Anakku Belum Imunisasi BCG

[Parenting] Ketika aku dan suamiku akhirnya memutuskan untuk memberi adik pada putra sulungku dahulu, aku sebenarnya tidak terlalu merisaukan tentang serba serbi imunisasi. Di Indonesia, pemberian imunisasi pada bayi itu sudah merupakan hal yang rutin dan banyak dilakukan oleh banyak orang. Karena sudah amat lumrah maka rangkaian jadwal imunisasi untuk bayi sudah bukan sesuatu yang harus ditulis dan dicatat khusus. Kita tinggal datang ke dokter dan dokter sendiri yang akan melihat catatan medis anak kita. Karena semua kemudahan ini maka aku sama sekali tidak merisaukan dan memikirkan apa-apa. Ikut saja demi memberikan yang terbaik bagi bayiku.

Akan tetapi, ternyata kondisi ini berbeda karena adik bagi si Putra Sulungku itu ternyata dilahirkan di kota Sydney, Australia. Ketika usianya sudah memasuki usia 1 (satu) bulan di tahun 1999 dan aku meminta untuk diberikan imunisasi BCG (yaitu untuk menangkal penyakit TBC), ternyata di Sydney, kasus TBC itu hampir-hampir tidak ada. Karena tidak ada kasus TBC maka imunisasi BCG pun ditiadakan.
Wah.
Mulai deh aku risau karena akhirnya, anakku belum di-imunisasi BCG.

Imunisasi BCG ini adalah jenis vaksin imunisasi yang disponsori oleh pemerintah di Indonesia  untuk diberikan pada seluruh bayi di Indonesia, guna mencegah TBC, khususnya TBC Millier; yaitu jenis TB atau Tuberculosis pada anak yang bisa membawa kematian.

Kalian tahu tidak; penyakit TBC itu adalah  penyakit yang sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Tapi meski sudah lama dikenal oleh manusia, penyakit TB atau Tuberculosis ini masih   merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, bahkan secara global Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai penyumbang kasus TB terbanyak di dunia.

Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberkulosis, yaitu kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mikrometer dan tebal 0,3-0,6 mikrometer. Mycobacterium tuberkulosis ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut Basil Than Asam (BTA). Dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam keadaan dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi tuberkulosis aktif lagi. Dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag, kuman ini bersifat aerob dengan demikian lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.

ini dia penampakan kuman Mycobacterium Tuberkulosis itu. Gambar diambil dari  
http://medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

. Nah, ini dia cara kerja penularan penyakit TBC itu. Gambar diambil dari  
http://medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm

Bagaimana cara kerja penularan tersebut, Informasi tentang Tuberculosis yang aku kutip dari website Medicastore berikut ini mungkin bisa membantu.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC. 
 Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan � 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Nah... sekarang mari kembali ke kasus anakku nih. Kesadaran bahwa anakku tidak mendapatkan imunisasi BCG dan juga kesadaran bahwa aku akhirnya tinggal di kota Jakarta, tepatnya rumahku berdekatan dengan pemukiman yang padat penduduk membuatku waspada.

Bakteri yang bisa menyebabkan penyakit Tuberculosis memang berkembang amat baik di daerah yang tidak bersih, kumuh, kotor, lembab dan banyak sampahnya. Dan di dekat rumahku ternyata ada pemukiman yang dihuni oleh lapak-lapak para pemulung. Dan juga ada daerah timbunan tempat pembuangan sampah. Jadi, otomatis aku jadi ekstra pengawasan selama anakku yang belum diimunisasi BCG itu masih melalui masa kanak-kanaknya.

Ketika anakku duduk di bangku Taman Kanak-Kanak, kebetulan dia dekat sekali dengan salah  seorang guru perempuan. Hmm.... aku tuh termasuk ibu-ibu yang setiap hari selalu meluangkan waktu untuk mengantar, menunggui dan menjemput anak ketika mereka masih duduk di taman kanak-kanak. Jadi, meski aku asyik mengobrol dengan banyak ibu-ibu, aku selalu memantau lingkungan tempat anakku sekolah. Jika ada temannya yang batuk-batuk, dalam hati aku mulai waspada. Pernah satu kali ketika seorang anak dalam hitunganku sudah mengalami batuk lebih dari 10 hari, pada orang tua anak itu aku memberitahu agar membawa anaknya ke dokter. Tapi, diam-diam, aku juga menghadap guru kelas anakku agar:

"...kalau bisa, anak saya dibatasi agar tidak satu kelompok terur-menerus ya bu dengan anak yang batuknya belum sembuh-sembuh itu." (curhatku ke guru kelasnya)
"Oh, kenapa bu?"
"Karena anak saya belum diimunisasi BCG waktu masih bayinya. Saya takut dia kena TBC."
"O... baik. Nanti saya akan awasi."

