Sebelum menikah, temanku ini amat yakin dengan suami yang menjadi pilihan hatinya tersebut. Pintar, memiliki prospek pekerjaan yang sepertinya cukup cerah, bisa diandalkan untuk menjadi imam keluarga, serta berbadan sehat.
Tapi selang 2 tahun kemudian, yaitu ketika mereka memiliki anak, baru tersingkap satu hal. Sang suami memiliki riwayat penyakit keluarga yang mengkhawatirkan. Dan kini, penyakit itu diturunkan pada anak mereka. Siapa sih yang ingin anaknya menderita sebuah penyakit? Pasti tidak ada orang tua yang menginginkannya.
Semua orang tua setelah menikah akan berharap untuk memiliki keturunan. Mereka tentunya menginginkan anak keturunannya sehat, dan sempurna. Itulah yang selalu menjadi harapan dari semua pasangan orang tua ketika mereka membangun sebuah rumah tangga dan mulai merencanakan sebuah keluarga.
Tapi, ternyata ada penyakit yang bersifat herediter alias diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Atau dari kakek kepada cucu mereka. Ada banyak daftarnya. Itu sebabnya menjadi penting bagi pasangan yang ingin menikah untuk memperhatikan bagian yang satu ini. Jangan sampai karena masalah ini, lalu bisa mengikis secara perlahan rasa cinta dalam membina keutuhan berumah tangga. Setidaknya, sebagai orang tua harus siap dengan kondisi resiko penyakit pada anaknya.
Salah satu di antara sekian banyak penyakit yang diturunkan itu adalah alergi.
APA ITU ALERGI?
Alergi adalah reaksi salah dari sistem kekebalan tubuh terhadap suatu zat yang dianggap berbahaya padahal zat tersebut tidak berbahaya. Seperti serbuk sari pada bunga-bungaan misalnya. Di taman tempatku jalan pagi bersama suami, di pinggiran kalinya ditanam aneka pohon dengan bunga berwarna kuning (ngga tahu namanya apa). Setiap kali melewati deret pepohonan ini, aku langsung bersin-bersin atau menjadi pilek mendadak. Tapi ini hanya aku saja. Orang lain, termasuk suamiku, santai-santai saja melewati deretan pepohonan tersebut. Malah mereka bisa santai berhenti sejenak untuk menikmati keindahannya. Yang aku alami ini disebut alergi. Hal lain yang juga bisa menimbulkan reaksi alergi adalah bulu binatang, jenis-jenis makanan tertentu, cuaca, temperatur ruangan, debu, dan sebagainya.World Allergy Week, merupakan program tahunan inisiasi World Allergy Organization (WAO) dalam rangka meningkatkan pemahaman mengenai alergi dan penyakit lainnya yang terkait, serta menggagas pelatihan dan sumber daya untuk melakukan diagnosa dan tindakan pencegahan. Dalam hal ini, MORINAGA, ikut menggagas kampanye: SEMUA DARI INGIN TAHU (yang terdiri dari langkah Tau - Cegah dan Atasi - Sebar) pada bulan April 2016 lalu, sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman akan alergi sejak dini, agar alergi tidak menghambat potensi si kecil.
Dalam pekan World Allergy Week ini, ada kesempatan pada para orang tua untuk berkonsultasi pada para pakar/dokter anak ahli alergi dalam bentuk Coaching Clinic di KalCare Jakarta, Hospital Parenting Seminar dan Radio Talkshow di beberapa kota, serta live chat di www.cekalergi.com/allergyweek.
Adapun Lokasi coaching clinic (konsultasi gratis) ada di lokasi KalCare yaitu di (Jakarta): Kalcare Pondok Indah Mall 2, Kalcare Bintaro Echange, Kalcare Lotte Shopping Avenue, dan Kalcare Lippo Mall Puri.
Kebetulan, aku ikut acara live chat dan coaching clinic di KalCare Lotte Shopping Avenue, Jakarta. Aku menulisnya dalam tulisan: Cari Tahu Seputar Alergi pada Anak. Ada hasil tanya jawabku di acara live chat ini di tulisan tersebut. Yaitu seputar pertanyaanku tentang alergi yang diderita oleh anakku.
APA YANG DIMAKSUD DENGAN RIWAYAT ALERGI DALAM KELUARGA?
