Literasi Yang Membawa Indonesia Maju

 [Catatan Akhir Tahun] Sebagai seorang yang mengaku menjadi penulis (selain blogger), aku paling rendah diri jika sedang berkumpul bersama dengan teman-teman seprofesi dan kami membicarakan tentang bahan bacaan. Topik pembicaraan yang paling bikin aku ingin segera melipir duduk di pojokan saja, yaitu pertanyaan, "buku apa saja yang kalian baca?

https://www.adeanita.com
kegiatan menunggu anak pulang sekolah di mall dengan cara membaca buku

Duhai. Sepertinya, orang-orang sudah terlanjur memberi cap bahwa "seorang penulis itu pasti suka membaca.". Kenyataannya di aku sih, aku kurang suka membaca buku. Kecuali buku-buku tertentu yang gaya menulisnya aku suka, barulah aku bisa terus terjaga membacanya sampai akhir (jika memungkinkan). Dulu, aku memang suka membaca. Itu sebabnya di rumah aku punya ruang perpustakaan pribadi tersendiri. Terlebih suamiku adalah seorang dosen yang berstatus sudah profesor. Koleksi bukuku dan buku suami saling melengkapi. Tapi, seiring dengan kapitalisasi yang sudah melanda dunia literasi saat ini, maka buku yang beredar itu banyak sekali di pasaran tapi dengan kualitas yang tidak semuanya sesuai dengan seleraku. Bahkan tidak sesuai dengan harapanku. Sekarang, banyak buku yang dibuat secara masif semata karena tuntutan permintaan pasar. Seperti saat ini misalnya, banyak buku yang beredar tentang fiksi dunia perselingkuhan. Tiba-tiba ada banyak sekali novel yang bertema tentang perselingkuhan. Dan ini sudah terjadi beberapa tahun terakhir. Jadi, aku sebagai pembaca sering mendapati diriku berada dalam kondisi tidak punya banyak pilihan, dan jikapun ada maka semuanya tidak ingin aku pilih sebenarnya. Membuatku yang semula suka membaca, jadi muak sendiri karena sering kecele dengan beberapa lembar pertama sebuah buku yang ternyata isinya menurutku tidak bagus sama sekali. Apalagi semakin banyak buku yang diterbitkan secara indie dan typonya banyak sekali; belum lagi logika yang ganjil. Bikin malas beli buku kecuali jika sudah direkomendasikan oleh orang yang aku percaya. 

Mungkin, ini awalnya aku yang semula suka membaca 10 tahun terakhir ini perlahan menjadi tidak suka membaca buku.

Pertanyaan lanjutannya, "Jika tidak suka membaca buku, lalu bagaimana dirimu mengisi kepala agar muncul banyak ide untuk menulis?"

Nah. Alhamdulillah, dunia literasi saat ini sudah berkembang dan merambah ke wilayah digital. 

Apa itu Literasi?

 Literasi adalah suatu kemampuan individu dalam mengolah dan memahami informasi ketika melakukan kegiatan membaca dan menulis. (baca tulisanku yang ini ya, yang membahas tentang serba serbi literasi, "Mari Mengenal Apa itu Literasi")

Dalam perkembangannya, pengertian literasi ini mencakup juga literasi digital. Apa itu? Jika melihat wikipedia, literasi digital merupakan pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk menggunakan media digital, alat komunikasi dan kemudian menggunakannya secara sehat, bijak, dan cerdas.

Jadi, saat ini kita enggak hanya bisa membaca lewat buku saja, tapi juga bisa lewat media-media digital seperti handphone, tablet, atau komputer. Selain buku, literasi digital pun bisa berupa video literasi, Video literasi sendiri adalah video gabungan dari gambar-gambar maupun foto disertai teks, yang biasanya berisi ajakan, seruan, atau informasi bagi audiens. 

