Bukan Sepatu Cinderella

[Pernikahan] Cuaca cerah hari itu. Matahari bersinar dengan penuh percaya diri karena tidak ada satupun awan yang berusaha untuk menghalangi pekerjaannya. Langit pun tampak biru cerah.

Aku suka warna biru yang dimiliki oleh langit yang cerah. Dan aku juga suka warna terang putih sebagai penanda terang dan bersih yang dimiliki oleh cuaca yang bersinar. Tapi, bukan itu alasan aku mengenakan sepatu baruku yang berwarna putih dan kaus kaki berwarna biru.

hehehe. Suami dan anak-anakku selalu berkata bahwa aku tidak pandai memadu-padankan pakaian dan aksesoris.
"Kadang ayah nggak terbayang jika saja ibu tidak ada yang menegur dari cara berpakaiannya. Jika ibu dibiarkan bebas sebebas-bebasnya dalam memilih pakaian, sepertinya bakalan hippies banget."
Itu komentar suamiku di depanku dan anak-anak ketika kami sedang makan siang bersama di sebuah rumah makan. Aku hanya tersenyum. Tidak bisa menolak kebenaran itu. Dan sepertinya, anak-anakku juga sepakat sih dengan apa yang dikatakan oleh suamiku.



Sejak dulu, aku memilih pakaian bukan karena kepantasan. Tapi karena aku ingin mengenakannya dan aku menyukainya. Akibatnya, tidak jarang warna dan motif yang aku pilih saling tabrak secara frontal dan jauh dari kata "matching". Itu kata suami dan anak-anakku sih. Kalau kata aku sih:

nggak usah dikomenin, aku sudah tahu kok
jika bajuku emang nggak matching sama sekali
kombinasi baju- celana - tas - sepatunya. hehehe
"Ih, yang penting itu kita nyaman dan percaya diri memakainya. Karena, sebagus apapun, jika kita tidak merasa nyaman, malah jadi nggak enak memakainya. Dan orang lain juga bisa merasakan ketidak-nyamanan kita itu. Jadi mereka ikut-ikutan komen yang nggak jelas dan nggak perlu. Nah, begitu juga jika kita tidak percaya diri memakainya. Idem deh. Orang-0rang bakalan tahu bahwa kita nggak percaya diri dan melontarkan prasangka bahwa kita tidak nyaman. Lalu seterusnya ngasi komen yang nggak perlu."

"Tetap sih, De. Padu padan itu penting."
"Araseo, mas."
"Apa tuh artinya?"
"Iya, aku ngerti mas."
"Memangnya nggak bisa pake bahasa Indonesia aja? Emang harus pake bahasa Korea?"
(aku cuma nyengir kuda)

Nah, hari itu seperti biasa aku dan suami serta mengajak anak-anak tentunya, jalan-jalan mengisi waktu akhir pekan kami.
Sepatuku baru. Masih kaku. Aku membelinya secara online di sebuah online shop yang cukup ternama dengan menggunakan voucher yang aku dapat karena kegiatan ngeblog (#berkahngeblog kakak 😊).

Tapi, baru juga 1 jam kami berjalan-jalan mengitari mall, bagian belakang tumitku seperti ada yang menggigit. Bukan hanya itu, lututku juga mulai tidak nyaman jika dipakai untuk melangkah. Jadilah, kecepatanku yang semula bisa mengimbangi suami dan anak-anak mulai melambat.

Bermula dari tertinggal satu barisan.
Lalu terseling orang lewat. Jadi tertinggal dua barisan.
Terseling beberapa orang lewat.
Akhirnya tertinggal jauh di belakang.

Aku berusaha berjalan cepat untuk mengejar ketertinggalanku. Tapi, meski berusaha keras berjalan cepat dengan langkah berderap, tetap saja tidak bisa menambah laju kecepatan melangkah. Lututku kian sakit, dan belakang tumit. Ampun. makin terasa seperti digigit. Perih. Mungkin mirip seperti jalannya Cinderella yang memakai sepatu kaca cuma sebelah tapi harus cepat-cepat pulang ke rumah karena jika sampai jam dinding berdentang 12 kali, semua yang dia kenakan akan kembali ke bentuk semula. Kereta kencana berubah jadi labu. Kuda berubah jadi tikus. Kusir berubah jadi anjing penjaga rumah. Dan pelayan pembuka pintu kereta kuda akan berubah jadi burung. Sedangkan baju indah yang dikenakan oleh Cinderellah, tentu saja berubah jadi baju lusuh penuh tambalan disana sini. Coba bayangkan, sebelah kaki mengenakan sepatu kaca dengan tinggi heels yang lumayan sebelah kaki telanjang? Susah kan jalannya? Mana bisa berlari dengan model seperti ini?

Hmm. Kenapa aku jadi nge-dongeng?

Ketika akhirnya aku tiba dan bergabung lagi dengan suamiku, suamiku melihat padaku dengan pandangan penuh tanda tanya.
"Kenapa? Kok jalannya melambat? Kamu sakit?'

Aku terdiam. Hanya bisa bisa menunduk menahan sakit sambil menatap sepatu baruku.




Kata orang, dalam sebuah pernikahan itu, seiring dengan tautan hati antara suami istri, maka pasangan suami istri akan bisa memahami satu sama lain. Bahkan meski salah satu pasangannya tidak mengucapkan apa-apa dari mulut mereka. Tapi pasangannya akan mengerti dan bisa membaca raut wajah dan sikap tubuh pasangannya.

