Suka Duka Mendampingi Anak Sekolah Online

 [Parenting, Pendidikan] Siapapun tidak ada yang menyangka bahwa kita semua akan berhadapan dengan masa Pandemi akibat Covid 19 yang mengubah seluruh tatanan kehidupan dalam masyarakat. Bukan cuma kita, tapi seluruh penduduk di seluruh dunia. 

Ya. Sepertinya, 2 tahun pandemi akibat covid 19 di tahun 2020 dan 2021 akan selamanya menjadi sebuah kenangan dan catatan tersendiri buat semua orang di muka bumi.  

Bagaimana tidak. Pandemi covid 19 telah berhasil memaksa semua orang untuk berdiam di dalam rumah dan melakukan berbagai aktifitas keseharian dari dalam rumah. Entah itu pekerjaan, atau sekolah. 

ini aku dan anak-anak yang sedang menjalankan kegiatan belajar ngaji online. Meski serumah, aku dan anak-anak berada di ruang terpisah karena saat itu aku sedang terinfeksi Covid 19.


Bekerja dari Rumah dan Sekolah Dari Rumah

Istilah Work from home yang diterjemahkan menjadi bekerja dari rumah dan School from Home alias sekolah dari rumah, mulai dipopulerkan di awal tahun 2020. Mungkin lebih tepatnya di bulan April 2020 ketika kota Jakarta memulai aturan untuk merumahkan semua penduduknya karena tingginya angka penularan yang terjadi di kota Jakarta. 

Aku ingat sekali ketika itu, anak bungsuku sedang duduk di bangku akhir masa SMP nya. Bulan April, sedianya adalah bulan dimulainya ujian praktek  sekolah; sebelum ujian nasional tertulis bakal digelar di bulan Mei 2020. 

Kebetulan (banget) masa awal pandemi covid 19 ini, bersamaan dengan perombakan pertama yang dilakukan oleh Presiden Jokowi terhadap Kabinet Indonesia Maju. Di tanggal 28 April 2020 itu, Presiden Jokowi menggabungkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Riset dan Teknologi menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan posisi ini ditempati oleh Nadiem Makarim. 

Kejutan pertama yang dilakukan oleh Menteri  Nadiem Makarim adalah, meniadakan Ujian Nasional. 

Wah. Ini benar-benar mengejutkan semua orang tua yang anaknya sedang bersiap menghadapi ujian nasional. Yang bikin gelisah itu karena kejutan berikutnya adalah, bahwa nilai yang dipakai untuk menggantikan nilai ujian nasional adalah, mengambil dari nilai rapot selama 3 tahun bersekolah (jadi jika anak duduk di bangku SMP dan SMA, maka nilai rapot 3 tahun, sejak kelas 1 yang diambil; sedangkan jika duduk di bangku SD, maka yang diambil adalah 3 tahun terakhir, yaitu mulai kelas 4, 5 dan 6 SD). 

Mengapa mengejutkan? Karena biasanya, anak di awal sekolah lebih santai dan tidak mengejar nilai. Itu sebabnya banyak orang tua murid yang panik karena mendapati nilai rapot di 2 tahun awal anak mereka bersekolah yang minimalis nilainya. Nah, faktor pengali untuk akumulasi nilai rapot ini adalah nilai akreditasi sekolah. Wah. Ini tuh asli bikin panik jilid dua lagi. Karena kami para orang tua murid baru tahu berapa nilai akreditasi sekolah anak kami yang sebenarnya. Selama ini, nilai akreditasi sekolah nyaris kami abaikan.

Untuk itu, nilai ujian praktek dan ujian akhir yang diadakan oleh sekolah, menjadi faktor penting karena bisa menambah kekurangan nilai rapot yang diperoleh di awal anak sekolah.

Kejutan berikutnya, ternyata, ujian praktek dan ujian sekolah dilakukan secara online. Wah... Tentu saja mengagetkan banyak orang tua murid kala itu.

