Romantika di Dalam Becak

[Pernikahan] Jika aku katakan bahwa sebelum menikah tubuhku tidak sebengkak ini, kalian percaya tidak? Hehehe.

Duh. Masa muda ya. Dulu, dengan tinggi 163 cm, berat badanku sebelum menikah hanya 45 kg. Ketika masih SMA, bahkan lebih kurus lagi. Berat badanku hanya 37 kg. Sehingga sering diledeki oleh keluarga dan teman-temanku jika sedang datang angin yang berhembus, "Tolong pegangin si ade, biar dia nggak kebawa angin." Setelah menikah, berat badanku terus bertambah. Dimulai setelah melahirkan anak sih sebenarnya. Karena setelah menikah, aku masih ringan.

Dimulai selama hamil anak pertama. Berat badanku naik 20 kg; setelah melahirkan turun 10 kg, tapi ketika menyusui naik lagi 5 kg. Lalu hamil berikutnya begitu lagi kejadiannya hingga akhirnya.... besar deh sekarang tubuhku.



Dulu, sebelum menikah, badanku yang super kurus ketika masih SMA (tinggi 163 cm, berat hanya 37-39 kg), aku pernah sampai minum jamu agar gemuk loh. Belagu memang. Tapi badanku kurus banget dan susah gemuk waktu itu. Mana pinggulku lebar jadi tulang pinggul tuh sampai menonjol keluar jadi jika mengenakan rok akan terlihat sesuatu yang keras di kiri kanan bagian bawah pinggang seperti orang yang sedang membawa senjata. Padahal, itu tulang pinggulku. Itu sebabnya teman-teman di sekolahku memanggilku "tubil". Tubil ini adalah tokoh komik di surat kabar POSKOTA; yang menceritakan tentang tengkorak yang hidup dan iseng banget tapi separuh polos dan bodoh. Jadi, niat awalnya pingin ngisengin orang tapi karena polos dan bodoh malah berakhir membawa kesialan bagi dirinya sendiri.

Beberapa orang yang lain, memanggilku "Olive". Olive ini istrinya Popeye the Sailorman. Jadi, sementara si Popeye memiliki lengan yang berjendul-jendul otot trisep dan bisepnya, si Olive ini kurus banget badannya sehingga kepalanya terlihat lebih besar dari badannya.

Hasil minum jamu agar bisa gemuk ini, berat badanku mulai mengalami peningkatan. Dari 37 kg naik jadi 39 kg. Sudah. Disitu saja sepanjang masa SMA. Barulah setelah tiba-tiba muncul tumor jinak di payudara, bisa jadi karena obat-obatan yang aku minum ya, berat badanku mulai bertambah secara signifikan. Jadi 43 kg.

Nah. Menjelang menikah, ketika aku sedang berencana untuk jahit kebaya, oleh penjahit dan calon perias pengantinku, aku dinasehati agar menaikkan berat badanku. "Kalau terlalu kurus jelek, De. Nanti seperti peyot pipinya jika diberi blush on. Lalu, nanti kepalamu akan terlihat besar jika sudah diberi sanggul; lebih besar dari badan. Itu lucu banget."

Ya sudah. Aku mulai deh, dibantu oleh ibuku, melakukan program penambahan berat badan. Jadi rajin minum susu KLM yang kalengnya  warna orange atau coklat muda kalau nggak salah. Dan sukses, dalam jangka waktu 1 tahun, berat badanku jadi 45 kg.

Nah itu cerita tentang berat badan impian yang turun naik berfluktuasi seperti nilai tukar dollar terhadap rupiah saat ini. Dan sekarang, berat badanku tinggi dan susah untuk turun lagi. Persis deh dengan nilai tukar dolar terhadap rupiah.

Yang Penting Sehat dan Bahagia

Sebenarnya, sejak lama aku sudah mencoba berbagai macam cara selain pergi ke dokter kecantikan, untuk menurunkan berat badan plus melangsingkan tubuhku.
Tapi ya gitu deh.... susyaaah.

Bahkan sampai sakit-sakitan loh gara-gara pingin langsing. Hahaha.
Mungkin itu sebabnya suami sering banget menasehati istrinya yang sering nekad mencoba aneka macam cara untuk langsing termasuk diet ekstrim dengan nasehat:

"Sudah De. Yang penting sehat. Kan enak jika sudah tua nanti kita masih bisa berbahagia bersama anak dan cucu dalam kondisi sehat wal afiat? Jadi tidak merepotkan orang lain."

hmm... iya juga sih. Apalah artinya badan langsing jika sakit-sakitan?