Akhirnya, selain guru kelas, nyaris seluruh guru di sekolah itu dan kepala sekolah tahu bahwa anakku belum diimunisasi BCG gara-gara pengaduanku itu (hehehe). Syukurlah anak yang sakit batuk hanya kena radang biasa. Tapi... suatu hari, Kepala Sekolah memanggilku ke sekolah. Wah. Kenapa nih?

"Ada apa bu?"
"Ini mamanya zzzz. Saya mau memberitahu, guru xxx kan dua minggu lalu kena demam, pusing, terus panasnya gak turun-turun akhirnya dibawa ke Puskesmas. Nah, setelah dilakukan pemeriksaan ternyata guru xxx itu positif kena TBC. Nah... karena ibu pernah bilang bahwa zzzz belum diimunisasi BCG jadi saya mau bertanya nih... gimana baiknya nih bu? Pengobatan untuk pasien TBC itu kan berlangsung enam bulan dengan obat minum, nah.. gak mungkin kan selama enam bulan itu pihak sekolah memberlakukan cuti di luar tunjangan pada bu guru xxx. Kasihan juga. Tapi, kalau dia bekerja, nanti bertemu dengan anak ibu di kelas. Jadi.. gimana nih biar sama-sama enak?" (untuk alasan menutupi aib seseorang maka namanya aku tutup ya teman-teman)

LOH?
Rada-rada bingung juga aku. Gimana coba? Toh aku sudah memasukkan anakku ke sekolah itu tidak gratis. Akhirnya aku berdiskusi dengan suamiku hasilnya, aku meminta agar anakku dipindah saja kelasnya ke kelas lain yang tidak diajar oleh guru xxx tersebut. Dan untuk seterusnya, yaaa.... agak-agak gimana juga sih sebenarnya. Karena anakku dan guru xxx jadi seperti main kucing dan tikus. Jadi jika anakku sedang bermain di ruang A, maka guru xxx tidak berani datang ke ruang A. Dia paling minta tolong orang lain untuk datang ke ruang A. Agak gak enak juga sebenarnya aku. Tapi... bingung juga bagaimana baiknya menyikapinya. Guru xxx masih menggunakan penutup hidung sebenarnya waktu itu. Tapi entah mengapa guru xxx jadi sungkan jika berpapasan dengan anakku. Hanya satu bulan guru xxx bisa bertahan mengajar. Kondisi tubuhnya yang terus melemah dan batuknya yang terus menerus sepertinya mulai membuat para orang tua murid agak protektif terhadap anak mereka yang dititipkan di sekolah. Akhirnya, bulan kedua guru xxx resmi meminta cuti di luar tanggungan hingga penyakitnya sembuh.

Yup. Penyakit TBC memang bisa disembuhkan dengan pemakaian obat yang harus terus menerus disiplin dikonsumsi. Kenapa harus disiplin terus menerus dikonsumsi? Karena kuman Tuberculosis itu harus dijinakkan pelan-pelan. Jika dia diberikan obat tidak disiplin yang terjadi bukannya sembuh tapi malah kuman itu bermutasi menjadi lebih kuat ketimbang obat yang dimakan. Itu sebabnya jika pasien TBC kelupaan minum obatnya sehari saja, maka dia harus mengulang lagi pemakaian obatnya dari awal hitungan lama pengobatannya. Jadi, harus benar-benar disiplin.

Syukurlah sekolah akhirnya berakhir. Dan setahun kemudian, aku pun berkunjung ke rumah guru xxx untuk bersilaturahmi. Dia sudah dinyatakan sembuh dari penyakit TBC alhamdulillah. Disanalah aku baru terhenyak setelah melihat tempat guru xxx tinggal. Aku mengerti kenapa beliau bisa terkena penyakit TBC. Rada-rada menyesal juga sih mengingat di masa lalu ketika aku sebegitu takutnya tapi... ini demi anakku juga kan. Daripada-daripada kan mendingan-mendingan ya?

ini lokasi tempat tinggal guru xxx. Orang tuanya memang seorang pemulung sekaligus pengumpul barang bekas.
Oh ya, ini foto koleksi suamiku yang dia cantumkan dalam bukunya "Intervensi Komunitas"

"Ugh mas, tadi aku ke rumahnya guru xxx. Kasihan deh mas, tempat tinggalnya kurang sehat kayaknya. Makanya dia bisa terkena penyakit TBC." (pulang dari berkunjung itu aku kembali ngobrol dengan suamiku. Tidak lupa aku perlihatkan foto lingkungan rumahnya yang aku potret dengan kamera pocketku)
"oo... iya kasihan." (kata suamiku setelah melihat hasil fotoku)