Hal ini disebabkan, ternyata tidak semua orang tua murid, mungkin lebih tepatnya, tidak semua keluarga punya handphone yang mumpuni di rumah mereka. Bahkan, tidak semua keluarga berlangganan kuota atas handphone mereka. Aku tahu pasti soal ini karena kebetulan, beberapa temanku yang juga merupakan orang tua murid dari teman anakku, tidak berlangganan kuota pulsa untuk handphone yang mereka miliki. Mengapa? Karena buat mereka, kuota pulsa itu termasuk barang mewah. Mereka punya handphone, tapi diaktifikan sebagai alat komunikasi dengan cara menumpang wifi tetangganya atau wifi ruang publik yang men-share pemakaian wifi untuk umum. 

Lalu, bagaimana caranya untuk membantu anak-anak dari kalangan menengah ke bawah ini? Saat itu, akhirnya kami, yang menjadi bagian dari koordinator kelas (semacam perkumpulan orang tua siswa yang membantu menghubungkan sekolah dan orang tua murid secara keseluruhan, dan diwakili oleh perwakilan orang tua murid yang bergabung dalam wadah koordinator kelas). berusaha mencari titik temu penyelesaian masalahnya. 

Suka Duka Mendampingi Anak Sekolah Online

Bagi mereka yang duduk di sekolah swasta, mungkin pengalaman bersekolah online bukan sebuah kendala. Karena di sekolah swasta rata-rata siswa berasal dari kalangan menengah atau kalangan menengah ke atas. Tapi berbeda cerita buat mereka yang bersekolah di sekolah negeri.

Di sekolah negeri, siswa berasal dari berbagai lapisan yang ada di masyarakat. Ada yang berasal dari kalangan menengah ke atas ada juga yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Bahkan, beberapa berasal dari kalangan keluarga miskin yang butuh bantuan.

Dan demikian juga di sekolah negeri tempat anakku bersekolah. Keputusan pemerintah yang meminta agar seluruh sekolah melakukan sekolah secara daring alias online, menyisakan sebuah persoalan tersendiri buat siswa yang berasal dari kalangan menengah ke bawah.

Banyak di antara mereka yang tidak punya handphone, dan juga tidak punya laptop. Untuk itulah fungsi sekolah yang menyediakan kebutuhan akan laptop dan jaringan internet yang bisa dipakai oleh siswa yang membutuhkan. Jika sekolah offline, kendala ini tidak muncul. Karena siswa belajar secara tatap muka di sekolah, dan lebih banyak membutuhkan buku tulis untuk mencatat pelajaran. Permasalah menjadi berbeda ketika harus sekolah online. Yang dibutuhkan adalah laptop atau handphone dan tentu saja jaringan internet yang mumpuni. Jaringan internet yang mumpuni ini maksudnya cepat, tidak lemot dan tanpa batas. Masalahnya, tidak semua anak bisa kebagian laptop yang dimiliki oleh sekolah. Pun, tidak semua anak punya jaringan internet yang mumpuni. 

Kepala sekolah anakku kala itu menjelaskan bahwa jatah sebuah sekolah negeri mendapat bantuan laptop itu hanya 1 buah laptop tiap tahunnya. Hal ini karena di seluruh wilayah Jakarta saja, jumlah sekolah negeri ada ratusan jumlahnya di satu jenjang pendidikan saja. Nah, bayangkan jika di seluruh Indonesia. Tentu saja pemerintah tidak punya kemampuan untuk menyediakan sebanyak itu. Untuk itu ada penjatahan dalam pemberian laptop gratis untuk tiap sekolah. Jadi, jika satu kelas berjumlah 40 anak, maka butuh 40 tahun untuk bisa memiliki 40 laptop.

ini tabel jumlah sekolah di DKI Jakarta, N berarti sekolah negeri, dan S berarti sekolah swasta. sumber : https://referensi.data.kemdikbud.go.id/index11.php?kode=010000&level=1

Nah. Hal-hal seperti ini tentu saja menjadi perhatian para korlas. Kami pun mengkoordinasi diri untuk mencari pemecahan masalah kebutuhan laptop bagi anak yang akan menjalani  ujian online. Karena sekolah memang sudah menyerah karena ketidak mampuan menyediakannya. Langkah pertama, berusaha menghubungi orang tua murid yang dirasakan punya rezeki berlebih agar mau membantu orang tua murid yang rezekinya masih belum cukup untuk bisa punya laptop.

anggota korlas di kelas anakku dulu. Aku yang berjilbab orange dan berkacamata. 

