"My Ibam" (part 2) : KOntak Batin dengan Suami yang Jauh di Mata

[Parenting]Ketemu lagi dengan cerita tentang anak sulungku, Ibam.

Waktu hamil Ibam, suamiku berangkat duluan ke Sydney karena aku sedang hamil dan berencana untuk melahirkan di Jakarta. Suamiku berangkat ke Sydney ketika usia kandunganku 5 bulan. Dulu, ada peraturan dari pihak pemberi beasiswa (AUSAID) bahwa jika student yang bersangkutan usia keberadaannya di Australia kurang dari satu tahun, maka biaya melahirkan menjadi tanggung jawab student tersebut. Tapi jika sudah lebih dari setahun, maka bisa dapat subsidi. Jadi, jika aku berangkat bersama suamiku, sudah pasti kami harus membayar biaya persalingan sendiri. Hitung punya hitung, ternyata mahal, jadilah melahirkan di Indonesia saja. Aku melahirkan Ibam di sebuah klinik bersalin yang terletak di kompleks MBAU, Pancoran, Jakarta Selatan. Ibam mungil sekali.


Aku masih menyimpan sarung tangan dan kaus kaki pertamanya; juga foto pas badan yang pertama kali aku buat ketika ingin membuat paspor untuknya, ketika dia masih berusia 3 bulan. Ini dia:






Nah, kebayang kan gimana rasanya suamiku yang ada di Sydney sana ketika aku melahirkan Ibam?

Ada peristiwa unik sebenarnya. Entah ini sebuah kontak batin atau apa; tapi sesungguhnya, yang merasakan mulas dan sakit perut beberapa hari sebelum melahirkan itu justru bukan aku tapi suamiku. Dia meneleponku,

"De, kamu sudah mau melahirkan ya?"
"Gak tahu mas, belum ngerasa apa-apa. Kenapa?"
"Perutku tiba-tiba mulas dan sakit sekali. Gak tahu kenapa."

Lalu kami bingung. Lalu, telepon ditutup. Beberapa jam kemudian, dia menelepon lagi. Memberitahu bahwa perutnya sudah tidak sakit lagi.Tapi, ketika telepon ditutup, gantian aku yang merasa sakit perut. Dan demikian rasa sakit itu berganti-ganti seiring dengan ditutupnya telepon. Hingga tiba harinya, suamiku yang memberitahu ku lewat telepon,
"De, siap-siap ya. Sepertinya sakit perut yang aku alami agak berbeda. Mungkin kamu akan melahirkan hari ini."
Dan benar saja, aku mulai merasa kontraksi tidak lama setelah telepon terputus.  Alhamdulillah kontraksinya tidak lama. Mulai kontraksi pertama pukul 3 sore, Ibam lahir pukul 10 malam.

Suamiku mengirim sebuah kartu pos ketika Ibam lahir. Kasihan dia, pingin sekali melihat bayi pertamanya tapi jarak jauh dan belum boleh pulang.


  Untuk mengobati rasa rindunya, suamiku bercerita bahwa di samping bantalnya yang ada di atas tempat tidur ukuran Queen Bed, dia memajang semua foto-foto Ibam yang aku kirimkan padanya. Dan foto Ibam yang sedang tidur sambil tersenyum sendiri adalah foto pavoritnya. Foto-foto inilah yang mengobati rasa rindunya hingga mereka akhirnya bertemu, ketika Ibam berusia 4 bulan; alias setelah kami (aku dan suamiku) terpisah selama 10 bulan dengan jarak Jakarta- Sydney. (bersambung lagi ya di cerita selanjutnya).

1 komentar