Jangan Panggil Aku Anita

[Parenting] Namaku,  Ade Anita. Simple. Rata-rata, semua orang bisa melafalkannya dengan baik insya Allah, termasuk Cinta Laura pun bisa melafalkannya dengan sempurna (*apa sih?). Ada sebuah kisah di balik namaku ini. Cerita yang selalu berulang diceritakan oleh orang tuaku padaku.


Aku berasal dari Palembang, Sumatra Selatan. Ada sebuah budaya di Palembang sana. Yaitu, budaya merendahkan diri sendiri lewat sebuah lelucon yang menyentil kelemahan yang dimiliki oleh diri sendiri. Seperti jika si Fulan seorang yang gemuk. Maka, si Fulan, tanpa sungkan sering bercerita bagaimana kerepotan dia dengan tubuh tambunnya tersebut ketika sedang antri kamar mandi dan kebetulan lorong menuju kamar mandinya sempit. Tujuan cerita ini tidak lain untuk memancing orang lain agar tertawa.

Mungkin bagi orang lain, apa yang dilakukan oleh Fulan ini sesuatu yang masuk kategori "mempermalukan diri sendiri." Tapi di Palembang, hal ini justru dianggap sebuah keberanian yang bisa mencairkan suasana dan mengakrabkan diri dengan orang lain.

Seakan-akan kita sedang berkata para orang banyak "Aku orang biasa, kamu juga orang biasa. Kita sama-sama punya kelemahan, terus ngapain harus pake jarak sih antara kamu dan aku?"

Mungkin bahasa keren dan kekiniannya tuh "Situ seleb? Udah biasa saja. Situ punya kelemahan sini juga punya kelemahan. Kelemahanku ini. Mana kelemahanmu?"

Itu sebabnya, orang tuaku dengan gamblangnya, dalam suasana ceria dan penuh canda, bercerita tentang ihwal namaku. Mungkin bagi orang lain yang tidak terbiasa dengan cerita berikut ini akan menganggap apa yang dilakukan oleh orang tuaku ini kejam. Tapi, bagi keluargaku, cerita tentang ihwal namaku itu biasa saja. Itu sebabnya cerita tentang sejarah namaku selalu diulang ceritanya.

Waktu kamu lahir dulu. Kami semua sebenarnya berharap kamu lahir sebagai seorang anak laki-laki. Harapan ini bukan main-main. Tapi karena memang dulu, semua pertanda bahwa kamu kemungkinan anak laki-laki sudah terlihat. Bentuk perut ibu selama hamil maju ke depan. Ibu juga gesit kesana kemari, tidak manja selama hamil. Tidak suka dandan juga. Beda waktu hamil kakak, dimana ibu suka dandan dan manja. Hanya saja, memang USG adalah sesuatu yang mahal untuk dilakukan. Ayahmu masih seorang tentara biasa dulu. Sedangkan di rumah, tanggungan yang harus diberi makan banyak. Ada om, tante, nenek lengkap. Jadi, kami tidak mengambil paket USG. Patokannya murni berdasarkan tanda-tanda fisik khas orang jaman dulu. 
Karenanya, begitu ibu masuk kamar bersalin di RSPAD, semua orang menunggu di luar dengan hati penuh harap. Ayahmu bahkan sudah mempersiapkan nama untuk bayi laki-laki. Tapi, semua langsung terdiam ketika ternyata yang lahir bayi perempuan. Yang paling kecewa, tentu saja ayahmu.
Begitu dokter memberitahu bahwa bayi yang lahir perempuan, ayah tidak percaya. Dan pingin melihat langsung bayinya. Oleh suster, kamu didekatkan ke  ayahmu dan diperlihatkan kelaminnya. "Ini pak, asli perempuan." Ayahmu langsung terdiam. Kesal dan kecewa. Lalu pergi ke tempat pekerjaan begitu saja.
Hingga hari ke 5, tidak ada yang memberimu nama. Sehingga ketika ibu harus pulang dari rumah sakit karena sudah dirawat selama 5 hari, seorang suster bertanya pada ibu siapa nama bayinya. Ibu nggak tahu harus beri nama siapa. Dan ayahmu sama sekali tidak mau memberi nama karena masih kecewa. Padahal, tertib administrasi harus diberlakukan. Surat kenal lahir harus tertera nama bayi di sana. Melihat ibu bingung, suster lalu memberitahu sesuatu.
"Bu, ayo segera pikirkan sebuah nama. Jika hingga hari ke 7 seorang bayi belum diberi nama, maka bayinya bisa bisu."
Wah. Ibu takut jika kamu nanti jadi bisu. Jadi, ibu mikir sendiri siapa kira-kira nama kamu. Ibu ingat, kamu punya seorang kakak. Seorang kakak pasti akan memanggil ade ke adiknya. Ya sudah, nama depanmu ibu tulis Ade. Tapi. Jika namamu hanya Ade saja, terlalu pendek. Dan ibu lihat kamu sebagai seorang bayi perempuan. Bayi wanita. WANITA. Jika huruf W dihilangkan, jadi ANITA. Itulah nama kedua di belakang kata Ade. Jadi ADE ANITA.
Lalu resmilah namamu menjadi Ade Anita.
Tuh, itu sejarah namamu, nak. Dan sekarang yang bikin ibu bingung, kenapa kamu bisa sayang banget sama ayah kamu padahal dulu ketika lahir, ayahmu amat kecewa padamu.

