Catatan Bagaimana Saya Belajar Mengaji

 [Keluarga] Hai nak. Ini catatan ibu ketika akhirnya ibu ganti guru ngaji yang ketiga kalinya di aplikasi Syari Hub.  Dari catatan whatsapp, ternyata kita bekerjasama dengan aplikasi Syarihub itu sejak 7 Oktober 2020. Yap. Di masa pandemi covid 19 sedang meraja lela di Indonesia sehingga kita semua harus berdiam di rumah saja. 

Sebelum bertemu dengan Syarihub, ibu sebenarnya ikut belajar pengajian online juga. Tapi ibu tidak cocok karena ehem... gurunya menekankan pentingnya untuk progress yang sama dengan murid yang lain. Nah, masalahnya, ibu merasa tertatih-tatih mengejar ketertinggalan ibu dibanding murid mengaji yang lain. Dan di tengah keputus-asaan ibu karena merasa kepayahan mensejajarkan langkah dengan murid yang lain, gurunya memarahi ibu di hadapan murid yang lain. Nah... ini yang ibu tidak cocok. Mungkin karena ibu sudah tua ya, jadi lekas merasa baper. Maksud ibu, di usia ibu yang sudah kepala 5 ini, masa sih masih harus nerima dimarahi dan ditegur keras di depan orang banyak hanya karena ibu punya kekurangan, yaitu lambat belajar.

Hiks.

Ibu merasa terbebani dan terintimidasi. Jadilah ibu keluar dari kelompok belajar mengaji ini. Yang sudah ibu jalani sejak awal pandemi padahal ini, yaitu Maret  2020 s.d september 2020. Lalu, Allah alhamdulillah memberi ganti yang lebih baik, yaitu mempertemukan ibu dengan layanan mengaji online yang lain, yaitu Syarihub. Pas buka email yahoo, nggak tahunya ada email berisi iklan yang menawarkan layanan mengaji online Syarihub. 

Wah. Langsung saja ibu hubungi nomor kontak yang tertera di email ini, dan terhubungkan. Lalu bertanya mekanisme, lalu daftar dan tanggal 7 Oktober 2020, ibu sudah belajar mengaji online dengan syarihub. 

Ini cerita ibu tentang wawancara dalam rangka ta'aruf dengan guru baru ibu di Syarihub.

lagi nunggu terhubung dengan guru ngaji nih, via google meet

Guru (G), Ibu (I); berikut wawancaranya (semoga bermanfaat):

G : Bu Ade, berapa usianya sekarang?

I : 52 tahun, kak. (semua guru dipanggil Kak di Syarihub)

G : Masya Allah, masih bersemangat. Semoga terus semangat ya bu. Sekarang, saya ingin tahu, belajar mengaji di Syarihub ini pertama kali belajar mengaji atau sebelumnya sudah pernah belajar mengaji?

I : Oh, belajar mengaji itu; sebenarnya saya belajar mengaji itu sejak masih duduk di sekolah dasar sih. Tapi, jaman dulu itu sepertinya target guru mengaji saya adalah murid-muridnya hafal bacaan juz amma agar bisa dibaca ketika mereka shalat. Jadi, kami membaca juz amma yang ada transliterasi latinnya, nah... kami menghafal ramai-ramai surata-surat pendek juz amma dengan membaca huruf latinnya. Makanya jika ditanya hafal berapa surat? Banyak yang hafal. Tapi, jika ditanya tajwidnya, nah... nggak tahu.

G : Oh, gitu ya metode mengaji jaman dulu. Tapi ada kendala tidak dengan cara ini?

