Sekapur Sirih di hari kedua Berkabung Wafatnya Ayahanda

(Ucapan terima kasih dihari kedua Berkabung keluarga)

Ayah seorang muhammadiyah. Dalam wasiatnya sebelum dia meninggal dunia, tidak menginginkan ada acara tahlilan, talqin dan azan di kuburan, bangunan yang indah di kuburannya, acara peringatan tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, kegiatan memecahkan genteng tanah liat, kegiatan budaya berputar di bawah keranda jenazah, juga acara membagi-bagikan buku yasin yang indah kepada para penyelayat atau acara mubazir lain. Meski demikian, kami sekeluarga tetap membuka rumah selama tiga hari berturut-turut untuk para penyelayat yang akan datang menghibur sambil membaca surat Yassin beramai-ramai. DI hati pertama, setelah acara Yassinan selesai, ada penceramah yang datang. Sayangnya, penceramah ini berasal dari NU, sehingga ada beberapa perbedaan antara yang diyakini oleh penceramah tersebut dengan yang diyakini oleh ayah almarhum. Menurut dia kegiatan yang dilarang oleh ayah melakukannya, justru merupakan sebuah kegiatan yang bernilai sunnah dalam Islam. … Well, mungkin tidak usah diperpanjang masalah wilayah abu-abu ini. Karena itu, di hari kedua, ade berinisiatif untuk mengisi acara. BUkan ceramah, tapi lebih seperti pemberian sepatah dua patah kata bagi para penyelayat yang datang kerumah kami. Berikut isi materi yang ade berikan :



Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Termasuk dari Rukun Iman dan inti akidah dalam agama Islam, adalah beriman kepada Qadar. Yaitu percaya kepada takdir. Entah itu takdir yang baik ataupun takdir yang buruk. Alam semesta berikut semua isinya ini, ia tidak bergerak asal-asalan. Dan tidak ada ada di ala mini yang tercipta percuma tanpa arti. Apapun yang terjadi di jagad raya ini, semuanya sudah ada dalam ilmu dan rencana Allah SWT.
Sesungguhnya, ilmu Allah SWT meliputi segala sesuatu sebelum terjadi. Dia sudah menentukan ukuran yang pas pada suatu benda. Ukuran waktu, tempat, kekuatannya, bentuknya, karakteristiknya, sifatnya, dan keadaannya. Semua terekam baik dan rapi di dalam Al Quran, tidak ada sedikitpun yang tertinggal. Di surat Al Qamar : 49, disebutkan “Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu sesuai dengan kadarnya.” Atau di Al Furqan : 2 disebutkan “Dan Dialah yang menciptakan segala sesuatu, Dia membuatnya sesuai dengan ukurannya.”

Ruang lingkup takdir ada 3:
1. Apa yang terjadi alam semesta.
2. Apa yang terjadi pada diri kita
3. Kebebasan dalam berbuat dan memilih

Salah satu takdir Allah dari jutaan takdir Allah di atas muka bumi ini adlah ajal. Allah telah menakdirkan ajal dan umur seseorang.

Ada suatu riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa barang siapa yang telah ditakdirkan berusia panjang dalam hidupnya, pasti dia akan mencapai usia yang telah ditentukan tersebut. Barang siapa yang ditakdirkan panjang umurnya, ditakdirkan juga baginya sebab musabab yang membuatnya panjang umur. Adapun orang yang ditakdirkan berumur pendek, dia juga ditakdirkan akan mengalami hal-hal yang mengantarkannya kepada umur pendek. Misalnya, memakan makanan yang tidak sehat, terkena penyakit berat, menjadi pecandu narkoba, ceroboh di jalan raya, dan lain-lain.
Jadi ketentuan takdir itu senantiasa didampingi hukum sebab dan akibat.
Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Sesungguhnya, segala sesuatu itu hanya milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Inilah pelajaran yang harus dipetik dari datangnya sebuah musibah dan dicabutnya ajal seseorang. Yaitu, pelajaran bahwa tidak ada yang abadi di muka bumi ini. Semua milik Allah dan akan kembali kepada Allah.