Akhirnya masalah kebutuhan akan Laptop terpenuhi (alhamdulillah ada orang tua murid yang mau  meminjamkan laptopnya untuk bisa dipakai oleh anak orang lain alias bukan anaknya; ada juga orang tua murid yang bersedia membelikan laptop untuk anak lain secara cuma-cuma). 

Masalah berikutnya adalah, masalah ketersediaan internet. Ini sesuatu yang, buatku pribadi, di luar dugaan sih. 

Jujur saja. Selama ini aku pikir semua orang yang pegang handphone itu punya kuota pulsa. Karena yang aku bayangkan, agar sebuah nomor handphone bisa tetap aktif, otomatis kita harus isi pulsa kan? Lalu paket berlangganan yang disediakan oleh provider nomor handphonenya. Nah, saat itu aku baru tahu bahwa hal ini tidak selalu demikian. Ternyata ada keluarga yang memutuskan untuk tidak berlangganan provider hingga handphone mereka tidak punya kuota pulsa. Untuk mempertahankan nomor handphone, cukup diisi dengan nilai pulsa minimalis. Sepuluh ribu rupiah misalnya maka nomor handphone yang digunakan akan bertahan hingga tenggang waktu berikutnya dimana harus diisi lagi dengan nilai pulsa minimalis lagi. Wow banget nggak sih? Jujur saja, aku baru tahu cara berlangganan seperti ini. 

Lalu bagaimana cara mereka menggunakan handphone? Dengan cara menyalakan fitur wifi. Jaringan wifi diperoleh dengan numpang jaringan wifi tetangga (yang tidak dikunci) atau jaringan wifi milik ruang publik yang setingannya tidak dikunci atau diprivate.

"Terus, elo gimana waktu ada tugas belajar online kemarin?"

"Nah itu die, gue pagi-pagi dah gedor rumah tetangga gue nyuruh dia nyalain wifinya karena anak gue mau sekolah."

"Tetangga lo nggak marah pagi-pagi dah digedor rumahnya?"

"Apa boleh buat, gue nggak ada pilihan. Alhamdulillahnya tetangga gue ngerti bahwa gue miskin jadi butuh banget wifi die."

Nah. Buat anak-anak dari keluarga semacam ini, tentu saja harus dicari pemecahan masalahnya. Bagaimana jika ketika ujian sekolah berlangsung wifi tetangganya mati?  Bisa saja kan, lupa bayar token listrik, atau lupa bayar tagihan internet. Atau ya pindah rumah deh tetangganya. Atau kebetulan ruang publik belum menyalakan wifi mereka, karena ujian umumnya berlangsung  pagi hari. Kan biasanya cafe atau rumah makan atau mall, baru buka setelah pukul 10.00 pagi. Sedangkan ujian dilaksanakan pukul 07.00 pagi.  Belum lagi ketika ujian praktek dilakukan. Otomatis mereka harus merekam kegiatan anak mereka, lalu mengirimnya ke guru mata pelajaran yang memberikan ujian praktek. Nah, ini tentu saja butuh kuota internet yang tidak sedikit. Karena jika wifi yang dipakai bersama biasanya koneksi internetnya akan melemah dan ini tentu saja tidak bisa  dipakai untuk mengirim video.

Ini rangkaian kenangan video ujian praktek yang dilakukan oleh anakku yang aku save di channel You tube ku. 

   

 Akhirnya, kembali kami sebagai korlas menghubungi orang tua murid dan menanyakan sekiranya ada di antara mereka yang bersedia untuk kembali membantu anak-anak yang menjalani sekolah online.

Alhamdulillah, kebetulan banget ada orang tua murid yang kebetulan memang bekerja di Telkom Indonesia. Dia bersedia membagikan kartu perdana Telkom sekaligus voucher potongan harga besar bagi orang tua murid yang ingin berlangganan paket internet IndiHome dengan harga murah. Jadi, sekumpulan orang tua murid yang kebetulan tinggal bertetangga sebelah-sebelahan karena rumah deret yang rapat, mereka akhirnya patungan membeli perangkat layanan Indihome yang merupakan internetnya Indonesia dan patungan berlangganan paket internet dari Indihome. 