Menurut dokter tempat aku melakukan coaching clinic (Dr Sri) bakat resiko alergi pada anak bisa dilihat dari riwayat alergi dalam keluarganya.
Yang dimaksud dengan riwayat alergi dalam keluarga adalah perkiraan, berapa besar kemungkinan seorang anak membawa bakat resiko alergi dalam tubuhnya dengan menelusuri jejak alergi orang tuanya.
Ada 2 faktor penyebab terjadinya alergi, yaitu faktor genetik dan lingkungan.
1. FAKTOR GENETIK.
Anak mendapatkan "bakat" alergi yang diturunkan dari orang tuanya. Anak yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat alergi, memiliki peluang mengalami alergi yang tinggi dibandingkan dengan yang tidak.
Berikut ini adalah tabel bakat resiko yang akan disandang oleh anak jika melihat dari riwayat alergi dalam keluarganya:
Contohnya nih. Aku dan suamiku. Aku kan punya penyakit asma, juga beberapa jenis alergi. Seperti alergi debu, jika terpapar debu, asmaku akan kambuh. Asmaku juga kambuh jika bertemu dengan serbuk bunga tertentu. Atau ketika makan kepiting. Atau makan makanan yang pewarna buatannya tertulis yellow something gitu (itu sebabnya aku rajin melihat bagian ingredients suatu makanan). Jika bertemu dengan cuaca yang terlalu dingin, kulitku juga jadi bengkak dan terkadang bisa merekah dan berdarah. Itu sebabnya waktu tinggal di Sydney, aku repot sendiri ketika musim dingin tiba. Seluruh jariku dipenuhi dengan tempelan plester karena merekah terbelah dan berdarah permukaan kulitnya. Padahal musim dingin terjadi selama 4 bulan. Plester jadi serasa kebutuhan pokok jadinya di musim dingin itu.
Sedangkan suamiku punya beberapa jenis alergi juga. Seperti telur dan debu. Dan, yang akan terjadi pada anak kami adalah: Semuanya punya alergi yang berbeda-beda. Ada yang sama dengan alergi yang aku derita ada juga muncul reaksi alergi yang baru. Tapi semua anak-anak kami punya bakat resiko alergi semua.
Termasuk anak bungsuku (semua anakku punya bakat resiko alergi, tapi dalam tulisan ini aku hanya menceritakan salah satu saja sebagai contohnya... hehehe) pun menderita penyakit asma, alergi terhadap susu, alergi terhadap debu, alergi terhadap polusi udara jalan raya di matanya (sehingga jika bepergian dia harus mengenakan kacamata pelindung agar matanya tidak tersentuh langsung dengan debu dan kotoran yang beterbangan di jalan raya), alergi terhadap cuaca dingin, juga alergi terhadap perubahan suhu ruangan yang berubah tiba-tiba, dan alergi terhadap makanan atau minuman dingin.
Itu sebabnya setiap musim pancaroba (musim peralihan dari musim penghujan menjadi musik kemarau; atau dari musim kemarau menjadi musim penghujan), anakku ini sering jatuh sakit karena tidak kuat menghadapi perubahan cuaca yang mendadak. Anakku juga jatuh sakit ketika lebih dari 2 hari berturut-turut dia mengkonsumsi minuman/makanan dingin. Itu sebabnya dia amat sangat jarang minum air dingin dari kulkas atau minuman dingin lainnya. Dan dia juga jatuh sakit ketika minum susu sapi selama beberapa hari berturut-turut. Saking seringnya dia jatuh sakit ketika musim hujan dan musim pancaroba, akhirnya guru di sekolah sudah memakluminya. Bahkan, guru di kelasnya sipa untuk segera menghubungi teleponku jika tiba-tiba asma anakku ini kambuh. Atau reaksi alerginya muncul (panas-muntah-demam).
Nah, aku ingin bercerita tentang pengalamanku sebagai orang tua dengan anak yang memiliki bakat intolerance lactorate dan beberapa jenis alergi lainnya tersebut.