Mungkin ini yang disebut dengan pasangan hati. Sudah sejiwa.

Cinta itu, datang dari mata turun ke hati.
Tapi dalam sebuah pernikahan, bisa sebaliknya. Dari kaki naik ke hati. Seperti mata suamiku yang langsung mengerti bahwa ada yang tidak beres dengan kakiku. Dan sepatuku. Meski aku tidak memberitahu dia apapun.

"Sepatu kamu .... nggak enak ya?"
Aku terdiam.
Dulu, Cinderella yang memiliki sepatu kaca asli yang cuma sebelah, diam saja tidak memberitahu para pengawal kerajaan yang berkeliling mencari kaki yang cocok dengan sebelah sepatu kaca yang tertinggal di tangga istana. Pangeran tampan yang memungut sepatu itu. Pangeran tampan yang merasa yakin bahwa dia sudah jatuh cinta pada pemilik sepatu yang tertinggal tersebut tapi tidak tahu nama, alamat, nomor telepon, nama akun media sosial, dan alamat email pemilik sepatu kaca yang cuma tertinggal sebelah.

Aku bukan Cinderella.
Dan sepatu yang aku kenakan juga bukan sepatu cinderella. Tapi, mana aku tega minta dibelikan sepatu baru pada suamiku sementara sepatu yang aku kenakan masih sepatu baru.
Bukan. Bukan karena suamiku pelit.
Suamiku ini, jika saja aku meminta untuk dibelikan rembulan yang ada di langit malam agar bisa aku taruh di dalam kamar, mungkin dia akan berusaha keras untuk bisa membelinya. Dia akan berusaha keras, bekerja lebih giat, rela begadang. Nah, justru karena aku tahu hal seperti ini akan terjadi maka aku tidak tega untuk meminta macam-macam pada suamiku.

Tapi, apa yang tidak terkatakan oleh mulut, sering bisa terbaca banyak oleh pasangan jiwa kita.

"Sudah. Ayo kita beli sepatu baru sekarang juga. Dengan begitu kamu juga enak jalannya sekarang."

Akhirnya, aku pun punya sepatu baru beberapa saat kemudian. Setelah suami berhasil memaksaku untuk memilih sepasang sepatu baru yang menurutku paling nyaman dipakai.

Suami berhasil menggiringku menemukan sepasang sepatu yang pas dan nyaman. Alhamdulillah.



Dan akhirnya, kami hidup bahagia selamanya.
--- the end ----

Baca juga cerita seputar sepatuku yang lain: Anak dan sepasang sepatu

13 komentar

  1. Hahaha memang keliatan bgak matching mba. Pantes di koment sama si bapak 😂😂😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehehe.... kan yang penting percaya diri makenya

      Hapus
  2. Aku jg srg merasakan hal yg sama, hihi

    BalasHapus
  3. hahahihi bacanyaa

    Perhatian banget deh suami Mak Ade ini. Tp sepatu barunya bikin serasi sama bawahannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya ya daripada sepatu yang putih... setelah aku perhatikan ternyata bagusan yang hitam... tapi aku pingin pake sepatu putih sih sebenarnya meski nggak tahu padanan bajunya cocoknya warna apa

      Hapus
  4. Alhamdulillahnya punya suami yang bisa mengerti

    BalasHapus
  5. Widiiww xD

    Bentar.

    Iya samaan bu kayak saya jaman SD-SMP-SMA tuh. Gak peduli warna atau event, yang penting saya nyaman. Pernah sampai diejekin teman SMP karena warna jilbab, baju, dan celana acak adul. Terus ke kondangan oom pake celana training sama sandal crocs butut. Alhasil dipelototin+dimarahin mamak suruh ganti. Kala itu, asal nyaman aja deh.

    Tapi kini sudah sadar......sudah besar soalnya heheh. Bukan masalah mempercantik diri dengan berdandan atau memadu-madankan style, tapi lebih memantaskan diri supaya 'bernilai'. Bernilai pun dalam rangka menghargai diri sendiri supaya terlihat baik dan bagus ^^

    Yang bagian terakhir sama suami itu..............
    saya berdoa supaya bisa merasakan, nanti kalau sudah ada heheheheh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya sih... sekarang-sekarang ini (duh, setelah berusia 40 tahun lebih .. wkwkwkwkwkw) aku baru mikir-mikir kalo milih pakaian karena nyari yang matching. Kalau lihat foto jaman dulu, udah nikah dan anak dah gede padahal, tetap aja main tabrak... bajunya kemeja batik coklat eh jilbabnya bahan kaus warna biru langit pula... wkwkwkkw... dah gitu celana panjangnya warna hijau tua gelap... ishh... ngelihat foto jadul bikin stress

      Hapus
  6. hihi akhirnya kaki Cinderella nggak sakit lagi :D
    Asyik, punya sepatu baru yang nyaman akhirnya ya mb Ade. Kalo sepatu aku kadang ragu beli online, takut kekecilan/kebesaran atau sakit kalo dipakai. Beda dengan tas, nggak sreg di hati tetap bisa dipakai kalo mau.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, sekarang aku kalo mo beli online pasti ngusahain buat ngelihat wujud aslinya dulu di mall seperti apa dan ngepasin dulu di toko biar pasti nomor berapa. karena ternyata nomor sepatu pun meski sama angkanya tapi ukuran di kaki kok beda-beda ya?

      Hapus
  7. hahahaha....berkah kaki sakit dapet sepatu baru hehehe

    BalasHapus