Tapi tetap saja sih, yang namanya cita-cita pingin langsing itu bercokol di dalam hati. Dalam bayanganku, jika kita punya tubuh langsing maka bisa mencoba berbagai macam hal. Seperti:

1. Bisa main trampoline dengan lebih leluasa (hahahaha, asli ya, aku tuh pingin juga dong melompat dengan penuh gaya dan itu semua tidak bisa dilakukan dengan tubuh bundar seperti sekarang. Jadi ya emang kudu langsing).

2. Bisa terjun ke kolam renang tanpa rasa was-was. Oke. ini pengalaman rada traumatik sebenarnya. Jadi, pernah pas aku terjun ke kolam renang, nah, aku langsung bisa kejedut lantai kolam renangnya. Alhamdulillahnya, tanganku langsung menukik ke atas sehingga bisa membuat tubuhku berbelok kembali ke atas. Jadi posisi tangan ada di depan kepala. Coba deh bayangkan jika aku terjun dengan posisi lengan di samping atau sedang memeluk lutut? Apa nggak terbentur cukup keras dengan lantai kolam renang jadinya?

Aku nggak tahu pasti sih ini karena kolam renangnya kurang dalam atau karena badanku yang gemuk. Agar tidak termasuk orang yang dikenakan pepatah "awak tak pandai menari, lantai disalahkah" jadi aku berpikir positif saja ini semua gara-gara badanku yang gemuk. Jadi, ya kudu langsing.

3. Pingin bisa jalan-jalan ke banyak tempat tanpa derita sakit lutut. Yang satu ini sudah pastilah, penyebabnya karena berat badan yang harus banget dikurangi.

Yang ke 4, aku pingin bisa naik becak lagi.

Romantika di Dalam Becak

Romantika di Dalam Becak

Jadi, sejak semua becak dilarang untuk beroperasi di wilayah DKI Jakarta (kecuali di wilayah Sunter, Jakarta Utara dimana masih terdapat becak motor disana mengingat ini daerah perbatasan antara DKI Jakarta dan Bekasi), aku tuh kangen pingin naik becak. Atau kendaraan tradisional lain seperti andong (alat transportasi dengan bantuan kuda; di betawi namanya dokar).

Jika sedang berlibur ke daerah dimana becak belum dilarang oleh pemerintah daerahnya. aku malah pingin mencoba merasakan kembali naik becak.

Romantika di Dalam Becak


Aku sih menikmati ya naik becak.
Dulu, ketika becak masih ada di Jakarta, kemana-mana aku sukanya naik becak daripada naik mikrolet atau metromini atau taksi atau bis atau angkot.

Romantika di Dalam Becak

Naik becak tuh enak sih menurutku. Anginnya semilir datang dari depan kita. Terus laju becak juga tidak kencang tapi juga tidak lambat; jadi sempat lah bikin kita ketiduran. Terus ramah lagi, karena kita bisa bertemu dengan orang di sepanjang jalan dan masih memungkinkan untuk saling menyapa. Dan becak juga memungkinkan kita untuk meletakkan barang bawaan karena memang ruangan untuk penumpangnya lumayan.

Coba deh lihat apa yang diangkut oleh becak di bawah ini? Jika harus dibawa dengan mobil, harus sewa mobil pick up ini mah. 

Romantika di Dalam Becak

Jadi, aku pun bilang pada suamiku.
Awalnya sih tidak minta langsung, maklum masih malu-malu kucing gitu anaknya. Hehehe. 👫

"Mas... kita main ke Simpang Lima Semarang yuk. Ada apa disana?"
 Jadi ya, ceritanya ketika liburan ke Semarang pekan lalu berdua saja dengan suami, aku penasaran pingin lihat Simpang Lima Semarang.

Dari banyak cerita orang-orang yang pernah ke Semarang, Jawa Tengah, katanya Simpang Lima ini adalah perwujudan dari alun-alun kota. Tapi, di sekelilingnya ada pusat perbelanjaan dan juga Masjid Besar.

Suamiku, langsung membuat google map dan mencari tahu ada apa saja di Simpang Lima Semarang.
"Oh... ada masjid besar dan ada mall Ciputra nih. Mau kesana? Ya sudah. Pesan taksi gih."

"Ah, aku maunya naik becak." kataku.

"Naik becak? Panas loh De di luar sana. Nggak enakan naik taksi?" kata suamiku. Aku mencoba untuk bertahan pingin naik becak. Agak setengah ngambek, pokoknya pingin naik becak.
Akhirnya, suamiku mengalah.

"Ya sudah kalau mau naik becak, oke. Yuk. Tawar dulu yuk." Kata suamiku mencoba untuk berdamai daripada istrinya ngambek kelamaan.