Kemarin, Sabtu 28 maret 2009, ayah kami, Bapak Zaibi Ikhsan, telah dipertemukan dengan takdir kematiannya. Mungkin semua orang ingin mengetahui apa penyebabnya. Bermula di tahun 1969. Tahun 1969, ayah terkena penyakit hepatitis A. Lalu sembuh. Tapi, ketika saya masih SMA, ayah kembali terkena penyakit hepatitis, kali ini hepatitis B. Lalu ayah mengikuti kemotherapi berupa suntikan sebanyak 72 kali. Kondisinya lumayan parah, ayah cukup lama berada di rumah sakit kala itu. Tapi lalu Alhamdulillah ayah sembuh. Satu setengah tahun yang lalu, ayah kembali terkena hepatitis C dan Hepatitis D sekaligus. Lalu, dokter menyarankan untuk kembali ikut kemotherapy suntik. Hanya saja, dokter yang menjadi rujukan untuk memberikan suntikan tersebut memberitahu bahwa kemotherapy ini akan sangat berat bagi ayah kami yang sudah tua. Efek dari kemotherapy suntik akan menyebabkan rambut rontok, kulit mengelupas dan perut melilit serta badan terasa terbakar. Ketika saya masih SMA, ayah bisa sukses melalui kemotherapy suntik ini karena usia ayah yang masih muda. Tapi Sekarang kondisinya amat berbeda. Usia tua akan menyebabkan ayah sulit melalui cobaan akibat efek kemotherapy suntik. Akhirnya option kemotherapy suntik ini kami tinggalkan. Ayah sendiri juga tidak ingin mengikutinya karena masih merasa ingin menyelesaikan sebuah urusan terlebih dahulu. Hanya saja, muncul sebuah penyakit baru. Usus besar ayah terhinggap tumor. Tahun lalu, tumor ini hanya berupa tiga benjolan kecil yang tersebar. Tapi diwaktu yang lalu, setelah diperiksa lagi ternyata tumor tersebut sudah tidak lagi tiga, melainkan bersatu menjadi satu buah tumor yang besar dan menutupi saluran usus besar ayah. Mau tidak mau ayah harus mengikuti operasi karena ayah sudah tidak bisa lagi buang air besar, selalu mengalami kondisi kurang darah, dan perutnya sering sakit. Akhirnya, hari senin lalu ayahpun menjalani operasi pengangkatan tumor. Operasinya berhasil tapi kondisi hati ayah yang sebelumnya sudah pernah terserang virus hepatitis A, B, C dan D tidak mampu bekerja dengan baik untuk mengembalikan kondisi kesehatan ayah pasca operasi. Hati ayah sudah menciut menjadi kecil karena serangan virus hepatitis. Untuk ukuran yang normal, maka hati akan bekerja keras jika seseorang baru saja menjalani kondisi pasca operasi. Nah, ukuran hati ayah amat kecil sehingga menjadi terlalu lelah untuk mengatasi berbagai pekerjaan berat, yaitu pekerjaan rutin hati sehari-hari dan pekerjaan mengatasi luka bekas operasi. Karena lelah, akhirnya hati ini berhenti bekerja. Karena hati berhenti bekerja akhirnya dia mengganggu kerja jantung dan paru-paru. Akhirnya, jantung dan paru-paru yang terganggu pekerjaannya ikut lelah bekerja dan akhirnya keduanya berhenti bekerja. Ayah kamipun meninggal dunia menjelang subuh tadi, pukul tiga kurang lima belas menit.

Almarhum meninggalkan 5 (lima) orang anak, yaitu Ariesta, Ade Anita, Adriani, Yudha Ananda dan Astia Citra Widya. 5 (lima) orang menantu, yaitu Mas Fuad, Mas Bandi, Herman, Dian dan Rezi. 9 (Sembilan) orang cucu, yaitu Riski, Ilham, Ibam, Arna, Hawna, Faldi, Fadil, Fatih, dan Azka. Serta 1 (satu) orang istri, yaitu ibu Khotilla dan 1 (satu) orang anak dari hasil perkawinan ibu Khotila dengan suami terdahulunya. ITulah keluarga besar kami.
Tapi sesungguhnya, yang ayahanda kami tinggalkan bukan Cuma istri, anak, menantu dan cucu-cucunya saja. Ayah juga meninggalkan para besannya, yaitu orang tua dari pasangan anak-anaknya. Ayah selalu menasehati kami anak-anaknya, untuk bisa bersifat adil dalam memperlakukan orang tua, baik itu orang tua kandung maupun orang tua pasangan masing-masing.

