[Wordless Wednesday] Suatu hari di tengah perkebunan teh di Subang, Jawa Barat.Sosok kecil berbaju orange di kejauhan tampak mencuri perhatianku. Langkahnya cepat tergesa. Penuh semangat. Aku kenal sosok ini. Dia lelakiku.
Dahulu, ketika kami akhirnya direstui oleh orang tuaku untuk serius meneruskan hubungan ke arah jenjang pernikahan, lelakiku ini pindah rumah kontrakan ke daerah yang dekat dengan rumahku. Awalnya aku sebal sekali. Apa asyiknya punya pacar lima langkah? Hingga suatu hari ayah memintaku menemani ayah jalan pagi sehabis shalat shubuh. Berdua ayah, aku lewat depan rumahnya. Dan rasanya gatal untuk tidak berteriak memanggil namanya dari seberang jalan. "Mas Bandi.... mas Bandi." Lalu buru-buru menarik lengan ayah agar segera kabur karena malu takut yang empunya rumah nongol. Duh, noraknya. Ayahku hanya tertawa sambil geleng-geleng kepala. Tapi tak urung ikut berlari kabur menemaniku. Mungkin dia juga malu jika yang empunya nongol eh ternyata yang berbuat iseng adalah ayah dan anak gadisnya. Apa kata dunia? Dan kelakuan norak ini terus aku lakukan saban pagi jika sedang menemani ayah jalan pagi. Setelah jauh dari rumah tetangga idola ini, aku dan ayah tertawa lega. Lega karena berhasil tidak ketahuan setelah mengisengi orang.
.
Setelah menikah, aku menceritakan kisahku ini pada suamiku. Lalu bertanya, apakah dia mendengar suara orang berteriak memanggil namanya saban pagi? Suamiku menggeleng.
.
"Masa sih mas?"
.
"Iya. Nggak dengar apa-apa. Mungkin karena aku suka dengar kaset ceramah. Jadi nggak merhatiin keributan di jalanan."
.
Huff. Lalu buat apa aku menyeret ayah untuk ikut berlari kencang kabur? Sudah ngos-ngosan, keringetan, dan Ge eR sendiri pula. Dasar generasi jadul. Tapi mungkin disinilah asyiknya jaman generasi dimana belum ada handphone. Rasa Ge eR lebih dominan daripada kenyataan sebenarnya. #ocehanadeanita
----------------------------
Dari status facebook 13 Januari 2018.
@30haribercerita #30haribercerita #30HBC1806 #harikeenam #13012018
Lelakiku |
Dahulu, ketika kami akhirnya direstui oleh orang tuaku untuk serius meneruskan hubungan ke arah jenjang pernikahan, lelakiku ini pindah rumah kontrakan ke daerah yang dekat dengan rumahku. Awalnya aku sebal sekali. Apa asyiknya punya pacar lima langkah? Hingga suatu hari ayah memintaku menemani ayah jalan pagi sehabis shalat shubuh. Berdua ayah, aku lewat depan rumahnya. Dan rasanya gatal untuk tidak berteriak memanggil namanya dari seberang jalan. "Mas Bandi.... mas Bandi." Lalu buru-buru menarik lengan ayah agar segera kabur karena malu takut yang empunya rumah nongol. Duh, noraknya. Ayahku hanya tertawa sambil geleng-geleng kepala. Tapi tak urung ikut berlari kabur menemaniku. Mungkin dia juga malu jika yang empunya nongol eh ternyata yang berbuat iseng adalah ayah dan anak gadisnya. Apa kata dunia? Dan kelakuan norak ini terus aku lakukan saban pagi jika sedang menemani ayah jalan pagi. Setelah jauh dari rumah tetangga idola ini, aku dan ayah tertawa lega. Lega karena berhasil tidak ketahuan setelah mengisengi orang.
.
Setelah menikah, aku menceritakan kisahku ini pada suamiku. Lalu bertanya, apakah dia mendengar suara orang berteriak memanggil namanya saban pagi? Suamiku menggeleng.
.
"Masa sih mas?"
.
"Iya. Nggak dengar apa-apa. Mungkin karena aku suka dengar kaset ceramah. Jadi nggak merhatiin keributan di jalanan."
.
Huff. Lalu buat apa aku menyeret ayah untuk ikut berlari kencang kabur? Sudah ngos-ngosan, keringetan, dan Ge eR sendiri pula. Dasar generasi jadul. Tapi mungkin disinilah asyiknya jaman generasi dimana belum ada handphone. Rasa Ge eR lebih dominan daripada kenyataan sebenarnya. #ocehanadeanita
lagi asyik-asyik ngambil foto dia, eh, nggak tahunya dia juga ambil foto aku.... ish |
----------------------------
Dari status facebook 13 Januari 2018.
@30haribercerita #30haribercerita #30HBC1806 #harikeenam #13012018
Sukak banget sama tulisannya!
BalasHapus