I :  Iya, ada. Karena pas saya mau lulus SMP, nah, sudah mulai tuh ada yang namanya ujian praktek agama Islam. Waktu jaman saya SD dulu, mau lulus tidak ada ujian prakteknya di apapun pelajarannya. Yang penting ujian nasional lulus saja, karena penerapan nilai ebtanas murni itu pas jaman saya mau lulus SD tuh dimulainya. Nah, ketika SMP, sudah diterapkan ujian praktek untuk menghimpun nilai buat di ijazah. Nah, pas ujian praktek itu saya baru sadar bahwa saya ternyata tidak bisa membaca huruf arab di Al Quran. Ya malu sih, karena ditertawakan oleh teman-teman sekelas. Apalagi guru agamanya juga separuh menganggap remeh karena kebetulan saya oriental banget mukanya jadi disangka Islam KTP karena sama sekali tidak bisa mengaji. Tapi hafal surat pendek juz amma. Nah, pas SMA saya ikut rohis dan mulai belajar baca Al Quran. Setidaknya bisa kenal huruf tapi belum paham tajwid. Pas kuliah, belajar lagi di grup mengaji tapi pas kuliah ini kebanyakan metode tadabbur yang ditekankan jadi tidak ada belajar mengaji Al Qurannya. Saya baru serius belajar mengaji Al Quran itu ketika saya baru pakai jilbab dan pulang ke Indonesia. Tahun 2001. Manggil guru mengaji privata ke rumah. Nah.... ini nih awal mula belajar tajwid.

G : Alhamdulillah. 

I : Tapi bu, kan mengaji itu harus diulang terus agar tidak lupa ya. Nah, masalahnya, setelah saya lancar mengaji, kebetulan gurunya juga menikah, jadi saya berhenti mengaji. Nah, setelah itu saya punya aneka kesibukan yang bikin saya lupa mengulang mengaji. Jadi, pas anak saya yang kedua masuk TK, kebetulan dia bersekolah di TK Islam nih, nah, guru TK nya bilang, bahwa anak-anak belajar mengaji di TK itu hanya beberapa jam saja dalam sehari, tapi sebagian besar waktu anak adalah di rumah. Jadi, maunya bu guru, orang tualah yang meneruskan untuk mematangkan kemampuan anak dalam mengaji di rumah masing-masing ketika anak sudah pulang dari sekolah. Untuk menyamakan metode yang diajarkan di TK dan di rumah, maka sekolah bertanya, siapa orang tua murid yang tidak tahu cara mengaji dengan metode IQRA? Nah, saya tunjuk tangan.  Jadi anak saya belajar IQRA di kelasnya, nah saya ikut belajar IQRA di rumah guru mengaji yang ditunjuk oleh sekolah untuk mengajar mengaji metode IQRA. Saya belajar mulai dari IQRA satu tuh.

G : Masya Allah. Terus.... terus.. seru nih.

I : Iya, lalu saya ajarkan anak saya mengaji di rumah. Nah, anak saya lulus TK, masuk SD negeri. Saya tetap belajar IQRA sampai IQRA 6. Tapi belum selesai belajar, gurunya meninggal dunia. Jadi saya berhenti belajar mengaji. Nah, karena saya punya bayi lagi, jadi saya minta tolong ada tuh tetangga jauh untuk mengajarkan mengaji privat anak saya di rumah. Nah, ketika anak saya mengaji itu, saya ikut mendengar. Awalnya masih oke. Tapi, semakin lama, ternyata guru mengaji privat anak saya ini menyisipkan ajaran beberapa doa dan lagu arab yang dia minta putri saya menghafalnya. Nah.... saya mulai nih, merasa tidak cocok. Apalagi beberapa doa diambil dari sumber yang tidak jelas sanadnya. Nah, akhirnya saya memutuskan untuk mem-PHK guru mengaji privat anak saya ini. Terus saya masukkan putri saya di TPA dekat rumah. Tapi, ternyata karena yang ikut TPA banyak banget, nah, ketika menunggu giliran mengaji ini, anak-anak saya lihat dibiarkan bermain tidak karuan. Salah satunya itu berhamburan pemakaian kata-kata makian kasar, dari mulai kebun binatang sampai alat vital . Wah. Saya lagi-lagi nggak mau anak saya berada di lingkungan seperti ini. Jadi, saya keluarkan dia dari TPA ini. Lalu mulai nih, untuk pengajaran mengaji anak, saya handle sendiri di rumah. 

G : Oo.