Kalian termasuk kelompok yang suka dengan bacaan dalam bentuk digital atau berbentuk buku? Aku sendiri, sepertinya termasuk kelompok yang masih menyukai buku cetak ketimbang buku digital. Ini tuh selera pribadi banget ya Menurutku, kenikmatan membalik lembar halaman buku untuk berpindah halaman bacaan belum tergantikan oleh buku digital. Buku cetak juga bisa dipeluk, aman ketika terjatuh, dan bau kertas tuh khas banget nggak sih? Apalagi jika kebetulan aku menaruh lembar tisu yang sudah kuberi parfum dan kujadikan pembatas halamannya. Wah. Wanginya enak tercium ketika sedang membaca buku cetak tersebut. Hal remeh seperti ini yang belum bisa digantikan oleh buku digital. 
Dan ternyatanya lagi, aku termasuk kelompok orang yang lebih cepat mengerti jika melihat sebuah informasi yang diberikan secara visual. Baik itu lewat video, infografis, kartun atau komik ketimbang deretan tulisan. 

https://www.adeanita.com
Membaca dimana saja, kapan saja, dan lewat media apa saja. Ini cara keluarga mengisi kepala kami dengan informasi yang beragam. Kadang kegiatan ini juga dilakukan ketika bahan pembicaraan sudah habis ketika sedang menunggu. Dari membaca maka bertemulah bahan pembicaraan baru untuk dibahas bersama. 



Jadi, atas pertanyaan ini, "Jika tidak suka membaca buku, lalu bagaimana dirimu mengisi kepala agar muncul banyak ide untuk menulis?", maka jawabannya adalah, dengan melihat video atau infografis atau kartun atau komik. 

Kebetulan banget nih, di hari Jumat tanggal 12 november 2021 lalu, aku menyimak acara talkshow live di Instagram dengan tajuk "Asyiknya nulis yang asyik, Maju Indonesia dengan literasi baca tulis" bersama dengan kang Maman dan Mice. Penyelenggaranya JNE dan JNEWSONLINE




Wah.... Aku jujur semangat luar biasa dan antusiasi ingin menyimak acara ini. Mau tahu kenapa? Karena ada Mice disana. Hahaha. Bukan karena aku ngefans ama dia sih, tapi karena suamiku selalu menghibur aku dengan mengatakan bahwa karakter gambar yang aku hasilkan mirip dengan karakter kartun Mice. Ini tuh gara-gara aku sering terdengar curhat karena tidak pernah berhasil membuat gambar yang cantik, mulus seperti gambar para manga. Selalu ada bagian yang meleyot, sisi tidak simetris, dan bulatan yang tidak pernah bisa benar-benar bulat. Jadi suami membesarkan hatiku yang sedang giat belajar gambar karena cita-cita suatu hari nanti ingin jadi seorang kartunis.

"Sudah, De. Santai saja, nggak usah merasa terintimidasi dengan gambar-gambar kartun manga yang sempurna itu. Kamu tuh punya ciri khas tersendiri loh yang khas gaya kamu. Beda dengan gaya orang lain. Gambar kamu tuh mirip gambar Mice; tidak sempurna tapi justru jadi kekhasan dia. Jadi orang lain lihat gambar kartun Mice tahu, itu gambar Mice." 

Kalimat penghibur ini membuatku menjadikan kartun Mice sebagai patokan kartun yang bisa aku jadikan panutan. 

ini kartunnya Mice


ini gambar aku


Hahaha... jauh panggang daripada api ya sebenarnya. Tapi, gara-gara kalimat pemberi semangat dari suamiku ini, kok ya pas kebetulan banget bintang tamu di acara talkshow live yang diadakan oleh JNEWSONLINE ini bisa menghadirkan Mice dan kang Maman.  Jadi, so pasti aku antusias buat mendengarkannya. 

Maju Indonesia Dengan Literasi Baca Tulis Bersama Kang Maman Dan Mice

Dari acara ini aku tuh baru tahu ternyata mas Mice itu awal mulanya terinspirasi dari kartun Walt Disney.

Kartun atau komik itu, sebenarnya merupakan bagian dari literasi juga loh. Karena di dalamnya ada informasi yang ingin disampaikan, hanya saja medianya berupa gambar. Tapi, gambarnya kan tetap ada tulisannya.  Jadi tulisan dan gambar saling melengkapi. 

Sekarang, gimana caranya memaksimalkan dunia komik untuk menyampaikan pesan? Mice memberikan contoh bahwa dia pernah menerbitkan buku tentang wisata Bali dalam bentuk komik dan ternyata komik ini menginspirasi orang untuk melakukan perjalanan wisata ke Bali. Nah, bayangkan jika ada banyak karya yang didedikasikan untuk mempromosikan banyak hal seperti ini. Seperti memperkenalkan wisata, kuliner nusantara, adat istiadat, perilaku, dan apapun bisa disampaikan lewat komik. 

