Kangen dengan Australia

Entahlah... tapi, rasanya ada dua tempat dimana aku sering merindukannya meskipun mereka bukan tanah kelahiranku juga bukan tanah yang penuh dengan keberkahan. Mereka adalah : Sydney dan Melbourne.

Aku kangen dengan suasana pantai di Sydney.
Pasir putihnya selalu hangat dan bersih.



Ombak yang menggerus pantai lalu menyisakan rumah-rumah kerang yang bertebaran di sepanjang pantai.
Juga merasakan angin laut yang menerpa wajah kita dengan lembut dan hangat.
Ya. Angin di Sydney di musim semi adalah angin yang paling aku sukai. Tidak terasa panas membakar seperti angin musim kemarau di kota Jakarta, tapi juga tidak membekukan seperti angin yang bertiup di musim dingin.

Aku kangen melihat pasangan suami istri yang sudah tua, mulai bergandengan tangan keluar dari rumah mereka yang sederhana (separuh dinding separuh kayu) sambil membawa sekop dan sarung tangan untuk berkebun. Perlahan, sambil diiringi dengan musik yang lembut mengalun keluar dari mini hifi yang mereka letakkan begitu saja di atas tanah, mereka mulai menanam bibit tanaman untuk menyambut musim semi.

Pekarangan rumah di Sydney kebanyakan memang tidak luas di bagian depan rumah mereka. Di atas pekarangan yang mungil ini, para pemilik rumah setiap akan berganti musim rajin menanaminya dengan aneka  bibit sesuai dengan musim yang akan datang. Bibit tanaman yang berumur pendek karena memang hanya tumbuh, berbunga satu musim, lalu mati. Itu sebabnya para pemilik rumah rajin mengganti tanaman mereka setiap menjelang akhir musim.

Tapi, hasilnya worthed. amat sangat layak. Semua bunga aneka warna tumbuh sepanjang musim. Bahkan di musim gugur dan musim dingin sekalipun.

Hmm, ngomong-ngomong soal musim dingin, aku alergi musim dingin. Kulitku yang alergi dengan udara dingin pasti akan melepuh jika hanya mengenakan satu lapir thermal pants saja di dalam celana panjang atau rokkku.  Setidaknya, selain thermal pants harus ada juga sarung tangan, kaus kaki panjang dan sepatu yang rapat (jangan pernah pakai sepatu tali!). Dulu pernah karena terburu-buru, aku pergi bersama suamiku ke Central Stasiun tanpa mengenakan thermal pants di dalam celana panjang jeansku. Alhasil, kulit di tungkai kakiku berwarna kemerahan seperti melepuh. Mereka kedinginan. Rasanya sakit sekali jika disentuh.

Dan... oohh... belum pernah liat ujung-ujung jemariku di musim dingin kan?? Ini lebih parah lagi. Ujung kesepuluh jemariku akan bengkak seperti balon. Tapi, karena terkena air, maka bengkaknya ini mengkerut seperti ujuung tangan jika terendam di air terlalu lama. Nah, dari sela-sela kerutan tersebut, mereka luka yang mengeluarkan darah. Kulitku benar-benar tidak tahan udara dingin. Itu sebabnya setiap menjelang musim dingin, perlengkapan yang harus dipersiapkan selain pakaian musim dingin adalah: Tensoplast. Ya.. setiap jemariku harus terbungkus dengan rapi oleh Tensoplast agar darah tidak terus menerus mengalir. Dan itu dilakukan sepanjang musim dingin, selama bulan Mei, juni, juli hingga awal agustus.

Meski berdarah darah, meski kesakitan, tapi tetap... aku merindukan Sydney. Tidak mengapa mengenakan pakaian berlapis-lapis dan tensoplast yang mengelililingi setiap jemari, tapi berjalan-jalan di sana tetap mengasyikkan. Kita bisa membeli Kebab atau kentang goreng dan ikan goreng tepungnya (Fish n Chips) lalu  duduk di pinggir taman sambil menyaksikan pengamen-pengamen keren yang mengamen di sepanjang pinggir taman.

Pengamen yang bertebaran di trotoar pertokoan di kota Sydney atau di taman-taman mereka, keren-keren sekali. Mereka menguasai alat musik dengan amat baik, menyanyi dengan sungguh-sungguh dan tidak dekil. Jadi, kita memberi uang bukan karena kasihan tapi karena merupakan apresiasi bahwa mereka "bagus". Mana ada pengamen yang cuma anak kecil dengan krecek-krecek sekedarnya dan menyanyi asal-asalan dengan lagu yang seadanya lalu meminta uang dengan sedikit memaksa.

Ahhh... aku kangen sama Sydney dan Melbourne.

Hmm... ya... Melbourne. Kata temanku dulu, ini adalah kota paling romantis di Australia. Taman-taman mereka, tersebar di semua pelosok kota. Pohon yang teduh dan teratur, bunga-bunga yang senantiasa berbunga dengan meriah di rumah kaca mereka, kolam-kolam buatan dengan habitat aneka burung dan bebek yang amat serasi.

Aku senang duduk-duduk di bangku tamannya sambil  mengobrol dan menyesap segelas minuman hangat. Memberikan remah-remah roti kepada burung-burung yang jinak.
Aduhhh.. kebayang betapa nikmatnya membaca buku di bawah pohon di taman yang ada di Melbourne. Dari jauh, terdengar suara sesayup biola yang memainkan lagu-lagu klasik yang dimainkan oleh para anak-anak sekolahan yang sering berlatih musik klasik di dalam taman.

Atau  menikmati taburan aneka lampu sorot yang menimpa gedung-gedung tinggi di sepanjang jalan menuju ke Flinder stasiun. Dulu, aku selalu membayangkan tiba-tiba Two Faces muncul mengacaukan suasana malam yang seru tapi lalu Batman datang menangkap Two Faces. hehehehe... habis, suasana malam di sekitar sini amat mirip dengan visualisasi Gotham City. Terutama lampu sorot yang terus berputar-putar menyorot seluruh gedung bertingkatnya.

atau... duduk-duduk di sepanjang trotoar yang lebar di pinggir Sungai Yarra. Tentu sambil mengunyah Fish n Chips...

ahh... pokoknya, kangen dengan Melbourne dan Sydney.
Meletup-letup pagi ini kangennya.

2 komentar

  1. Membacanya, membuat saya terhanyut melankoli Australia.... Salam kenal.

    ira
    www.keluargapelancong.net

    BalasHapus