Guru Tata Busanaku

[LIfestyle] Masih ceritaku tentang guru-guruku tempo dulu, ketika aku masih bersekolah.
Jujur saja, ketika masih remaja, aku termasuk anak yang punya hobi memadu padankan pakaian. Lalu berlenggak-lenggok seperti halnya seorang Peragawati.

Cita-citaku dulu ketika SMP adalah menjadi seorang Perawagati. Waktu itu, karena tubuhku termasuk tinggi jika dibanding dengan temanku yang lain. Dan juga amat langsing. Langsing sekali. Begitu langsing sehingga saudara dari keluarga super besarku sering menjulukiku dengan julukan "tiang listik".
Tinggiku 166 cm, dan berat badanku waktu itu hanya 37 KG. Jadi, kebayang kan betapa tinggi langsingnya aku. Malah mungkin kekurusan ya. Tapi, jalanku tegap. Dan pundakku tidak membungkuk. Kedua kakiku juga panjang. Begitu panjang sehingga aku tidak bisa jongkok. Jika jongkok, pasti terjungkal ke belakang. Jadi, duduk bersila, atau duduk di atas aspal saja pilihannya. Tidak bisa jongkok.

Pernah sekali ketika aku sedang jalan ke Blok M, tepatnya ke Aldiron Plaza di pertengahan tahun 80-an ketika aku duduk di bangku kelas 2 SMP. Waktu itu ada pelajaran ekstra kurikuler berenang. Nah, aku ikut renang di siang hari, karena kelas 2 SMP itu kelasku kebagian masuk pagi.

Ketika dalam perjalanan pulang dari renang di kolam renang gelanggang remaja di Bulungan Jakarta Selatan itu, aku melewati pertokoan. Namanya Aldiron. Pada masa itu (tahun 1985), ini termasuk pertokoan yang cukup keren. Sedang aku melihat-lihat barang yang dipajang di etalase pertokoan disana, seorang lelaki mendatangiku. Dan mengatakan bahwa aku cukup fotogenic untuk menjadi model. Lalu menanyakan apakah aku bersedia diajak untuk masuk agency model dia. Dia lalu mengeluarkan sebuah kartu nama yang diakui ada nama dia dan jabatannya di sebuah agency model dan bintang film.

Wah. Masalahnya. Beberapa minggu sebelumnya, ada juga lelaki hidung belang yang mendatangiku. Tempatnya juga di Aldiron Plaza ini juga, dan waktunya juga persis sama, ketika aku baru pulang dari ekskul renang dan mau tidak mau harus melewati pertokoan Aldiron Plaza agar bisa menuju terminal bus Blog M. Lelaki usia baya ini  bertanya dengan wajah genitnya,

"Dik, mau jalan sama om nggak? Nanti om traktir apa saja deh."

Huaaaahh... menakutkan. Aku cerita sama ayahku, dan ayahku bilang jika bertemu dengan lelaki yang bertanya macam-macam seperti ini aku harus lari menjauh dan menuju ke tempat yang ramai. Jangan pernah lari ke tempat yang sepi.

Nah. Itu sebabnya ketika ada seorang lelaki lagi yang menyodorkan kartu nama dan mengajakku bergabung dengan agency model dan bintang filmnya, dan mengatakan bahwa dia adalah seorang pencari bakat, aku tidak lantas percaya begitu saja. Aku malah langsung lari dan menuju ke tempat yang banyak orang. Takut.

Sejak itu, aku jadi berpikir ulang dengan cita-citaku untuk menjadi seorang peragawati dan model. Karena, untuk masuk ke agency itu, kedua orang tuaku tidak merestuinya. Tapi, jika mengharapkan bertemu dengan pencari bakat, nah... gimana caranya bedain itu beneran pencari bakat atau lelaki hidung belang coba? Gimana kalau itu seorang penculik gadis remaja untuk nanti dijual jadi gadis pelacur? Atau seorang penculik anak yang akan mencuri ginjalku, jantungku, kedua bola mataku? Ahhh... tidak.

Akhirnya, aku resmi membatalkan cita-citaku. Tidak mau lagi jadi peragawati dan model.
Adapun kegemaranku pada pakaian-pakaian indah, aku mulai menemukan titik cerahnya. Yaitu ketika kau bertemu dengan Guru Tata Busanaku di SMP, namanya Bu Mirna.

Bu Mirna ini baik sekali. Keibuan dan tidak pelit ilmu. Jadi, ketika dia mengajar dia akan memberikan semua ilmunya pada kita. Bahkan meski ilmu yang dia berikan itu tidak ada di buku pelajaran, tetap saja dia akan berikan ketika kita bertanya.

Dia juga tidak pernah marah. Sabar sekali.
Dan pengertian.


Kemarin, tanggal 30 Juli 2016, aku mengadakan reuni angkatan 1986, SMP 43 Jakarta yang ke 30 tahun. Nah. Beberapa guru yang bisa menghadiri acara reuni ini salah satunya adalah guru Tata Busanaku, Bu Mirna (perasaan namanya bu Mirna. Tapi kata teman yang lain, bu Wirna. hehehe.. entah mana yang benar; sudah 30 tahun jadi tidak tahu pasti nama yang benar dan kemarin lupa nanya juga).





Kaki Bu Wirna (atau Mirna) kena asam urat ketika menghadiri acara reuni 30 tahun angkatan 1986 SMP 43 Jakarta ini. Itu sebabnya pergelangan kaki beliau bengkak dan menggembung. Meski begitu kehangatan bu Mirna tidak berkurang sedikitpun.