Itu sebabnya Mice sendiri sering bertanya dalam hati, apakah dia menjadi seorang penulis juga meski dia seorang kartunis atau komikus karena kesamaan tujuan dia yang mebagi informasi lewat gambar yang bisa menjelaskan lebih menarik pada pembaca. 

Teman-teman mungkin ada yang bertanya, kartunis itu memberikan kontributor kepada Indonesia dengan cara apa? yaitu dengan cara berkarya. Karya yang diberikan itu bisa berupa tulisan atau kartun/komik. Dengan mengabadikan kedua karya ini maka diharapkan anak-anak Indonesia tahu bagaimana kondisi Indonesia di masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. 

"Saya dan Mice memberikan karya untuk negeri ini dengan satu tujuan. Saya dengan tulisan dan Mice dengan kartunnya, yaitu dengan mengabadikan ini anak Indonesia tahu Indonesia di masa lalu, Indonesia di masa kini dan Indonesia mau kemana? Dan itulah tugas seorang penulis atau tugas kartunis atau tugas komikus. Yaitu mengabadikan masa lalu, masa kini dan seperti meramalkan masa depan. Jika kita seperti ini maka kita akan seperti itu. Jika kita tidak memperkenalkan pariwisata Sulawesi barat maka Sulawesi barat tidak akan dikenal orang. Saya ingin memajukan tanah kelahiran saya, maka saya pun berusaha untuk memberikan kontribusi kepada tanah kelahiran saya. Ini contohnya. Dengan cara apa? Lewat karya, yaitu lewat tulisan dan kartun atau komik." (Kang Maman)

Tambahan, Kang Maman juga mengatakan bahwa tanpa harus menjadi spotlight, kita harus berusaha agar karya kita bisa membawa kebaikan. Artinya, bisa membawa pengaruh ke arah yang lebih baik bagi pembaca atau penyimak dari karya kita.  Semua atas dasar apa? Atas dasar rasa cinta terhadap negeri ini, Indonesia. 

Selanjutnya, Mice yang menyatakan setuju dengan pernyataan dari Kang Maman di atas, menambahkan poin yang buatku pribadi perlu aku garis bawahi karena aku suka dengan poin tersebut. 

"Tugas siapa mencatat sejarah jika bukan tugas penulis? Semua penulis dan kartunis meninggalkan jejak. Jadi selain menulis lewat kartun perilaku orang Indonesia sehari-hari, kerap kali saya memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat. Dan itu jujur. Tugas kita sebagai seorang penulis dan kartunis adalah sebagai katalisator terhadap kebijakan pemerintah. Jadi jika ada kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat kita perlu mengingatkan pemerintah karena kita punya tugas sebagai katalisator dengan kemampuan kita sebagai penulis atau kartunis atau komikus." (Mice)

Hmm...aku sepertinya pernah menulis sebuah obrolanku dengan anak perempuanku di status facebook yang berisi tentang keresahanku terhadap kondisi di Indonesia saat ini. Sebentar aku cari ya status facebook ini. 

Ketemu nih status facebookku. Bunyinya seperti ini:

22 desember 2019 : #ceritakemarinku : ada tambahan buku agak berat di dalam tasku. Ketika menunggu di ruang tunggu rumah sakit, aku membacanya. Putriku si tengah senyum-senyum, lalu menggodaku. "Tumben ibu nunggu sambil baca buku. Biasanya main game." Hehehe. .

