Pernah nggak sih merasa haknya diinjak-injak oleh orang lain?
Atau merasa sesuatu yang semestinya didapat tapi dihalangi berubah menjadi gumpalan yang menyesakkan dada?
Ah.
Saya pernah merasakannya. Dan rasanya amat sangat menyebalkan!!
Tidak ada cara lain yang harus dilakukan untuk situasi seperti itu adalah melakukan protes.
Tapi...
Bagaimana jika yang menahan hak kita itu adalah orang yang kedudukannya lebih tinggi dari kita?
Bagaimana jika yang menghalangi kita berjumpa dengan hak kita tersebut ternyata seseorang yang kita segani?
Jawabannya ternyata tetep saja sama, kita harus mengajukan protes.
Protes adalah cermin bahwa kita ingin keberadaan kita diakui oleh orang lain dan dihargai.
Bahkan para nabi dan Rasul pun pernah mengajukan protes keberatan ketika mendengar perintah dari Tuhan, dari Allah SWT.
Jadi, amat wajar jika kita sebagai manusia biasa mengajukan protes.
Yang tidak boleh itu adalah protes yang anarkie, atau menghasilkan kerusuhan, atau menggelindingkan bola salju yang digelontorkan dengan cara menghembuskan fitnah yang sesat dan menyesatkan.
"Jadi, kalau nggak suka, ya sudah, kalian harus protes."
"Protes itu apa?"
"Protes itu, kasi tahu ke orang yang kita nggak suka karena sesuatu, supaya orang itu mau berubah."
"Caranya?"
"Bisa ngomong langsung, bisa juga marah tapi cuma negur, bisa juga ngirim surat."
"Bisa juga demo." Sebuah suara celetukan keluar ikut urun rembug.
"Iya, demo juga boleh. Asal jangan merusak lingkungan."
"Seperti di tipi-tipi itu ya?"
"Iya, sayang." Lalu aku mengelus pipi halus putri bungsuku yang sedari tadi terus bertanya-tanya. Ada apa gerangan sih? Dia memang baru saja datang mengadu padaku karena diganggu kakak-kakaknya. Biasanya, aku memang tinggal mengeluarkan kata-kata saktiku, "Hei, sudah dong. Jangan ganggu adiknya terus." Lalu suasana damai kembali menyambangi rumahku. Tapi, kali ini , aku ingin memberi nasehat baru pada putri bungsuku yang baru berusia hampir 5 tahun (26 januari 2011 nanti dia tepat berusia 5 tahun). Yaitu, pentingnya untuk protes mempertahankan haknya jika ada yang mengganggu. Dia harus belajar untuk marah, belajar untuk mempertahankan miliknya, belajar untuk merebut sesuatu yang seharusnya menjadi miliknya. Bukankah umur manusia tidak dapat diduga? Kemana dia akan mengadu jika nanti aku sudah tiada?
Lalu, beberapa hari kemudian setelah aku mengajarkan dia pentingnya protes jika ada yang mengganggunya, terjadi kembali sebuah keributan di rumahku. Kali ini gara-garanya adalah, kakaknya merebut boneka Pooh yang sedang dia mainkan. Hmm.. sebenarnya, bukan merebut, tapi ingin bermain bersama tapi porsi pembagian pemilikannya tidak seimbang (hehehehe, ini bahasa pejabat nih, yang suka memperhalus sebuah situasi. Ada bakat jadi pejabat ya aku sepertinya? ^_^ )
JEDAR!
JEDUR!
Pintu dibanting mendadak setelah baru saja mereka saling sahut-sahutan. Lalu tiba-tiba senyap. Begitu senyap sampai aku sendiri bingung, "Hei, indahnya perdamaian. Cepat sekali mereka akur kembali. Alhamdulillah." Lalu, sambil masih memegang centong (karena memang aku sedang memasak), aku mengintip keduanya.
Olala... ternyata, sang kakak sudah asyik dengan televisi. Sedangkan sang adik, sedang asyik membuat sesuatu. Cepat aku ambil kamera dan diam-diam mengabadikan gambarnya. Sambil tidak lupa wawancara tanpa setahu objek yang aku abadikan gambarnya.
gambar satu dan dua di bawah ini ; Hawna sedang bekerja.
"Sedang apa?"
''Aku lagi nulis buat mbak Arna."
"Nulis apa?" (Hawna belum bisa menulis dan membaca).
"Nulis, Mbak Arna nggak boleh masuk kamar kalau boneka pooh madunya nggak dikembaliin ke aku. Kalau mau masuk kamar, boneka pooh madunya harus dikembaliin dulu ke aku. Pokoknya aku marah sama mbak Arna dan aku mau bonekaku kembali."
"Wahh..begitu panjang protesnya."
'Iya, panjang, biar mbak arna denger yang mau aku omongin." (pasti maksudnya tahu, bukan dengar..hehehe, namanya juga anak kecil)
"Tapi, kenapa kertas protesnya ada dua?"
'Iya, yang satunya lagi, tulisannya awas hati-hati nanti boneka poohnya kotor karena poohnya suka makan madu dan madunya itu kalau tumpah lengket jadi bisa datengin semut."
"Puanjang buanget sih nak isi protesnya. Coba ibu baca.. boleh kan?"
"Boleh.. tapi aku mau mbak arna sih yang baca."
Lalu, tok..tok..tok.. pintu dipukul-pukulnya dengan kepalan tangan mungilnya agar lem di kertas itu menempel dengan kuat di daun pintu. Setelah selesai, di depan pintu terlihat dua buah kertas. Ini isinya (tulisan pesannya sudah dibaca kan di atas?).
Perhatikan perbedaan kedua gambarnya. Gambar yang hanya ada satu sosok itu, adalah peringatan untuk boneka pook agar madunya tidak kecret kemana-mana. Sedangkan gambar yang ada dua sosok itu adalah protes untuk mbak arna.
------------
Penulis: Ade Anita. Maaf ya notesnya nggak penting, cuma pingin berbagi cerita saja kok. ^_^
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar