Suamiku Pengangguran. Gimana dong?

[Pernikahan] Sore ini, kebetulan banget aku iseng-iseng buka-buka facebook sambil menunggu hasil panen di game pertanian kesayanganku berbuah. Ini game digital biasa yang bisa diunduh di gadget berbasis android kok. Tapi bukan ini yang mau aku bahas. Yang aku mau bahas justru apa yang aku temukan ketika iseng membuka timeline facebook.

Temanku Belalang Cerewet, menshare sebuah skrinsut sebuah berita dari sebuah koran yang terbit di Bogor. Ini dia cuplikan foto korannya:




Secara kebetulan, beberapa hari sebelumnya, aku baru saja menerima sebuah sms dari seseorang yang curhat padaku karena suaminya pengangguran. Seseorang itu mulai merasa resah dan gelisah karena sang suami mulai merongrong dirinya yang hanya bekerja sebagai seorang guru PAUD saja.


Entah di daerah lain bagaimana, tapi keluargaku yang merupakan keluarga Sumatra Selatan, adalah hal yang memalukan jika laki-laki tidak bekerja mencari nafkah. Biasanya, lelaki itu akan dicibir orang (cibir itu kalau bahasa gaulnya: nyinyir). Dan ini, sering menjadi tolok ukur jika ingin menikahi seseorang.

Pilih Suami Yang Punya Penghasilan


"Ai, ndak usahlah ngen die. Ndak suek gawe." (ini bahasa Sekayu, artinya: "Tidak usah memilih dia, dia pengangguran.")

Memiliki penghasilan itu bukan berarti harus menjadi PNS (pegawai negeri sipil) atau Bekerja di kantor. Memiliki penghasilan adalah punya sesuatu yang dikerjakan dan dari hasil pekerjaan tersebut ada uang yang dihasilkan.

Agama penting. Itu memang kriteria utama ketika memilih imam untuk keluarga. Tapi, seorang imam harus bisa menafkahi keluarganya. Baik dengan nafkah batin maupun dengan nafkah materi.

Kita kan hidup di jaman dimana segala sesuatunya harus dibeli dengan uang. Lalu bagaimana jika tidak punya penghasilan?

Masa harus berhutang terus. Hutang itu pun ada limitnya.
Mau menjual barang pribadi agar bisa mendapatkan uang. Tidak mungkin, karena jumlah barang pribadi pun ada batasnya.
Tidak ada jalan lain selain, harus memiliki sumber penghasilan yang bisa diandalkan setiap bulannya. Karena kebutuhan kita itu terus harus terpenuhi setiap harinya; dan jika dikalkulasikan itu berarti kebutuhan bulanan.

Itu sebabnya, ketika tiba saatnya harus menikah, pilihlah suami yang memiliki penghasilan. Tidak harus berarti dia seorang pegawai kantor dengan gaji bulanan. Yang penting adalah, dia punya sesuatu yang dikerjakan dimana sesuatu itu bisa mendatangkan uang untuk menghidupkan asap dapur dan membeli pakaian serta membayar sewa tempat bernaung. Jika ternyata nanti punya rumah sendiri, itu bonus alhamdulillah.

Jika Sudah Terlanjur Menikah Dengan Suami Pengangguran


Iya.
Kadang, cinta itu buta.
Ketika belum menikah, segalanya jadi terasa berbau surga. Mendengar suaranya saja, senangnya bukan main. Berdekatan dengannya serasa sedang berayun-ayun di ayunan yang membuat kita terasa seperti melayang di atas awan. Dan ketika harus berpisah, waktu pun terasa ikut berhenti.
Sesak karena rindu.

Jadi, tidak menghiraukan hal-hal lain, yang ada di dalam hati hanya satu: AKU INGIN MENIKAH DENGANNYA.
Karena cinta (dianggap) bisa menyelesaikan segalanya.

Tapi, coba tebak berapa lama cinta bisa menyelesaikan segalanya?
Tidak lama.
Begitu duit untuk menikmati hidup pengantin baru habis, dan suami istri mulai dihadapkan pada kewajiban membayar aneka macam tagihan, mulailah cinta terkikis sedikit demi sedikit.

"Sabar ya dik, kita ambil saja dari buku tabungan yang itu."
"Yang mana kang? Kita sudah tidak punya uang tabungan dimana-mana lagi."
"Ya sudah, kalau begitu kita hemat aja yuk."
"Mau hemat gimana kang? Itu Bu Hindun nagih uang kontrakan terus udah sejak minggu lalu. Jika tidak ada uang juga, kita harus keluar dari rumah ini loh."
"Jual baju saja."
"Baju yang tersisa cuma yang kita pakai, kang."

Duh.
Bingung kan?