Sambil senyum, aku melirik mereka. "Iya, ibu pingin nulis sesuatu. Tapi, apa yang mau ditulis jika kepala ibu kosong. Jadi, ibu harus membaca buku biar keisi lagi."
.
Putri bungsuku memberi komentar. 😁 "Kan tinggal nulis aja apa yang mau ditulis? Kenapa harus ngisi kepala dulu? Jujur dengan apa yang ada di dalam diri kita sendiri. Tulis dari hatilah." Akhirnya buku kututup. Dan mulai ngobrol bertiga. .
🤔 "Sebenarnya, hati kita itu dibentuk dari informasi yang kita dapat loh. Bisa dari buku, atau tontonan atau pergaulan. Kalau kita tidak mau menerima informasi apapun, nanti hatinya malah kosong. Kita juga kehilangan ide mau ngapain. Bahkan ya, untuk bicara omong kosong pun, kita butuh informasi untuk disampaikan. Dan kalian tahu tidak? Bedanya orang pandai dan orang bodoh? Orang pandai, dia punya banyak informasi sehingga dia berpikir dulu sebelum bicara. Dia tahu, runut informasi dan konsekuensi jika salah satu informasi itu disebar seperti apa. Itu sebabnya dia berpikir dulu sebelum bicara. Sedangkan orang bodoh, dia hanya punya sedikit sekali informasi. Jadi tanpa berpikir langsung dikeluarkan yang sedikit itu. Dampaknya apa tidak dia pikirkan. Kadang, dia dihujat karena dia bicara atau ya ditinggal orang karena dianggap omongannya nggak penting. Jadi semacam tong kosong berbunyi nyaring."
.
😁 "Kenapa nyaring? Kan kosong." .
🤔 "karena dia ingin dianggap ada kehadirannya. Kalau nggak, nanti nggak ada yg tahu bahwa dia eksis di muka bumi. Hehehe." Lalu tiba2 putriku si tengah berkomentar, 😇 "Tapi bu, kadang orang pandai itu sering kelamaan berpikir, akhirnya dia kehilangan momen untuk bicara dan bertindak. Pada akhirnya, dunia lebih sering didriving oleh si tong kosong. Ibu perhatikan nggak hal ini? Semua gara2 mereka yang pandai kelamaan mikir dan telat bertindak." #ocehanadeanita #obrolanibudananak #ibudananakperempuan #anakperempuanku #anakku

Wah. Tanpa terasa, ternyata aku pernah meninggalkan jejak digital berupa tulisan tentang kondisi Indonesia di masa lalu dan masa kini. Subhanallah. Semua hanya karena aku pernah menulisnya sebagai status facebook di masa lalu.

Oh ya, di acara live chat ini, aku sendiri juga sempat memberikan pertanyaan pada Mice. Aku merasa pertanyaanku penting nih, karena aku pribadi sedang berencana untuk menjadi kartunis di media sosial insya Allah. Pertanyaanku adalah, adakah batasan bagi kartunis agar tidak membawa masalah bagi diri sendiri? Kenapa aku bertanya seperti itu? Karena jujur saja, aku takut melihat kartun dan komik yang beredar di media sosial, khususnya di twitter ya. Subhanallah, aku sering terpaksa buru-buru men-skip mereka karena khawatir terkontaminasi dengan pesan yang dibawa oleh kartun yang dishare oleh orang-orang di twitter itu. Ada kartun yang mengarah pada memaki dengan cara pornoaksi; atau gambarnya vulgar. Ada juga kartun yang mengarah pada provokasi untuk menghina seseorang dengan amat sangat hina. Ada juga kartun yang menurutku adalah bentuk pembentukan opini untuk memutar balikkan fakta sebenarnya. Duh, ngeri-ngeri sekali jika melihat kartun atau komik seperti ini lewat di beranda twitterku. 

Dunia serba digital sudah benar-benar memudahkan segala sesuatunya. Kita tinggal copy, paste, lalu remove background, lalu menaruh apapun latar belakang yang ingin kita berikan agar gambar yang tampil kelak menyampaikan opini yang sesuai dengan yang kita inginkan. Kadang, komponen yang kita copy-paste-remove background-add another background itu dilakukan dengan cara yang brutal dan vulgar. Ngeri.

Celakanya, (eh, aku tidak tahu apa padanan kata yang pas selain kata "celakanya"), Indonesia saat ini mengalami kondisi terbelah menjadi dua kubu yang entah mengapa kok tidak bisa membaur lalu hidup rukun damai saling bertoleransi dan saling menghormati. Jadi, seburuk apapun sebuah karya, pasti ada pendukung dan pembelanya. Ini tuh sesuatu yang amat memprihatinkan buatku pribadi sebagai seorang ibu dari 3 orang anak yang tumbuh besar di usia remaja dan dewasa muda  saat ini. Karena itu berarti ketiga anakku termasuk generasi yang akrab dengan literasi digital yang salah satunya beredar lewat media sosial. 

