Hari ini,
berhubung anak bungsku yang masih SD masih libur (karena kakak kelasnya yang di
kelas 6, UAS) maka pagi ini aku hanya mengantar anakku yang SMP saja ke
sekolah. Pagi-pagi kami berangkat dari rumah agar tidak terlambat karena sekolah
masuk pukul 06.30. Nah, aku akan bercerita tentang apa yang aku temui di hari ini di sekitar rumahku. Tulisan
ini diikutkan pada 8 Minggu
Ngeblog bersama Anging
Mammiri, minggu pertama.
Hmm, jangan mengira bahwa
karena masuk sekolah pukul 06.30 WIB maka aku dan anakku berangkat sekolah
setengah jam sebelumnya. Jarak sekolah antara rumahku dan sekolah anakku
jaraknya sedang-sedang saja sebenarnya. Tidak terlalu jauh, tapi juga tidak
bisa dibilang dekat. Tapi, kendalanya adalah, jika kami memilih naik mikrolet,
sudah bisa dipastikan akan terlambat meski berangkat dari rumah pukul enam
kurang.
Kenapa? Karena mikroletnya memang hobbi ngetem (yaitu berhenti di pinggir jalan menunggu penumpang; jika bangkunya sudah mulai terisi baru jalan kembali). Dulu, aku pernah membuat percobaan. Ceritanya mau mencoba sebenarnya berapa lama sih waktu yang dibutuhkan jika mengantar sekolah dengan menggunakan mikrolet. Hasilnya: ternyata memakan waktu nyaris 1 jam!! Wah. Aku dan anakku telat berat (satu hal yang gak enak jika telat itu. Karena anak bungsuku yang masih kelas dua SD itu, harus antri untu mengisi daftar hadir mereka yang terlambat. Lalu, karena setengah jam pertama di sekolahnya diisi dengan membaca ayat-ayat Al Quran secara berjamaah, karena terlambat maka anakku ini harus membaca ayat-ayat Al Quran sendirian di depan guru piket. Mana dengan posisi berdiri lagi. Duh, kasihan).
Kenapa? Karena mikroletnya memang hobbi ngetem (yaitu berhenti di pinggir jalan menunggu penumpang; jika bangkunya sudah mulai terisi baru jalan kembali). Dulu, aku pernah membuat percobaan. Ceritanya mau mencoba sebenarnya berapa lama sih waktu yang dibutuhkan jika mengantar sekolah dengan menggunakan mikrolet. Hasilnya: ternyata memakan waktu nyaris 1 jam!! Wah. Aku dan anakku telat berat (satu hal yang gak enak jika telat itu. Karena anak bungsuku yang masih kelas dua SD itu, harus antri untu mengisi daftar hadir mereka yang terlambat. Lalu, karena setengah jam pertama di sekolahnya diisi dengan membaca ayat-ayat Al Quran secara berjamaah, karena terlambat maka anakku ini harus membaca ayat-ayat Al Quran sendirian di depan guru piket. Mana dengan posisi berdiri lagi. Duh, kasihan).
Nah, itu sebabnya setiap pagi
aku menggunakan taksi ke sekolah waktu mengantar anak-anakku.
Kenapa taksi? Mahal dong?
Nah, jika itu pertanyaan yang
tiba-tiba muncul dalam kepala kalian, maka aku berani menjamin bahwa ongkos
taksi yang aku bayar setiap pagi itu tidak mahal. Hanya Rp10.000 (sepuluh ribu)
setiap hari.
Kenapa bisa murah? Memangnya taksi mau dibayar
semurah itu?
Mau, jika kita memilih taksi
yang kita percaya. Terus terang, sampai detik ini aku masih percaya pada dua
merek taksi saja, yaitu Blue bird dan Ekspress. Lain dari itu tidak percaya.
Aku pernah naik taksi merek
lain, begitu turun, mereka protes karena aku beri uang Rp10.000. Di argo memang
hanya tercantum harga 8900.
"Bu, bu. Kurang bu. Ada
biaya minimum payment."
"Hah? Biaya apa tuh? Gak
ah. Itu sih berlaku jika saya memesan taksi lewat telepon. Ini kan saya
berhentikan dari pinggir jalan."
"Tapi bu, masa Cuma
sepuluh ribu. Jika murah begini, lebih baik ibu naik bajaj saja. Ini taksi loh.
Ah, Kampungan sekali ibu ini. Taksi kan ada AC-nya, sejuk pula, berbeda dengan
bajaj. Naik bajaj saja, tidak boleh semurah ini. Masa taksi disamakan denga
bajaj. Kurang bu."