2. Faktor Lingkungan.
Dalam keadaan normal, sistem kekebalan tubuh akan membentengi tubuh dari serangan bakteri virus, atau zat-zat asing berbahaya (atau dianggap berbahaya) dengan menghasilkan antibodi. Dalam keadaan alergi, sistem kekebalan tubuh salah mengenali bahan yang sesungguhnya tidak berbahaya (alergen), sehingga menimbulkan reaksi alergi.ALERGI SUSU VS INTOLERANSI LACTOSA
Yang sering membuat orang tua yang sudah mengetahui akan kemungkinan anaknya membawa bakat resiko alergi salah penanganan adalah, mereka belum bisa membedakan antara alergi susu dan intolerance lactorate.Untuk diketahui, alergi susu akan berlangsung seumur hidup anak. Dan itu artinya tingkat alergi susu pada anak tidak dapat disembuhkan selamanya. Tapi, kabar gembiranya bisa dicegah dan diminimalisir alhamdulillah.
Sedangkan intoleransi lactosa biasanya hanya terjadi pada awal-awal usia pertumbuhan anak saja. Yaitu hanya berlangsung maksimal hingga anak berusia 3 tahun. Setelah itu, anak bisa mengkonsumsi susu lagi.
Sejak lahir, anakku ini tidak bisa meminum susu sapi. Anakku ini memang lahir premature. Dia lahir di usia 29 minggu dalam kandungan sehingga ususnya belum terbentuk sempurna sehingga dia tidak bisa minum asi (bahkan). Bukan hanya ususnya, tapi juga paru-parunya belum berkembang sehingga dia tidak bisa mengisap sesuatu. Dia harus berpuasa selama beberapa hari setelah lahir ketika berada di dalam inkubator. Asupan tubuhnya diperoleh dari cairan infus saja. Setelah 7 hari, barulah dia disuapi susu ASI. Tapi, ternyata respon mengisapnya belum sempurna. Sehingga dia belum bisa mengisap. Akhirnya kembali tergantung pada cairan infus. Setelah lewat 14 hari, barulah anakku ini bisa minum ASI dengan baik. Dia di inkubator selama 21 hari.
Sepulangnya ke rumah, yaitu setelah melewati masa ASI Eksklusif, ternyata Hawna, anakku itu, mengalami kesulitan ketika bersiap untuk disapih. Kenapa? Karena reaksi tubuhnya menunjukkan bakat bahwa dia alergi susu sapi. Jika diberi susu sapi, dia langsung muntah, diare dan demam panas.
Wah. Bingunglah aku. Karena, MPASI yang aku buat, sering menggunakan produk dari susu sapi.
Akhirnya aku berkesimpulan bahwa anakku alergi susu sapi.
Nah, ketika aku melakukan konsultasi gratis dengan dokter ahli alergi pada anak di acara Coaching clinic yang berlangsung di Kalcare Lotte Shopping Avenue, aku baru mengetahui bahwa ternyata anakku sebenarnya masih diragukan apakah memang benar alergi susu sapi atau sebenarnya menderita intoleransi lactosa. Gejala keduanya memang mirip-mirip.
Pada alergi susu sapi pun gejalanya juga sama. Lalu apa bedanya? Bedanya adalah, intoleransi lactosa itu hanya terjadi pada bayi usia 0 - 3 tahun. Setelah lewat usia 3 tahun dia masih mengalami kondisi seperti di atas barulah dia bisa dinyatakan sebagai menderita alergi susu sapi.
CARA MENGETAHUI APAKAH ANAK ALERGI ATAU TIDAK
Alergi pada anak itu tidak boleh diremehkan loh.
Bayangkan saja jika anak dengan bakat resiko alergi terus menerus menderita sakit akibat terpapar oleh alergi, maka tubuhnya yang seharusnya bisa berkembang malah terfokus untuk menghadapi pertahanan melawan penyakit akibat alerginya. Fokusnya yang seharusnya dikembangkan untuk menggali potensi diri, dilemahkan oleh penyakit yang dia derita akibat alerginya. Itu sebabnya, masalah alergi pada anak harus diperhatikan dengan seksama oleh para orang tua.
Putriku Hawna contohnya.
Karena sering sakit-sakitan, khususnya ketika musim penghujan tiba akibat cuaca yang terlalu dingin, tubuh Hawna tumbuh tidak optimal. Ketika dia masih kecil, dokter anak langganan kami sering ikut merasa cemas setiap kali mengukur berat badan dan tinggi tubuh putriku yang tidak pernah mencapai garis berwarna hijau di tabel tumbuh kembang anak (di sana ada 3 garis pertumbuhan anak yang dibedakan dengan 3 warna; merah berarti peringatan bahwa anak tumbuh tidak normal; kuning waspada karena itu berarti tubuh anak rentan dalam proses tumbuh kembangnya; dan hijau yang bearti anak tumbuh kembang secara optimal).
