[LIfestyle] Suatu hari di salah satu waktu selama pandemi akibat Covid 19 terjadi, seorang temanku menyapa dan berkeluh kesah. Di musim pancaroba di tahun 2020 (tepatnya bulan April), rumahnya kebanjiran akibat tanggul yang tiba-tiba jebol. Seluruh benda di dalam rumahnya terendam bukan cuma air tapi juga lumpur. Padahal, suaminya baru saja kena PHK akibat perekonomian yang semakin lesu selama Pandemi Covid 19. Di waktu yang sama, bahkan anak-anaknya juga menuntut untuk dipenuhi kebutuhan untuk bersekolahnya.
"Jadi ya mbak, aku bingung. Sudahlah jangankan mikirin buat beli kuota anak-anak biar bisa terus BDR (ket: belajar dari rumah) ; bahkan mau shalat saja aku nggak punya mukenah, sajadah dan sarung buat kami sekeluarga. Jangankan mikir mau masak apaan, bahkan panci, kuali, ceret, dan kompor saja aku nggak punya karena semua sudah terseret banjir. Aduh, banjir kemarin airnya deras banget. Mobil saja banyak yang hanyut. Apalagi cuma barang-barang pritilan yang ada di dalam rumah. Kan ceritanya model dapurku tuh dapur terbuka gitu, jadi adanya di luar rumah. Di halaman belakang rumah. Nah, sungainya ada di belakang rumahku. Karuan saja habis semua."
Temanku itu mengakhiri ceritanya dengan tertawa. Meski terlihat tertawa, tapi sebenarnya itu tawa yang sedih sih terdengar di telingaku. Mungkin, temanku itu tahu bahwa saat ini memperlihatkan bahwa diri sedang sedih itu sesuatu yang percuma saja. Toh, kondisi memprihatinkan yang dia alami tidak akan berubah meski dia memperlihatkan fisik yang sedang sedih atau gembira. Jadi, daripada dibawa stress lebih baik mencoba untuk ikhlas menerima semua cobaan hidup yang sedang menyapanya.
Kami sempat bersenda gurau membahas beberapa hal. Tapi, jauh di dalam hatiku, mulai muncul niat untuk bisa membantu dia. Jadi, meski secara fisik aku dan temanku itu terlihat sedang bersenda-gurau, di dalam hati, diam-diam aku berpikir keras bagaimana caranya membantu dia.
Kata orang, berbuat baik itu bukan sesuatu yang mudah. Ini tuh benar banget deh menurutku. Berbuat baik itu ada banyak sekali penghalangnya.
Jika aku ingin berbuat jahat terhadap temanku ini, bisa saja aku langsung mengomentari secara sinis keputusan dia membuat dapur terbuka di belakang rumah. "Sok-sok keren sih lo, pake mau bikin dapur terbuka segala. Biar kekinian maksud lo?".
Atau langsung menasehatinya padahal sebenarnya sedang menghakiminya dengan kalimat, "Sudah. Mungkin semua kejadian ini teguran Allah buat elo. Introspeksi diri aja. Coba ingat-ingat, elo kan sering julid ke orang lain yang sukses; atau elo jarang sedekat atau infaq? Jadi semua musibah ini tuh semacam cara Allah buat mensucikan harta lo gitu, mungkin sebagiannya ada yang didapat tidak dengan cara yang halal." (padahal semua harta dia habis saat itu)
Alhamdulillah, aku tidak melakukan hal-hal di atas.
Aku pernah berada di posisi kehilangan seperti yang dia alami, meski yang aku alami skala kehilangannya kecil sih, tidak sebesar temanku itu. Naudzubillah min dzaliik. Tapi aku jadi tahu bahwa pendekatan agama yang meminta kita merenung itu sering terdengar sebagai sebuah penghakiman bagi diri kita. Dan itu jadi sesuatu yang sensitif untuk dibicarakan pada orang yang sedang mengalami musibah. Jadi, nasehat itu harus diberikan di saat yang tepat agar mujarab.
Tapi, jika kita hanya berdiam saja, tidak melakukan apa-apa terhadap apapun yang terjadi pada lingkungan di sekitar kita, itu juga sesuatu yang lebih mudah lagi dilakukan. Jadi cuma dengar, lalu tersenyum sebagai bentuk simpati dan bermaksud menghiburnya, lalu sudah. Melupakannya dan tidak memberi bantuan apa-apa.
Hm. Yang satu ini boleh saja sih. Tidak salah. Cuma, menurutku, kitanya yang rugi. Kenapa? Karena, ketika sesuatu terjadi di depan mata kita, terdengar oleh telinga kita, menurutku itu adalah cara Allah untuk menguji sikap kita selanjutnya. Apakah ingin meneruskannya dengan berbuat baik atau tidak. Apakah ingin melanjutkannya jadi ibadah sosial yang berpotensi menambah tabungan pahala akhirat atau membiarkannya berlalu dan tabungan pahala akhirat kita tidak pernah bertambah.