Atas pertanyaanku di atas, Mice memberikan jawaban, bahwa dia beruntung dibesarkan di dunia dimana ada beberapa filter sebelum karyanya diedarkan di tengah masyarakat. 

"Saya beruntung lahir pada saat sosmed belum seluas seprti sekarang. ada redaksi disana, ada editor disana, redaksi, ada pemimpin redaksi dan penerbit disana. Jadi selalu ada banyak pertimbangan untuk sebuah buku sebelum dicetak. Bedanya sekarang ada banyak kreator yang bekerja sendiri. dimana tanpa punya filter berupa redaksi atau editor mereka bisa langsung melempar karya ke tengah masyarakat."

 Pesan mice pada para kreator jaman sekarang, meskipun tidak punya filter berupa editor atau redaksi jadilah filter untuk diri sendiri. Jadi harus punya pertimbangan sendiri sebelum melempar karya. 

Tips Mice: rambu-rambu yang wajib ada dalam sebuah karya adalah, harus sesuai dengan fakta, bukan hoax dan harus berdasarkan data.

Kang Maman, dia menambahkan kalimat Mice di atas: 

"Kami generasi kolonial itu bicara dan berkarya dengan filter berlapis sebelum meluncurkan sebuah karya. Yaitu editor, redaksi, pemimpin redaksi dan penerbit. Sedangkan pada generasi milenial ternyata sekarang mereka bisa menjadi dirinya sendiri dimana mereka bicara dan berkarya sekaligus menempatkan dirinya sendiri sebagai editor, redaksi, pemimpin redaksi dan penerbit. Kadang hal ini kebablasan. Jika sudah begini, maka ada satu lagi filter tambahan yang harus ditambahkan, yaitu hati nurani. Tanya hati nuranimu apakah kamu mau diperlakuan sama seperti itu? Jika tidak mau maka jangan lakukan."

Mice, setuju, jadi setiap kali dia mau meng-upload gambar maka terakhir dia bertanya pada hati nuraninya apakah karya itu lebih banyak mudharatnya atau manfaatnya? Jika lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya maka lebih baik tidak usah ditayangkan. 

Tips lain, jangan cepat baper (bawa perasaan) terhadap komentar yang datang setelah sebuah karya dilempar ke publik. 

Literasi yang Membawa Indonesia Maju

Alhamdulillah. Ada banyak sekali amunisi baru yang mengisi kepalaku sebagai seorang penulis yang saat ini bercita-cita ingin menjadi kartunis setelah mengikuti acara ini.

Tugas untuk membawa Indonesia Maju itu, letaknya bukan hanya ada di pundak para pemimpin negeri ini saja. Tapi ada di pundak semua orang yang mengaku sebagai bangsa Indonesia. Apapun profesinya, dimanapun dia tinggal saat ini, dan berapapun usia atau apapun tingkat latar belakang orang tersebut. Dan sebagai seorang yang mengaku seorang penulis seperti aku, tentu saja tugasku untuk mendukung Indonesia maju adalah lewat literasi yang aku tulis. Baik tulisan itu berupa gambar bergerak, atau gambar diam, atau lewat tatanan huruf yang membentuk deret tulisan. Bahkan termasuk tulisan di status media sosial sekalipun, semua ada kontribusinya untuk Indonesia maju.

Dan tentu saja, sebagai ibu, tugasku adalah mengingatkan anak-anakku yang merupakan bagian dari generasi milenial (kelahiran 1977 hingga 1995) dan generasi gen x (kelahiran1995 hingga 2010), bahwa merekalah yang akan menjadi generasi emas di tahun 2045 kelak. Yaitu ketika Indonesia merayakan ulang tahun emasnya, ke 100 tahun. Warna Indonesia akan ditentukan oleh generasi anak-anakku ini insya Allah. Jadi, tugasku sebagai ibu mereka adalah mengingatkan anak-anakku bahwa segalanya mudah diraih jika kita berusaha tapi meski mudah tetap tahu bahwa ada batasan yang tidak boleh dilanggar begitu saja. Terutama batasan yang ditandai oleh aturan agama dan norma kesusilaan. Karena batasan inilah yang jika dilanggar bukannya membawa keberuntungan tapi malah membawa kemalangan bukan hanya bagi diri sendiri tapi juga bagi orang lain. Indonesia kita tidak butuh orang-orang yang membawa kemalangan atau menghambat kemajuan. 