Itulah sejarah namaku. Cerita itu selalu diulang-ulang oleh ibuku ketika aku sedang bermanja-manja dengan ayahku. Dulu, ibuku sering cemburu jika aku sedang bermanja-manja dengan ayahku. Karena, aku dan ayah memang amat dekat sekali.

Ayah sering bercerita bahwa ketika masih menjadi tentara, setiap kali pulang dinas, aku akan berjalan sambil berkata, "Ala ata... ala ata." artinya ayah datang. Hingga tetanggaku di kompleks tentara tahu teriakanku setiap kali ayahku datang ke rumah. Ayah menceritakan cerita Ala Ata ini biasanya sambil mengucek-ucek rambutku. "Tuh, sayang banget kamu sama ayah kan. Makanya ayah sayang sama kamu."

Tentu saja ibuku semakin cemburu. Jadi, ibu kembali menceritakan sejarah namaku lagi. Diulang lagi. Jika ibu sudah menceritakan itu, ayah yang biasanya ada di sampingku, akan menatapku sambil tersenyum lebar. Lalu mengeratkan pelukannya di pundakku sambil mendaratkan kecupan di keningku.

"Anaku tu. Anak ku tu." (ini diucapkan dengan dialek Sekayu, Sumatra Selatan, artinya "anakku ini"... tapi diucapkan dengan cepat sehingga terpeleset menjadi "anak kutu"

aku dan kakakku ketika masih kecil dan tinggal di rumah kompleks angkatan darat. 


JANGAN PANGGIL AKU ANITA

Ayah tahu tentang cerita asal mula namaku. Aku juga hafal cerita sejarah namaku. Tapi, kisah muram itu tidak membuatku membenci ayah. Sebaliknya, aku dan ayah menjadi amat dekat. Ditambah dengan kondisi aku yang sering sakit-sakitan ketika masih kecil, maka di saat semua orang sudah tidur di kamar lain terpisah dari orang tua, aku tetap tidur bersama orang tuaku di kamar utama. Kakakku, adikku, semua tidur terpisah di kamar mereka. Ramai-ramai dengan beberapa orang saudara yang memang  ikut tinggal di rumahku. Sedangkan aku, tetap di kamar orang tuaku.

Asmaku parah ketika masih kecil dulu. Apalagi ditambah aku punya penyakit bronchitis kambuhan. Bronchitis ini menular. Jadi, jika sudah kambuh aku terpaksa harus diopname di rumah sakit dalam kamar isolasi. Bentuknya seperti aquarium. Seluruh ruangan punya kaca lebar karena pengunjung memang hanya bisa melihat dari luar kaca lebar itu saja jika datang berkunjung. Dengan begitu, agar kesehatanku bisa diawasi dengan seksama maka ayah dan ibuku menempatkan aku tidak jauh dari tempat tidur mereka. 