Itu sebabnya aku memikirkan secara serius kondisi temanku itu. Kenapa serius? Karena saat yang sama, aku juga belum jadi sultan yang punya harta berlimpah dan materi selalu berlebih. Kondisiku ya biasa-biasa saja. Dibilang kurang, nyatanya cukup. Dibilang lebih, nyatanya ngepas. Yang bisa aku lakukan adalah, diam-diam, mulai mengumpulkan barang-barang bekas layak pakai banget di rumah yang bisa aku sedekahkan pada temanku itu. Bukan barang bekas yang mau numpang buang barang ya. Hehehe. Mulai dari panci, piring, sendok, pisau, talenan, kuali, gelas, selimut, seprei, hingga bantal dan guling serta mukenah, sajadah dan sarung. Juga beberapa helai baju bekas yang sekiranya bakal dipakai karena kesesuaian ukuran. Setidaknya, punya ganti jika selesai mandi. Plus sembako yang bisa disisihkan. Orang-orang yang ada di sekitarku aku colek untuk bersedia menyisihkan barang bekas layak pakai yang mereka miliki untuk ikut disumbangkan. Akhirnya, setelah dikumpulkan, ternyata gunungan tumpukan barang yang ingin disedekahkan itu jumlahnya besar. Dan ketika ditimbang jumlah kiloannya besar.
Wah.
Barangnya sih barang bekas jadi gratis semua. Tapi bagaimana mengirimnya? Yang namanya ongkos kirim itu bukan sesuatu yang bisa dianggap sepele.
Jika cuma sekilo dua kilo barang, mungkin ongkos kirim sesuatu yang remeh dan sepele. Tapi ketika jumlah total barang berkilo-kilo, maka ongkos kirim adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan.
Jadi, jika hanya dua kilogram saja paket yang akan dikirim, untuk di dalam kota hanya membayar sebesar sepuluh ribu untuk regular. Tapi, ketika total kilogram barang sudah mencapai 100 kilogram lebih. Nah.
Akhirnya, mau tidak mau, meski awalnya aku ingin bersedekah diam-diam saja, terpaksa harus minta tolong sama suami. Hehehe. Sebenarnya, suami mungkin tidak masalah jika dimintai tolong. Tapi, akunya yang sering merasa tidak tega meminta sesuatu padanya. Karena suamiku tuh tipe yang akan berusaha keras memenuhi keinginan istrinya meski untuk itu dia jadi sakit karena kelelahan atau banyak pikiran.
Pada penyelenggaraannya yang ke-6 kali ini, Harbokir
berlaku untuk semua pelanggan yang tergabung sebagai member JLC (JNE Loyalty Card) di seluruh Indonesia dengan pengiriman maksimum 2 kg per resi. Program free
ongkos kirim (ongkir) ini dapat digunakan pada kiriman dengan layanan
Reguler dengan tujuan pengiriman dalam kota yang sama, serta antar kota dalam 1
provinsi. Tahun ini tema HARBOKIR adalah "Maju Indonesia". Sebuah gaung semangat agar Indonesia kembali bangkit setelah terpuruk akibat pandemi Covid 19.
Akhirnya, semua barang yang akan dikirim aku paket ulang agar rapi dan bisa memenuhi prasyarat sebuah kiriman paket yang bisa dikirim oleh ekspedisi. Memang ada ukuran maksimal baik berat maupun panjang dan lebarnya, yang diperbolehkan untuk bisa dikirim. Jadi mengirim paket itu bukan cuma asal buntal saja.
Lalu, lewat aplikasi yang dimiliki oleh JNE (bisa didownload ya di playstore), karena jumlah totalan paketku banyak dan besar, maka petugaslah yang ke rumahku untuk menjemputnya. Ini termasuk layanan dari JNE loh, yaitu bisa jemput barang ke rumah.
Dan demikianlah ceritaku hingga akhirnya, beberapa hari kemudian temanku menelepon sambil berteriak gembira karena paketnya sudah tiba di rumahnya dengan selamat dan utuh.
"Adeeeeee...... elo mindahin isi rumah lo ke rumah gue?"
"Eh.. anu... kolektif dari beberapa orang yang mau nyumbang juga sih sebenarnya, bukan gue doang."
"Apapun, terima kasih ya. Itu anak-anak pada loncat-loncat kegirangan karena pada dapat sarung, sajadah dan mukenah baru. Gue juga bisa masak lagi sekarang."
