Teristimewa (bagian kedua, bersambung)

Tujuh tahun itu bermula di hari ini.
Hari dimana matahari bersinar amat terik
Laksana pedang yang menghunus hingga menembus ke dalam kulit
Tulang-tulang pun terasa bergemeretak terpanggang kering
Kulit terasa sakit bagai tercubit-cubit

Semua orang merasa gerah
Semua orang juga merasa cemas
Sebilah pisau terhunus tampak sudah bersiap-siap di depan nadi lengan kurus yang gemetar
"Aku mau mati... lebih baik aku mati saja."
"Jangan bu, jangan lakukan itu, ingat Tuhan... Ingat Tuhan."

Pisau itu pun tertahan karena ada kata Tuhan disebut
Lalu mata cekung itu menatap si pencetus kalimat dengan tatapan nanar
"Siapa Tuhan? Dimana Dia saat ini? Suami saya mati meninggalkan saya dan anak-anak begitu saja. Ada orang yang siap menghabisi nyawa kami karena kami punya hutang dimana-mana? Dimana Tuhan saat ini? Mengapa Tuhan membiarkan semua kesengsaraan ini terjadi pada kami? Mengapa? MENGAPA???"

Lalu kaki gemetar yang menopang tubuh kurus itu pun lunglai kehilangan daya topang
Bagai daun yang kering terjatuh dari ranting
Tak berdaya
Juga kehilangan segala
Diam pasrah pada desakan angin yang perkasa

"Cepat. Ambil pisaunya sebelum nadi terlanjur diputus."

Tujuh tahun itu bermula di hari ini
Di siang yang panas terik
Hingga tenggorokan terasa kerontang
Perempuan itu kini sudah ada di hadapanku
Duduk bersimpuh di atas bangku yang busanya sudah menyembul keluar dimana-mana
Mungkin tergerogoti oleh cakar yang kelaparan dan ingin menyulap busa agar berubah menjadi makanan pengganjal perut
Sayangnya, telah tertebar bolong dan keropos di banyak tempat di atas bangku
Makanan tidak juga terwujud begitu saja
Yang ada sekarang adalah wajah tirus dengan air mata yang sudah mengering
Alhamdulillah, akhirnya mayat suaminya yang terkapar di depan rumah bisa juga dikuburkan
Dan mungkin kini sudah telentang berhimpit dengan tanah dan sebilah papan

"Jadi, apa yang akan ibu lakukan sekarang?"
Perempuan itu pun menatapku dengan tatapan yang nanar
Kedua bola matanya berwarna abu-abu
Pertanda air mata sudah mulai mengering di dalam danau yang dulu pernah ada di kedua bola mata tersebut
Tak ada sepatah katapun yang terucap
Yang aku temui hanya dua buah bibir kering yang gemetar

Tangan yang gemetar
Bibir yang gemetar
Kaki yang gemetar
Mata yang nanar
Air mata yang kering
"Bu, ibu sudah makan belum?"
Tak ada jawaban
Hanya ada sebuah kepala yang menunduk kian dalam
"Bu, kapan terakhir ibu makan?"
Kepala tertunduk itu menoleh ke arah dua kepala mungil yang bersimpuh di mulut pintu
Astaga
Cerita ini bukan cerita tentang perempuan kurus yang memiliki sepasang kaki yang gemetar
Karena di samping perempuan ini ada dua buah kepala yang masih menjadi satu rangkaian tak terpisahkan
"Dik, kalian sudah makan belum?"
Wajah-wajah polos itu saling menatap satu sama lain
Lalu kompak menunduk menekuri lantai
"Dik, kapan terakhir kalian makan?"
Salah seorang anak akhirnya mengangkat dua buah jarinya dengan rasa ragu
Kedua jari yang gemetar
Dari dua buah tangan kecil nan kurus yang juga gemetar
"Dua hari yang lalu, sebelum bapak meninggal."

Lalu tiba-tiba seekor cicak menjatuhkan serpihan cat yang mengelupas dari langit-langit yang sudah amat rapuh
PLUK

Tujuh Tahun itu bermula di hari ini
---------------------
Penullis: Ade Anita
Ini bukan cerita fiksi, juga bukan juga cerita rekayasa
Ini cerita fakta, sambungan dari http://www.facebook.com/note.php?note_id=456832525928
Atas permintaan banyak teman, mereka minta versi lengkap jalan ceritanya, jadi aku nulis lagi deh bagian berikutnya
Semua cerita benar terjadi, cuma nama tokohnya saja yang diganti
masih bersambung terus ya
Comment · Like · Share
Vienna Alifa, Afifah Ahmad, Ate Aza and 13 others like this.
Lia Kiftia jzk de....ikutan baca lho!
29 September at 21:05 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Astrid Septyanti Ar-Rosyidi ah,wanita itu.wanita itu pun telah kehilangan.menyisakan sedikit asa yang masih tersisa.merantau jauh menempuh buih2 lautan.hanya karena 1 kata,
"anakku"..,
hiks..bc crta mb Ade,astrid jd berlinang air mata.teringat betapa kuat sekaligus muda...See more
29 September at 21:07 via Facebook Mobile · Like
Astrid Septyanti Ar-Rosyidi jazakillah khoir y mb Ade,astrid sdh di tag.bsk2 di tag lg ya, T_T
29 September at 21:10 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita iya insya Allah astri dan lia... makasih ya..
29 September at 21:19 via Facebook Mobile · Like
Tyasti Aryandini Iya Mbak Ade jazakillah,saya tunggu tag-tag selanjutnya,semoga kita selalu menjadi hambaNya yang bersyukur dan bs berbagi dalam lapang maupun sempit,Amin..ya Robb..
29 September at 21:21 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Nur Azizah mbaaaaaa..........hiks
*sedih, terharu menjadi satu