I : Nah, seiring bertambah waktu, mungkin karena anak sendiri, atau ibu sendiri, baik saya dan anak sulit buat disiplin belajar mengajinya. Jika anak lelah, dia ijin nggak ngaji, saya kasih. Jika saya yang lelah juga gitu. Kebanyakan absen akhirnya kegiatan mengaji ini malah terhenti akhirnya.  Saya baru sadar bahwa kemampuan putri saya ketika mengaji itu payah banget ketika saya sakit dan saya minta dia untuk gantiin saya buat jadi imam. Dia sudah kuliah ini padahal. Nah, dia ternyata mengajinya jelek banget. Nah. mulai deh kegiatan mengajar mengaji anak sendiri digiatkan kembali. Tiap selesai shalat maghrib tuh wajib. Cuma, progressnya kok lambat banget. Nggak ngerti dimana letak salahnya kok kemajuannya lambat banget. Makin terasa ketika pandemi dimana kita semua ada di rumah dan saya bisa nambah jam belajar mengaji anak. Putri saya tidak percaya diri ketika mengeraskan suaranya ketika disuruh mengaji karena tahu bahwa mengaji dia payah. Ya sudah, saya mulai mencari guru dan bertemu dengan Syarihub ini. Alhamdulillah, sudah sekali ganti guru karena guru pertama mau sekolah lagi dan guru yang baru ini cocok dengan anak saya. Nah, saya sendiri juga gitu.. Jadi ya begitulah cerita bagaimana saya belajar mengaji. 

belajar mengaji privat online


G : Masya Allah. Ternyata pengalaman belajar mengaji di Syarihub ini bukan yang pertama berarti ya bu. Kalau boleh tahu, apa yang ibu inginkan dari belajar mengaji ini?

I : Saya... hmm... saya ingin bisa hafal beberapa surat dengan tajwid yang benar. Dulu saya hafal surat-surat pendek tapi itu tuh kayak kita hafal pancasila atau janji pramuka gitu, hafal doang tapi nggak ada maknanya di hati. Nah, saya mau saya hafal sekaligus juga tersentuh hati saya ketika telinga saya mendengar suara saya ketika mengaji. Saya tuh pingin banget, bisa merasakan getar saking merasa rindu dan bahagia ketika mengaji; persis seperti pemandangan yang saya pernah lihat ketika saya naik haji di tahun 2018 silam. Saya lihat ada orang yang terlihat begitu menahan rindu dan cinta ketika sedang mengaji sampai-sampai saya yang mendengarnya juga ikut menangis haru. Nah, saya belajar mengaji agar bisa sampai di tahap itu.

G : Masya Allah. Insya Allah ya bu, kita berdua bersama-sama bekerja sama untuk bisa mencapai cita-cita itu. 

I : iya bu, mohon kerjasamanya. Saya juga punya kekurangan; saya pengidap disleksia, jadi saya punya kekurangan sulit untuk menghafal surat. Semoga ibu punya banyak kesabaran untuk bisa mengajari saya karena mungkin dibanding murid lain saya pasti lambat untuk bisa menghafal surat.  Terus suka keliru membaca tanda baca dan huruf. Disleksia saya tuh sering bikin saya membaca huruf atau tanda bawa jadi terbalik gitu tanpa sadar. Harusnya ta jadi ya. Atau harusnya nun jadi ba. Saya paham hukum tajwid tapi saya lupa nama-nama hukum tersebut. Jadi, jika penekanannya pada hafal nama-nama tertentu, saya pasti kepayahan. Tapi jika penekanannya pada pemahaman,, saya bisa mengikuti insya Allah. Butuh konsentrasi tersendiri, fokus yang khusus, jadi terlihatnya lambat mungkin. Tidak usah dimarahi ya bu karena saya sudah tua jadi mulai gampang baper orangnya. hehehe. Pokoknya semoga ibu punya banyak kesabaran deh mendampingi saya belajar.

G : Insya Allah, bu. Insya Allah.


-----------------------------------------

Demikian hasil ta'aruf ibu dengan guru mengaji ibu yang baru; namanya Bu Anne. Sampai sejauh ini, ibu cocok dengan cara dia mengajar. Sabar, telaten, tapi tegas tapi baik banget. Murah senyum. Ibu cocok dengan cara dia menyajikan selingan game : sambung ayat, tebak ada di surat apa, tebak ini tajwidnya apa, cari tajwid tertentu di surat anu. Ternyata, game-game ini karena disajikan dengan fun, ceria, penuh canda, justru efektif masuk ke ingatan ibu yang tua dan lamban. Masya Allah.

Alhamdulillah. Ibu senang akhirnya dipertemukan dengan guru yang baik hati dan sabar seperti ini. Alhamdulillah, tabarakallah. 

Tidak ada komentar