"Alhamdulillah."
Berbuat baik janganlah ditunda-tunda |
Eh udah bingung aja mau bayar ongkir karena sama-sama belum punya uang, gak perlu khawatir lagi nih udah ada harbokir mantap.
BalasHapusMasha Allah, makasih Mba Ade udah menginspirasi.
BalasHapusBerbuat baik memang ga boleh ditunda ya, kalau masalah ongkir, wah senang banget nih bisa manfaatin HarBokir dari JNE
Wow, kudu mantengin market place, e-commerce dll nih 26 dan 27 November 2021. Mau dong belanja online gratis ongkir dengan Harbokir ini. Kerenbanget tau2 JNE udah berusia ke-31 aja yach. Selamat semoga semakin sukses dan menginspirasi. By the way, aku sukaa banget sama ilustrasi2nya, gambarnya lucu2 hihihi :D
BalasHapusHmmm lagi2 sebab bebas ongkir yang tadinya ngga ada niat belanja jadi ada niat deh ... hehee
BalasHapusGambarnya lucu2 mbk, ☺️
ikut bahagia bacanya, hebattt...
BalasHapusmembantu pada saat dibutuhkan emang sesuatu banget ya?
dan, saya baru tau ada Hari Bebas Ongkos Kirim lho
mau pantengin JNE ah, kali aja pas, pas mau ngirim pas gratis :D
mantap memang JNE bikin harbokir, jadi bisa membantu yang mau kirim-kirim kaya gini ya mba, memang niat baik tuh selalu ada jalannya ya
BalasHapusMembaca cerita temannya kok jadi meraba diri sendiri ya mbak. Semoga diganti lebih. Dan disaat membutuhkan, JNE ada program harborkir. Baru tahu juga kalau mengirim barang skala besar ada ketentuannya mbak. Benar² menyentuh
BalasHapusKisah yang inspiratif, sekarang untuk bisa membantu sesama bisa secara kolektif ya, jadi kita kan hidup memang gak sendiri. Bisa diemban bareng2. Insha Allah berkah jika kebaikan terus kita tuai. Aamiin.
BalasHapusinspiratif kisahnya mbak
BalasHapusmemang dalam berbuat baik harus segera ya mbak
untungnya ada HARBOKIR, yang makin memudahkan kita dalam berbuat kebaikan
Cerita yang menarik, ada haru diselingi guyonan. Yang lebih menarik untuk saya komiknya, ekspresi tokoh kartun lucu hehehe
BalasHapusYa ampun, ada lagi yang baru, Harbokir. Wkwkwkwk. Hari Bebas Ongkir. Gilaaaa JNE ada-ada aja inovasinya.
BalasHapusIni aku banget, pemburu voucher bebas ongkir di seluruh aplikasi belanja online.
MashaAllah. Semoga berkah buat JNE. Dan betul banget. Free ongkir ini perkaranya, sepertinya, memang sepele, tapi akan sangat berarti saat kiriman kita dalam kuantitas yang luar biasa. Semoga HARBOKIR bisa rutin dilaksanakan ya. Bukan hanya dalam rangka ulang tahun aja.
BalasHapusBerbagai dengan bantuan JNE emang makin lebih cepat sampai dan makin bisa lebih happy ya karena sudah tersampaikan niat dengan baik. Jangan ditunda-tunda, makasih sudah diingatkan Mbk Ade.
BalasHapusSama2 Naqy
HapusInspiratif sekali ini ceritanya, memang betul berbuat baik langsung saja hihi, biar kebaikan bisa langsung datang lagi ke kita
BalasHapusSaya juga sebel kalau ada teman yang lagi curhat, lagi cerita sesuatu yang tak mengenakkan terjadi di hidupnya, terus ada teman lain yang nyamber aja komentar sok kasih nasihat, adalagi yang menyalahkan. Diam aja dan mendengarkan kenapa sih?
BalasHapusJika jarak jauh, memberi bantuan bisa memanfaatkan harbokir dari JNE ini ya mbak
Ya ampun baru denger Harbokir. Lucu dan unik nih. serta gampang diingat. Jadi saya kalau terdengar harbokir akan ingat JNE. Saya sering pakai JNE untuk ekspedisi dan cepat sampainya
BalasHapusWah ternyata JNE udah 31 tahun di bulan November ini. Bisa manfaatin harbokir buat kirim paket ya Mba. Sering pakai ekspedisi JNE waktu dulu saya berbisnis online.
BalasHapusBener banget..kadang kita ini suka nunda2 yaaa dan itu ga boleh apalagi menunda kebaikan..alhamdulillah taa jne punya harbokir sehingga niat kita pun bisa terlaksana..
BalasHapus