nelayan kita bisa bebas mencari nafkah di
bawah lautnya, dan kapal-kapal kita bebas berlayar di atas lautnya.
Kasus gugus karang di sebelah utara Pulau Bintan merupakan
salah satu sengketa yang lahir sebagai akibat dikeluarkannya secara unilateral
Peta Malaysia pada tanggal 21 Desember 1979. Yak..Peta Malaysia ini menyulut
amarah beberapa negara dan menggambarkan wilayah yurisdiksi nasional Malaysia
yang tumpang tindih dengan negara lain termasuk dengan Indonesia.
Pada kasus gugus karang di sebelah utara Pulau Bintan pada
awalnya dikenal 3 nama gugus pulau karang yaitu: Pulau Batu Puteh (dimana di atasnya berdiri Mercu suar Horsburg), Middle Rock
dan South Rock. Pulau Pedra Branca, sesuai dengan nama yang diberikan oleh Singapura yang merupakan bahasa Portugis yang juga berarti batu putih, pada awalnya adalah milik
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Namun penguasaan efektif pulau tersebut
dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Inggris dengan mendirikan mercusuar disana
untuk menjamin pelayaran internasional pada tahun 1847. Pada akhir masa kolonialnya, yaitu tahun 1952, Pemerintah
Kolonial Inggris menyerahkan pemeliharaan mercusuar ini kepada Singapura.
Posisi Pulau tempat berdirinya Mercu Suar Horsburg ini jaraknya 40 mil laut dari Singapura,
14 mil laut dari Johor dan 14 mil laut dari pantai utara Pulau Bintan. Jadi memang cukup jauh dari Singapura. Dalam pembuatan peta negara Malaysa, mungkin sebagai akibat dari penafsiran zona ekonomi eksklusif internasional, Malaysia pun memasukkan pulau yang luasnya hanya 8560 meter persegi ini ke dalam wilayahnya. Lalu, Malaysia menamakannya Pulau Batu Putih dengan alasan geographically closed to the coast of Johor. Sedang Singapura
menyebutnya Pedra Branca berdasarkan bukti kepemilikan (occupation) sejak tahun
1847 mengklaim menjadi miliknya. Indonesia yang juga hanya berjarak 14 mil laut
dari Pulau Pedra Branca menyatakan bahwa bagian selatan Pulau Pedra Branca terlalu
dekat dengan Pulau Bintan sehingga tidak bisa dilayari, sehingga seharusnya berdasarkan sona ekonomi eksklusif seharusnya Pulau Batu Puteh ini menjadi bagian dari Pulau Bintan dan merupakan milik Indonesia (petugas patroli kita sempat ditahan oleh pihak Singapura dan Malaysia karena dianggap melanggar batas negara tanpa izin. Tapi karena persengketaan ini maka kasusnya tidak bisa diadili) Indonesia belakangan tidak ikut-ikutan mempermasalahkan pulau ini. Terlebih tidak ada bukti kepemilikan atas pulau ini bagi Indonesia karena berdirinya mercu suar Horsburg oleh kolonial Inggris di waktu lampau.
Akhirnya, dalil effective occupation lebih dilaksanakan oleh Singapura, maka Mahkamah Internasional memenangkan Pulau ini kepada Singapura.
Akhirnya, dalil effective occupation lebih dilaksanakan oleh Singapura, maka Mahkamah Internasional memenangkan Pulau ini kepada Singapura.
Hal menarik yang dapat dari kasus Pedra Branca antara
lain:
- · Sumber-sumber pengajuan klaim tersedia di arsip nasional negara yang pernah berkuasa di daerah yang menjadi sengketa. Di sana data-data berupa surat, dokumen, berkas dan gambar dirawat dalam kondisi yang layak untuk dibaca.
- · Sengketa mengenai wilayah selalu menimbulkan ketegangan antara pihak yang bersengketa dan memunculkan sentimen nasionalisme sesaat di dalam negeri yang dapat membahayakan stabilitas dan ketegangan di kawasan.
- · Sengketa wilayah antar negara selalu disertai dengan penunjukan (show off) kekuatan militer kedua negara di wilayah yang diklaim sebagai miliknya.
- · Sengketa muncul ketika secara sepihak salah satu negara mengklaim wilayah orang lain sebagai miliknya dan memasukkannya ke dalam peta wilayah kekuasaannya. Atau salah satu pihak memulai aktivitas yang berusaha mencengkram kepemilikan di wilayah tersebut dengan membangun fasilitas umum dan komersial seperti mercusuar, resort ataupun mengadakan eksplorasi minyak lepas pantai.
- · Pengakuan kedaulatan secara legal suatu wilayah bagi negara akan mengubah garis wilayah perbatasan dengan negara-negara tetangganya.
