Kemarin aku ceritanya ikutan GIVE AWAY SEMUA TENTANG DONGENG ANAK (bisa baca di [Ikut Give Away] Pengalaman Mendongeng dan datang beberapa komen yang kalau aku balas satu-satu, lalu dikumpulkan bisa jadi sebuah tulisan baru. Jadi, aku tulis saja dalam postingan khusus disini.
abaikan gambar ini. Ini aku pasang biar tulisannya gak sepi aja kok. hahahaha |
1. Pertanyaan dari Mugniar:
Mmm ini nih kesulitan saya. Pada dasarnya saya orang yang tidak suka fiksi (tapi sesekali bisa baca fiksi) dan tenggorokan saya suka sakit kalo banyak ngomong (saya sering kena faringitis, tapi amandel saya sudah gak ada, sudah operas. Eh ini kenapa bahas amandel yak?) ... jadi utk urusan dongeng, saya pas.Nah... buat Mugniar atau semua emak-emak sekalian (ini saya memberi jawaban bukan karena saya tahu; tapi kebetulan karena saya sudah melewati masa pengasuhan anak kecil. Anak saya sudah ada yang sudah besar, usianya bulan beberapa bulan lagi insya Allah 20 tahun).
Suami saya sebenarnya yang bisa mendongeng tapi anak2 malas dengarnya soalnya intonasinya flat hahaha.
Anak yang masih kecil-kecil, sebut saja balita, bahkan bagi mereka yang masih berusia di bawah sepuluh tahun (istilahnya baluta boleh gak ya?) tidak menuntut kok orang tua harus memiliki kemampuan bercerita dengan suara yang bisa diubah-ubah sesuai dengan karakter tokoh yang sedang diceritakan. Seperti misalnya jika menceritakan tentang raksasa maka suaranya diubah jadi sepertu suara yang berat dan menyeramkan... lalu suara nenek sihir itu melengking dan pasti ada suara tawa "hihihihihi"... atau suara kancil harus suara dengan intonasi mendayu-dayu.
Tidak. Para "baluta" tidak menuntut hal ini bisa dilakukan oleh orang tuanya. Meski jika ternyata orang tua bisa melakukannya otomatis akan menambah poin tersendiri. Anak jadi berasa lagi dengar suara "sandiwara radio" dan itu pasti menyenangkan. Tapi, kedekatan tubuh kita dan tubuh mereka ketika sedang bercerita, mereka mendengar suara nafas kita, mendengar seksama alunan suara kita, sesekali kita menyentuh mereka (baik untuk menggelitiki atau mengejutkan dia karena ada kisah kejutan di akhir cerita atau peragaan gerakan dalam cerita), merupakan hal-hal yang membuat anak menjadi merasa dekat dengan kita. Mereka tahu bahwa kita amat memperhatikan dan menyayangi mereka dan pengalaman ini luar biasa berkesan buat mereka. Insya Allah akan terkesan dan tertanam hingga mereka dewasa kelak.
Jadi, bercerita dengan suara flat, datar saja, ceritanya juga gak banyak variasi (karena gak semua orang tua suka dengar dongeng dan tahu dongeng), anak-anak "baluta" tetap suka kok mendengarnya. Karena sebenarnya yang mereka inginkan itu adalah masa-masa kebersamaan dan kedekatan dengan orang tuanya itu tadi.
Aku sendiri, pada putri bungsuku dulu ketika dia masih "balita" masih suka bercerita tentang dongeng khayalanku sendiri (ngarang aja sekenanya); tapi setelah dia beranjak besar dan usianya sekarang sudah 8 tahun, aku mulai jarang bercerita dongeng. AKu lebih sering bercerita tentang cerita seputar kehidupan nyata. Biasanya ceritaku aku sisipkan ketika aku mendampingi dia menonton televisi atau ketika dia selesai membaca buku.
Kenapa? Karena yang namanya anak-anak di bawah 10 tahun itu, jalan pikiran mereka masih amat sederhana. Dan pengalaman hidup mereka juga belum banyak. Sehingga, jika mereka melihat sesuatu, maka pemikiran sederhana mereka akan menerima dan mencernanya dengan sederhana juga. Nah, jika informasi yang masuk tidak sempurna, bisa terjadi hal-hal yang di luar harapan kita. Misalnya, jika dia melihat perilaku "remaja smp yang pacaran di sinetron" mereka langsung mencernanya bahwa "pacaran itu boleh jika sudah memakai seragam SMP". Itu misalnya.
