Puasa Terlama

[Parenting] Alhamdulillah, Hawna (6 tahun 7 bulan),  anak bungsu saya tahun ini bisa ikut berpuasa secara penuh. Sejak sebelum masuk bulan Ramadhan, saya sudah memberi dia semangat.

"Wah, dik, sebentar lagi bulan puasa nih, ikut puasa ya?" (wajah Hawna langsung terlihat berpikir dan sedikit ragu)

"Tapi bu, kalau aku nggak kuat gimana?"




"Nggak papah, dicoba aja. Kan kita makan sahur nih, nah setelah itu kita berpuasa. Tidak makan, tidak minum, tidak boleh nangis juga, marah-marah, ngambek, pokoknya harus ditahan semuanya. Kita harus nahan lapar, nahan haus, juga nahan emosi. Lalu, nanti pas adzan kita berbuka deh. Kalau Hawna sampai adzan Dhuhur udah nggak tahan, Hawna boleh buka di adzan Dhuhur... tapi kalau masih kuat, kita terus aja tahan hingga adzan Ashar. Nanti kalau pas adzan Ashar nggak kuat, Hawna boleh berbuka. Tapi, kalau ternyata pas adzan Ashar ternyata Hawna masih tahan untuk puasa, nah, Hawna bukanya bareng sama ibu, ayah dan yang lainnya saja.. yaitu pas adzan maghrib. Gimana?" (mendengar penjelasan saya, Hawna terlihat berkerjab-kerjab matanya. Bayangan harus menahan lapar, haus tanpa boleh protes atau ngambek atau nangis pasti menakutkan untuk anak seusianya. Suaranya pun mulai kehilangan intonasi ceriaanya. Ada suara keraguan yang sedikit bercampur nada ingin menangis, tapi saya berpura-pura tidak melihatnya).

"Emangnya kita makan sahur besok jam berapa?" (suara Hawna kian lembek dan mendayu)

"Insya Allah kita bangun sahur nanti jam tiga. Hawna minum susu seperti biasa, abis itu makan deh yang kenyang sampai adzan Shubuh dimulai. Setelah adzan Shubuh, kita semua udah nggak boleh makan lagi."

"Tapi, aku kan makannya lama?" (Dia mulai meragukan diri sendiri, ini biasa banget jika dia sedang melakukan negosiasi tentang sesuatu yang berhubungan dengan pelepasan kesenangan pribadi yang harus dikerjakan).

"Makanya nanti insya Allah ibu suapin biar cepet makannya.. wushh..wush..wush." (tapi bercandaanku sepertinya tidak mempan. Akhirnya, ayahnya Hawna merengkuh putriku ini ke dalam pelukannya dan memeluknya erat-erat hingga membuat Hawna merasa nyaman)

"Pokoknya kita coba ya sayang. Insya Allah nanti pas sudah waktunya Hawna bisa. Kalau dibayangin sekarang kayaknya seram padahal kalau sudah dijalankan nanti, eh, ternyata Hawna pintar banget. Eh.. Hawna pinter kan ya?" (Senyum Hawna mulai terkembang).