Ketika ujian berlangsung, dan lanjut dengan pendaftaran sekolah yang juga berlangsung secara daring, sekelompok keluarga ini saling bantu patungan untuk memenuhi kebutuhan internet anak mereka. Mereka sepenuhnya menggunakan manfaat internet dari paket berlangganan internet yang disediakan oleh IndiHome. Bahkan model patungan ini berlangsung hingga dua tahun. Yaitu ketika sekolah daring. Rumah tempat perangkat wifi IndiHome berada menjadi tempat belajar bersama anak-anak yang saling bertetangga ini. 

Wah. Alhamdulillah banget rasanya bertemu dengan orang-orang baik itu. Akhirnya, anak-anak seluruhnya bisa melalui ujian sekolah dan ujian praktek sekolah secara online. Hingga ketika masa perpisahan yang ditandai dengan pengambilan ijazah dilakukan. aku suka cita bertemu dengan para orang tua yang baik hati dan ringan mengulurkan bantuan tersebut.


orang tua murid ketika mengambil ijazah kelulusan anak

Manfaat Internet Lancar dan Cepat dalam dunia pendidikan di Indonesia

Selama pandemi covid 19 yang berlangsung selama 2 tahun lalu, yaitu tahun 2020 dan 2021, dunia pendidikan Indonesia memang memasuki masa penyesuaian yang benar-benar baru. Bukan hanya sekolah, tapi juga perkuliahan dilakukan secara daring. Bahkan hingga acara wisudanya pun dilakukan secara daring.

suamiku yang merupakan guru besar ketika menghadiri wisuda sarjana Universitas Indonesia

suamiku ketika sedang mengajar online


Satu hal yang dibutuhkan untuk kegiatan sekolah dan bekerja dari rumah itu adalah, koneksi internet yang cepat, tidak lemot dan tidak putus-putus. Ini tuh wajib kudu harus banget deh sifatnya.

Aku sering melihat bagaimana mahasiswa suamiku yang tiba-tiba terpental keluar dari kelas daringnya karena internetnya tiba-tiba terputus. Atau ada mahasiswa yang selama mengikuti kuliah daring, terlihat keluar masuk terus dari room zoom kelas daringnya. Semua terjadi karena koneksi internet yang buruk. Belum lagi ketika ujian yang diadakan dengan tenggat waktu tertentu. Aku kasihan melihat mahasiswa yang koneksi internetnya buruk sehingga kesulitan untuk melakukan submit sebelum waktu berakhir. Karena memang setelah waktu habis, maka fitur submit otomatis tertutup tidak bisa lagi diakses.

Dan demikian juga ketika pembelajaran sedang berlangsung. Suamiku sering terlihat lelah jika kebetulan jaringan internet sedang mengalami gangguan sehingga sudah lelah berbicara panjang lebar ternyata mahasiswanya mengaku tidak mendengar apa-apa karena penerimaan di mereka terputus. Berarti, suamiku harus mengulang kembali penjelasannya dari awal lagi.

Dan apa yang terjadi pada suamiku yang bekerja secara daring, dialami juga oleh anakku yang menjalani sekolah secara daring. 

"Bu, satu jam ke depan, kalau bisa jangan nyalain you tube atau netflix atau apapun dulu ya. Aku mau ujian, jadi biar wifi tidak terbagi pemakaiannya dan lancar."