Jika sudah begitu, tidak ada kata lain selain HARUS MENCARI PENGHASILAN.
Ya mau bagaimana lagi coba?

Hal-hal yang bisa dikerjakan agar bisa mendapatkan penghasilan


Ada banyak kok hal-hal yang bisa dikerjakan agar bisa mendapatkan penghasilan.
Belajar dari pengalaman temanku yang suaminya nol pengalaman kerja, nol warisan, nol pendidikan, nol koneksi, nol kelebihan fisik. Tapi punya ribuan semangat dan ratusan ribu rasa tanggung jawab pada keluarganya.

Suaminya itu, rela menawarkan dirinya untuk ikut membantu di:
- Memanjat pohon kelapa untuk mengambil buah kelapa.
- Membersihkan wc dan lantai sekolah.
- Jadi tukang becak.
- Jadi kuli panggul di pasar atau di pelabuhan atau di toko beras atau di toko bahan bangunan.
- Jadi kurir mengantarkan barang.

Dari uang yang sedikit, tetap saja temanku menyisihkan uang sedikit demi sedikit untuk menabung hingga akhirnya mereka berhasil membeli sebuah gerobak. Lalu mengisinya dengan barang yang bisa dijual dan akhirnya suaminya bisa:
- Jadi pedagang keliling.
- Jadi pedagang mangkal yang punya kios gerobak sendiri.

Dari cerita di atas, apa yang bisa dipetik?
- Suami harus punya rasa tanggung jawab untuk memberi nafkah pada keluarganya.
- Istri, jika memang tidak ikut bekerja maka bisa membantu dengan menjadi pengatur keuangan keluarga yang bijak. Jangan lupa untuk menabung ya, karena uang tabungan itu bisa digunakan untuk banyak hal. Bisa untuk membayar sesuatu yang terjadi di luar dugaan suatu hari nanti yang tidak bisa kita prediksikan. Bisa juga digunakan untuk membiayai sebuah usaha peningkatan kualitas hidup.
- Anak-anak juga harus dikondisikan untuk bisa mengerti dan menghargai apa yang dimiliki oleh keluarganya dan itu berarti peranan penting seorang ibu.
- Istri yang sekaligus menjadi ibu, harus bijak dalam memberi pengertian pada anak-anaknya.

Jika suamiku pengangguran, gimana dong?
Beri semangat pada suami untuk bekerja dan keluar rumah mencari uang.
Jangan pernah biarkan suami menggantungkan hidup pada istrinya saja. Sebagai seorang perempuan, kita tidak diwajibkan untuk mencari nafkah loh. Suamilah yang punya kewajiban itu.

Jika suami dibiarkan menggantungkan hidup pada istrinya, maka secara tidak langsung kita sebagai istri telah menjerumuskan suami kita sendiri agar semakin tenggelam dalam lumpur kemalasan dan penghancuran dirinya sendiri.

49 komentar

  1. Laki-laki yang sudah berkeluarga sebaiknya bekerja apa saja untuk menafkahi keluarganya. Jika memang tidak mau bekerja ya setidaknya mempunyai tabungan uang sekitar 3 trilyun gitu lah.
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  2. Biasanya karena malas aja mba, klo suami kayak gitu mending dibuang ke laut *eh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nanti penuh lautnya. Eh..atau mereka malah nikah ama putri duyung.. lalu kelak para Putri duyung gak sabaran dan nendang mereka kembali ke darat. "Buang saja ke darat."

      Hapus
    2. Nanti penuh lautnya. Eh..atau mereka malah nikah ama putri duyung.. lalu kelak para Putri duyung gak sabaran dan nendang mereka kembali ke darat. "Buang saja ke darat."

      Hapus
    3. Nanti penuh lautnya. Eh..atau mereka malah nikah ama putri duyung.. lalu kelak para Putri duyung gak sabaran dan nendang mereka kembali ke darat. "Buang saja ke darat."

      Hapus
  3. Sepakat mbak Ade...jaman sekarang apa-apa harus dibeli dengan uang. kalo sampe laki-laki merongrong istri dan menggantungkan hidupnya pada si istri, dimana harga dirinya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak punya harga diri sih menurutku suami kek gitu.

      Hapus
  4. Intinya adalah tanggung jawab. Kalau udah ngganggur dan nggak ada usaha untuk bekerja atau menafkahi ya buat apa punya suami seperti itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nahhh... ngapain punya suami seperti itu. Bener.

      Hapus
  5. Betul banget Mba. Jangan biarkan suami malas Cari nafkah. Suami harus disemangati agar mau mencari nafkah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya.jika dibiarkan nanti malah jadi premis dia utk tetap malas dan terus menggantungkan hidup pada orang lain

      Hapus
  6. Suami saya awalnya juga pengangguran Mbak, tapi punya tanggung jawab untuk keluarga dan sekarang kami dapat bonus bisa bikin rumah (proses pembangunan).