Nah. itu yang harus diluruskan.
Bagaimana caranya? Dengan membiasakan diri untuk menjalin komunikasi dengan anak sedari mereka berusia dini. Salah satunya melalui kegiatan bercerita. Jika sejak usia mereka dini kita tidak pernah mendekatkan diri kita pada mereka, maka tunggu saja, ketika remaja mereka pun akan menjauh dari kita.
Duh. Naudzubillah min dzaliik.
2. Pertanyaan dari Kania Ningsih
.mba..anakku syg kecil suka sobek2 buku dongengnya bahkan yg hardcover..heuheu gimana ya? Eh ko malah nanya.ide bagus besuk anak kasih buku...
Jawab: Nah, buku yang dibelikan pada anak itu, harus disesuaikan dengan usia mereka. Berapa usia anak mak Kania?
Pada anak-anak batita (bawah tiga tahun) yang umumnya belum bisa membaca banyak-banyak dan lebih menyukai buku dengan gambar yang lebih banyak ketimbang tulisan, berikan buku Picture Book. Buku-buku Picture book itu umumnya didesain dengan lembar kertas yang tebal, dan tahan banting bukunya. Jadi mau digigit-gigit, dibanting, diompolin, disiram air panas, ketumpahan air dingin, kena muntahan makanan, diolesin lepehan makanan dari mulut, dilempar, di-ojog-ojog, dia tetap bisa bertahan (meski mungkin kalau dia bisa ngomong dia akan berteriak "gue nyeraaaahhh" sambil mengibarkan bendera warna putih... hahahaha).
Ini nih bukunya seperti ini biasanya:
gambar buku ini aku comot dari blognya Lidya Fitrian tanpa seijin beliau tapi aku yakin beliau baik hati untuk mengijinkannya (maksa.com). |
kalo gambar buku yang ini dagangan buku orang sih yang aku ambil. |
wah, seru....
penge juga ah, beli kontainer untuk buku-buku si kecil...
Makasih mbak Ade, inspirasinya :)
Jawab: Kenapa akhirnya aku memilih untuk meletakkan buku-buku anakku di sebuah boks plastik bukan di dalam lemari buku? Karena:a. Di lemari buku itu letaknya harus disusun tegak-tegak berdiri gitu. Padahal, usia putri bungsuku ini dia akan membaca suka-suka dia. Dia suka mencari buku dengan tergesa-gesa seperti ini:.
"Bu.. jam berapa sekarang?"
"Jam tiga. Kenapa?"
"Jam setengah empat aku mau nonton disney channel. berarti aku masih ada waktu buat baca buku ceirta."
Lalu dia tergopoh-gopoh memanfaatkan waktu setengah jam yang dimilikinya untuk mencari buku, menariknya begitu saja dan karena asal tarik jadi buku yang ada di sebelah buku yang dia tarik ikut tertarik dan terjatuh.. akibatnya.. berantakan deh susunan buku di rak buku.
Nah... di dalam kontainer boks plastik, dia bisa menarik buku yang dia inginkan sesuka hati dia. Tidak takut ada yang terlempar ke luar... Lagipula jika pun berantakan, maka tutup boks plastik itu bisa ditutup dengan mudah jadi sisi berantakannya tidak terlihat oleh Publik (kecuali jika si ibunya pingin pamer di facebook betapa berantakannya anaknya... hahahahahaha.... ini aku banget nih, untung saja suamiku rajin ngingetin "emang penting, De?"... xixixixii.
b. Karena ada roda di boks plastik ini, jadi dia bisa mendorong boks "harta karun" (ini sebutanku untuk boks bukunya Hawna) kemana saja sesuka hati dia. Di depan tv atau ke dalam kamar. Tergantung kebutuhan. Karena, membaca buku itu repot kalau harus gotong-gotong beberapa tumpukan buku. Dengan boks plastik itu dia bisa leluasa memilih buku yang akan dia baca dimana saja. Dan bisa menyortirnya dimana saja juga.
c. a dan b benar (ishhh.. penting ya nulis poin c?)
oke yes ya teman-teman?
4. Komentar terakhir seputar putra sulungku yang ganteng... hmm... gak usah dibahas deh. hehehe (apa sih? Ngapain ditulis disini kalau gak mau dibahas? Aih).
ini foto timeline facebook putra sulungku itu yang aku suka aja lihatnya. |