Putriku ketika sedang menjalani sidang ujian skripsinya di Fakultas Kedokteran Univertsitas Indonesia

Alhamdulillah, kedua anakku yang bersekolah secara daring bisa sepenuhnya mendapat manfaat internet yang lancar dan tidak lemot. Bahkan, dari pemanfaatan internet yang stabil, lancar dan tanpa batas waktu pemakaian, kami manfaatkan juga untuk menimba ilmu lain selain ilmu akademik. Salah satunya adalah memanfaatkan kursus mengaji privati online. 

kegiatan mengaji privat online

Juga menimba ilmu non akademik lain seperti ikut kelas public speaking online. Jujur, aku malah senang dengan kegiatan belajar online ini karena anak-anak jadi tetap bisa aku awasi dan jaga karena mereka tidak keluar rumah atau berkeliaran bermain yang tidak terkontrol. Tapi di sisi lain, anak-anak tetap bisa belajar banyak, bukan hanya belajar materi pelajaran akademik tapi juga materi pelajaran non akademik. Semua ini bisa dilakukan karena satu hal: ketersediaan internet yang lancar, cepat dan tanpa batas.

 


Tips Parenting Mendampingi Anak Sekolah Online

Dari ceritaku tentang suka duka mendampingi anak sekolah online, ada beberapa hal yang aku pribadi petik sebagai catatan yang insya Allah bermanfaat buatku dalam menjalankan tugas sebagai orang tua. Catatan itu adalah:

1. Menjadi tugas orang tua untuk membantu anak belajar.

Selama ini, orang tua cenderung menyerahkan sepenuhnya pada institusi sekolah untuk pendidikan anak mereka. Sehingga sekolah selain sebagai institusi pendidikan juga berfungsi sebagai "tempat penitipan anak" kadang-kadang. Ini yang terjadi sebelum pandemi datang. Akibatnya, apa yang diajarkan di sekolah, nyaris seperti dilupakan setibanya di rumah. Atau yang terjadi, orang tua karena sudah merasa menitipkan anaknya di sekolah, lalu sibuk dengan dunianya sendiri dan di rumah semakin asing hubungannya dengan anaknya. 

Pelajaran penting dari kejadian pandemi Covid 19 adalah, kita semua jadi belajar, bahwa tetap menjadi tugas orang tualah yang utama untuk membantu anak belajar. Orang tua yang berhasil membantu anak belajar, akan membuat anak lebih betah berada di rumah dan lebih mencintai keluarganya insya Allah. 

2. Belajar dari buku penting, tapi jangan lupa untuk mengajarkan anak tentang pentingnya memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Sesuatu yang terasa hilang ketika pandemi berlangsung dan anak menjalani sekolah online adalah, kita sebagai orang tua kehilangan kesempatan untuk memperkenalkan anak pada kehidupan masyarakat di luar rumah. Keluarga adalah salah satu bentuk masyarakat terkecil. Demikian juga dengan institusi sekolah, dia juga salah satu bentuk masyarakat terkecil. Interaksi anak dalam keluarga atau dalam lingkungan sekolahnya, adalah persiapan anak sebelum terjun ke tengah masyarakat majemuk yang sesungguhnya. Nah, selama pandemi kesempatan untuk belajar berinteraksi dengan masyarakat majemuk ini terasa hilang karena aturan harus berdiam di dalam rumah saja. Meski demikian, bukan berarti tidak bisa diusahakan. 

Inti dari hidup bermasyarakat adalah, bisa saling memberi manfaat satu sama lain agar tujuan bersama tercapai. Itu sebabnya menjadi penting untuk mengajarkan anak tentang pentingnya memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Anak harus diajarkan untuk peka akan kebutuhan dari lingkungannya.

"Nak, gimana kabar temanmu yang ayahnya meninggal dunia karena covid kemarin?"

"Bu, pas lagi sekolah tadi, temanku ada yang japri. Dia ternyata bingung dengan penjelasan guru. Jadi akhirnya aku dan teman-teman nggak sign out pas selesai pakai google meet. Kami diskusi buat jelasin pelajaran yang tidak dimengerti ama temanku itu."

3. Berbagi itu indah.

Aku asli terharu deh pas mendengar cerita anakku ketika ujian sekolah berlangsung. Seorang temannya, menghampiri seorang temannya yang semua orang tahu bahwa dia termasuk kelompok keluarga miskin.

"Bro, nanti pas ujian, elu nebeng wifi gue aja. Gue bagi nih passwordnya ama elu. Jadi elu nggak usah pusing harus gimana ngerjain soal ujian online di laptop lo."

