Anak dan Sepasang Sepatu

Jakarta itu kota yang sering macet.
Sepertinya, semua orang sudah tahu itu ya.
Nah. Untuk mengantisipasi macet, maka aku memilih untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi jika ingin mengantar dan menjemput anak sekolah.

Biasanya, pagi-pagi aku dan kedua putriku sudah berangkat sebelum jarum jam menunjukkan pukul enam pagi. Karena jika lewat jam enam, sudah bisa dipastikan ada yang tiba terlambat di sekolahnya. Rute perjalananku ketika mengantar kedua putriku adalah, yang SMA dulu (SMA 8 Bukit Duri) baru kemudian menuju ke sebuah Sekolah Dasar Swasta di bilangan Tebet.

Jalan kaki, naik jembatan penyeberangan, turun jembatan penyeberangan baru kemudian naik kendaraan umum.


Di Punggungku, ada tas ransel sekolah anakku.
Jika sudah begitu, maka  sebuah benda yang amat besar jasanya buatku adalah sepasang sepatu.

Sejak tahun 2012, kedua lutut dan pergelangan kakiku terkena pengapuran tulang. Jadi, ceritanya kata dokter usia tulangku di kedua tempat itu lebih cepat tua dibanding usia biologisku. Dari pemeriksaan usia kepadatan tulang, usia lutut dan pergelangan kakiku tuh kata dokter sih sudah 60 tahun (uhuk..uhuk..). Jadi tidak seimbang dengan usia biologisku yang baru sweet seventeen lewat (hitung pake kalkulator.... lewat seperempat abad...wkwkwkkw.... masya Allah, digit usiaku sudah bisa dihitung dengan kalkulator).

Nah... karena pengeroposan tulang tidak bisa disembuhkan, pun tidak bisa dikurangi.... tapi bisa dicegah agar tidak terus bertambah luas dan bertambah parah, maka aku pun mulai amat memperhatikan yang namanya SEPATU. Dokter tulangku memang menyarankan agar sepatu yang aku gunakan haruslah sepatu yang empuk dan nyaman dipakai sehingga ramah untuk lutut dan pergelangan kaki.

Itu sebabnya, nyaris untuk kebutuhan sepasang sepatu, aku termasuk yang cepat sekali ganti. Sama seperti kebutuhan memiliki sepasang sepatu pada anak-anak. Bedanya... anak-anak membutuhkan sepasang sepatu baru karena mereka tumbuh dengan cepat sehingga sepatu mereka cepat sekali kekecilan sedangkan aku... untuk mencegah agar gejala pengeroposan tulangku tidak semakin luas dan parah.

Anak-anakku... tahu tentang penyakitku ini.
Itu sebabnya mereka menaruh perhatian cukup besar pada sepatuku.
Jika aku membeli sepatu baru sedangkan mereka tidak... mereka tidak ada yang cemburu. Malah mereka mendukung. Mereka ikut menemaniku mencari sepatu, kadang ikut memberi suara mana sepatu yang lebih baik aku beli jika aku punya beberapa kandidat sepatu baru yang lucu-lucu.

Menurutku, untuk urusan penyakit, akan lebih baik jika sesama anggota keluarga (istri-suami-anak-anak) tahu apa penyakit satu sama lain. Keterbukaan ini akan melahirkan rasa pengertian dan rasa kasih dan sayang serta keinginan untuk saling membantu satu sama lain.

Justru, kesalah pahaman sering muncul ketika kita menyembunyikan sebuah penyakit menjadi sebuah rahasia. Dan kesalah pahaman ini bisa fatal malah.
Apalagi jika itu berhubungan dengan sesuatu yang menimbulkan reaksi alergi atau efek samping lain.

Meski rasanya pahit, terkadang, keterbukaan dan kejujuran memang jauh lebih baik. Kecuali jika memang menyimpan sebuah rahasia dirasakan lebih mendatangkan manfaat daripada mudharat.

Nah.... karena anak-anakku tahu bahwa aku dan sepatu itu adalah dua yang tak bisa disepelekan, maka mereka juga menaruh perhatian terhadap kebutuhankku ini.

Ini salah satu moment sweet dimana putri bungsuku selalu mempersiapkan sepasang sepatuku selalu siap di depan pintu jika aku masuk ke suatu ruangan dan harus lepas sepatu. Jadi, jika aku ingin memakai sepatuku lagi aku tidak perlu susah mencari dimana sepatuku. Baca di tulisanku "anakku yang so sweet" deh. Itu asli sweet banget menurutku sehingga aku sering diam-diam terharu.

Nah. Sedangkan gambar ini adalah foto kenanganku ketika putri keduaku dengan manis memperbaiki tali sepatuku yang terlepas. Aku memang sering kesulitan memasang tali sepatu... tas pinggang yang setia bergelayut di pinggang dan perutku ini (baca: lemak di perut) memang menyulitkanku untuk membungkuk memperbaiki tali sepatu yang terlepas. Nah... putri keduaku dengan manis memperbaiki tali sepatuku tanpa harus disuruh dan tanpa berkata apa-apa sekedar untuk mengharapkan ucapan terima kasih. Dia... melakukannya begitu saja. Dan itu asli membuatku terharu...
Alhamdulillah.

Facebook, 9 mei 2014: Urusan tali sepatu utk ibu2 rempong (*plus maunya cepat n praktis) kayak aku tuh suka ribet. Kadang, aku suka selipin aja tali sepatuku di sisi kaus kaki. Tapi enaknya punya anak perempuan (alhamdulillah) sebelum dia pergi jalan2 dengan teman2nya, dia menyempatkan diri untuk mengikat tali sepatuku dulu. Jadi pas aku mau pergi, aku tinggal SLURP.. memasukkan kakiku saja. Praktis.
Alhamdulillah.

15 komentar

  1. So sweeet. Aku juga boros sepatu, lebih enak untuk bergerak & nggak bikin tumit capek untuk antar jemput anak dibandingkan dengan pakai sandal perempuan heheee

    BalasHapus
  2. So sweer banget yah
    kok aku jadi berasa baca sinopsis drama korea yah :D

    BalasHapus
  3. Setuju mba, kalo sesama keluarga hrus mengetahui penyakit yang dimiliki, jadi klo kambuh ga terlalu panik :)

    BalasHapus
  4. terima kasih artikelnya sangat bermanfaat

    BalasHapus
  5. so sweet anak-anakmu mba..iya, sepatu penting banget ya mba karena menunjang aktivitas sehari2

    BalasHapus
  6. hawna ya mama Ade...alhamdulillaah ya perhatiannya :)

    BalasHapus
  7. Alhamdulillah memiliki anak-anak yang baik dan penyayang ya, Mbak.. :D

    BalasHapus
  8. alhamdulilah ya mba mempunyai anak yang baik dan sayang pada orang tuanya :)

    BalasHapus
  9. Hmm jangan lupa mampir ke www.safetyshoes.co.id
    Sepatu safety dengan harga dan kualitas terbaik!

    BalasHapus