egoisme seorang perokok

Data mereka yang digolongkan sebagai perokok aktif di seluruh dunia, bisa jadi amat sangat banyak. Di layar televisi, di lembar-lembar media massa, sering kita lihat gambar orang-orang yang sedang menghisap batangan berbalut kertas dan mengeluarkan asap racun nikotin ini terpampang baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Bahkan, pemandangan orang yang sedang merokok ini sering tampak di acara-acara siaran langsung dari ruang sidang di gedung dewan perwakilan rakyat (baca+ sebuah ruang tertutup yang ber-ac dan nyata disadari ada kamera televisi yang sedang merekam gambar jalannya sidang).

Tentang bahaya rokok, sudah diketahui secara umum apa saja bahayanya. Hal ini tertera di bungkus rokok (meski kurang mencolok tulisannya) yang memberikan peringatan akan bahaya rokok seperti kanker, kelainan pada janin, impotensi dan gangguan kehamilan. Semua penyakit ini disebabkan karena memang asap dari rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh.

Jika data mereka yang tergolong sebagai perokok aktif di seluruh dunia amat sangat banyak, lalu berapa kira-kira data mereka yang menjadi perokok pasif? Ini yang luar biasa. Karena, jumlah perokok pasif jauh lebih banyak dari jumlah perokok aktif. Seorang perokok aktif yang mengebulkan asap rokoknya ke udara, telah dengan sengaja mengirim asap racunnya untuk harus dihisap oleh orang-orang yang berada di sekelilingnya. Mungkin anaknya yang masih balita, mungkin istrinya, mungkin kekasihnya, mungkin orang tuanya, mungkin siapa saja selama mereka berdiri atau sedang berada di dekatnya ketika mereka sedang merokok. Kasihan sekali para perokok pasif ini karena mereka terpaksa didorong untuk menerima asap racun rokok tanpa bisa melakukan perlawanan apa-apa.

PERDA MATI SURI

Di DKI Jakarta, pada tahun 2005 sebenarnya sudah dikeluarkan sebuah Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang parangan merolong di beberapa kawasan. Yaitu melalui Perda DKI Jakarta No. 75 Thn 2005 ttg Kawasan Dilarang Merokok. Ada beberapa tempat yang diatur sebagai kawasan dilarang merokok dalam perda tersebut. Wilayah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kawasan dilarang merokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk merokok (pasal 1 ayat 23).

2. Dilarang merokok di ruangan tertutup tempat atau ruangan yang menjadi bagian dari suatu bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan dan/atau usaha (pasal 1 ayat 24).

3. Dilarang merokok di tempat umum yang menjadi sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat termasuk tempat umum miliki Pemeriontah Daerah, Pemerintah Pusat, gedung perkantoran umum, tempat pelayanan umum, antara lain terminal termasuk busway, bandara, stasiun, mall, pusat perbenalnjaan, pasar serba ada, hotel, restoran dan sejenisnya (pasal 1 ayat 25).

4. Termasuk kawasan dilarang merokok juga adalah ruang tertutup yang bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja atau tempat yang sering dimasuki tenaga kerja dan tempat sumber-sumber bahaya termasuk kawasan pabrik, perkantoran, ruang rpat, ruang sidang/seminar, dan sejenisnya (pasal 1 ayat 26).

5. Termasuk wilayah dimana dilarang merokok disana juga adalah angkutan umum, yaitu alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air, udara termasuk di dalamnya taksi, bus umum, busway, mikrolet, angkutan kota, kopaja, kancol, dan sejenisnya (pasal 1 ayat 27)

6. Tempat Ibadah keagamaan seperti mesjid (termasuk mushalla), gereja (termasuk kapel), pura, wihara dan kelenteng adalah tempata-tempat ibadah yang dimasukkan ke dalam wilayah dilarang merokok (pasal 1 ayat 28).

7. Selanjutnya, yang dimasukkan sebagai kawasan dilarang merokok adalah arena yang diperuntukkan untuk kegiatan anak-anak, seperti Tempat Penitipan Anak (TPA), tempat pengasuhan anak, arena bermain anak-anak atau sejenisnya (pasal 1 ayat 29).

8. Juga dilarang merokok di tempat terjadinya proses belajar mengajar atau pendidikan atau pelatihan termasuk perpustakaan, ruang praktik, atau laboratorium, museum dan sejenisnya (pasal 1 ayat 30).

9. Terakhir, yang termasuk kawasan dilarang merokok adalah tempat pelayanan kesehatan atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat seperti rumah sakit, Puskesmas, praktik bidan, toko obat atau apotek, pedagang farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium dan tempat kesehatan lainnya, antara lain pusat dan/atau balai pengobatan, rumah bersalin, serta Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKAI) (pasal 1 ayat 30).