Kisah ini aku bagikan pada orang tua siswa yang baik hati itu. Orang tua siswa tersebut langsung menunjukkan icon menangis terharu. Lalu membalas japrianku.

"Masya Allah, terima kasih ya Mama Hawna buat eeritanya. Selama ini saya kan wanita karir ya, saya asli nggak tahu seperti apa anak saya di kelas. Saya pergi pagi pulang malam. Saya sedih ketika mendengar anak saya dibully karena dia memang kutu buku dan pendiam anaknya. Introvert juga. Cerita ini bikin saya jadi lega, karena ternyata anak saya tidak sepenuhnya ansos. Dia ternyata sosok yang hangat."

Kisah-ksiah berbagi ini selamanya akan indah, dan menginspirasi. Itu sebabnya aku rajin mengunggah cerita berbagi ini pada keluargaku agar anggota keluargaku terinspirasi dan senang berbagi. Terlebih jika diniatkan karena mencari keridhaan Allah SWT.

4. Jeli memilih provider yang menyediakan layanan internet agar kegiatan belajar daring tetap bisa dilaksanakan.

Ini tuh penting pake banget. Kita harus jeli memilih provider yang menyediakan layanan internet agar manfaat internet bisa dirasakan oleh seluruh anggota keluarga kita. Jangan pilih yang murah di saat awal saja tapi kemudian tagihan bertambah terus setiap bulannya. Atau jangan pilih internet yang tergantung pada cuaca. Jadi jika cuaca cerah dia lancar, tapi giliran cuaca mendung dia ikut melempem. Pilih internet yang lancar, tidak lemot dan tanpa batas. Syukur-syukur ada bonus lain yang menyertainya.  Internetnya Indonesia tentu saja IndiHome dari Telkom Indonesia. 

Apa itu IndiHome? IndiHome adalah layanan digital yang menyediakan internet, telepon rumah, dan TV interaktif dengan beragam pilihan paket serta layanan tambahan yang bisa dipilih sesuai kebutuhan Anda. Saat ini, jaringan IndiHome sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan terus berinovasi untuk memenuhi kebutuhan internet terbaik bagi masyarakat.

Kabar gembiranya nih, sekarang (dan berlaku hingga 31 Desemberi 2022) ada promo spesial dari IndiHome. Saatnya move on ke layanan internet cepat dengan harga terhemat. Nikmati akses internet dengan kecepatan 30 Mbps dan bonus nelpon hingga 50 menit hanya dengan Rp200.000-an per bulan. Plus, biaya pemasangan super terjangkau. Tuh. Menarik kan?

credit photo: https://indihome.co.id


5. Dampingi anak ketika mereka memilih tontonan atau bacaan yang diambil dari internet. 

Oke. Manfaat internet untuk pendidikan sudah aku jelaskan di atas. Nah, karena biasanya paket internet dibundling dengan paket lain seperti televisi berbayar seperti Netflix atau Disney Channel atau HBO, serta bebas mengakses aneka macam media sosial dan saluran internet lainnya seperti Youtube, Spotify, Manga, Webtone, termasuk novel online yang sekarang sedang marak; menjadi penting bagi orang tua untuk mendampingi anak ketika mereka memilih tontontan atau bacaan yang diambil dari internet. 

Penting untuk menjelaskan pada anak arti dari rating sebuah acara.

"Nak, hati-hati ya, ini dramanya ratingnya untuk 17 tahun ke atas loh. Di dalamnya ada adegan telanjang (nudity), kekerasan, pemakaian obat terlarang (drugs). Ini cuma fiksi. Kalau mau nonton, harus ingat ya tidak boleh diterapkan. Nanti jika muncul adegan tertentu, tutup matamu."

Dan penting juga menjelaskan pada anak, perbedaan budaya dan sistem nilai yang dianut dalam sebuah tontonan atau bacaan dengan budaya yang kita anut sekeluarga. 

"Nak, yang terjadi di drama ini tuh karena kejadiannya di negara China dan Korea ya. China itu komunis, Korea itu... hmm... lebih ke Atheis kayaknya, mereka semua tidak mengenal agama. Jadi mereka boleh-boleh aja bergonta ganti pasangan tanpa menikah, bunuh diri tanpa takut dosa, atau minum minuman keras, makan babi. Atau memvisualisasikan kehidupan akherat, memparodikan malaikat dan Tuhan.  Di Islam semua hal ini nggak boleh dilakukan."