Ketika beliau sedang ada di meja depan bersama guru lain, aku mengajaknya untuk berfoto berdua.

"Ibu, ibu mungkin lupa sama saya, Tapi saya nggak lupa sama ibu. Karena, gara-gara ibu mengajarkan pelajaran menjahit, saya jadi suka jahit dan sampai sekarang lebih suka memakai pakaian yang dijahit daripada membelinya di toko pakaian."

Ya. Setelah aku menggugurkan cita-citaku untuk menjadi peragawati atau model, aku mengganti cita-citaku itu dengan ingin menjadi perancang busana. Semua bermula karena pelajaran menjahit yang aku terima dari guru tata busanaku ini.

Pola jahitan pertama yang aku pelajari itu adalah membuat daster.
Ibuku, ketika itu tidak begitu setuju aku bercita-cita menjadi perancang busana karena ibu ingin aku berkarir di kantor-kantor.

Jadi, ibu tidak ingin aku belajar menjahit secara mendalam. Karena aku tidak mau merengek dan memaksa orang tua, maka PR membuat daster, aku jahit dengan tangan. Benar-benar hanya dengan jarum dan benang dan menggunakan jahitan tikam jejak. Aku ikuti alur yang ditinggalkan oleh rader di jejak karbon yang ada di pinggir bahan.

ini yang dimaksud dengan rader. JIka diletakkan kertas karbon di antara dua bahan, maka akan ada titik titik jejak yang ditinggalkan rader di bahan tersebut. Ini menjadi arah mesin melindas batas jahitan. 

Ketika aku akhirnya daster itu selesai dijahit dengan tangan dengan menggunakan model jahitan tikam jejak, daster itu aku serahkan pada bu Wirna.

Komen bu Wirna adalah:
"Ini kenapa nggak pakai mesin jahit?"
"Nggak punya mesin jahit bu." (padahal sih ada di rumah, tapi aku tidak mau merengek minta ijin untuk menggunakanya pada ibuku setelah tahu komen ibu tentang profesi perancang pakaian yang dikonotasikan dengan penjahit pakaian).
"Ya sudah. Cukup rapi dan cukup sabar kok kamu melakukan ini. Bagus. "

Hehehe.
Memang tidak pernah ada kata makian atau hinaan atau komentar yang mengecilkan hati yang keluar dari bu Wirna. Yang ada hanya, "bagus" atau "bagus sekali".
Dan itu asli membuatku semangat untuk semakin mendalami pelajaran menjahit pakaian. Dan pelajaran yang terhubung dengan pembuatan pakaian. Seperti membuat pewarnaan, komposisi busana, dan perawatan pakaian.

Tentu saja sebelum akhirnya cita-citaku berubah lagi kelak.
Hahahaha.
Namanya juga anak-anak ya. Cita-cita dibuat sesuai dengan suasana hati ketika itu.

By The way, ketika berfoto bersama setelah aku melakukan pengakuan pribadiku pada guru tata busanaku ini. bu Mirna menggenggam jemari tanganku erat sekali selama proses pemotretan. Aku memang langsung duduk di sebelah beliau ketika ada sesi foto bersama dengan para guru.

Kalian... ada nggak guru yang berkesan ketika masih sekolah dulu?



10 komentar

  1. ah senengnyaaaa bs bertemu guru yg berkesan di hati yambak, aku ounya juga, guru smp,

    BalasHapus
  2. Aku ada Mbk, tapi guruku di Bengkulu, belum pernah ketemu lagi deh. Seru ya Mbk reuniannyam

    BalasHapus
  3. Ada mbaa, guru tk ku.. ngga pernah ketemu lagi.. bu Wirna pasti sabar bgt ya mba kaya bu arum,guru tk ku :)

    BalasHapus
  4. pasti bahagia ya ketemu guru - guru, jadi kangen guru - guru saya nih.

    BalasHapus
  5. asyiknya reuni :)
    guru guru itu hebat, biasanya masih hafal nama muridnya..padahal; sudah lama gak ketemu

    BalasHapus
  6. guru paling berkesan?? hmm ada Mba Ade, guru kelasku di SD dulu. Gurunya tegas dan disiplin. Sebelum pulang kami disuruh menghafal perkalian. kalo gak hafal belum boleh pulang. tapi karena hal itulah kami sekelas hafal perkalian, hihihi :)

    BalasHapus
  7. wah seru ya reuni SMP. aku waktu SMP jug ada pelajran tata busana bikin rok sam aapa lagi ya lupa

    BalasHapus
  8. lihat gambar rader di atas jadi inget pelajaran tata busana dulu, suka banget pelajaran itu, tapi sampai skrg malah ga bisa jahit

    BalasHapus
  9. Huwaaa aku jadi keinget sama guru tata busana ku juga waktu SMP mba, Aku diajarin membuat pola, rok sekolah, sulaman strimin, sulam menyulam, penutup tv, sapu tangan yang di beri motif, tempat mukena, dan baby doll. Dan semua saya mendapatkan nilai 9 sempurna paling tinggi di kelas saat itu. Aku suka banget sama mata pelajaran ini. Kadang agak kasihan sih kalau lihat anak-anak cowo hahahah tapi mereka berusaha ngikutin semua bab tata busana dan berusaha mengerjakan tugas yang sama dengan kami para perempuan :D.

    BalasHapus
  10. Wuah senengnya, reuni setelah 30 tahun nggak ketemu. Pasti seru ya mbak Ade. Waktu SMP dulu aku juga ada pelajaran menjahit, tapi aku cuma bisa jahit pola yg kecil aja, pake kertas apa itu ya, aku lupa :D

    BalasHapus