Pernah nih, karena bertahan di posisi garis warna merah, akhirnya dokter anakku memberi saran agar Hawna diberikan saja susu sapi. Dokter waktu itu amat percaya bahwa susu sapi bagi anak yang tidak lagi menyusu (di atas 2 tahun) berguna untuk membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Susu diyakini dalam hal ini mengandung nutrisi yang lengkap sekaligus bisa memberi stimulasi bagi proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Akhirnya, Hawna pun aku berikan susu putih. Tapi, ternyata hal ini membuat Hawna kecil jadi sering jatuh sakit. Akhirnya, karena penasaran, dokter menyarankan untuk melakukan test alergi saja pada putriku.
Hanya saja, ternyata tidak semua rumah sakit atau klinik yang memiliki fasilitas untuk bisa melakukan test alergi secara lengkap. Akhirnya, aku melakukan test alergi pada Hawna secara manual dan sederhana saja. Yaitu melalui proses Give and Stop. Aku melakukan pemberian jenis-jenis makanan yang diduga bisa menimbulkan alergi pada Hawna 1 (satu) jenis saja dalam satu hari lalu memperhatikan reaksi tubuh Hawna.
Semuanya dicatat dalam tabel harian seperti di atas.
Misalnya, hari senin diberikan susu sapi. Lauk lainnya selain nasi adalah lauk yang tidak berasal dari hewan, termasuk telur. Lalu aku catat bagaimana reaksinya. Setelah 3 hari aku menambahkan produk hewani satu, telur misalnya. Lalu lihat lagi reaksinya selama 3 hari ke depan. Dan begitu seterusnya. Hasilnya, ternyata jika diberikan susu sapi selama beberapa hari berturut-turut maka Hawna mulai mengeluarkan reaksi demam, batuk, asma dan lalu muntah.
Duh. Sering muntahnya ini yang membuat cemas. Karena rasanya susah payah kita memasukkan makanan ke dalam tubuhnya tapi dalam sekejap semua dikeluarkan kembali. Tidak heran jika tubuhnya lebih mungil dibanding teman-temannya yang lain.
Yang parah adalah, karena tubuhnya begitu ringkih karena berat badan yang cepat terkuras; lalu dia demam. Subhanallah, itu amat mengkhawatirkanku. Karena aku begitu khawatir tubuhnya akan kalah melawan penyakit yang menyerang tubuhnya tersebut lewat demam.
Itu sebabnya aku berkesimpulan bahwa mungkin Hawna menderita alergi susu sapi.
DO AND DON'T UNTUK ANAK YANG MEMILIKI ALERGI SUSU DAN INTOLERANCE LACTORATE atau INTOLERANSI LAKTOSA
Ketika melakukan tanya jawab dengan dokter spesialis alergi pada anak di coaching clinic tersebut, dokter Sri, sempat bertanya mengapa aku tetap memberikan susu sapi pada anakku meski aku sudah mengetahui bahwa anakku kemungkinan punya alergi susu sapi?"Karena dok. Saya diberitahu oleh orang-orang, bahwa jika kita terus membiasakan anak menerima sesuatu yang kita rasakan dia alergi, maka tubuh akan mengembangkan sistem kekebalan baru. Akhirnya terbentuk deh kekebalan agar tidak jatuh sakit lagi ketika mengkonsumsi yang dia alergi itu. Anak sulung saya misalnya. Waktu kecil dia alergi ikan tuna dok. Jadi jika makan ikan tuna dia akan gatal-gatal. Tapi, setelah terus makan ikan tuna, eh, dia sekarang bisa sembuh loh dok."
"Ada memang bu Ade jenis-jenis alergi yang memiliki tingkat toleransi yang berkembang dalam tubuh seiring dengan pertumbuhan yang terjadi pada seseorang. Sehingga ketika kecil dia alergi, tapi setelah dia dewasa sistem kekebalan tubuhnya sudah terbentuk sempurna sehingga dia menjadi tahan terhadap alergi tersebut. Dalam hal ini, makanan seafood memang umumnya menghilang ketika seseorang dewasa. Tapi, itu pun tergantung pada jenis alerginya. Karena, ada alergi yang terjadi bukan pada permukaan. Tapi terjadi pada bagian tubuh yang mengganggu proses penghidupan. Seperti asma, atau kesulitan bernafas, atau reaksi ekstrim lainnya. Nah, menurut saya sih saya tidak menyarankan cara coba-coba dengan memberikan anak terus menerus sesuatu yang dia alergi ya. Karena kasihan tubuhnya. Dia jadi mudah sakit karena sibuk melawan sistem kekebalan tubuhnya sendiri sehingga fokus dia untuk tumbuh kembang secara optimal menjadi terhambat."