Sesungguhnya, semua individu itu unik. Jadi, bisa jadi tips parenting di satu keluarga yang satu belum tentu cocok diterapkan pada satu keluarga yang lain. Tapi, setidaknya kita semua bisa belajar dari pengalaman orang lain. Ambil yang positif, buang yang negatif atau yang tidak cocok.

Semoga tulisanku ini bermanfaat. 

28 komentar

  1. Alhamdulillah selama pandemi meski suka duka ada tapi sekolah online anak-anak bisa berjalan dengan baik ya....provider yang tepat seperti IndiHome memang penting banget untuk mendukung sekolah dan bekerja online ini.
    Setuju jika ortu tetap punya peran utama dalam mendampingi anak sekolah online, termasuk mengarahkan dan memilih tontonan mereka. Inspiratif apa yang dilakukan, Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. haruslah, orang tua baik offline maupun online sekolah anak-anaknya tetap harus menjadi pendamping utama bagi anak-anaknya.

      Hapus
  2. Di rumah saya juga rame nih
    Anak saya rapat dengan klien di ruang tengah, istrinya ngajar mahasiswa di lantai atas dan saya ngikutin webinar di kamar. Rameeee
    Lebih rame lagi karena temanya sama: sampah!
    Menantu saya sedang menjelaskan tentang sampah organik/anorganik, saya webinar untuk training pelatihan zerowaste city, anak saya lagi dapat proyek pembangkit listrik tenaga sampah :D :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah... ini beneran seru loh isi tema yang dikerjakan oleh keluaraga kalian

      Hapus
  3. Dennise Sihombing19 Juli 2022 pukul 21.37

    Internet dari IndiHome memang mengcover semua kebutuhan ya mom. Anakku walaupun sudah kuliah kebutuhan internetnya banyak. Terutama saat zoom perkuliahan. Puji Tuhan semenjak memakai IndiHome kami tidak pernah mengalami kendala

    BalasHapus
  4. Memang punya internet dengan jaringan yang luas dan sinyal kuat itu sesuatu yang beharga jaman sekarang. Apa2 butuh koneksi internet.

    Saya juga pakai indihome. Sejauh ini masih yang paling "hebat" meski kadang jaringannya suka hilang sekejap...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya internet tuh jadi kebutuhan banget emang saat ini

      Hapus
  5. Ada perubahan signifikan semenjak adanya pandemi. Teknologi dan aplikasi untuk pendisikan pun berkembang. Ada banyak hikmah pandemi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, alhamdulillah banyak hikmah dari pandemi 2 tahun yang lalu. Udara jadi bersih, polusi berkurang, kadar oksigen di bumi meningkat, hubungan orang tua dan anak membaik, anak2 tidak banyak berkeliaran di luar rumah.

      Hapus
  6. setuju nih anak usia dini emang harus didampingi sekolah online nya ya karena seusia dini mereka masih belum memahami arti sekolah

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaa... mereka belum mengerti soalnya tentang sekolah online. Eh... tapi usia dini nih maksudnya usia berapa ya? sudah masuh usia sekolah kan?

      Hapus
  7. Bisa kebayang kalau teknologi internet belum menjangkau pelosok negeri seperti yang dilakukan IndiHome, pastinya akan terhambat juga dunia pendidikan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. inget nggak yang rame di twitter tahun 2020, gimana perjuangan adik2 mahasiswa untuk kuliah online di daerah pelosok? mereka harus ke pinggir jalan, atau ke punggung gunung yang terbuka demi agar bisa dapat sinyal. Duh, kasihan. Alhamdulillah indihome sudah banyak menjangkau daerah pelosok di indonesia

      Hapus
  8. Jadi inget ponakan daku waktu PJJ sesuatu banget. Apalagi pas lihat kakak daku mendampinginya, memang butuh internet yang kuat karena kalau gak stabil bisa tersendat belajarnya