Selesai sampai disini? Salah.

Selain orang-orang yang kami sebut di atas, ayah ternyata juga meninggalkan saudara-saudara kandungnya. Ada tante Zalma dan Om gani, Ada tante Meru dan Om Pardan, Om Zein dan tante Eli, tante Izo dan Om Roni, Om SObri dan tante Azizah, Wak Rasyd dan ibunya Kak Ini, Wak Zizah dan Tante Rohmah. Dua orang yang saya sebut belakangan ini adalah pasangan dari kakak dan adik kandung yang telah lebih dahulu mendahului ayah. Juga, ayah meninggalkan keponakan dari saudara-saudara kandungnya tersebut yang tidak bisa disebut satu persatu disini. Bahkan, ayah juga meninggalkan ayahanda kandungnya sendiri, yaitu nenek anang kami. Ya. Nenek kami memang masih hidup.

Kemudian, ayah juga meninggalkan saudara kandung darai ibu kami almarhumah yang telah mendahului kami pada tanggal 18 april 2003 silam, Ibu Hasiah Zaibi; ada wak Muthalib dan istrinya, Tante Pau dan Om Fahri, Om Yan dan Tante Nana, Om Joni, Tante Marti dan Om Toni, Sri dan Harris, Hendra dan Elli, serta keponakannya dari pihak almarhummah ibunda yang tidak dapat kami sebut satu persatu disini.

Dan yang terakhir, ayah juga meninggalkan saudara-saudara sepupunya yang merupakan sebuah keluarga besar yang bagi kami anak-anaknya amat unik. Unik karena kadang kami sendiri tidak bisa menerangkan kepada suami kami atau keluarga suami kami bagaimana silsilah keluarga tersebut karena ayah memang memperlakukan saudara-saudaranya itu seperti keluarga kandungnya sendiri. Ada om Rozi, Om Din, Om Gatam, Om Ilin, Om PEndi, Om Hambali, Om Jaril, Om MIri, Denit, Kak Benu, Kak Rosin, Kak ini, Kak Lisa, Tante Emi, kak Was, Tante Ijah, Om Uti, Kak Osi, Om Zul, Om Jab, Om Kai, Om Hatta, Kak Ap……. (diam, tarik napas dulu)….
Karena bingungnya ade menjelaskan kepada suami ade, ade pernah bilang ke mas Bandi:

“Mas, dulu di rumah ini, ada kamar diesel. Waktu itu listrik belum masuk pengadegan, jadi ayah pakai diesel dan lampu petromax. Setelah listrik masuk, kamar dieselnya diubah jadi kamar tidur. MUngkin kalo istilah orang zaman sekarang mirip dengan kamar kost-kostan. Nah, semua orang-orang ini, semua kakak-kakak dan om-om serta tante-tante ini adalah mantan penghuni kamar diesel. Mungkin diantara mereka ada yang saudara deket banget hingga masuk masih muhrim sama ade. Tapi ada juga yang sudah bukan muhrim lagi. Unik istilahnya karena kalau dibuat pohon keluarga maka pohonnya itu bukan Cuma satu (1) buah batang dan beberapa cabang saja seperti halnya pohon pinang. Tapi ada batang, ada cabang, ada ranting, dan kadang ada cabang yang sudah menyatu dan terpilin dengan pohon lain yang tumbuh di sebelahnya sehingga sudah tidak bisa dibedakan lagi, milik siapa cabang tersebut?

Meski demikian, ayah tetap memperlakukan semua saudara-saudaranya seperti saudara-saudara kandungnya. JIka sedang susah, maka kami susah bersama-sama. Tapi jika sedang senang kamipun hidup senang bersama-sama. Pergi jalan-jalan ke Binaria, Pantai Merak, Taman MOnas, Ragunan, Taman Mini sudah bukan lagi seperti rekreasi keluarga, tapi lebih seperti tour satu RT saking banyaknya. Masak sehari-haripun , bukan lagi seperti masak untk satu (1) keluarga tapi seperti sedang memasak untu sebuah kendurian.