Hari-hari berlalu dan akhirnya Ramadhanpun tiba. Hari pertama, aku langsung membangunkan Hawna setelah semua pekerjaan mempersiapkan hidangan sahur selesai. Aku bangunkan dia, lalu aku gendong menuju ke kamar mandi agar dia bisa buang air kecil, setelah itu barulah wajahnya dibasuh dengan air dan cuci tangan. Setelah itu, karena dia masih ngambek karena dibangunkan lebih cepat dari jatah tidurnya yang seperti biasa, maka, kembali aku gendong dia menuju kursi. Memakaikannya bando (agar poni rambutnya tidak menutupi mata dan hanya membuat matanya kembali merasa mengantuk), lalu mulailah aku menyuapi dia segelas susu yang dicampur dengan sereal. Sambil menunggu asupan pertama ini masuk ke dalam perutnya, aku membiarkan dia menonton televisi dengan mata mengantuknya. Pada waktu ini, aku pun minum susu juga. Setelah aku selesai dengan segelas susuku, aku mulai mempersiapkan dua buah piring makanan, satu untuk Hawna dan satu untukku. Dengan dua piring inilah aku berganti-ganti makan untukku sendiri sekaligus menyuapi Hawna (plus menggoyang-goyangkan pipinya agar bangun dari kantuknya dan mau mengunyah makanannya). Setelah ini selesai (total waktu yang dibutuhkan Hawna untuk menghabiskan makanannya dalam kondisi setengah mengantuk itu adalah satu setengah (1 1/2) jam. Ketika waktu menunjukkan pukul 04.30, semua kegiatan makanan berhenti karena Hawna harus minum. Nah, ternyata memberi minuman pada anak yang mengantuk itu sama sulitnya dengan memberinya makan. Bahkan mungkin lebih sulit lagi karena makanan itu kan sesuatu yang padat jadi begitu masuk ke dalam mulut dia akan bertahan di dalam mulut tanpa tumpah. Paling tinggal digoyang-goyang saja pipinya agar mau mengunyah. Masalahnya kalau minuman kan benda cair, jadi jika dia tertahan di mulut dan kita goyang-goyangkan pipinya maka air itu akan muncrat keluar. Itu sebabnya jika Hawna bisa minum sebanyak satu gelas penuh, aku sudah merasa cukup puas... (mengingat membujuknya untuk minum itu ternyata sulit).

Setelah Shubuh, Hawna langsung tidur. Pukul 06.00, aku akan membangunkannya.

Hari pertama, setiap kali mendengar Adzan aku akan bertanya pada Hawna, apakah dia masih kuat maka dia akan mengangguk. Alhamdulillah. Hari pertama, dia bisa full berpuasa.

Hari kedua, kembali pertanyaan sama aku lontarkan dan dia kembali mengangguk sambil menjawab "masih bu". Hanya saja, ketika pukul 17.00 lewat beberapa menit, dia mulai terlihat sedikit "merana". Matanya lesu, bibirnya kering dan dia mulai rajin gelendotan (Hawna ini tipe anak yang tidak cengeng sebenarnya. Jadi, untuk tahu dia sedang tidak enak badan atau sehat, bisa dilihat dari intensitas dia gelendotan di kita. Jika dia rajin gelendotan atau tidur-tiduran ketimbang lari-larian atau bermain, bisa dipastikan sesuatu sedang terjadi pada kesehatannya).

"Bu, aku boleh buka sekarang nggak?" (aku langsung melirik jam, sisa dua puluh menit lagi menjelang adzan maghrib)
"Tanggung sayang. Sebentar lagi ya." (Hawna mengangguk dan menyenderkan punggungnya di kursi taksi. Kebetulan, kami sekeluarga berencana untuk berbuka di Masjid Al Azhar).

Akhirnya, ketika adzan Maghrib berkumandang, aku segera memberikan dia botol minumannya dan dia langsung minum dengan lesu (??). Setelah minum, aku menawarinya makanan dan dia meraih makanan kecilnya dengan lesu juga (??). Setelah itu, kami bergegas menuju tempat wudhu agar bisa mendapatkan kesempatan shalat maghrib berjamaah di masjid Al Azhar. Ketika di tempat wudhu itulah tiba-tiba Hawna membekap mulutnya sendiri, matanya melotot dan wajahnya sepucat kapas. Ini tanda-tanda dia akan muntah (kami tidak punya pembantu rumah tangga di rumah, jadi anak-anak sudah aku ajarkan sejak kecil untuk menahan muntah mereka agar tidak keluar di atas lantai tapi harus di kamar mandi. Aku hapal sekali dengan gaya Hawna dan anak-anakku jika sedang membekap mulutnya sendiri seperti ini).