Di kamar utama itu, ada 2 tempat tidur. Aku tidur di tempat tidur single sedangkan kedua orang tuaku tidur di tempat tidur ukuran queen. Tahun 1980, adikku yang bungsu lahir. Kamar menjadi penuh karena ada bayi sekarang. Dan atas saran uwak, ibu memintaku untuk tidur di kamar terpisah. Tapi aku menolak. 


Penolakannya berbentuk drama. Malam-malam, sebelum aku masuk ke dalam kamar, ibu sudah mengunci pintu kamar dari dalam sehingga aku tidak bisa masuk ke dalam kamar. Aku mengetuk, menangis dan teriak-teriak, tetap tidak dibuka pintunya. Yang ada hanya perintah agar aku tidur di kamarku di lantai atas. Tapi aku tetap menolak. Aku ingin tidur dekat dengan ayah. Jadi, aku bukannya tidur di kamarku, tapi malah tidur di lantai tepat di depan pintu. Pagi-pagi, ketika bangun aku sudah mendapati diriku tidur kembali ke tempat tidur single yang ada di kamar utama. Kadang, karena ada bayi di tempat tidur besar, maka aku tidur di tempat tidur single bersama dengan ayahku. Aku senang sekali.

Begitu terus kejadiannya. Setiap malam. Hingga akhirnya suatu hari uwakku, yang merupakan kakak tertua ibuku, datang ke rumah sambil membawa sebuah majalah wanita, Kartini. Ditariknya aku ke dalam kamar siang-siang. Hingga kami hanya berdua saja. Lalu uwak membuka majalan Kartini dan memperlihatkan sebuah berita. Waktu itu aku masih duduk di kelas 5 Sekolah Dasar, tahun 1981. Usiaku baru 11 tahun.

"De. Baca ini. Baca. Ini cerita tentang bahayanya seorang anak perempuan yang terlalu dekat dengan ayahnya. Baca!"

Aku membacanya. Ternyata itu adalah berita tentang seorang anak perempuan bernama Anita. Dia dihamili oleh ayahnya hingga akhirnya melahirkan seorang anak. Tidak. Bukan hanya seorang, tapi hingga 3 orang anak. Peristiwa incest yang luar biasa ini dilaporkan oleh tetangganya ke polisi dan si ayah ditangkap dan dijebloskan ke penjara.

Aku shock membaca berita tersebut. Usiaku baru 11 tahun. Aku masih duduk di kelas 5 dan diminta untuk membaca berita seperti itu. Bukan hanya disuruh membaca berita itu. Tapi juga....

"Itu sebabnya, De. Kamu nggak boleh lagi terlalu manja dengan ayahmu. Ayahmu itu laki-laki. Tidak baik anak perempuan terlalu dekat dengan ayahnya. Bagaimana jika ayahmu terasuk setan lalu memperkosamu? Mulai sekarang... kamu nggak boleh lagi terlalu dekat dan manja dengan ayahmu."

ARGHHHH.....

Bahkan aku belum mengerti arti kata "diperkosa".

Larangan dari uwak itu benar-benar membuatku gemetar. Berita incest di majalah itu benar-benar membuatku terkejut. Asli tak terduga dan tak tergambarkan perasaanku saat itu.
Tapi.... malamnya, aku tidak lagi melakukan aksi ngotot ingin tidur bersama orang tuaku di kamar mereka. Diam-diam, aku mulai berjalan ke kamarku sendiri di lantai atas.

Tapi.... aku tidak bisa tidur.
Aku menangis, karena merindukan ayah.
Tapi aku takut.... jika kejadian perempuan bernama Anita terjadi padaku. Apalagi, nama kami sama-sama Anita.
Ah.
Kenapa sih perempuan di majalah itu harus bernama Anita?
Kenapa tidak nama perempuan lain saja? Ada banyak nama perempuan lain kenapa harus kebetulan bernama sama dengan  namaku. Aku benci nama Anita.
Ya. Sejak itu.... aku benci nama Anita.

Jika ada kesempatan untuk menulis nama, aku mulai menyingkat namaku dengan Ade A.
Sudah. Aku tidak suka nama Anita.
Itu sebabnya, jangan panggil aku ANITA. Dulu, aku benci nama Anita yang menempel di belakang nama Ade.