Seperti yang kang Maman katakan di acara talkshow yang aku ikuti di atas, bahwa  nilai tertinggi dalam sebuah  kreatifitas yaitu merayakan kegembiraan dengan sebebas-bebasnya tapi tetap tahu semua ada batasannya. 
 

Dan inilah catatan akhir tahunku di tahun 2021 ini.

Di akhir tahun ini pula, aku mencoba membuat kartun  untuk menyambut tahun baru 2022. Berikut kartunku. 







Sampai jumpa di tahun 2022, insya Allah. 


40 komentar

  1. Wah, Mbak Ade tulisannya lengkap dan informatif. Makasih ya

    BalasHapus
  2. Aku juga lebih suka bacaan cetak mba, apalagi dikasih pembatas yg wangi, hmmm sensasinya beda.

    BalasHapus
  3. Keinget dulu jumpa sama Kang Maman di Palembang dan ngomongin soal literasi. Huaa seru banget dan gak abis-abis. Setuju, literasi ini salah satu aspek penting demi kemajuan Indonesia. Dan, walaupun bagian kecil, kita sebagai blogger turut andil dalam hal ini.

    BalasHapus
  4. Lengkap sebuah tulisan literasi, tantangan mencibtai literasi di tengah munculnya ragam kecepatan informasi berbentuk digital, ragam penulis dan penerbit yang banyak.

    BalasHapus
  5. Kang Maman idolaku.Beliau itu asyik banget ya kak kalau menjabarkan tentang literasi,ciamik deh.Dari kita yang belum paham dituntun jadi mengerti karena bahasa yang disampaikan komunikatif & friendy

    BalasHapus
  6. Huhu aku pun akan melipir kalo ditanya buku apa yang sedang dibaca, kayaknya udha lama nggak bisa anteng baca buku, Kang Maman keren banget, literasi bisa berbagai cara yang menyenangkan ya, termasuk komik dengan gambar yang menarik

    BalasHapus
  7. Bakat nulis cerita kartun juga nih mbak.. ahaha aku ngakak liat mana yg naik, berat badan apa sembako? Hihi

    BalasHapus
  8. Saya tahun kemarin hanya baca 4 buku, huhu. Semoga tahun ini bisa baca lebih banyak lagi buku

    BalasHapus
  9. wah mba semoga impiannya untuk menjadi kartunis semakin terbuka lebar yaaa jalannya, udah ada bakat-bakatnya nih tuh dari ilustrasinya di atas hihi, Indonesia butuh kartunis yg bs membahasakan berbagai permasalahan sosial dengan kritis tapi tetap santun

    BalasHapus
  10. Kadang aku juga sering lihat ada tulisan-tulisan yang bagiku enggan untuk kubaca. Apalagi itu di media sosial.

    Emang sih. Self publisher itu juga cukup meresahkan. Apalagi penulis yang mengesampingkan hati nurani.

    BalasHapus
  11. kalo saya punya masalah ngantuk ketika membaca buku

    enggak tau kenapa dan baru 3-4 tahun terakhir

    kayanya harus baca bukunya Kang Maman dengan Mice sebagai ilustrator, agar gak ngantuk lagi :D

    BalasHapus
  12. seruu acara talkshownya..
    kalau aku suka baca buku sejak kecil, tapi sekarang sejak punya anak dah hampir ga pernah lagi.
    paling mentok bacanya buku-buku anak.. wekekek

    BalasHapus
  13. Saya juga sampai sekarang lebih suka membaca buku cetak mbak, nggak betah berlama-lama membaca buku di layar hp/laptop.

    Hihi... si Bapak bingung tuh, yang mana yang naik terus yah?

    BalasHapus
  14. Keren banget itu gambar gambarnya...
    Selamat datang nih untuk kita semua di tahun 2022 ya... Semoga semuanya lebih baik
    Aamiin...