"Ibu.... aku mau ke kamar mandi." Sederet kalimat dengan nada terburu-buru meluncur dari mulut gadis kecilku ini, wajahnya kian pucat dan tubuhnya mulai membungkuk serta tangannya yang satunya lagi mulai meremas perutnya sendiri. Segera aku tarik dia menuju tempat wudhu karena aku lihat antrian di kamar mandi cukup panjang. Di atas parit tempat Wudhu, Hawna pun muntah... isi muntahnya airrrr semua. Aku pijat pundaknya dan dia pun muntah sebanyak empat kali. Setelah aku tanyakan apakah masih ada lagi yang akan dia muntahkan dan dia menjawab tidak, aku pun mulai membersihkan tempat Wudhu tersebut. Hawna ikut membantuku. Wajahnya sudah lebih cerah sekarang. Dengan kaki kecilnya dia mulai menyapu gelontoran air agar bisa membersihkan bekas muntahannya (di rumah, semua anak-anak sudah terbiasa membersihkan bekas muntahan mereka sendiri jika mereka sedang sakit, karena mereka tidak mau membuatku sakit. Aku memang gampang tertular muntah, jadi jika melihat orang muntah entah mengapa aku jadi ikut latah ikut muntah juga..hehehe, akhirnya di rumah jika ada yang muntah maka hal pertama yang mereka lakukan adalah  menyuruhku pergi agar tidak melihat muntah mereka dan mereka pun membersihkan muntah mereka sendiri. Syukurlah kemarin di tempat Wudhu sifat latah muntahku tidak muncul, Alhamdulillah).

"Anaknya masuk angin ya bu?" Beberapa ibu-ibu yang meyaksikan kesibukan kami berdua mulai memberi komentar. Aku hanya tersenyum dan menatap Hawna dengan pandangan bangga, "Iya, tahun ini dia hebat, sudah mulai berpuasa full, cuma masih belajar jadi ada sakitnya dikit.. besok-besok pasti lebih hebat lagi, kan belajar kalau nggak ngerasain kesulitan malah nggak afdol." Setelah itu, aku mulai membongkar isi tas doraemonku, mengambil minyak telon dan mulai mengolesi perut, dada dan punggung putri bungsuku ini agar anginnya keluar. Wajahnya sekarang sudah lebih cerah. Jauh lebih cerah.

Setelah shalat maghrib, aku ceritakan kisah muntahnya Hawna pada anggota keluarga yang lain (ayah dan kakak-kakaknya). Hawna tampak malu-malu.

"Habis lama banget sih adzan maghribnya, aku kan jadi masuk angin deh." (ini komennya Hawna)

"Iya sih, kita puasa tahun ini hampir delapan setengah jam ya." (komen kakaknya).

"Cukup lama sih, mana panas banget lagi di luar." (masih komen kakaknya)

"Ini masih mending. Waktu kamu masih kecil dulu, ibu dan ayah kan melewatkan Ramadhan di Sydney, itu pas bulan Januari, lagi musim panas dan puasanya tuh nyaris 19 jam. Shubuhnya jam empat, maghribnya jam setengah sembilan." (komentar aku)

"Waaaahhh... lama banget?? " (ketiga anakku terbelalak)

"Bukan masalah lamanya, tapi masalah suasananya. Bayangin, itu kan di Sydney dimana yang nggak puasa tuh banyak banget, jadi godaannya juga banyak banget. Godaan makanan, minuman dan emosi. Ditambah lagi musim summer, musim panas di sana tuh lebih panas daripada di Jakarta karena panasnya tuh kering banget... waahh... cobaan berat deh. Makanya, bersyukurlah kalian menjalani bulan Ramadhan di Indonesia, waktunya nggak terlalu panjang, dan kompak sama lingkungan, sebagian orang ikut bepuasa dan saling menghormati orang yang berpuasa." (memanfaatkan moment, aku dan suami saling sahut-sahutan untuk menyelipkan pentingnya bersyukur cobaan yang harus dihadapi selama puasa Ramadhan di negeri sendiri tidak sebanyak cobaan di negeri orang).

Hari ketiga, aku dan suami sepakat untuk mengistirahatkan dia untuk tidak berpuasa dulu. Hari keempat, Hawna kembali aku ajak untuk berpuasa dan dia terlihat bersemangat untuk ikut. Dia tidak lagi mengeluh kenapa harus berpuasa lama banget.  Hari-hari selanjutnya, alhamdulillah Hawna sudah terbiasa dengan sendirinya untuk berpuasa secara full. Hanya beberapa kali bibirnya pecah-pecah dan berdarah karena terlalu kering, aku mengantisipasinya dengan memberinya jatah sebotol air yang harus dia habiskan sebelum dia tidur malam (sebanyak 600 ml) dan dua gelas air yang harus dia habiskan setelah dia selsai makan sahur.
Insya Allah untuk seterusnya Hawna sudah bisa berpuasa secara Full.