Aduh. Waktu kejadian itu,
hatiku tuh langsung berdebar-debar menahan emosi. Kesaaaaaal sekali. Karena,
aku sudah berbulan-bulan selalu naik taksi ketika mengantar anakku sekolah (dan
memang hanya dengan dua perusahaan taksi terpercaya itu saja sih; ini sedang
uji coba naik merek perusahaan lain) dan tidak pernah ada supir taksi yang
protes ketika aku memberi mereka uang sepuluh ribu. Jarak sekolah anakku tidak
terlalu jauh memang; jadi harga yang tercantum di argo selalu tidak jauh dari
angka 9000. Jadi, jika aku memberi uang sepuluh ribu, si supir taksi masih
untung seribu. Tapi ini? Hadeuh.
"Memangnya saya harus
bayar berapa menurut bapak?" (aku mulai bertanya dengan nada ketus karena
asli jengkel dengan semua komentar si supir taksi).
"Minimum payment itu
lima belas ribu bu." (aku terdiam, lalu memandang anak bungsuku dan
berbisik padanya. "Nak, kamu turun di depan pagar sekolah saja ya, Ibu
tidak antar sampai depan kelasmu pagi ini.".... anakku langsung bingung
dan bertanya kenapa. Aku jawab saja bahwa dia lakukan saja itu. Alhamdulillah
anakku menurut dan dia pun turun sendirian di depan pintu gerbang dalam
sekolahnya. Lalu, aku menatap si supir taksi.
"Ya sudah, kembalikan
uang sepuluh ribu saya pak." (si supir taksi mengembalikan uang sepuluh
ribu yang aku berikan padanya tadi dan menatapku bingung. Kian bingung karena
aku memasukkan uang sepuluh ribuku ke dalam dompet lagi dan aku tidak bergerak
turun dari taksinya).
"Loh, gak jadi turun
bu?"
"Nggak. Saya ada urusan
lain yang harus saya kerjakan. Jalan pak."
"Mau kemana bu?"
"Sudah, jalankan saja
pak. Bapak minta lima belas ribu kan? Tidak mau sepuluh ribu? Ya sudah, nanti
saya bayar lima belas ribu. Sekarang jalangkan taksinya."
Dengan wajah bingung, si
supir taksi menjalankan taksinya dan taksi pun melaju. Nah saudara-saudara, sebenarnya
aku tidak punya tujuan lain selain mengantar anakku. Tapi, hatiku sedang panas
terbakar oleh rasa protes dan marah karena hardikan si supir taksi yang nyinyir
ini. Jadilah aku jadi ikut-ikutan kasar.
"Kemana bu?" Si
supir taksi menatapku lewat kaca spion.
"Depan belok kiri."
Aku pun mulai menggiring perintah kepada si supir taksi. Aku menggiringnya
memasuki jalan kecil berkelok-kelok yang berlaku dua arah. Jalan kecil
berkelok-kelok yang ada di belakang sekolah anakku. Dulu, aku pernah jalan-jalan
mencari alamat seseorang dengan mobil
dimana adikku sebagai pengemudinya. Kami lewat jalan-jalan kecil ini dan adikku
sepanjang jalan terus saja menggerutu karena merasa lelah harus melewati jalan
sempit itu. Jalan itu asli sempit, hanya muat satu mobil kecil sebenarnya jadi kalau sedan besar pasti agak merepotkan, dan banyak yang menaruh pot bunga di depan
rumah, ditambah lagi ada selokan yang masih terbuka sehingga jika mobil salah arah
rodanya, bisa masuk terperosok ke dalam selokan. Masalah akan bertambah parah
jika dari arah sebaliknya tiba-tiba hadir mobil lain yang juga akan maju.
Terpaksa salah satu harus jalan mundur. Jalan kecil dua arah itu memang cobaan
besar bagi para pengemudi. Dan di jalan yang menyusahkan semua pengemudi mobil
itulah aku menggiring taksi yang aku tumpangi, yang supirnya telah membuatku
jengkel dan tersinggung.
"Waduh, sebenarnya ibu
ini mau kemana sih? Masih pagi ini, sudah bikin saya keringatan." Aku diam
bergeming. Tidak ada senyum sedikitpun di bibirku, mataku hanya tertuju pada
argo taksinya. Menunggu angka yang tertera di sana bergerak persis di angka
lima belas ribu.
"Depan belok kanan
pak."
"Salah pak, ternyata
seharusnya kita masuk di belokan sebelum ini. Mundur lagi pak ke
belakang."
"Belok kiri pak.
Hati-hati pak, di depan ada lubang besar di pinggir jalan." Sekilas aku
melirik ke pelipis si supir taksi yang mulai dipenuhi dengan keringat.
Punggungnya tegak mengawasi jalan, khawatir roda depannya masuk ke dalam
selokan terbuka yang ada di pinggir jalan kecil tersebut. Tapi aku sudah
terlanjur tersinggung dengan ucapannya tadi sehingga semua peluh dan duduk gusarnya
tidak aku gubris. Argo taksi mulai bergerak ke arah tujuh belas ribu rupiah.
