Kebaikan Yang Bisa Kita Ajarkan Pada Anak

[Parenting] Temanku, (dia sekarang sudah meninggal dunia, innalillai wa innailaihi rajiun. Semoga Allah mengampuni semua dosa dan kesalahannya), bercerita padaku beberapa tahun yang silam.

"Mbak, aku kemarin aku dan teman-teman satu kost melakukan sebuah kesalahan. Bingung deh mbak."
"Kesalahan? Kesalahan apa?"
"Kesalahan fatal. Fatal banget. Lebih seperti membantu orang berbuat dosa. Duh.. sampai sekarang aku masih berdebar-debar nih jika ingat kejadian itu."
"Apa?"



Aku pun mulai serius menyimak ceritanya.

"Jadi begini mbak. Kan tetangga di sebelah rumah kost kami tuh suatu siang kelihatan seperti sibuk mau pindah rumah. Kebetulan kami satu kost lagi duduk-duduk di pinggir jalan. Lihat kesibukan mereka pindah rumah gitu, ada mobil kijang terbuka juga di depan rumahnya, kami langsung ingin membantu. Jadi, kami menawarkan bantuan dong pada mereka. Mereka laki-laki semua, ada 4 orang, langsung senang. Dan mempersilahkan kami untuk membantu mereka mengangkut-angkut barang. Ada televisi, kulkas, mesin cuci,  brangkas besi, lemari, sampai aquarium dan ikan-ikan di dalamnya juga dimasukkan di dalam kijang bak terbuka itu. Setelah itu, mereka naik ke mobil. Bilangnya nanti bakal balik lagi ngangkut sisanya. Ya sudah, mereka pergi. Terus kami masih duduk-duduk di depan sambil ngobrol-ngobrol dan bercanda. Eh... selang 2 jam kemudian, tiba-tiba ada mobil lain yang masuk ke dalam rumah itu. Terus, orang-orang yang di dalam mobil masuk rumah. Nggak lama, pada keluar lagi sambil teriak-teriak....TOLONG..TOLONG... RUMAH SAYA KEMALINGAN."

"Hah? Jadi....?"
"Iya mbak. Ternyata yang kami bantu pekerjaannya itu adalah para maling. Mereka sedang mengambil barang-barang yang punya rumah. Dan karena kami tidak tahu, kami malah ikut membantu mereka."
"Subhanallah..."
"Duh mbak, aku dan teman-teman tuh sampai gemetar setelah menyadari apa yang kami lakukan. Niatnya tuh benar-benar ingin membantu orang yang kami pikir sedang pindah rumah. Tapi ternyata yang kami bantu adalah orang yang sedang mencuri barang orang lain. Duh.. takut dosa banget nih mbak aku."

Itu cerita temanku.
Ada yang pernah mengalami hal seperti itu tidak?
Niatnya baik, tapi ternyata malah tidak membawa nilai kebaikan di mata orang lain?

Kebaikan itu  harus diajarkan sejak anak masih berusia dini.

Mungkin, itu ya hikmahnya dalam Islam, segala sesuatunya itu nilai pahalanya dinilai dari niat. Karena, kita sebagai manusia memang tidak bisa melihat apa yang ada di dalam kepala seseorang yang ada di hadapan kita. Bahkan meski orang itu orang yang paling kita kenal sekalipun selama ini.

Duh, orang yang kita kenal saja sering tak terduga apa yang akan dia lakukan. Apalagi orang yang baru kita kenal, atau orang yang tidak kita kenal sama sekali.

Meski demikian, sudah fitrah semua manusia, ada keinginan untuk bisa melakukan sebuah kebaikan bagi orang lain. Ini jelas berbeda dengan keinginan untuk melakukan kejahatan pada orang lain.

Ketika seseorang ingin melakukan sebuah kejahatan bagi orang lain, maka dia akan memikirkannya terlebih dahulu. Merencanakannya lalu berpikir apakah rencananya itu akan berhasil atau tidak.

Artinya, sebuah kejahatan yang akan dilakukan, lahir bukan karena kehendak spontan. Tapi karena sebuah pilihan bahwa dia akan melakukannya.

Ini jelas berbeda dengan sebuah kebaikan. Sebuah kebaikan lahir karena kehendak spontan. Tidak memerlukan sebuah perencanaan, tidak memerlukan sebuah pertimbangan.