    Kalau di daerah saya suami pengangguran banyak, para istri yng cari nafkah ke luar negeri. Tapi mereka enjoy aja kayaknya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah..jika di budaya Palembang dan sumatra selatan pada umumnya, itu hina banget jika suami nggak ngapa2in sedangkan istrinya banting tulang. Bahkan meski si istri jadi TKW keluar negeri lalu ngirim duit yg banyak ke keluarganya di tanah air, tetap suami harus bisa menggunakan uang modal yg diberikan istrinya utk memulai sebuah usaha yg bisa menghasilkan uang.

      Hapus
  7. Suami yang agamanya bagus seharusnya berbanding lurus dengan bertanggung jawab sama keluarga dll. Karena di agama pun menafkahi keluarga itu wajib. Kalau katanya agamanya bagus tapi males2an, perlu dipertanyakan juga tuh, agamanya bagus di luar doang tapi gak meresap pada perilakunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju. Krn Islam mengatakan bahwa suami harus memberi nafkah pada keluarganya

      Hapus
  8. Iya amit-amit banget punya suami pengangguran apalagi kalau sudah punya anaka, iyuuuuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kalo tiba saatnya akan milih suami cari yg punya penghasilan. Jika akan menikahkan anakpun demikian. Kasian anak orang nanti sengsara krn makan hati bersuamikan pengangguran

      Hapus
  9. Sebagai kepala keluarga mestinya seorang laki-laki punya kewajiban untuk menafkahi anak isteri .. Utk itu kudu punya kerjaan agar bisa memenuhi semua kebutuhan rumah tangga.. Apapun bentuk kerjaan yang penting halal.. Aku jadi ingat pepatah yg dilontarkan oleh seorang teman " Ulat di dahan kayu lapuk pun bisa hidup." Yang maknanya adalah kalau punya niat pasti deh bisa hidup, dalam hal ini kalau si lelaki punya niat bekerja pasti deh ada rejeki dibalik itu.. Bukan persoalan besar kecil rejeki yg diterima, tetapi tetap harus bersyukur .. Yakinlah bagi para lelaki, ada campur tangan Allah disitu kalau kita giat bekerja.. Sekecil apapun rejeki yang diterima bisa koq menghidupi keluarga.. InsyaAllah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Rita...kita kan sama2 dari Palembang, itu pepatah dalam budaya kita tuh. Untuk motivasi agar orang mau berusaha.

      Hapus
    2. Jadi ingat kontes sadar hati, haha

      Hapus
  10. Mbak Ade bisa mengartikan pesan seperti itu? Huwaaa..... ajarin dong Mbak. Saya sering mati kutu dikirimi pesan singkatan2 gitu. huhuhu #oot Hahahaha...
    Jika bicara semestinya, memang begitu Mbak, tapi pada kenyataannya sulit dilakukan. Ada tipe-tipe tertentu yang memang tidak bisa mandiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe karena kadang ada orang yg masih pake hape jadul jadi ada pembatasan jumlah karakter yg bisa dikirim. Hape jadul cuma bisa nampung 188 karakter kalo gak salah. Jadi ya...mencoba memahami aja akunya

      Hapus
    2. Btw...nah... di daerah sumatra selatan, itu "hina" banget kalo laki2 gak punya penghasilan sama sekali

      Hapus
  11. kalo menikah sama suami yg penangguran aku sih mikir mikir, mau dikasih makan apa ntar aku dan anak anakku :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pada akhirnya nanti istrinya yang akan disuruh kerja keras malahan. Iya kalo si suami liat istrinya kerja mau bantu tugas di rumah. Kalo di rumah ongkang-angking aja..hadeuhhh

      Hapus
  12. kalau sudah buka usaha tapi ternyata tidak menghasilkan walaupun hanya untuk memberi beras gimana ya Mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. mungkin harus diubah usahanya atau pindah lokasi... karena buka usaha itu juga harus lihat berbagai macam hal...itu temanku, tadinya dagang nasi uduk suaminya di depan sekolah, tapi pas liburan sekolah dan ramadhan, nggak ada yang beli, dia banting setir dagang mainan anak2 akhirnya keliling kampung. jadi tidak lagi menunggu pembeli tapi menjemput pembeli

      Hapus
  13. kalau pengangguran karena malas, menurut saya sih beda dengan pengangguran karena keadaan, PHK dan sudah usaha maksimal tapi masih mentok. Untuk yg ke dua, sepertinya pilihan bersabar dan menyokong semangatnya tetap harus dilakukan tanpa henti ikhtiar. Tapi kalau tipe pemalas, mending suruh ke laut aja, alias buang,kalau dia tidak mau merubah mentalnya. masalah mental juga dipengaruhi latar belakang pendidikan keluarga, juga sosial budaya yang bersangkutan

    BalasHapus
    Balasan
    1. benerrr...setujuuu... jika kena PHK, harus diberi semangat agar mau bangkit lagi mencari peluang baru... ikhtiar tidak boleh berhenti karena rasa sakit hati atau putus asa

      Hapus
  14. Justru klo beragama atau beriman kpd tuhan, harusnya sadar sm tanggung jawab kan ya, mak ade.. klo nggak artinya boleh dipertanyakan keimanannya, jgn2 cuma ngaku beriman di lisan aja, naudzubillah..

