Tidak Khusyu’ Ketika Shalat
Kafemuslimah.com, rubrik Wanita Bertanya Ulama Menjawab – Sunday, 03 April 2005
Kafemuslimah.com, rubrik Wanita Bertanya Ulama Menjawab – Sunday, 03 April 2005
Tanya
Bagaimana hukum khusyu’ di dalam shalat? Apakah ketikdakhusyu’an dapat membatalkan shalat?
Bagaimana hukum khusyu’ di dalam shalat? Apakah ketikdakhusyu’an dapat membatalkan shalat?
Jawab
Tidak khusyuk ketika shalat itu mengandung beberapa arti sebagai berikut:
Tidak khusyuk ketika shalat itu mengandung beberapa arti sebagai berikut:
Apabila yang dimaksud ketidakkhusyu’an itu melakukan gerakan yang banyak sekakan-akan tidak sedang melakukan shalat, seperti menggaruk-garuk badan, melihat jam tangan, menengok ke kanan atau ke kiri, membetulkan sorban atau ikat kepalanya, dan sebagainya, maka hal ini membatalkan shalat. Karena perilaku seperti itu merupakan permainan, tidak menggambarkan seorang muslim yang sedang menghadap Rabbnya dengan hati dan pikirannya, serta tidak menghormati shalat dan merasakan nilainya.
Adapun jika ketidakkhusyu’an itu dalam arti kadang-kadang melakukan gerakan sedikit, pikirannya menerawang kepada sesuatu di luar shalat, atau hatinya tidak hadir dalam shalat mkal hal seperti ini tidak membatalkan shalat. Meskipun dalam hal ini ia telah menghilangkan ruh shalat yang pada hakikatnya ialah khusyu’ Allah berfirman:
“Sesungguhnya beruntunghlah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (Al mu’minun: 1-2)
Perlu diketahui bahwa khusyu’ itu ada dua macam, yaitu khusyu’ hati dan khusyu’ anggota badan.
Khusyu’ hati ialah merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla, merasakan keagungan-Nya, memperhatikan makna-makna Al Qur’an, merenungkan ayat-ayat yang dibacanya atau didengarnya, merenungkan dzikir-dzikir yang diucapkannya –seperti manka takbir, makna tasbit, makna ucapan sami’allahu liman hamidah– dan sebagainya. Makna dzikir dan ayat-ayat yang dibaca ini diharidkan dan diernungkan di dalam hati. Dengan begitu ia merasa sedang berada di hadapan Allah (menghadap Allah) Azza wa Jalla. Sedangkan shalat itu sendiri harus bersih dari permainan dan kesia-siaan.
Seorang ulama salaf, Hatim Al Asham, pernah ditanya bagaimana cara ia menunaikan shalat. Ia lalu menjawab:
“Saya bertakbir dengan merenungkan hakikatnya, saya membaca ayat Al Quran dengan sungguh-sungguh dan tartil, saya ruku’ dengan khusyu’, saya sujud dengan merasa rendah, saya merasa surga ada di sebelah kanan saya dan neraka di sebelah kiri saya, titian berada di bawah kaki saya, Ka’bah berada di kedua kening saya, Malaikat Maut berada di atas kepala saya, dosa-dosa saya sedang meliputi saya, pandangan Allah sedang mengarah kepada syaa, saya anggap shalat saya ini sebagai shalat yang terakhir dalam hidup saya, dan saya sertai dengan keikhlasan semampu saya, kemudian saya mengucapkan salam. Saya tidak tahu apakah Allah menerima shalat saya ataukah Dia justru berkata, “lemparkan shalat itu ke wajah orang yang melakukannya itu!”
Itulah kekhusyu’a hati. Sedangkan kekhusyu’an anggota badan merupakan penyempurna kekhusyu’an hati sekaligus sebagai lambangnya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah atsar:
“Kalau hati orang ini khusyu’ niscaya khusyu’lah anggota tubuhnya”*
maksudnya jika sedang mengerjakan shalat janganlah seseorang berpaling ke kanan dan ke kiri seperti musang, jangan bermain seperti anak kecil, atau jangan banyak bergerak hingga merusak kekhusyu’an dan menghilangkan ruh shalat. Sebaliknya, ia harus melaksanakannya dengan penuh ketundukan di hadapan Allah Azza wa Jalla. Khusyu’ badan juga merupakan sesuatu yang dituntut dalam shalat
*Diriwayatkan oleh Al Hakim At Tirmidzi dalam An Nawadir dengan sanadnya dari Abu Hurairah secara marfu’, dan di dalam sanadnya terdapat perawi yang telah disepakati kelemahannya. Tetapi yang terkenal, perkataan Sa’id bin Al Musayyab
Dr Yusuf Qardhawi
disarikan dari Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 1
Gema Insani Pers
disarikan dari Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 1
Gema Insani Pers
Tidak ada komentar