Setelah itu aku berdiskusi cukup lama dengan suamiku dan hasilnya dua hari kemudian aku kembali datang ke rumah guru xxx. Kali ini bersama dengan suamiku, kami melakukan penyuluhan kesehatan pada keluarga guru xxx agar kuman Tuberculosis tidak kembali lagi. Ada sebuah buah tangan yang aku bawa untuk guru xxx, yaitu sebuah pot kecil berisi tanaman palem kuning yang masih mungil.

ini dia palem kuning yang kumaksud. Murah meriah tapi khasiatnya besar sekali bagi kebersihan udara di sekitar kita.
foto diambil dari http://jefri-sanjaya.blogspot.co.id/2012/09/7-tanaman-hias-penghisap-racun-udara.html


Untuk diketahui, kuman Tuberculosis itu tidak bisa benar-benar mati. Dia hanya bisa dijinakkan saja. Tapi bukan berarti hilang sama sekali dari tubuh induk semangnya. Jika kondisi si si induk semang melemah sistem metabolisme tubuhnya, maka bisa jadi kuman itu akan kembali muncul dan menguasai tubuh yang dihinggapinya.

Beberapa hal yang kami sarankan waktu itu adalah (karena memang tidak mungkin menyuruh mereka pindah rumah. Tempat pembuangan sampah itu tempat bekerja mereka jadi, rumah mereka pun diusahakan dengan tempat bekerja).

1. Biasakan untuk cuci tangan sebelum memegang makanan.
2. Buatlah jendela lebar dimana sinar matahari pagi bisa menerobos masuk. Kuman TBC memang bisa bertahan hidup di medan apapun, baik kering maupun basah tapi dia bisa mati jika terpapar oleh sinar matahari pagi.
3. Pagarilah sekeliling  rumah dengan tanaman yang bisa menghisap polutan. Misalnya, tanaman lidah mertua, rumpun keluarga palem-paleman, pakis, karet hias. Itu tanaman yang biasa dijual oleh tukang tanaman keliling, jadi mudah sekali mencarinya.
4. Biarkan sirkulasi udara bebas keluar masuk rumah. Bahkan biarpun rumah dari tripleks pun, usahakan untuk membolonginya agar ada jendela. Syukur-syukur jika jendelanya menghadap ke arah timur, yaitu ke arah matahari terbit.

Syukurlah guru xxx bisa memaafkan aku yang bertindak tegas waktu dia sakit dahulu. Hubungan kami pun akhirnya menjadi baik sekali sejak kunjungan itu. Alhamdulillah.

----------------------------


">

15 komentar

  1. wah infonya bermanfaat mbak...lebih komplit dari punya saya...sukses utk lombanya ya mbak ^_^

    BalasHapus
  2. Lengkap bgt mak...sy msh blm ada separo nulis ttg TBC mak Ade....klo sy malah pernah terinfeksi virus ini mak...stlh sy runut sejarahnya, sy mgkn terinfeksi dr saudaranya Bapak...kr wkt liburan sy selalu menginap dirmh beliau barang 2 atau bahkan sp 1mmgu....tp alhamdulillah sblm sy hamil sy sdh dan insyaallah tidak menderita TB lg....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lah itu ada pengalaman pribadi. Ayoo ditulis pengalaman itu mak. Masih s.d tgl 6 kok.

      Hapus
  3. Dilema ya, mbak ... Saya dulu pernah mengalami. Ketika saya divonis TB, saya jaga agar tidak menulari anak, segala macam alat makan betul-betul hanya saya sendiri yang pakai. Eeeh ... ketika sudah berobat selama seminggu sakit saya malah makin parah. Usut punya usut diagnosa dokter keliru, saya tidak sakit TB, dan badan saya tak tahan dengan obatnya. Itu betul2 pengalaman yang ...gimanaaa gitu
    Sukses dengan lombanya, ya, mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ditulis mak pengalamn pahitmu ituuu.. ikut lomba ini yukkk

      Hapus
  4. makasih sudah berbagi mak anita, :)

    BalasHapus
  5. Mak, mau tanya. TBC dan flek paru2 itu apakah sama?

    BalasHapus
  6. tanya sama mak Ida Nur Laila mak... dia nulis tuh di postingannya bedanya flek paru dan TBC

    BalasHapus
  7. Itu yang susah ya kalo ternyata kita gak tahu ada yang menderita TB di sekitar kt ... ujian berat ya kalo kena penyakit ini ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keliatan sih Niar mereka yg kena TBC.. mukanya pucat, batuk terus, kurus dan agak bungkuk juga..pucat.

      Hapus
  8. mbak ade, aku ikutan jugaa....

    BalasHapus
  9. Alhamdulillah Hana dan Thifa udah imunisasi BCG

    BalasHapus
  10. Kalau lahir dan tinggal di luar negeri, ketika ke Indonesia memang ribet ya :D
    Karena banyak imunisasi di Indonesia, yang ternyata tidak ada di LN.
    Sukses buat lombanya :)

    BalasHapus