    BalasHapus
  15. Assalamualaikum Mbak Ade... Gimana kabarnya mbak? Semoga Sehat terus Dan bahagia bersama keluarga ya mbak... Lama nggak baca tulisan mbak Ade... Jadi kangeeen ♥️♥️♥️
    .
    Aku Suka baca buku cetak mbak. Makanya Ketika teman-teman berhasil menerbitkan buku Aku nggak iri, dah lah Aku jadi pembeli Dan pembaca yang baik sajalah, Kalian saja jadi penulisnya hehehe

    BalasHapus
  16. Kalau lewat gambar maupun infografis memang lebih mudah untuk diserap. Daku juga tipe yang seperti itu, cenderung suka dengan visual

    BalasHapus
  17. memang bukan lagi perihal buta huruf ya bu, buta literasi memang menjadi momok paling menakut saat ini terlebih lagi informasi begitu cepat sekali di jaman digital. Jelas bekal literasi yang bisa menjadi filter untuk tetap bisa berjalan dengan waras dijaman edan ini

    BalasHapus
  18. Saya masih lebih suka membaca buku cetak, Mbak. Rasanya udah beda aja gitu. Buka lembarannya aja udah seneng. Tetapi, memang frekuensi membaca saya pun udah jauh menurun. Makanya saya lagi mau coba meluangkan waktu untuk membaca lagi. Soalnya masih pengen punya lemari isinya penuh buku. Tetapi, sedih kalau lihat banyak yang menumpuk dan belum dibaca

    BalasHapus
  19. saat ini, sudah lebih banyak orang yang suka baca buku secara digital yaa, ada banyak alasan yang mendasarinya, salah satunya adalah buku digital itu lebih praktis dan gak berat dibawa-bawa seperti buku fisik, walau kalo disuruh milih saya tetap lebih suka buku fisik sih, hehehe

    BalasHapus
  20. Saya suka buku cetak, soalnya enak membacanya, terus lebih dapat feelnya. Cuma ketika pindah rumah terus lumayan rempong juga banyak barang hiks. Mau dikasih orang, akunya masih sayang.

    BalasHapus
  21. Duh, saya seperti mba Maria di atas, akhir-akhir ini sering ngantuk kalau baca buku. Tapi memang membaca buku dan buku digital tetap beda mbak, kalau yg paling terasa, mata lebih cepat lelah saat membaca buku digital

    BalasHapus
  22. Lucu banget, Mbaknya cocok jadi komikus sepertinya, hihihii. Kalau buku, sekarang sudah ada buku digital, tapi entah mengapa aku masih suka tergiur buat borong buku fisik.

    BalasHapus
  23. Dulu suka baca, sekarang masih tapi gak kaya yang lalu. Dunia makin berubah kan Mak. Maksudnya gini. Dulu tuh kita dapat informasi dari majalah, buku dan lainnya. Sekarang serba digital dan gambar atau video lebih banyak disukai. Namun tetap kudu tahu soal literasi

    BalasHapus
  24. Seneng banget ya kak bisa belajar langsung dari ahlinya kayak gini..Semoga menulisnya makin lancar ya...dan berkualitas tentu saja..

    BalasHapus
  25. Daripada fiksi, saya lebih senang baca non fiksi, Mbak. Meski temanya perselingkuhan menurut saya lebih penyampaiannya lebih jujur, sayangnya belum nemu yang seperti ini, hehe
    Untuk fiksi saya cenderung menghindari baca buku yang temanya sesang ngetrend, gak asik aja bacanya. Mending baca Shopie Kinsella deh, lebih mengibur ��

    BalasHapus
  26. Literasi bisa dilakukan dengan banyak cara dan media ya mba. Gak cuma lewat tulisan, tapi juga infografis, foto, bahkan lukisan. Manusia adalah makhluk kreatif yang bisa menggunakan seluruh pancaindranya untuk meliterasi masyarakat. Aku senang sama kartunis, ilustrator, doodler, apapun namanya. Mereka punya kelebihan setingkat dari mereka yang hanya bisa menulis saja.

    BalasHapus
  27. Mbak Ade, bener kata pak suami, gambarnya mbak Ade unik, punya ciri khas, punya taste sendiri. Aku juga LG belajar gambar nih mbak demi biar murid-murid antusias belajar kalau aku jelasinnya pakai gambar. Do'ain aku bisa gambar ya, mbak Ade. Dan makasih banyak udh share buah pikiran hingga informasi yang super komplit.