Kami melakukan tawar menawar dan akhirnya sepakat untuk membayar Rp20.000 dari hotel tempat kami menginap, Aston Inn Pandanaran Semarang, ke Simpang Lima Semarang. Entahlah ini termasuk mahal atau murah, yang penting bisa jalan-jalan naik becak aja.

Romantika di Dalam Becak

Lalu, duduk deh di dalamnya. Aku masuk terlebih dahulu ke dalam becak setelah si abang becak menjungkit bagian depan becak agar akunya mudah naik ke atas becak. Masuk ke dalam becak sambil senyum-senyum senang. Akhirnyaaaa..... naik becak juga. Asyik.
Setelah aku duduk suami barulah masuk.
Dan.... ternyata sempit.
hahahaha.

Romantika di Dalam Becak
Diatur-atur duduknya, ada yang maju ada yang mundur, kaki disilang, tas dikempit. Tetap sempit.
Belum lagi atap becaknya juga menyentuh ujung kepala si tulang atapnya. Jadi kepala harus sedikit ditundukkan.

Pada akhirnya, aku dan suami tertawa saja merasa geli dan lucu sendiri.

"De. Sekarang mengerti kan kenapa aku rada-rada menolak mengajak kamu naik becak. Bukan nggak mau, tapi karena.... ehem. Ngerti kan? Hahahaha..... karena aku dah ngira kita berdua sudah nggak bakal muat naik becak."Suamiku tertawa-tawa sambil melirik menggodaku. Aku ikut tertawa dan mencoba menghibur diri sendiri.

"Iya nih. Kayaknya becak jaman sekarang berubah deh. Lebih sempit ya mas." Mendengar alasanku, suamiku makin tertawa ngakak.

"Bukan becaknya yang sempit. Tapi kitanya yang sekarang pada gemuk-gemuk, De. hahahaha."
Akhirnya, aku dan suami tertawa, hilang sudah semua ngambeknya. Ganti malu.

"Kalau dulu, mungkin berdua naik becak enak, bisa duduk sebelah-sebelahan. Sekarang mah.... ehem." Suami tidak henti menggodaku. Duh, nasib.

Romantika di Dalam Becak

Romantika di Dalam Becak
Sempit saja, duduk di atas bangku becak dengan setengah harga saja, sambil konsentrasi pegangan dengan pinggiran atap becak saja, masih sempat-sempatnya suami meledekku. Untung istrinya baik hati dan ceria. hahahaha....

Tapi asyik juga ternyata berdua naik becak meski badan sudah melar dan mekar.
Asyik karena bisa semakin dempet-dempetan duduknya.
Apalagi jika ada lubang atau tanggul di tengah jalan.
Jereduk!
Aw.
Makin senggol-senggolan.

"Sempit banget nggak mas kamu duduknya? Sini, mau aku pangku?"Suami mendelik ke arahku dan aku hanya nyengir.

"De, ini kalau jaman aku kecil, pasti diledek nebeng nih."

"Oh, jaman aku kecil, yang diledekin nebeng itu kalau duduk di tengah. Nanti diteriakin, yang tengah nebeng. Gitu."

"Sekarang boro-boro duduk bertiga, berdua aja ngepas banget ini."

"Nggak enak banget ya mas? Sini, mau aku peluk?"
Dan kami kembali cekikikan berdua. Tertawa bahagia sepanjang jalan hingga akhirnya becak tiba di tempat tujuan. Begini memang jika apa yang dibayangkan ternyata berbeda dengan kenyataan.

Meski sempit dan ngepas, aku sih, tetap suka naik becak berdua suami. Kalau kamu? 

5 komentar

  1. Memang lebih enak naik becak nih ya Mbak, sekalian bisa menikmati perjalanan hihi

    BalasHapus
  2. So sweet banget nih Mbak naik becak berdua. Sepertinya seneng banget nih hehe

    BalasHapus
  3. Waduh kasihan banget nih ya kalau bapakknya yang bawa becak suruh bawa barang banyak gitu

    BalasHapus
  4. Duluuuu waktu SD hampir tiap hari pulang sekolah naik becak sama tiga teman lain. Karena masih kecil, kami sih santai-santai aja.

    Sekarang mah kalau naik becak berdua sama nenek suka kasin sama tukang becaknya :( memang sih kita bayar beliau, tapi rasanya kaya ga tau diri.

    Btw, so romantic :' hal sederhana kaya gitu bisa dibuat bahagia bersama.

    BalasHapus
  5. dicubles biar kempes mom, hihihi
    aq duduk sendirian becaknya udah gak cukup mom wkwkw

    BalasHapus