Apa arti pemerkosaan, Ayah?


Aku mulai merindukan ayahku. Seiring dengan semakin mantapnya aku tidur jauh di lantai atas dan ayah tidur di kamar utama di lantai bawah, ruang paling depan rumah. Jika pulang dari kantor, aku segera datang menghampiri ayahku. Tapi, ayah mulai sibuk dengan adik bayi. Juga adikku yang lain.

Ya. Kedudukanku sekarang sama dengan saudara-saudaraku yang lain. Ini akibat dari tidur terpisah. Aku benci harus tidur terpisah.

Kami 5 bersaudara. Ayah secara adil menghadapi kami. Padahal di dalam hatiku, aku ingin lebih diperhatikan. Akhirnya, aku mulai rajin menemani ayahku kemana saja. Ayah senang duduk nonton acara Dunia Dalam Berita. Aku paksa diriku untuk menonton acara Dunia Dalam Berita di TVRI itu. Hingga aku bisa membuat sebuah obrolan dengan ayahku. Otomatis, perhatian ayah jadi lebih padaku karena obrolan kami nyambung berdua. Saudara-saudaraku yang lain tidak ada yang suka acara Dunia Dalam Berita.

Ayah juga suka nonton film silat Mandarin. Aku pun ikut menyukai film silat mandarin. Sehingga kami sering hanya berdua menunggu tayangan film silat mandarin itu diputar di televisi. Saudara-saudaraku yang lain tidak suka acara ini.

Bahkan, ayah yang suka menonton acara tinju, membuatku memaksa untuk menyukai acara tinju juga. Meski aku tidak mengerti dan tidak suka.

Aku juga semakin rajin belajar. Karena aku tahu, ayah bangga jika aku pintar. Ayah sering membawaku ke kantornya (dia sudah dikaryakan di perusahaan BUMN, tidak lagi jadi tentara) lalu memamerkan kecerdasanku pada teman-teman kantornya. Itu sebabnya meski masih SD, aku sudah rajin membaca koran agar bisa berdiskusi dengan ayahku tentang masalah apa saja.

Karena sering menonton acara-acara berdua saja, juga karena sering berdiskusi dan ngobrol berdua, tanpa terasa, aku kembali dekat dengan ayahku. Aku senang sekali. Dan ayah pun, mendapat teman menonton acara kegemarannya. Itu sebabnya ayah sering memanggilku jika sudah duduk di depan televisi dan tidak ada aku di sampingnya. Jika aku sedang belajar, ayah datang mendekatiku.

"Belajar di depan televisi saja, De. Temani ayah. Nanti ayah buatkan teh manis segelas deh."

Begitu setiap malam. Biasanya, jika sudah mulai diputar acara Dunia Dalam Berita, orang-orang rumah yang lebih menyukai acara hiburan satu demi satu masuk ke dalam kamar meninggalkan kami berdua. Jadi, aku tutup bukuku sejenak lalu menonton acara Dunia Dalam Berita bersama ayah.

Setiap kali menonton itu, ayah sering memintaku untuk menggaruk kepalanya. Dulu, rambut laki-laki itu selalu diminyaki trendnya. Agar jambulnya bisa bertahan lama, maka laki-laki jaman dulu jarang keramas. Dan demikian juga ayahku. Akibatnya, kulit kepala ayah penuh ketombe. Rasanya gatal. Itu sebabnya ayah senang jika aku menggaruk-garuk kepalanya dengan sisir rapat.

Suatu hari, ada berita tentang sebuah pemerkosaan.
Dunia Dalam Berita di TVRI itu, biasanya adalah berita manca negara. Jadi, amat jarang bisa masuk berita kriminal. Tapi tumben-tumbennya ada berita pemerkosaan yang masuk di pemberitaan acara Dunia Dalam Berita. Berita itu mengingatkan aku pada berita di Majalah Kartini tentang kasus pemerkosaan Anita.

"Ayah.. ayah."
"Iya nak?"
"Pemerkosaan itu apa sih?"
"Kenapa kamu nanya tentang itu?"
"Ade jadi inget sama berita pemerkosaan. Tapi ade nggak ngerti, pemerkosaan itu apa sih?"

