Asuransi Bukan Investasi

 [Catatan Akhir Tahun] Dampak pandemi Covid 19 yang paling dasyat itu apa (selain resiko tertular virus covid 19 tentunya)? Yang paling terasa tentu saja dampak pandemi Covid 19 pada perekonomian keluarga. Angka mereka yang kena PHK, atau pengurangan penghasilan, atau penurunan omset penjualan, atau terpaksa harus gulung tikar karena ketidak mampuan menutupi biaya yang dikeluarkan ketika harus bertahan di tengah sepinya permintaan pasar.

Ternyata, hal ini tidak hanya berhenti sampai disini saja. Tapi, berpengaruh juga terhadap bidang layanan asuransi. Terlihat dari  mulai limbungnya perusahaan yang menyediakan jasa asuransi. Dan aku mungkin termasuk salah satunya. Nasabah yang merasa dirugikan dengan limbungnya jasa layanan asuransi. Dan ini adalah catatan akhir tahun 2021 ku tentang mengapa aku berhenti ikut asuransi jiwa.



Kapan Mulai Ikut Asuransi?

Jadi, awal aku ikut asuransi itu waktu anakku baru masuk Sekolah Dasar. Usianya 7 tahun kala itu. Dan sekarang, anakku sudah berusia 20 tahun. Sudah cukup lama kan ya?

Dulu, yang jual asuransi itu tuh guru TK nya anakku sih. Dia ke rumah buat nawarin asuransi taxxx. TK anakku kan TK Islam ya, jadi gurunya nawarinnya asuransi taxxx dengan prolog mirip ceramah agama sih. Dan aku pun terbuai dengan kalimatnya jadi ikutan. Aku pikir murah lah, Rp300.000 sebulan doang. 

Kan anakku perempuan ya. Aku waktu itu pertimbangan buka asuransi itu dengan pertimbangan, uang asuransinya bisa dipakai buat biaya jika 10 atau 15 tahun lagi aku mengawinkan anakku, aku punya dana simpanan. Kata bu guru waktu itu, hal ini bisa dilakukan. Karena bagi hasil uang asuransinya tuh, setelah melewati masa wajib setor yaitu selama 6 tahun, maka lewat 6 tahun aku tinggal menikmati hasil pertambahan bagi hasilnya saja. Harusnya, 15 tahun kemudian setelah aku buka akun ini, aku bisa menerima uang sebesar kurang lebih 70 jutaan. Itu yang dikatakan oleh si perempuan yang menawarkan asuransi taxxx padaku. 

Tuh. Tertarik banget lah aku tuh. Jadi aku buka akun asuransi di taxxx keluarga. Lalu tiap tahun rajin setor sebesar Rp300.000.

Oh ya, karena aku punya dua anak perempuan, yang berarti insya Allah bakalan ngawinin dua anak perempuan, jadi aku buka 2 akun dong. Yang artinya setiap bulan harus menyisihkan sebesar Rp600.000. 

Setelah lewat 6 tahun, kebetulan aku dan suami memerlukan uang untuk sebuah keperluan. Jadi, datanglah ke kantor Asuransi Taxxx Keluarga buat mencairkannya. Tapi, akhirnya nggak jadi. Karena setelah datang ternyata duitnya nggak ada. Alasannya, selama 6 tahun itu, seluruh investasi sudah dipakai untuk apa gitu jadi hasilnya nol. Nah, bagi hasil baru berlaku jika sudah lewat 6 tahun memang. Tapi, jangan pas lewat 6 tahun. Kasih lebih beberapa tahun. 

Baiklah. Aku pun pulang. Tidak jadi tutup akun. Setiap beberapa bulan sekali, asuransi ini memang memberi laporan rekening padaku. Tapi, aku skip skip saja sih. Karena menganggap itu bukan hal yang penting, toh belum mau diambil juga. Nah, di masa pandemi 2021 ini, iseng-iseng, aku dan suami memperhatikan laporan keuangan yang dikirim. Dan disinilah kami baru menyadari satu hal.

"Kok, nilai bagi hasil investasinya, setiap bulan selama pandemi berlangsung yang dimulai dari tahun 2020 tepatnya. semakin berkurang nilainya ya?"

Ada apa ini?

Berhenti Ikut Asuransi Jiwa

Jadi, setiap asuransi itu selalu punya 3 kemungkinan situasi. Situasi pertama jika perekonomian baik, maka nilai  pertambahan bagi hasil terhadap asuransi tersebut ikut baik. Jika perekonomian rata-rata saja, maka nilai pertambahannya ikut merata. Tapi masih tetap menguntungkan biasanya. Nah, jika perekonomian memburuk maka nilai bagi hasilnya akan ikut minus.

"Tapi ini skenario terburuk ya bu Jika bukan karena force majeur amat sangat jarang terjadi." 

Biasanya itu yang dikatakan oleh agen asuransi ketika sedang menawarkan asuransi pada klien mereka. Jadi, yang ditawarkan selalu situasi pertama yang benar-benar menggiurkan calon klien.