Pernah Mas Bandi bertanya, ‘Gimana nyukupinnya tuh De untuk sebanyak itu?” Jawaban ade, “… it’s magic mas…. Itulah kehebatan ibu ade. Dulu ibu ade masukin dagangan berupa jajan kecil ke kantor ayah, juga ke sekolah ade. Semuanya pada bantuin.”
Tapi, ayah sendiri selalu menasehati ade, “Jangan pernah takut akan kekurangan jika ingin membantu oranglain. Karena sebuah bantuan yang diberikan dengan ikhlas maka Allah akan menggantinya dengan balasan yang berlipat-lipat dan rezeki itu bisa datang dari mana saja dan kapan saja, bahkan dari tempat yang tidak pernah kita duga sekalipun.”

Bicara soal rezeki, ada satu peristiwa yang bikin ade makin saying sama ayah. Waktu itu ade masih SMA. Suatu hari, malam hari tepatnya, ada tamu datang ke rumah. Dia mahasiswa ayah di Universitas Muhammadiyah. Dia datang memberi ayah hadiah dan sebuah amplop. Isinya bukan surat cinta tapi uang. Ayah marah-marah ke mahasiswa itu tapi lalu menasehatinya baik-baik hingga mahasiswa itu pulang dengan air mata dipipinya. Begitu mahasiswa itu pulang, ayah datang kea de. “Nak, jangan pernah mengikuti jejak mahasiswa itu. Dia orang bodoh yang ingin membeli kelulusan sarjananya dengan uang. Ingatlah nak, semua yang didapat tidak dengan kejujuran, hanya akan melahirkan sebuah bencana baru.
Mungkin dia sukses, kaya, tapi kesuksesan dan kekayaannya itu tidak akan membuat dia bahagia. “ Lalu ayah membangun sebuah mushalla di sebelah rumahnya dan menuliskan sebuah kaligrafi sebagai hiasan mushalla dengan petikan ayat yang berbunyi: “Wahai orang-orang beriman, jagalah istri dan anak-anakmu agar dijauhkan dari siksaan api neraka yang bahan bakarnya terbuat dari batu api yang menyala-nyala.”

Berusaha dengan jujur dan berdoa kepada Allah, itu nasehat yang selalu ayah berikan kepada kami anak-anaknya. Selain itu, ayah juga ngasih nasehat yang macam-macam kepada kami. Dalam hal ini, karena ade kebetulan dari kecil emang deket banget sama ayah, ayah banyak ngasih nasehat bukan hanya lewat kata-kata tapi lewat hikmah yang berupa-rupa. Salah satunya…. Dulu waktu ade SD (sekolah dasar), karena mata ade sipit, teman-teman selalu meledek ade sebagai encek atau orang Cina. Dulu belum zaman reformasi sehingga orang Cina sering dicibirkan orang. Ade suka nangis, terus ayah suka menghibur ade. Biasanya kalau ade lagi sedih, ayah suka bikini ade minuman manis, terus bilang, “Nih, sengaja dibuat manis biar jeleknya luntur dan ganti jadi anak yang manis.”

Nah, di SD ade ini, ada tumbuh semak-semak yang diatasnya ada benalu yang berbentuk benang-benang kusut berwarna kuning. Orang biasanya menyebutnya dengan Tali PUtri. Ade suka banget dengan benalu yang satu ini karena warnanya amat atraktif. Jadi, ade suka ambilin terus ade taruh di perdu-perdu yang ada di depan rumah. Tiap siang pulang sekolah ade ambil dan ade selipin di antara perdu depan rumah, eh, tiap sore tiap pulang kerja ayah menyingkirkannya. Sungguh amat mengesalkan. Ade protes, kesel, marah, ngambek. Liat ade protes ayah dengan sabar member nasehat yang melekat dalam kepala ade sampai dengan sekarang, yaitu:

“Nak, secantik apapun sesuatu itu, sehebat apapun penampilan sesuatu itu, jika dia hanya hidup sebagai benalu saja, maka dia harus dibasmi. Benalu itu hanya akan merugikan bahkan mematikan siapapun yang dia tumpangi atau hampiri. Dia seperti lintah yang hanya akan menyusahkan kepemilikan dan kesenangan orang lain demi kepentingan dirinya sendiri. Sama seperti kamu sekarang. Biar saja orang lain memanggil kamu Cina, Encek, karena itu semua hanya fisik yang diberikan Allah buat kamu. Allah tidak akan meletakkan derajat seseorang itu dari fisiknya tapi dari ketakwaannya. Takwa itu salah satunya dilihat dari seberapa besar kamu bisa member manfaat buat orang lain. Juga seberapa banyak kamu bisa member yang terbaik bagi Allah dan bagi manusia. Keberadaan benalu itu member pelajaran buat kita agar jangan pernah bangga bila hanya hidup seperti benalu.” 