Ayah terdiam. Mungkin berpikir. Tapi aku terus bertanya, hingga akhirnya ayah memberi jawaban.
"Pemerkosaan itu.... keadaan dimana seorang perempuan dipukuli dan disakiti dengan cara dipukuli oleh laki-laki."
"Oh.... itu arti pemerkosaan."

Sudah. Itu jawaban ayahku. Dan aku menyimpan informasi itu dalam kepalaku.

(belakangan, ketika aku duduk di bangku SMA. Ketika teman-teman sedang bercanda pukul-pukulan aku pernah spontan berteriak memberi semangat dengan suara lantang pada mereka yang sedang bercanda... "SUDAHHH... PERKOSA SAJA TERUS.. PERKOSA.".... Teman-temanku langsung senyap mendengar teriakanku itu. Tapi, waktu itu aku merasa tidak bersalah apa-apa dengan teriakanku. Jadi aku cuek saja. 
Setelah aku menikah (aku ulangi: SETELAH MENIKAH) barulah aku tahu arti kata pemerkosaan).

Sudah. Sampai disini dulu ceritaku tentang sejarah namaku.
Hingga aku SMA dan kuliah, aku tetap menolak dipanggil Anita. Jika harus menulis keterangan nama, jika formulir itu resmi aku menulis namaku dengan ADE A. Tapi jika formulirnya informal, biasanya aku menulis namaku dengan Ade Doang. Ini adalah permintaan secara tertulis agar orang-orang cukup memanggilku Ade saja.


A photo posted by Ade Anita (@adeanita4) on

hehehe, waktu jalan-jalan ke Kuala Lumpur aku bertemu dengan plat nomor dimana ada nama ayahku tertera di situ. Jadi aku langsung saja ambil foto mobilnya. Mobilnya tidak penting, tapi nama ayahku yang penting dalam foto ini.

HIKMAH CERITAKU:

Jangan menakut-nakuti seorang anak dengan cerita yang seram dan menakutkan dirinya. Karena cerita seram dan gerakan menakut-nakuti itu tidak akan pernah membuat seorang anak mengikis rasa cinta dan sayangnya pada seseorang. Justru, cerita seram dan gerakan menakut-nakuti itu malah menimbulkan sebuah masalah psikologis tersendiri bagi si anak.

Komunikasikan dengan baik jika kalian ingin anak menjauhi sesuatu atau melakukan sesuatu.

--------------------
"Tulisan ini diikutkan dalam Bundafinaufara 1st Giveaway"



26 komentar

  1. Hihi lucu juga ya. Kalo saya dinamain Ade krn disangka anak terakhir. Eh gataunya 7th kemudian adik saya lahir :v

    BalasHapus
  2. Aku ketawa ngakak baca pas mba SMA itu. Trus mba teriak teriak perkosa perkosa... heheheh..

    bisa kubayangkan betapa kaget dan bingung teman teman mba saat itu hehehe

    BalasHapus
  3. Aduuh bacanya geli-geli syedap deh mb Ade..., asal usul nama mb Ade juga unik. Hehe
    Makasih sudah ikut meramaikan GA saya.. ;)

    BalasHapus
  4. Hahaha mb Ade ini lucu ya ternyata

    BalasHapus
  5. Waw! Ceritanya bener-bener bikin spicles.
    Aku juga punya sesuatu yang aku rekam bahkan HINGGA SEKARANG. Jadi aku ini anak yang dibesarkan oleh kedua orang yang bekerja. Aku diasuh sama Emak. Beliau sangat baik padaku. Pokoknya baik sekali.
    Tapi suatu ketika aku rewel pengen main. Emak selalu bilang, "Di dalam rumah aja. Nanti ada itu di bawa pakai karung."
    Saat itu ada pemulung sampah dan memang bawa karung besar di punggungnya. Aku takut. Takut sekali. Setiap aku lihat pemulung, aku selalu berpikir di situ ada bayinya. HINGGA SEKARANG! Meski sekarang aku selalu tepis hal itu karena nggak masuk akal. Tapi kadang-kadang, tahu berita anak hilang, pikiranku langsung ke pemulung. :(
    Sekarang sih udah gak takut, tapi aku masih terngiang-ngiang.