"Ya, ini terakhir, depan
belok kiri lagi pak." Akhirnya, kami sampai di pinggir jalan besar dan
lega. Jalan menuju ke sekolah anakku.
"Lurus pak, di depan
sekolah depan sana saya turun." Taksi melaju perlahan. Si supir taksi
sudah bisa kembali menyandar di sandaran kursinya. Tidak lagi duduk dengan
tegang dan mata penuh awas. Di depan sekolah anakku, taksi pun berhenti.
"Loh? Bu? Ini kan
sekolah dedek tadi?"
"Iya memang. Tadi saya
memang mau turun di sini, tapi bapak gak mau dibayar sepuluh ribu. Jadi saya
ajak muter dulu. Ini, saya bayar sesuai dengan argo ya pak." Aku buru-buru
turun setelah meninggalkan uang pas Rp18.500. Sebelum si supir taksi sadar dan
naik pitam, aku buru-buru menyeberang dan masuk ke dalam gerbang sekolah
anakku. Seluruh tangan dan kakiku gemetar.
Astaghfirullah. Aku baru saja
mengerjai supir taksi. Takut sekali. Takut jika dia marah dan balas dendam.
Tapi, syukurlah supir taksi
yang hanya bengong sesaat langsung tancap gas dengan suara menderu.
Fiuh.
Ugh.
Lega.
Lega banget.
Dan seterusnya, jika
mengantar anakku sekolah lagi, yang jaraknya sebenarnya dekat dengan rumahku
itu, aku tidak lagi berani naik taksi selain merek taksi yang aku percaya. Atau
naik mikrolet. Mending jalan kaki saja sekalian jika taksinya tidak ada. Karena
jika jalan kaki sebenarnya hanya memakan waktu 25 menit saja. (bedanya kalau
jalan kaki baju pasti basah oleh keringat... hehehehe, kecuali mungkin jika sambil jalan kita nenteng AC).
-------------------
Postingan ini disertakan dalam #8MingguNgeblog Anging Mammiri |
pyuuuh turut berdebar dan ngerasa jengkel sama si supir taksi mba. Aku selama di jakarta juga cuma berani naik taksi 2 merk itu, yg lain ngga deh :D
BalasHapusiya, aku sebenarnya deg degan Windi pas ngerjain si supir taksi... tapi, setelah dia lewat, rasanya puaaaaassssssss banget. Fiuh. Never under estimated a house wife. hehehe.
BalasHapusidih gila saja itu si supir taxi, uang 6900 kan lumayan banget tuh, bisa beli bawang seperempat kg, skali2 enggak apa2 Mak, hehe.. BTW jalan sambil nenteng AC malah lbh keringetan kali Mak.. Salam kenal.. ^_^
BalasHapussalam kenal juga.. iya bener.. apalagi kalo jalan kaki ke bogor ya.. hehehe
Hapusaduh aduhh... sopirnya skrg kemana?? hehe...
BalasHapussalam kenal dulu ya Mak.. :)
ijin follow juga
salam kenal juga.. supirnya udah aku laporin sih ke perusahaan taksinya.. tapi gak tau deh ditindak lanjuti apa nggak...
Hapushai Mak salam kenal yaa
BalasHapushadeuuh baru petama kali maiin niyy..
Supir taksi memang terlalu ya..
sama aku juga kalo pas dines ke jakarta..
pakenya taxi bluebird aja, lebih aman :D
iya pake taksi blue bird atau ekspress aja insya Allah lebih aman
Hapusbelum pernah naik taksi :D
BalasHapusnanti kalo naik taksi hati-hati ya.. apalagi pas ke jakarta
Hapusaku juga cuma percaya ama 2 merek itu mbak.tapi pernah kefefet naik merek lain 2 kali.gara-gara gak ada merk langganan.
BalasHapus*rasain lu pir belin.
iya, aku akhirnya cuma percaya dua merek itu saja
Hapuswkkkkkkkkkkkk lucu kali kisahnya
BalasHapusssttt.. jangan keras2 tertawanya
HapusKok begituh, sopir taksi oh supir taksi *aneh....
BalasHapusSalam kenal.
iya, supir taksinya emang matre.. salam kenal juga
Hapushuft... seru, menegangkan, dapat info baru...jadi kapan2 ke Jakarta sudah tau taksi yang bisa dipercaya...
BalasHapus-salam kenal-
makasih, salam kenal juga
HapusHhhhhh.....kasian juga tu...
BalasHapusTapi memang harus digituiinn biar kapok
:-)
iya, aku juga aslinya takut sebenarnya tapi... dah kadung kesel dan marah
Hapus