ITu nasehat ayah yang insya Allah akan ade terapkan dalam hidup ade.

Selain nasehat tentang ikhlas, jujur, tawakkal, ayah juga mengajarkan kami anak-anaknya denga banyak sekali prinsip-prinsip sederhana dalam hidup.

Meski demikian, ayah bukan seperti malaikat atau orang suci. Ayah juga manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan, kesalahan, dan kekurangan-kekurangan.

Jujur. Ade sayang sama ayah. Sayang banget. Tapi ada kalanya ade juga kesel, sebel dan nggak suka sama cara ayah berpikir atau mengambil keputusan. Padahal ade anak kandungnya sendiri. Apalagi orang lain yanga bukan anak kandungnya?.... Untuk itu, karena ayahanda kami sudah meninggal dunia, maka kami para anak-anaknya meminta maaf yang seluas-luasnya jika selama hidupnya ayah pernah melakukan kesalahan atau kekhilafan atau bertingkah mengesalkan atau pernah mengambil sebuah keputusan yang tidak berkenan bagi siapa saja.

Jika memakai sebuah ibarat, kami (kakak, ade, ndil, yuda, tia) kali ni ibarat sebuah laying-layang yang putus talinya ketika sedang berada di langit biru. Tidak tahu kami ke arah mana kami akan dibawa angin dan kami pun mengalami kesulitan untuk menemukan benang asal tempat kami semula. Artinya begini, dulu, orang tua kami selalu memperkenalkan kami pada saudara-saudaranya. Ini ada Om Anu, Tante Itu, uwak Anu, Nenek itu, Kak Anu, bibi ITu….. banyak banget dan seperti yang ade sering sebut, silsilahnya unik….. maka ada yang inget tapi ada juga yang tidak begitu ingat. Dengan meninggalnya ibunda tahun 2003 lalu sekarang ayahanda, kami anak-anaknya berharap agar kita semua tidak lepas dari tali silaturahim yang sudah terjalin dengan baik selama ini.

 Jika kami (yang ade maksud kami disini adalah kakak, ade, ndil, yuda, tia, mas fuad, mas bandi, herman, dian, rezi, anak-anak kami, terlebih lagi bu Khotila yang sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Nah, inilah wajah-wajah yang tidak boleh kalian lupakan meskipun kedua orang tua kandung kami sudah tiada lagi).

Jika kami lupa atau tidak ingat, tolong untuk tidak sungkan mengingatkan kami, menegur kami, dan juga menasehati kami jika kami salah menentukan arah atau mengenali kalian semua. Sama seperti ayah yang dahulu tidak pernah membeda-bedakan mana saudara kandung dan mana saudara bukan kandung karena semua diperlakukan seperti saudara kandungnya, maka perlakukan kami seperti anak-anak kalian yang masih membutuhkan bimbingan dan bantuan. Perlakukan kami seperti saudara kandung kalian, dimana ikatan persaudaraannya kuat dan erat. Mungkin ada perselisihan atau pertentangan, pasti ada masa sulit dan masa susah, tapi ikatan tali saudara kandung tidak akan putus hingga akhir zaman.

Akhirnya saya akan akhiri untaian kalimat saya ini dengan sebuah doa:

Rabbij’alni muqima shalati wa min dzurriyati robbana wa taqabbal taqabbal du’a i. Robbanaghfirli wa liwalidayya wa lil mukminina yauma ya qumul hisab.
Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami perkenankan doaku. Ya Tuhan kami, berikanlah ampunan kepadaku dan kepada kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukminin pada hari terjadinya hisab atau hari kiamat (qs Ibrahim: 41-42)
Inni Tawakkaltu ‘alal hayyil ladzi la yamutuh, wala hawla quwwata illa billahil ‘aliyyil azhim. Sungguh aku berserah diri kepada Dzat yang Maha Hidup, yang tidak mengenal mati. Tidak ada upaya menyingkir dari maksiat dan tidak ada kekuatan melakukan ibadah kecuali atas pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tidak ada komentar