    BalasHapus
  6. Adeee... Bacanya udah serius. Pas kalimat perkosa terus.. Perkosa terus. Jadi ngakak

    BalasHapus
  7. Adeee... Bacanya udah serius. Pas kalimat perkosa terus.. Perkosa terus. Jadi ngakak

    BalasHapus
  8. Mak Adeeee Ahahahhha udaaah perkosa ajaaaa! Aku ngakak maaak, ga jadi sedih. :D :D :D

    BalasHapus
  9. Aku baca ini udah serius dan sedih-mellow gitu, tiba2 cengengesan bagian teriak di kelas itu. ya ampun mbaaak! bener banget, nggak boleh nakut2in anak2 krn itu akan kebawa alam bawah sadarnya hingga dewasa. be smart parent!

    BalasHapus
  10. Semoga sukses dengan GA-nya ya Mba..

    BalasHapus
  11. salut mbak, deket sama ayahnya :) semog menang ya

    BalasHapus
  12. Anak usia segitu udah diceritain secara gamblang tentang incest. Kebayang gimana rasanya

    BalasHapus
  13. Mba Adeeee, makasih sharingnya jadi tau sejarah namanya. Bener2 loh anak2 itu jagan pernah ditakut2 i..waktu anak pertama, suamiku seneng bagt takut2i anak pertama, lucu mgk ya denger anak jerit2 padahal saya keselnya bukan main denger anak jerit2. sampai usia 8,5 th sekarang anak pertama takut ke kamar mandi sendirian :((((

    BalasHapus
  14. Berati nama Mbak Ade bikinnya tanpa mikir panjang lebar ya Mbak :)

    Saya juga berusaha tidak menakuti anak saya, karena bisa menimbulkan trauma berkepanjangan. Dasarnya udah penakut sich

    BalasHapus
  15. mba ade kok polos banget sih, udah jaman sma masa gak ngerti kata perkosa sih hihi

    BalasHapus
  16. Hahahaha.... ini cerita lucu yang berujung sakit perut, nahan geram, sebel sm kejadian perkosaan itu

    BalasHapus
  17. lucu abis critanyaa, hahahaha

    BalasHapus
  18. saya memahami makna perkosa mulai smp... hahahahaha....

    BalasHapus
  19. awal baca aku mengkeret mengkeret karna ngebayangin kekecewaan bapak mba ade, tapi sampe bawah aku ngakak baca kejadian pas SMA. ya Allah, gara gara uwak nih

    BalasHapus
  20. ceritanya bikin tersenyum dan kadang haru. Tapi, ada beberapa hikmah parenting yang bisa saya ambil. Dari mulai penolakan sang ayah karena mempunyai anak perempuan. Dan ternyata memang benar kalau seorang bisa meluluhkan hati orang tua.

    Kemudian yang tentang majalah itu. Setuju banget, Mbak. Anak harus didampingi. Apalagi saat itu mbak Ade masih SD. Semoga ini bisa jadi pelajaran kita semua, ya :)

    BalasHapus
  21. kalau skr gak benci sama Anita kan mbak ? :) betul banget jangan suka menakut2in. aku paling sebel kalau ada yg nautin anakku setan lah .
    oh ya waktu aku hamil anak pertama usg nya selalu cewe loh mbak, tapi anehnya aku gak punya persediaan nama cewe aku punyanya nama cowo. Waktu melahirkan pas dikasih tau daokternya "laki-laki bu" aku lgs bilang Allhamdulillah hehehe krn di hati maunya cowo dulu

    BalasHapus
  22. Ahi hi hi muantappp banget ceritanya.

    BalasHapus
  23. kocak banget mba ceritanya, polos polos :D

    BalasHapus
  24. Wah, ada banyak poin yg aku tangkap dari ceritamu mbak, terutama kisah asal muasal nama. Aku juga punya kisah lucu soal namaku yang sering dianggap aneh hihi...salam kenal :)

    BalasHapus
  25. nunggu menikah baru tau perkosa, astagaaa

    BalasHapus