"Iya sih dok benar. Cuma kadang saya sering kasihan dengan anak saya. Dia sering iri jika melihat anak lain makan ice cream misalnya. Dia sampai bertanya loh dok ke saya, bu, ice cream itu enak nggak sih? Tuh.. gimana saya nggak jatuh kasihan coba jika anak saya bertanya seperti itu. Makanya kadang saya bolehkan saja anak saya mengkonsumsi sesuatu yang dia sebenarnya alergi. Cuma ya itu sih, nanti dia jadi jatuh sakit memang akhirnya."
"Nah, itulah. Makanya saya tidak menyarankan untuk melakukan uji coba pada anak. Kasihan tubuh mungil mereka. Padahal usia anak itu adalah periode untuk tumbuh kembang secara optimal sehingga anak bisa menggali potensi yang dia miliki."
"Iya dok, saya juga ingin anak saya tumbuh dengan optimal sebenarnya. Saya malah terpengaruh dengan saran dokter langganan saya dulu bahwa susu itu adalah nutrisi yang bisa membantu tumbuh kembang anak."
"Jadi, apa yang ibu lakukan dalam hal ini?" Kata dokter lebih lanjut.
"Saya mengikuti saran dokter langganan saya. Hehehe. Jadi, awalnya saya berikan anak saya susu soya dulu. Lalu, porsi susu soya dikurangi sedikit demi sedikit dan dicampur dengan susu sapi. Jadi, segelas susu, 1/4 nya adalah susu sapi, 3/4 sisanya adalah susu soya. Lalu pekan depannya ditambah lagi prosentasenya. 1/2 susu soya, 1/2 nya lagi susu sapi. Terus. Hingga akhirnya full susu sapi terus sekarang."
"Hasilnya?"
"Heheheh, tetap alergi sih dok. Tapi waktu penyakit alerginya memarah itu semakin berkurang jaraknya. Waktu awal bayi dulu, dia langsung muntah dan diare. Terus demam. Lalu, setelah proses uji coba mencampur susu soya dan susu sapi ini, perlahan semakin berkurang jatuh sakitnya. Paling dia jatuh sakit jika sudah 2 minggu berturut-turut full setiap hari minum susu sapi. Jika sudah begitu, ya berhenti dulu minum susunya."
"Sebenarnya kasihan sih bu jika ibu terus melakukan uji coba seperti itu. Karena sebenarnya usus anak tidak kuat menghadapi sesuatu yang sebenarnya ingin ditolaknya. Saya sih tidak menyarankan hal seperti itu. Kenapa tidak memberikan saja susu yang memang diperuntukkan untuk anak yang kemungkinan alergi susu sapi. Kan sekarang ada susu yang memang diformulasikan untuk para penderita alergi susu. Karena susu khusus untuk anak yang alergi susu sapi itu memang dirancang aman bagi mereka."
"Saya kasih dok. Saya beri dia susu soya. Tapi kata dokter langganan saya, susu soya nggak memberi arti apa-apa bagi pertumbuhan anak. Karena dia tidak memiliki kandungan seperti susu sapi gitu deh."
"Ya jangan susu soya biasa. Tapi beri susu soya yang memang dikhususkan untuk anak-anak saja. Jadi susu soya yang dirancang untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan optimal pada anak-anak."
kandungan yang dimiliki oleh susu yang diperuntukkan untuk anak yang menderita alergi susu sapi |
Jika si kecil beresiko tinggi mengalami alergi, maka pencegahan yang dilakukan adalah:
1. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama.2. Menghindari paparan rokok selama hail dan setelah bayi lahir.
3. Selama hamil dan menyusui, ibu tidak menghindari makanan yang sering menimbulkan alergi seperti telur, kacang-kacangan, ikan dan makanan laut serta susu sapi.
4. Pengenalan makanan padat untuk anak dimulai di usia 6 bulan.
5. Tidak ada penundaan pemberian telur, kacang, ikan dan makanan laut serta jenis makanan lainnya pada waktu si Kecil mulai mendapat pengenalan makanan padat.