    BalasHapus
  9. seru juga ya suka duka

    gapapa, akhirnya berlalu juga
    minimal kita pernah merasakan pendampingan anak sekolah online, yang belum tentu tahun2 selanjutnya ada lagi

    BalasHapus
  10. Pandemi memang merubah segalanya ya Mbak. Internet yang dulunya dipakai untuk bisnis dan kepentingan-kepentingan terbatas, langsung berubah saat menjadi kebutuhan primer bagi siapapun untuk berkegiatan sehari-hari. Kebayang kalau jaringan internet bermasalah. Kasian banget anak-anak sekolah yang harus belajar on-line dan mengerjakan tugas-tugas tepat pada waktunya. Bersyukur dengan keberadaan Telkom Indonesia ya Mbak. Semua urusan ini jadi mudah dan lancar.

    BalasHapus
  11. MashAllah~
    Pandemi mengajarkan kita banyak hal sehingga menumbuhkan empati kepada lingkungan sekitar. Betul, kak Ade.. kepikiran banget mengenai gadget dan jaringan internet itu adalah sebuah kemewahan. Meskipun semua orang terlihat mudah mendapatkannya, tapi gak menutup kemungkinan bahwa ada juga yang kesulitan mendapat akses ini.

    Semoga dengan adanya internet sharing dari indiHome, semua bisa merasakan nikmatnya berselancar menari informasi dengan mudah melalui dunia maya.

    BalasHapus
  12. Rumit bener ya, kakaaaaak. Bener-benar dah tugas orang tua di masa pandemi kemarin ini. Tapi ya pastinya juga pembelajaran baru yang seru.

    Untunglah juga banyak hal yang mendukung ya, mom..

    BalasHapus
  13. Sekolah online tanpa internet yang lancar itu impossible ya mbak. Semua bergantung sama jaringan internet. Untung pakai IndiHome yang lancar kaya. Sekolah online pun sukses besar

    BalasHapus
  14. Pandemi banyak melatih kesabaran dan saling berbagi yaa Mbak. Selama Pandemi, kadang-kadang anak tetangga juga sering ke rumah nanya soal matematikanya. Kebetulan tetangga tahu, kalau saya dulunya senang dengan matematika & science. Minimal sudah merasakan bagaimana beberapa orangtua harus turut mendampingi anaknya belajar online karena anak sendiri masih usia 2 tahun waktu itu.. Hehee

    BalasHapus
    Balasan
    1. asyik, insya Allah pas anak dah mulai sekolah, dah terlatih buat ngajari anak dan jangan-jangan juga teman-teman anaknya nanti

      Hapus
  15. Pada akhirnya suka atau tidak siap atau belum kita memang harus berdampingan hidup bersama teknologi digital yaa.

    Internet jadi salah satu kebutuhan pokok dalam menunjang pendidikan masa kini. Apalagi di masa pandemi kemarin. Syukurlah sekarang sekolah kembali tatap muka 100% lagi. Tugas ortu mulai ringan lagi hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya semua orang harus menerima bahwa internet jadi kebutuhan primer juga pada akhirnya

      Hapus
  16. Masyarakat sekitar saya pun rata-rata juga gitu mbak, ngisi pulsa menjelang habis masa aktif, bahkan ada juga yang sudah di masa tenggang. Jadi, beli kuota 1 GB itu bagi mereka sudah sangat istimewa.

    Memang jaman apa-apa online tuh butuh koneksi internet yang stabil dan kenceng, Indihome sudah menyediakannya, tinggal masyarakat memanfaatkannya untuk kebaikan

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah, mungkin jika tidak pernah ada pandemi, aku nggak pernah tahu tentang kebiasaan masyarakat yang seperti ini loh.

      Hapus
  17. internet dan wifi memang terasa lebih dibutuhkan saat pandemi berlangsung karena semua jdai serba online dan mau gak mau yang tadinya kebutuhan sekunder jadi kebutuhan primer sekarang, seperti internet ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bener... bahkan sekarang tidak semua bisa kembali online juga, ada juga yang hybrid jadi separuh online separuh offline. jadi tetap butuh internet

      Hapus