Tahun 2022 itu Tahun Kembali Sekolah Normal

 [Catatan Akhir Tahun]  Tahun 2022 ini, aku tandai sebagai tahun yang menggembirakan sekaligus rasa khawatir hadir dalam satu waktu. Yaitu ketika akhirnya Pemerintah mencabut kebijakan untuk membatasi sekolah tatap muka karena semua anak sekolah sudah dipastikan telah mendapat vaksin C19 sebanyak dua kali. 

Akhirnya, setelah selama dua (2) tahun anak-anakku melakukan sekolah online, di tahun 2022 ini mereka kembali menjajaki sekolah offline. Tentu saja ada drama seragam kependekan, atau kekecilan, atau sepatu sekolah yang begitu akan dikenakan ternyata sudah kekecilan. 

Lucu juga sih. Selama dua tahun berada di rumah saja, kami sekeluarga nyaris tidak menyadari bahwa anak-anak terus tumbuh meski mereka di"kekep" di dalam rumah. Mana diperhatikan bahwa bajunya kekecilan jika baju rumah yang dikenakan sehari-hari memang modelnya kedombrongan semua. Kan biar nyaman dan adem, maka size kedombrongan itu adalah pilihan terbaik dan jadi favorit sebagai baju rumah.  Selama di rumah saja pun, tidak pernah lagi memakai sepatu. JIka akan bepergian, karena perginya tidak pernah jauh, anak-anak lebih sering memilih mengenakan sendal. Dan sendal, bagian depannya selalu bolong dan bagian tumitnya juga terbuka. Ini kan bedanya sendal dan sepatu. Sepatu sekelilingnya tertutup. Sepatu punya batas maksimal panjang dan lebar kaki. Sendal tidak punya batasan. Bahkan sendal kekecilan pun masih bisa dikenakan. 



Nah, begitu ada kebijakan bahwa anak-anak harus masuk sekolah normal, tentu saja semua baru menyadari bahwa seragam sudah kekecilan, rok sekolah kependekan. dan sepatu kesempitan. Hahaha. Jadi, akhirnya terpaksa harus beli baru semua meski sekolah hanya tersisa satu tahun lagi. 

Yap. Putriku masuk SMA kelas 10 sudah langsung sekolah online. Kelas 10 naik kelas 11, tetap online. Barulah di semester akhir kelas 11 ada kebijakan untuk sekolah offline. Hanya tersisa waktu 4 bulan di kelas 11 dan kurang dari 11 bulan di kelas 12. Setelah kelas 12, insya Allah dia akan lulus SMA. 

Dulu, pada anak-anak yang lain, jujur saja, aku hanya membeli seragam sekolah di kelas 10 saja, alias ketika baru masuk sekolah pertama kali. JIka tidak robek parah, maka baju itu akan terus dipakai hingga anak lulu sekolah. Robek sedikit sih jahit saja. Jika kotor parah, maka tinggal direndam di larutan citrun. 

Tapi, di tahun 2022 ini, aku terpaksa membeli seragam sekolah dua kali dan ngenesnya, seragam pertama beli bahkan baru dipakai beberapa kali saja tapi sudah kekecilan.

Hal lain, yang juga bikin kagok karena kelamaan tidak bersekolah normal adalah, ketika harus menyiapkan bekal makanan buat sekolah. 

Aku lupa, dulu bagaimana menata dan mengatur menu makanan buat bekal sekolah. Hahaha. Jadi, karena belum terbiasa aku membekali anak-anak dengan menu naget, karage, atau sosis. Hingga akhirnya ketika berbelanja ke pasar, anakku melarang aku membeli frozen food.

"Bosan bu. Lauk normal aja ah. Bosan aku dengan naget, karage."

Bayangkan. Anak-anak yang  merupakan generasi mecin tiba-tiba menyatakan bosan dengan makanan bermecin dalam bentuk frozen food. Wahahaha.

Jadilah aku akhirnya setiap hari, seusai shalat shubuh sudah nguprek di dapur untuk menyiapkan bekal anak-anak yang menunya "makanan biasa bukan frozen food".  Lama-lama, alhamdulillah akhirnya mulai terbiasa akunya dan semakin terampil dan cepat menyajikan menu bekal sederhana buat kotak bekal makan siang. 



 



Terlepas dari segenap cerita tentang kembalinya anak bersekolah normal di tahun 2022 ini; satu hal yang aku catat: aku lebih senang melihat anakku bersekolah normal ketimbang sekolah online. Kenapa? Karena dengan sekolah normal, anak-anakku bisa bertemu dengan orang lain selain anggota keluarga mereka dan mereka belajar bersosialisasi, belajar berinteraksi, dan belajar bertenggang rasa dengan orang lain. Ini tuh sesuatu yang tidak bisa didapat lewat sekolah online.

2 komentar

  1. Menarik menu dengan olahan mie seperti ini apalagi siapapun doyan, enggak bisa menolak. Mie lebar ini seingatku bakmie, favorit sih dulu tapi jarang bikin sendiri. Bisa dicoba, nih, buat olahan mie sendiri selain mie instan. Terima kasih informasinya!

    BalasHapus