Inilah tempat-tempat yang dijadikan kawasan dilarang merokok.

Pada awal pemberlakuan perda tersebut di DKI Jakarta, gairah untuk menegakkan peraturan cukup menggembirakan karena banyak anggota masyarakat yang secara aktif ikut menegakkan peraturan tersebut. Penertiban oleh satuan petugas keamanan gedung atau satuan petugas keamanan dan ketertiban DKI Jakarta sering melakukan razia untuk menjaring mereka yang melanggar peraturan tersebut.

Sayangnya, sanksi yang diberikan untuk mereka yang melanggar peraturan tersebut ternyata tidaklah tegas dan memberi efek jera sama sekali. Ditambah dengan para tokoh yang seharusnya menjadi figure panutan masyarakat tidak memberi contoh yang baik (lihat saja di layar televisi bagaimana para anggota dewan perwakilan rakyat, pejabat bahkan beberapa ulama dan tokoh masyarkat yang terhormat, sering kedapatan diwawancarai sambil memegang sebatang rokok di tangannya dan terkadang kedapatan sedang melakukan aktifitas merokok meski diam-diam). Akhirnya, Perda Larangan Merokok ini pelan-pelan mengikuti jejak teman-teman perda lainnya, mati suri atau terlupakan sedikit demi sedikit untuk akhirnya tinggal kenangan saja.


lebih miris lagi adalah, beberapa saat yang lalu ketika Majelis Tarjih Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram rokok, banyak pihak yang ramai-ramai meragukan fatwa haram tersebut. Para petani tembakau dan para pedagang rokok ramai-ramai turun ke jalan untuk melakukan demo menentang perberlakuan fatwa haram rokok tersebut. Hmm… jika para petani tembakau dan para pedagang rokok turun ke jalan untuk melakukan demo menentang perberlakuan fatwa haram rokok, mungkin bisa masuk di akal karena mereka adalah pihak-pihak yang kehidupannya memang terlibat langsung sebagai produsen rokok alias menggantung kehidupannya dari rokok; tapi menjadi mencengangkan dan miris ketika banyak tokoh masyarakat dan tokoh agama yang ikut-ikutan menolak pemberlakukan fatwa haram rokok. Ada banyak alasan, mulai dari memberikan keterangan bahwa fatwa ini dikeluarkan oleh sebuah struktur organisasi yang masih di level menengah seperti majelis tarjih, bukan oleh level tinggi seperti organisasi; memberikan keterangan bahwa yang dimaksud haram disini masih berstatus makruh (dilakukan tidak baik tapi ditinggalkan lebih baik); sampai sebuah debat di sebuah televise swasta yang mengatakan bahwa ada organisasi keagamaan non muhammadiyah yang tidak mengharamkan rokok sama sekali karena banyak ulamanya yang memang menjadi perokok tapi tetap aktif sebagai ulama.

Lalu Harus Bagaimana?

Pada akhirnya, semua larangan merokok menjadi mentah lagi karena ternyata kekuatan untuk mempertahankan rokok menjadi sama kuatnya dengan kekuatan untuk menentang rokok.

Produsen rokokpun semakin merasa di atas angin. Mereka menjadi egois dan jumawa. Iklan-iklan rokok dibuat semakin heboh dan menggiurkan. Bahkan, acara-acara yang memacu andrenalin, acara-acara yang ditujukan untuk generasi muda semakin dibidik sebagai ajang untuk mempromosikan kegiatan merokok. Tak heran jika saat ini, usia mereka yang merokok aktif dimulai dari usia 5 tahun (bukan lagi usia 12 tahun seperti kondisi 10 tahun yang lalu).

Tak ada lagi rasa bersalah untuk menghembuskan asap rokok dan menyeret paksa lingkungan untuk ikut merasakan racun dan mengidap penyakit-penyakit berbahaya yang disebabkan oleh rokok. Perokok memang egois. Bagaimana lagi yang harus dilakukan untuk menghadapi egoism mereka? Itu sebabnya perlu kiranya mulai dipikirkan sebuah rancangan peraturan yang bukan hanya melarang merokok di kawasan larangan merokok, tapi juga mengatur sanksi bagi para pelanggarnya dengan sebuah sanksi yang benar-benar memberikan efek jera sekaligus memberikan dampak agar semua orang sadar akan bahaya merokok baik bagi si perokok itu sendiri maupun lingkungan yang ada di sekitarnya.

penulis: ade-anita, dimuat di situs kafemuslimah.com tanggal 14 mei 2010.

Tidak ada komentar