Melihat orang yang sedang berjalan menghampiri dengan wajah ragu, kita spontan mengirimi mereka sebuah senyuman. Hingga keraguan di wajah orang itu ragu dan berganti wajah ramah.
Ada yang terjatuh di hadapan kita, kita spontan ingin menolongnya.
Melihat ada yang terpeleset tiba-tiba, kita spontan ingin menangkapnya agar tidak terbentur.
Melihat ada yang akan tertabrak kendaraan, kita spontan berteriak mengingatkannya.
Melihat ada duri besar dan tajam di tengah jalan yang temaram, kita terdorong untuk menyingkirkannya agar orang lain tidak terkena duri tersebut.

Dan kita secara spontan akan mengelus pundak orang yang menangis di pundak kita. Bahkan meski dalam hati kita saat itu, sedang galau karena masalah lain.

Itulah kebaikan. Sesuatu yang sudah menjadi fitrah bagi semua orang. Sesuatu yang sudah ada dari sejak lahir sebenarnya. Lalu terasah dalam masa pertumbuhan dan perkembangan kehidupan sebagai seorang manusia.
Meski begitu, kebaikan itu bisa juga semakin tumpul dan perlahan terkikis dalam diri seseorang jika tidak pernah dilatih dan dibiasakan. Itu sebabnya, amat penting untuk melatih dan membiasakan penerapan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan seoraang anak sejak dia masih usia dini. 

Iya benar.
Kebaikan itu memang harus diajarkan sejak anak masih berusia dini.
Diajarkan lalu dibiasakan untuk dilakukan.
Jika anak-anak lupa, maka ingatkan lagi.
Diajarkan lagi, lalu dibiasakan untuk dilakukan lagi.


Lingkup kebaikan yang bisa kita ajarkan pada anak adalah:

1. Berbuat baik pada ayah dan ibu.
2. Berbuat baik pada orang yang lebih tua.
3. berbuat baik pada orang yang lebih muda.
4. Berbuat baik pada orang yang membutuhkan pertolongan.
5. Berbuat baik pada orang yang sedang melakukan perbuatan yang baik.

Meski begitu luas lingkup kebaikan yang bisa kita ajarkan pada anak, tapi ada beberapa hal yang harus diingat. Bahwa, baik itu belum tentu benar.
Artinya, ada kebaikan yang bukan bagian dari kebenaran.

Apa itu kebenaran? Patokannya, tentu saja nilai-nilai agama (syariat dan hukum agama) serta etika kepatutan dalam kehidupan bermasyarakat.

Disinilah sering muncul wilayah abu-abu. Yaitu wilayah yang kita pikir itu sebuah kebaikan, padahal sesuatu itu ternyata jauh dari kebenaran. Kebaikan yang jauh dari kebenaran, biasanya akan menghasilkan sebuah kondisi yang tidak ada perubahan kebaikannya. Malah yang terjadi adalah perubahan ke arah keburukan yang lebih parah.

Disinilah orang tua hendaknya lebih waspada dalam mendidik dan mengajarkan anak-anak mereka dalam memahami nilai-nilai kehidupan.

Beberapa kebaikan yang tidak pada tempatnya seperti:


1. Memberi uang pada pengemis.

Kalian tahu? Jika memang kalian punya uang, saranku daripada mengajarkan anak untuk memberi uang pada pengemis selalu ajarkan anak untuk memasukkan kelebihan uang mereka ke kotak amal yang disediakan di masjid-masjid saja. Biasanya, di kotak-kotak amal itu sudah ditulis peruntukannya.

Ada yang diperuntukkan untuk Yatim dan Dhuafa; ada juga yang diperuntukkan untuk Pembangunan Masjid. Ada juga yang diperuntukkan untuk Amal Jariah. Yang terakhir ini, biasanya kelak akan dibelikan berbagai macam keperluan masjid seperti membeli mukenah, al quran, membayar upah pada penjaga dan yang sering membersihkan masjid; serta diberikan juga untuk para musafir yang melewati masjid tersebut. Bisa berupa makanan dan minuman gratis. Juga untuk penyelengaraan acara di masjid tersebut.

Menurutku, ini insya Allah lebih jelas dan pasti peruntukannya. Karena, Yatim dan Dhuafa yang diberikan sudah melalui proses pendataan dan pengecekannya.

Sedangkan jika uang itu diberikan pada pengemis, maka secara tidak langsung kita sudah ikut serta membuat seseorang terus menjadi malas berusaha.