6. Pemberian susu formulasi protein terhidrolisat parsial (P-HP) dan protein terhidrolisat penuh untuk bayi-bayi yang tidak bisa mendapatkan ASI.
Susu pertumbuhan Morinaga Protein Hidrolisat Parsial (P-HP) berbahan dasar protein susu sapi dengan rantai protein yang lebih pendek dan mudah dicerna sehingga dapat membantu mengurangi resiko alergi.
Jika bayi dan anak yang mendapatkan susu formula dan ternyata alergi terhadap protein susu sapi, maka untuk mengatasinya:
1. Menghindari protein susu sapi yang utuh.2. Mengganti nutrisinya dengan formula hidrolisat penuh, formula asam amino atau formula isolat protein kedelai (soya).
Susu pertumbuhan Morinaga Soya diperkata kandungan L-Metionin dan Karnitin yang dapat mengatasi gejala alergi susu sapi dan mendukung tumbuh kembang optimal. Sedangkan susu Morinaga P-HP mengandung protein susu sapi yang mudah dicerna, karena memiliki kualitas protein yang setara dengan susu sapi dan diperkaya dengan Asam Amino Esensial, serta Vitamin dan Mineral.
MESKI ALERGI TETAP BISA BERPRESTASI
Dengan pemberian nutrisi dan stimulasi yang tepat pada anak, insya Allah kita sedang berupaya untuk mencetak generasi platinum sebagai generasi masa depan Indonesia.Apa itu generasi platinum? Ada 8 ciri-cirinya, yaitu:
6 langkah aktivasi multitalenta agar anak
tumbuh menjadi generasi Platinum.
Untuk menjadikan anak Generasi Platinum yang Multitalenta tidak hanya nutrisi saja yang diperlukan, akan tetapi peran Stimulasi dari orang tua (khususnya bunda) menajdi sangat penting. Morinaga mempersembahkan 6 langkah aktivasi multitalenta dengan dukungan Pola Asuh yang tepat, Gaya belajar dan Kecerdasan Emosi yang tepat untuk mendukung Pertumbuhan dan Perkembagnan Anak Indonesia menjadi Generasi Platinum yang Multitalenta.
Semua diawali sejak 1000 hari pertama kehidupan. 1000 hari pertama kehidupan menentukan warna kehidupan seseorang selanjutnya. Yaitu sejak anak masih dalam kandungan (setelah terjadi pembuahan dan positif hamil). Mengapa 1000 hari pertama dan bukan ketika anak lahir saja? Karena sirkuit otak si Kecil dapat terbentuk dan berfungsi optimal sejak masih dalam kandungan di usia trisemester pertama kehamilan bunda. Dia terus berfungsi optimal hingga nanti berkembang menjadi otak dengan fungsi berperilaku cerdas dan cerdas berperilaku.
Ke 6 langkah yang bisa dilakukan untuk menstimulasi agar anak berkembang menjadi generasi platinum adalah:
1. Mengembangkan kecerdasan multitalenta.
Kecerdasan Multitalenta adalah kecerdasan yang mencakup banyak bidang dalam kehidupan kita sehari-hari. Ada 8 tipe multiple intelligence, yaitu :
a. Kecerdasan lingustik. Yaitu kecerdasan dalam berbicara, membaca maupun mengeja.
b. Kecerdasan logika matematika. Yaitu kecerdasan untuk memahami kondisi/situasi menggunakan penalaran logika.
c. Kecerdasan Musikal, yaitu kecerdasan si kecil dalam memahami musik, baik dalam menyanyi/memainkan alat musik.
e. Kecerdasan Visual Spasial, yaitu kecerdasan dalam bentuk kemampuan untuk memahami arah, ruang, dan bentuk akhir dari suatu benda, termasuk untuk berpikir kreatif.
f. Kecerdasan interpersonal, yaitu kecerdasan dalam berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain.