Masalahnya adalah, situasi perekonomian selama Pandemi akibat covid 19 sepertinya menjadi sebuah situasi force majeur bagi perusahaan asuransi di mana saja. Termasuk asuransi yang aku ikuti.

"Mas, nilai investasi kita semakin berkurang nih. Enam bulan lalu nilainya masih 15 jutaan, lalu turun terus ini. Sekarang tersisa kurang dari 10 juta loh. Bahkan hampir nyentuk angka 5 juta doang."

Wah. Cemas banget nggak sih. Jika menuruti ketentuan batas waktu untuk bisa menutup asuransi yaitu hingga tahun 2040, wahh... jangan-jangan nilainya makin berkurang. Berarti yang kami setor sebanyak Rp600.000 setiap bulan itu cuma buat ngasih gaji buta ke perusahaan asuransi doang dong?

EYUUUUHHHH.

Kesel. Mau marah. Gemas. Kecewa.

Akhirnya, aku dan suami pun datang ke kantor asuransi buat menutup akun kami aliasn berhenti ikut asuransi keluarga.

Asuransi Bukan Investasi

Nah, di kantor asuransi inilah aku baru tahu bahwa meski namanya asuransi keluarga tapi sebenarnya yang aku ikuti selama ini adalah asuransi jiwa. Dan untuk diketahui, asuransi ini sama sekali bukan sebuah bentuk investasi.

Ini definisi asuransi:

"Asuransi untuk keluarga merupakan sebuah produk proteksi atau perlindungan diri bagi perlindungan jiwa maupun kesehatan, yang bisa melindungi Anda dan juga keluarga Anda (biasa bisa menampung 5 orang dalam satu polis)"

Nah, asuransi keluarga ini yang aku ikuti. 

Sedangkan asuransi jiwa, definisinya:

Asuransi jiwa merupakan salah satu bentuk usaha asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang berkaitan erat dengan jiwa seseorang. Asuransi yang bertujuan menanggung orang terhadap kerugian finansial tak terduga yang disebabkan karena meninggalnya seseorang dalam jangka waktu tertentu. Manfaat perlindungan jiwa ini adalah sebagai jaminan kepastian terhadap tertanggung dan keluarga dalam menghadapi berbagai resiko kehidupan seperti sakit kritis, cacat, dan meninggal.

Asuransi Jiwa memang tidak bisa kita nikmati hasilnya seketika. Karena memang manfaatnya tidak langsung terasa pada pemiliknya tapi oleh ahli waris kita. Satu hal yang perlu Anda ingat, bahwa Asuransi jiwa dibeli bukan untuk meninggal, melainkan memastikan orang yang ditinggal tetap sejahtera.

Hah? 

Disitulah aku merasa tertipu oleh ... huff. (kata suamiku sudah, diikhlaskan saja).

Aku kira selama ini aku ikut sebuah investasi yang nilainya bisa aku nikmati di hari tua atau ketika aku membutuhkannya. Tapi ternyata, "agen asuransi yang nawarin" itu mendaftarkan aku sebagai nasabah di asuransi jiwa. Yang artinya, nilainya baru bisa dinikmati oleh ahli waris jika aku meninggal dunia. Dan karena situasi perekonomian Indonesia yang sedang terpuruk akibat pandemi covid 19 yang berkepanjangan, maka nilai bagi hasilnya juga terus berkurang dan bisa jadi makin nilainya malah jadi nol rupiah. 

Ah. Aku makin merasa tertipu, asli!

Obat paling mujarab buatku untuk meredam rasa marah dan kesal adalah dengan mencari tahu informasi sebanyak mungkin. Di media pesona dot co dot id, aku menemukan artikel mengapa perusahaan asuransi memberi iming-iming pada calon klien mereka dengan mengatakan bahwa asuransi itu adalah bentuk dari investasi.

Barangkali karena alasan ‘tak mau rugi’ itu pula kini banyak perusahaan asuransi tidak hanya menjual produk asuransi, tapi juga plus iming-iming investasi. Misalnya, bila tidak ada klaim dalam satu periode, nasabah bisa mendapatkan kembali premi yang telah dibayarkan sebagai bentuk investasi. 

Untuk itu, perusahaan asuransi menggunakan sebagian uang premi nasabah untuk ‘diinvestasikan lagi’ di luar, dan nasabah akan mendapatkan bagian keuntungan dari investasi tersebut dalam bentuk pengembalian premi bila tidak ada klaim.

(Huff. Boleh berkata kasar nggak sih?)

Itu sebabnya, aku dan suami sepakat menutup seluruh akun asuransi yang kami ikuti. Tidak mau tertipu berkepanjangan. 

Saranku sih, sudah jangan ikut asuransi jiwa sih. Ada banyak banget namanya, hingga kita mudah tertipu. Seperti asuransi keluarga, asuransi hari tua, asuransi orang tua....aaahhh... Txx Kxxxxx lah semuanya. Rugi beneran. Cukup aku saja yanga tertipu, kalian jangan. 

Tidak ada komentar