Rupanya, cerita kami tentang betapa lamanya berpuasa di negeri orang itu amat berkesan baginya. Jika ada orang yang berpuasa lama sekali di tempat lain, lalu kenapa kita yang berpuasa dengan waktu yang sedang-sedang ini harus mengeluh? hehehehe


===================== agustus 2012==================


Postingan ini dalam rangka Lomba Blog Pojok Pulsa:


16 komentar

  1. Wuih Hawna hebat! Catet ah buat bekel melatih puasa buat anakku nanti. Emm sekitar 4,5 thn lagi :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wewww...masih lama banget, keburu lupa kali..hehehe.. Makasih ya Irma

      Hapus
  2. hmmm...jadi tau kalau puasa di Sydney itu gak enak :d

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak enak karena puasanya pas summer..tapi kalo pas kena di winter ya enak krn winter itu harinya pendek malamnya panjang...Enak tuh udah adem, pendek lagi waktu puasanya...hehehe

      Hapus
  3. Hauna hebaaaat....:)
    Iya di belahan bumi lain, banyak yang waktunya lebiiiih lama dari kita ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di kutub itu siangnya 6 bulan malamnya 6 bulan... aku nggak tau gimana cara mereka memberlakukan waktu2 ibadah Islamnya.. Shalat dan puasanya...

      Hapus
  4. Terbayang diriku waktu belajar puasa pas kecil dulu. Rasanya memang berat, hehehe... tp lama-lama terbiasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, tahun lalu Hawna cuma tahan sampe dhuhur aja.. Dicicil ketahannya akhirnya tahun ini bisa juga.. Insya Allah tahun depan semakin sempurna

      Hapus
  5. bagus mba ceritanya buat dibaca anak anak,tadi sahur lintang jg baca
    lintang puasa msh setengah hari tp soal bangun dia jagonya..cuma makan hrs disuapin krn ga bakal dimakan byk kalau dibiarkan makan sdiri
    trus ga kuat minum susu,makan dlm jeda 1-2jam jd puasa dia jarang minum susu:/

    btw mirip sm ibuku kalau liat muntah latah muntah,katanya sih ikutan eneg:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. waduh, nambah lagi deh satu point kemiripan aku dan ibumu.. hahaha... emak dasar akunya sebaya ibumu kali ya eni... hahahaha..makasih ya eni dah mampir

      Hapus
  6. hawna.. moga puasanya smp akhir yaa..

    BalasHapus
  7. iiih hawna pinter deh. anakku amma 5 tahun 3 bulan sekarang. masih susah untuk diajak puasa mba. dia rajin ikut sahur. tapi ya pas mau berangkat sekolah minta susu lagi. kapan hari aku coba nggak ngasih, aku bilang bukanya habis pulang sekolah ya. ternyata dia lemas banget dah kayak mau pingsan kata gurunya. duuuh...aku masih gak tega. jadi ya gak kupaksa puasa lagi. begitu badannya mulai dingin aku pasti tanya dah gak kuat ya ka???dengan cepat ia mengangguk...batal deh puasa:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. waah, masih 5 tahun juga.. masih kecil, hawna tahun lalu juga cuma sampe jam sepuluh kok puasanya.. kalo sekarang dibiasain karena tahun depan kan dia insya Allah 7 tahun, jadi udah mulai harus ikutan... ini latihan menjelang 7 tahun.

      Hapus
  8. wah lama amat yak puasa disono. Syukurlah di indonesia cuma 12 jam ya mbaa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bener... cuma sebentar..jadi lebih enak. Tapi saat ini lagi enak justru di Sydney karena ramadhan tahun ini jatuhnya di musim Winter, jadi harinya pendek.

      Hapus