ya allah semoga kami smua yg ada disini tdk termasuk hamba yg kufur akan nikmatMu..amin
29 September at 23:49 · Unlike · 1 person
Iie-Chilly Willy Julivanie Aspinall Tdk dpt berkata2 lagi...sedihhhhhh sekali De...
30 September at 02:19 · Unlike · 1 person
Arfianti Dwi Kusuma Makasih ya de..jgn bosen tag aq ya he2...ceritanya ok banget..menyentuh...
30 September at 05:56 via Facebook Mobile · Unlike · 1 person
Ade Anita semua .. makasih... ceritanya belum selesai kok..
30 September at 05:57 · Like
Elisa Trisnawati Lanjutannya kapan de? hehehe....ga sabar baca lanjutannya nih
30 September at 08:31 · Like
Fajar Alayubi Nice. emosinya apik.
30 September at 08:38 via Facebook Mobile · Like
Ilham Q Moehiddin Prosa yang sangat menarik. Ikut terbawa dalam perasan perempuan itu. Lalu terseret dalam jejak solusi yang ditawarkan Ade. Ikut mendengar keluhnya bersama Ade...

Ini kuat sekali.
Terima kasih, ya penulis Ade...:-)
30 September at 12:57 · Like
Dwi Klik Santosa pilu.
30 September at 14:15 · Like
Faradina Izdhihary aku merasa jadi perempuan itu, aku merasa terdera menatap kedua buah hatiku itu.. aku ingin bertemu dengan perempuan itu
30 September at 17:21 · Like
Ade Anita ‎@ilham: belum selesai...btw, sepertinya aku memang cenderung nulis ke arah prosa ya ketimbang nulis puisi...btk penulisan spt di atas ini yg aku suka dan amat nyaman nulisnya... eh, dah nggak peduli sih sebenarnya bakal masuk genre atau kelompok apa nulis seperti model di atas... tapi jauh lebih have fun dibanding waktu kejar deadline..hehehehe
30 September at 19:21 via Facebook Mobile · Like · 1 person
Ade Anita ‎@dwi: iya, itu juga yg hadir di hatiku pas ketemu kasus ini
30 September at 19:23 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita ‎@lisa dan fajar : makasih
30 September at 19:24 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita ‎@mbak farad: sekarang dia sudah tidak seperti ini lagi mbak, alhamdulillah....(aslinya aku nggak tau dia tinggal dimana skrg, tapi wkt ketemu ronanya sudah rona bahagia)
30 September at 19:26 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita ‎@nur azizah: iya, kemiskinan memang sering membawa manusia ke arah kekufuran.. tapi sebenarnya bukan cuma cobaan kemiskinan aja sih yg bisa menghantar kesana, cobaan kekayaan juga sama saja...tapi aku suka doamu...ammiin allahumma ammiin, semoga kita tetap berada dalam balutan iman, islam dan taqwa.
30 September at 19:29 via Facebook Mobile · Like
Ilham Q Moehiddin ‎@Mba Ade...
Betul..dan setuju sekali!
Pokoknya nulis...gak usah fikir dia mau masuk genre mana...yg penting ide, gagasan dan pengalaman bisa dituliskan. Soal teknis belakangan aja...
Walau akhirnya jd genre baru pun ok lah..bhahaha
(mba ada pu...See more
01 October at 00:06 via Facebook Mobile · Like
Sari Viciawati
"Laksana pedang yang menghunus hingga menembus ke dalam kulit"

...Rasanya pasti sangat perih... Perih sekali... :'(
01 October at 11:20 via Facebook Mobile · Like
Ade Anita ‎@sari: iya...panasnya nyelekit banget waktu itu, tapi semua itu akhirnya nggak lagi kerasa pas liat ada orang yg mau bunuh diri gara2 nggak bisa nguburin mayat suaminya...ternyata ada yg lebih merindingkan bulu roma dan nyelekitnya lebih dari sengatan matahari
01 October at 11:31 via Facebook Mobile · Like
Naqiyyah Syam Full hiks:(
01 October at 15:29 · Like
Ate Aza mbak Ade, aku kian hanyut. meski harus berflash back. ini sungguh asik, mbak. aku meluncur ke bagian ketiganya.
03 October at 11:12 · Like
Nazla Luthfiah Sedih :(
07 October at 06:32 via Facebook Mobile · Like

Tidak ada komentar