    Di buku nikah jelas suami yg wajib menafkahi istri dan anak, jd nggak relevan sbnrnya, ngaku beragama tp sm kewajiban sndiri tidak tahu. Klo tahu, minimal ada usaha walaupun hasil sedikit harus dihargai. Besok2 mudah2n dapat rejeki lebih. Klo lupa, diingatin pelan2. Klo nggak bisa dibilangin, wanita berhak menggugat cerai. Enak aja, punya tanggung jawab malah jadi parasit. Tega amat. Balikin aja ke ortunya klo gitu, hehe

    BalasHapus
  15. Menurut saya, yang juga laki-laki, beristri dan beranak pinak. Jarang liat yg namanya laki-laki nganggur, kecuali emang di dikawin sama perempuan yg kaya raya.

    Saya pun pernah menganggur, kurang lebih pas baru menikah, dan terakhir 5 bln kebelakang. Alasannya karena ingin mencari nafkah yg jauh dari penghasilan abu-abu alias mendekati riba bahkan riba. Sementara dewasa ini banyak pekerjaan yg bersinggungan sama riba, bahkan berkutat dlm riba itu sendiri.

    Perlu di pahami juga buat para ibu-ibu, sumber penghasilan suaminya itu gimana? Jangan sampai karena membincang kewajiban suami untuk memberi nafkah, sampai lupa bertanya dari mana asal muasal penghasilan yg didapat. Karena saya sering bersinggungan dengan para suami yg taat beribadah, loyal sama istri, tapi dia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Bahasanya "yg penting dapur mengepul." ngenes

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya.. ini aku setuju banget. Kadang istri juga ikut menentukan jika suaminya melakukan korupsi tanpa sadar...

      Hapus
  16. Eh bisa jadi postingan nih gambar yang saya capture, hehe. Inspiratif lagi, bagus Mbak. Memang betul, yg penting semangatnya jangan sampai kendor. Masalah dalam hidup mah biasa, termasuk pengangguran. Kerja atau usaha boleh banget, asal halal dan disyukuri. Apalagi ada yg masih bisa ditabung, alhmdulillah....

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaaaa.... alhamdulillah banget pas kebetulan aku juga dapat sms dari seseorang dengan kasus serupa soalnya.

      Hapus
  17. Kadang situasinya berbeda, setelah menikah lalu sang suami kena PHK. Well, itulah mengapa wanita harus punya mental mandiri ya, Mak, in case suami pengangguran kita bisa bantu perekonomian keluarga tanpa mengecilkan perannya. Tapi kalo udah pengangguran trus kurang ajar pula, ya monggo itu disikat aja pake sikat kawat di garasi :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahahaha.... kayak mobil aja disikat kawat.. eh.. lecet-lecet parah sih bodynya...

      Hapus
  18. Kalo yg kasus di atas itu sepertinya memang mental suaminya, Mak.. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. perasaan aku juga gitu... kasihan .. mana udah punya anak pula mereka

      Hapus
  19. Menurutku, harga diri lelaki itu bekerja

    BalasHapus
  20. Wah, aku dulu juga baru menikah dengan suami yang kerjaannya masih swasta, jatuh bangun deh ekonominya. Memang harus selalu mendukung suami mencari penghasilan. doa istri juga perlu banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, doa istri dan kesabaran istri dalam mengarahkan suaminya itu penting

      Hapus
    2. iya, doa istri dan kesabaran istri dalam mengarahkan suaminya itu penting

      Hapus
  21. Kudu saling ngerti ini mah. Istri jgn menuntut lbh. Sesuaiin kemampuan suami. Kdg ada suami yg minder krn gaji istri lbh gedhe, ya entah

    BalasHapus
  22. Nasib laki - laki yang nol-nya banyak itu terselamatkan karena mau bekerja keras. Inti kehidupan memang bekerja keras, saya kira.

    BalasHapus
  23. Harus berjuang, karena sudah janji di buku nikah waktu akad. Semoga anak-anak saya bisa menjadi imam keluarga seperti bapaknya, aamiin.*eh curcol

    BalasHapus