Nyaris

"Nggak masak?"
Aku menggeleng sambil tersenyum.
"Ini weekend... lupa ya? Aku kan perlu liburan juga."

Sudah menjadi kebiasaan di rumahku, setiap hari ahad, aku libur tidak mengerjakan pekerjaan apapun. Capek juga sepanjang pekan bekerja dan melakukan semua pekerjaan seorang diri.

Ya. Aku memang seorang ibu rumah tangga yang tidak pernah memakai tenaga pembantu (meski sebenarnya mampu untuk menggaji mereka mengingat suamiku adalah seorang Profesor di kampusnya; tapi ternyata dalam perkembangannya; aku merasa seorang ART itu sering merusak privacyku, juga privacy keluargaku jadi akhirnya kami tidak memakai tenaga mereka); juga tidak punya supir (karena memang tidak punya mobil atau kendaraan bermotor lain, satu-satunya kendaraan yang kami miliki hanyalah sepeda); juga tidak punya baby sitter (karena memang tidak punya bayi yang mau "diduduki"). Satu-satunya orang yang meringankan pekerjaanku hanyalah Mbak Fitri, tukang setrika yang setiap senin dan kamis mengambil pakaian yang telah aku cuci dan dimasukkan ke dalam karung plastik untuk dia setrika (jujur, ini karena aku tidak bisa menyetrika... menurutku ini pekerjaan yang paling susah di antara semua pekerjaan rumah tangga lainnya. Kita rapihkan yang depan, yang belakang lecek. Begh...).

Sepanjang pekan, aku selalu berusaha untuk jalan kaki ke sekolah anakku (yaitu ketika seorang diri sebelum si anak kujemput atau setelah si anak masuk ke kelasnya) ke rumah, pulang pergi. Jaraknya lumayan jauh, sekitar 1 kilometer demi menjaga agar jantungku senantiasa kuat dan juga mencegah osteoporosis. Lalu masak, mencuci pakaian, mencuci piring, menyapu mengepel, membersihkan seluruh ruangan, barulah kemudian membuka komputer untuk bermain game agar keringatnya kering. Setelah keringat kering, baru aku membuka internet untuk FB-an (lebih sering mampir ke baw sih) Setelah itu jemput anak sekolah. Sore aku selalu olah raga selama satu jam.

Aku juga mengajarkan sendiri anak-anak belajar di rumah (anakku aktif sekali, jadi setiap kali pulang sekolah dia menuntut untuk mengerjakan soal tanya jawab. Sudah dicoba sih beli beberapa buku bank soal tapi ini masih kurang. Jadi, aku sering ngetik ulang semua soal2 di berbagai bank soal, menyusunnya dalam sebuah daftar pertanyaan yang sepertinya baru padahal sebenarnya recycle, lalu menyimpannya untuk dia kerjakan sepulang dia dari sekolah. Atau memikirkan untuk memberinya tugas menggambar sesuatu. Dengan begitu dia bisa sedikit kalem di rumah).

Nah.... jadi terbayang kan kesibukanku dalam sepekan. ITu sebabnya aku perlu libur di akhir pekan. Dan jadilah hari Ahad kemarin kami sekeluarga pergi jalan-jalan seharian. Pulang selepas senja. Tapi... ternyata kondisi rumah gelap gulita.
Hei. Ada apa ini? Sementara tetangga kiri kanan terang benderang. Rupanya saklar listrik turun hingga listrik padam.
Akhirnya anak sulungku berinisiatif menyalakannya karena ada pertandingan Barcelona di ESPN... Tapi, segera setelah pertandingan berakhir, listrik kembali putus. Padam lagi. Padahal aku sedang ada di dapur bersiap untuk merebus Sosis untuk cemilan malam. Suamiku menaikkan kembali saklar listriknya. Tapi dia turun lagi. Keadaan sekarang gelap gulita. Aku menyalakan kompor, sehingga suasana sedikit remang-remang karena api kompor. Suamiku kembali menaikkan saklar listrik. Ketika itulah terdengar bunyi yang aneh di atas kepalaku. Bunyi seperti .... seorang makhluk alien yang datang ke bumi.

BRZZZZZ..... BBBRRRRZZZ....

Spontan aku melihat ke atas kepalaku dan disanalah aku melihat lidah api kecil yang menjilat dudukan lampu dapur kami. Lalu.... BLAR! Listrik kembali padam. Aku langsung teriak.

"Mas, Masya Allah, .... ada api... ada api nih. Jangan dinyalakan dulu llistriknya. Bahaya nih."

Mulutku spontan menghembuskan udara ke arah api kecil itu. Sebenarnya ini tidak masuk logika sama sekali. Langit-langit dapur itu cukup tinggi dan napasku tidak sama dengan napas Troll yang meski bau dan berwarna hijau, tapi bisa menerbangkan manusia-manusia di film Resident Evil. Jadi, lidah api sekecil itu pasti padam oleh hembusan napas Troll. Tapi, alhamdulillah lidah api itu makin mengecil lalu padam.

Kami semua terperangah. Cepat, aku menelepon instalatir listrik langganan kami. Dia datang 45 menit kemudian.

"Wah, pak. Ini namanya hubungan pendek listrik. Beruntung listriknya otomatis mati, jika tidak rumah ini pasti sudah terbakar ludes. Ini yang sering membuat rumah-rumah yang ditinggal mudik penghuninya terbakar habis."

"Gara-garanya apa?"

"Kami juga nggak ngerti. Memang takdir saja mungkin ya. Karena ada rumah tua yang kondisi kabelnya amburadul tidak pernah mengalami ini. Tapi ada rumah yang rapi kondisi kabelnya, dan apik penataannya, malah mengalaminya. Bapak sekeluarga masih dilindungi."

Subhanallah... Nyaris... nyaris saja aku pulang ke rumah yang sudah rata dengan tanah kemarin. Alhamdulillah, kami masih dilindungi. Akhirnya, semua kabel-kabel listrik di rumahku diperiksa ulang hingga pukul 23.30 malam... Fiuh. Benar-benar sebuah malam yang panjang.

Rupanya, ada pipa air yang bocor di dalam dak tempat jemuran, nah, air yang bocor ini telah membasahi kayu penyanggah tempat dudukan lampu yang mengalami hubungan pendek itu ternyata. Itu sebabnya lidah api tidak pernah bisa membesar karena ketika dia akan membesar, dia bertemu dengan kayu yang basah. Dan ternyata kayu basah itu melebar di sepanjang kuda-kuda atap rumahku. Air sudah merembesi seluruh pori-pori kayu.

"Bu.... Ini bukan berarti selamat ya. Ibu memang selamat dari bahaya kebakaran, tapi masih diintai oleh bahaya lain. Yaitu, atap rubuh karena ternyata kuda-kuda atap rumah ibu basah semua kayunya, jadi sedikit lapuk."

Aku dan suamiku saling berpandangan. Ya sudahlah. Yang penting alhamdulillah sudah terhindar dari bahaya pertama.
Jadi.. cathar ini aku tulis karena aku benar-benar bersyukur terhindar dari bahaya kebakaran. Semoga seterusnya, dan semoga kalian juga senantiasa dilindungi oleh Allah SWT. Aamiin.

----
Penulis: Ade Anita (19 desember 2011)

Tidak ada komentar