    BalasHapus
  28. Aku juga lebih suka membaca buku, mata gak gampang capek dan lebih nyaman aja. Semoga cita citanya menjadi kartunis tercapai mbak.. tulisannya menarik...

    BalasHapus
  29. aku tuh sukaaa banget baca dari dulu mba. Dari kecil, suka penasaran dengan ensiklopedia Americana koleksi kakekku yang tebalnya ngga main - main hehehe. Hingga sekarang, budaya baca masih melekat banget, dengan aneka pilihan yang ada di rumah. Anak - anak aku tulari hobi membaca dengan menyediakan aneka buku favorit mereka yang juga aku baca dan nikmati. mulai dari komik sampai cerita fiksi berbalut sejarah yang menarik. Sebagian bahkan jadi bagian dari reading list anak - anak di sekolah mba... mulai dari seri pertama yang ternyata asyik, lanjut sampai seri terakhir hehehe.

    BalasHapus
  30. aku juga baca buku selalu pilih2, dan bahan bacaanku mix antara fisik dan digital. saat membaca juga keduanya ada plus minusnya. tapi gpp, aku tetap harus isi otakku dg bacaan yang memiliki nilai motivasi. bacaan yg bikin beratakan hati dan pikiran emang selalu kuhindari. terutama ttg yg mba ade jelaskan diatas. hehe...happy new year 2022, semoga literasi di Indonesia makin meningkat.

    BalasHapus
  31. Mbak Ade gambar kantunnya bagus, uyy. Banyak nih bakatnya, ya, Mbak. Buat orang-orang yang nggak terlalu suka baca, buku dengan gambar kantun gini menarik banget loh.

    BalasHapus
  32. Wah keren nih Mba Ade ini ..selamat ya sudah merambah ke dunia per kartunan semoga sukses terus.. Btw soal baca buku aku juga peer banget nih, tahun 2021 hanya mereview beberapa buku saja..huhu

    BalasHapus
  33. Sama seperti aku mbak, dulu rajin banget baca buku. Sekarang udah jarang, apalagi untuk dunia literasi pentingnya membaca dan menulis. Semooga tahun ini spiritnya kembali datang ya mbak.

    BalasHapus
  34. Kak Adee...
    Sukses untuk cita-citanya.. Jangan ragu, kak Ade...anak sekarang kan anak digital, pasti seneng banget sama sesuatu yang ringan, mudah dibaca dan pastinya pesan-pesan yang ingin disampaikan bisa lebih cepat masuk.

    Juara banget kak Ade.
    Kreatif dan inovatif.

    BalasHapus
  35. Lucu banget mbak komik singkatnya. Seneng deh baca artikelnya mbak, panjang tapi asyik. Btw sama dengan mbak Ade, aku juga kurang suka membaca buku-buku berat. Aku tuh suka yang ringan dengan gaya bahasa yang aku sukai, dan sesuai tema yang aku suka, pasti bisa habis sekali duduk. tapi kalau yang berat dan membosankan bisa bertahun tahun ga beres itu buku haha

    BalasHapus
  36. Tahun ini aku lagi berniat untuk meningkatkan literasi nih. soalnya udah lama banget gak baca buku.. kerasa banget tertinggalnya.

    BalasHapus
  37. paling setuju sama, kalau mau nulis, kita harus baca dulu. supaya ada yg bsa ditulis.

    BalasHapus
  38. jujur saya juga gak terlalu suka baca, kadang cuma ikut-ikutan karena sedang ada buku yang tren atau rekomendasi dari teman, tapi menurut saya gakpapa, gak semua harus dibaca. disesuaikan saja dengan daya tark masing-masing. yang penting tetap belajar untuk istiqomah membaca biar makin banyak ilmunya

    BalasHapus
  39. Obrolan bareng Kang Maman ini memang selalu seru ya apalagi bahas literasi. Dulu jaman kuliah pernah juga ikutan workshop menulis bersamanya. Era digital ini tentu dengan tingkat literasi yang tinggi bisa membawa Indonesia semakin maju. Masyarakat harus banget nih mulai rajin baca dan memahami serta mengolah dengan tepat informasi yang didapatkan dari media manapun.

    BalasHapus