Khusus yang satu ini, bisa dibentuk salah satunya dengan mengajak anak untuk berempati dengan orang kondisi orang lain. Aku menulis salah satu kegiatanku dalam mengajarkan anak untuk mengembangkan empati ini dalam tulisanku: Bahagia itu adalah Berbagi Kebahagiaan. Yaitu ketika kami membagi susu yang berlimpah ruah di rumah pada orang lain yang lebih membutuhkan.
g. Kecerdasan intrapersonal, yaitu kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri. Penananam nilai-nilai agama dalam hal ini menjadi amat strategis pada anak.
h. Kecerdasan Naturalis. Yaitu kemampuan mengenali, membedakan, mengungkap dan membuat kategori terhadap apa yang dijumpai di alam maupun lingkungan. Dia bisa mengekspresikannya dengan tepat dan benar.
Jadi mari bunda, kita dukung potensi si kecil agar kelak dia menjadi anak-anak generasi platinum.
2. Dengan memberikan anak pertahanan tubuh ganda.
3. Membantu anak untuk tumbuh kembang optimal.
4. Gaya belajar yang tepat dan efektif.
Yaitu menerapkan gaya belajar dimana anak bisa menyerap pengetahuan dengan cara yang baik dan tidak dipaksakan. Hasilnya, dia bisa dengan mudah mengaplikasikan pengetahuannya tersebut pada tempat dan saat yang benar.
5. Pola Asuh.
Pola asuh dalam mengasuh, merawat dan membesarkan anak pun tidak bisa disepelekan. Karena pola asuh yang salah akan membentuk karakter anak yang tidak diharapkan.
6. Kecerdasan Emosi.
Dan yang juga penting untuk dilakukan adalah mengembangkan kecerdasan emosi pada anak. Jangan sampai emosi anak terus menerus labil hingga dia besar dan tumbuh dewasa. Kondisi emosi yang labil ini bisa menyulitkan anak dalam kehidupannya kelak.Ayo tetap semangat meski punya alergi.
Mari bunda, kita dukung potensi si kecil. Bahkan meski si kecil punya bakat resiko alergi sekalipun. Agar anak tetap bisa berprestasi meski punya alergi.
#Tetapberprestasimeskialergi
Untuk keterangan lebih lanjut tentang serba-serbi alergi dan susu Morinaga, bisa menghubungi akun berikut ini ya:
www.cekalergi.com,
FACEBOOK: Morinaga Platinum,
TWITTER: @MorinagaID,
INSTAGRAM @MorinagaPlatinum
Alergi memang dipengaruhi oleh faktor genetik.. Contohnya ponakanku kalo makan udang badannya gatal2 sana kayak namanya yg alergi udng.. Untungnya ponakanku itu gak alergi susu Mba..
BalasHapuskasihan juga ya kalo anak kita alergian,
BalasHapustapi itu juga pasti ada solusinya ya..kalo aku sendiri sedikit alergi suka gatal
Kalau ngobrolin alergi selalu bikin saya cemas, soalnya punya alergi juga mak.
BalasHapusHarus hati-hati dengan makanan dan minuman ya mba. bo et Obi juga mendapat turunan asma dari Rudi, tapi makin besar makin berkurang. Alergi lainnya tidak begitu mengkhawatirkan..
BalasHapusiya nih, karena rata2 penyakit dapat dari makanan atau minuman yang tidak sehat.. :(
Hapussedih kalau lihat foto bayi lagi mbak
BalasHapusalhamdulillah anak saya tidak alergi susu sapi tapi dia alergi asap dan debu. kalo udah kena asapa atau debu bisa langsung batuk :(
BalasHapuspenting banget untuk mengenali alergi pada anak sejak dini yah Mba Ade..
saya dan suami gak punya riwayat alergi, begitupun keluarga besar kami, sehingga anak2 saya pun tak punya riwayat alergi
BalasHapuswuih alergi bisa bahaya juga ya kalo di tangani dengan tepat dan cepat.. mksh sharingnya mb ade:)
BalasHapusHiks, gak kebayang saat dia diinkubator. :( Ngenes banget pasti saat itu. Suami saya punya alergi dingin, saya gak punya alergi.
BalasHapusBayi klo udah kena alergi bikin sedih ya bu, soalnya pernah liat anak sepupuku juga.
BalasHapusNgeri juga ya mbak ternyata bahaya alergi ini :( Mudah2an tidak terjadi di keluarga kita, tfs ya mba
BalasHapusthank tipsnya, resiko alerginya bermanfaat
BalasHapuspenting banget untuk mengenali alergi pada anak sejak dini yah Mba Ade..
BalasHapussaya dan suami gak punya riwayat alergi, begitupun keluarga besar kami, sehingga anak2 saya pun tak punya riwayat alergi
Hapus