Hmm....ternyata agak rumit ya penyelesaian sengketa suatu
pulau yang ada di batas wilayah itu. Semoga saja hal-hal ini kelak tidak akan
membuat hubungan negara-negara anggota ASEAn yang memang hidup saling
bertetangga dekat menjadi tidak rukun. Dan ini adalah kesimpulan saya akan
hikmah yang bisa saya petik dari kejadian persengketaan antara Singapura dan
Malaysia tersebut:
1. Mari belajar untuk bersikap sportif. Mungkin susah, tapi sikap sportiflah yang membuat kita memiliki jiwa yang besar untuk melangkah menyambut hari baru. Sikap sportif Malaysia, dan sikap Singapura yang tidak ponggah karena sudah memenangkan kasus sengketanya, membuat kedua negara tidak terus menerus hidup dalam kebencian dan ini bagus sekali. Terlebih karena mereka berdua adalah dua negara yang saling bertetangga dalam kawasan ASEAN.
2. Jangan mensia-siakan sesuatu yang kita miliki.
3. Jangan cepat mengklaim sesuatu yang belum pasti milik kita.
4. Mari melihat segala sesuatunya dengan lebih jernih alias jangan cepat termakan emosi dan menelan bulat-bulat berita yang bersifat memprovokasi.
- Pedra Branca, sovereignty lost in history…http://tembam.wordpress.com/2008/05/24/pedra-branca-sovereignty-lost-in-history/
- Sengketa Pulau Batu Puteh ( Singapura vs Malaysia) http://dindingkreatif.wordpress.com/2012/04/22/sengketa-pulau-batu-puteh-singapura-vs-malaysia/
- Sengketa Pulau Batu Puteh Dimenangi Singapura, Badawi
Sedih http://news.detik.com/read/2008/05/24/131922/944452/10/sengketa-pulau-batu-puteh-dimenangi-singapura-badawi-sedih
- Mahkamah Internasional http://ninyasmine.wordpress.com/2011/06/21/mahkamah-internasional/
- Pedra Branca, Publisitas Penyelesaian Sengketa Secara
Damai http://ibrahimjr.wordpress.com/2009/04/16/pedra-branca-publisitas-penyelesaian-sengketa-secara-damai/
- Dongeng Laut dan Perbatasan http://ferryjunigwan.wordpress.com/2010/09/23/dongeng-laut-dan-perbatasan/
Tulisannya bagus mbak, sumpah :D
BalasHapusnggak bosen saya bacanya..
aih, makasih rini.. kamu bikin hidungku mekar
HapusBERJIWA BESAR, ya itu yang harus dimiliki masing2 bangsa tentang ketetapan yang diperoleh.
BalasHapusBtw, ttg salah satu yang diperebutkan: Batuan Tengah itu - dari bbrp artikel yang saya baca, pada kenyataannya merupakan gugusan terumbu karang di pantai utara pulau Bintan (kep Riau) lho mbak. Sepertinya disia2kan Indonesia ya. KArena Mahkamah Internasional memutuskannya memberikannya kepada Malaysia, taoi Indonesia cuek2 saja tuh ..
iya itu tadi.. karena kolonial inggris dah terlanjur duluan membangun mercu suar horsburg di atasnya. sebenarnya masih tersisa satu pulau lagi tuh.. batu selatan.
HapusLucunya setelah ribut-ribut sama Singapura, eh Malaysia 'nyulik' Sipadan, Ligitan sama Ambalat dari Indonesia hehehe. Note, poin 2 sama 3 itu Jleb banget. Giliran ada dicuekin, pas butuh kelimpungan nyari-nyari. :)
BalasHapusKarena Indonesia yg lamban sih menurutku. Ketika malaysia mulai membangun resor di sipadan ligitan, indonesia diam saja. Baru ngeh setelah pemerintah malaysia merilis peta baru mereka dimana krn perhitungan zee maka sipadan ligitan masuk wilayah mereka. Nah setelah mahkamah internasional memutuskan bhw sipadan ligitan punyanya malaysia maka otomatis batas zee jadi bertambah yg artinya ambalat itu yaaa.... gitu deh.
HapusTapi jika liat penduduk di perbatasan mereka sepertinya lebih bahagia bila bisa jadi warga negara malaysia deh.
salut ya sama sportivitasnya..
BalasHapusini bener banget mba Ade :
BalasHapus"saudara-saudara kita di perbatasan wilayah sana yang agak terabaikan selama ini padahal setiap hari mereka harus menyaksikan bahwa orang-orang di negara tetangga yang jaraknya bisa dilihat dengan mata telanjang ternyata lebih diperhatikan kualitas hidupnya oleh pemerintahnya. Jalan-jalan yang diperbaiki, harga-harga yang dikendalikan agar bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat, fasilitas publik yang memadai; semua rata diperhatikan oleh pemerintah Malaysia"
pemerintah mmg hrs memperhatikan saudara2 kita di perbatasan...