Penghasilan seorang pengemis itu, kadang lebih besar nilai perolehan materinya ketimbang yang diterima oleh tukang sikat toilet dan tempat wudhu masjid. Bahkan penghasilan seorang pengemis, lebih banyak daripada gaji seorang PNS golongan 1 dan 2.

Aku sendiri, ketika masih kuliah dulu pernah kerja lapangan untuk membantu anak jalanan agar mau pergi dari jalanan dan berusaha menjadi lebih baik di tempat lain selain di jalan. Nah, anak-anak jalanan ini, terutama yang kategori pengemis, amat sangat tidak mau diajarkan konsep Mandi. Kenapa? Karena penampilan bersih dan sehat itu menurut mereka akan membuat rejeki mereka menjauh. Jadi, mereka berlomba untuk tampil jorok-jorokan. Semakin terlihat dekil dan jorok, semakin akan membuat orang jatuh iba.

Itulah akibat dari kebaikan yang tidak pada tempatnya dan jauh dari kebenaran. Hanya akan menghasilkan keburukan baru bahkan kondisi yang jauh lebih  buruk lagi.

Jadi: stop memberi uang pada pengemis.


2. Memberi uang pada pak ogah yang membantu mengatur arus jalan di persimpangan.


Suami saya, kebetulan pernah memberikan pelatihan pada anak-anak muda di daerah padat penduduk di Jakarta. Dia bercerita bahwa ternyata, para pemuda ini malas sekali mengikuti pelatihan keterampilan.
Kenapa?
Karena mereka tahu, bahwa jika mereka menjadi Pak Ogah maka penghasilan mereka lebih banyak daripada harus bekerja keras menggunakan otak.

Pak Ogah yang dimaksud disini itu adalah mereka yang mengatur arus jalan di persimpangan. Nyaris di persimpangan, atau putaran jalan sering terlihat pemuda-pemuda yang sibuk mengatur arus jalan raya.

Menurutku sih mereka sama sekali tidak membantu. Justru karena kehadiran merekalah akhirnya arus kendaraan menjadi macet karena terhalang oleh tubuh mereka. Mereka hanya membantu orang yang memberi uang, dan menghiraukan orang lain yang tidak memberi uang.

Jika memang punya kelebihan uang di dalam mobil, kenapa tidak menyumbangkannya saja kepada para Bapak Polisi yang berdiri di tengah jalan mengatur lalu lintas.

Pendapatan para pak ogah yang membantu mengatur arus lalu lintas di persimpangan ini, ternyata lebih banyak daripada pendapatan yang diterima oleh para Bapak Polisi dengan tugas yang sama.
Bahkan sama besarnya pendapatan para pak ogah di persimpangan ini dengan para pengemis yang duduk-duduk saja dengan wajah dekil dan dimelas-melasin

3. Membantu orang lain ketika melakukan kejahatan.

"Bantuin aku dong."
"Bantuin ngapain?"
"Bantuin aku ngebongkar celengannya di Budi. Biar dia panik. Sombong banget sih mentang-mentang tabunganya banyak. Kita kasih dia pelajaran."

Catatan: ini sama sekali bukan kebaikan. Meski di ujung ajakan diberi penjelasan bahwa perilaku itu dilakukan untuk memberi orang lain pelajaran. Karena, sebuah keburukan tidak akan menjadi kebaikan jika diperbaiki dengan cara melakukan keburukan yang lain.

4. Membantu orang lain dalam perilaku merusak.

Masih ingat cerita temanku yang berniat membantu orang lain angkut-angkut barang, tapi ternyata yang dia lakukan adalah membantu pencuri mengangkut barang curian.

Ada banyak hal yang tidak kita ketahui. Untuk itu, selidiki dulu sebelum mengulurkan tangan untuk membantu.

Jika ada orang yang terlihat kesulitan mengeluarkan motor dari tempat parkir. Jangan langsung dibantu mendorongnya. Tanya dulu, kenapa motornya. Lihat, apakah alasan yang dia berikan masuk akal atau tidak. Jika dia tidak tahu password untuk membuka kunci stang motor, atau tidak bisa menunjukkan karcis parkir, atau tidak punya kunci motor, mungkin ada baiknya tidak membantu dia. Karena bisa saja dia seorang pencuri kendaraan bermotor.

5. Membantu orang lain untuk berbuat curang.

Ini yang sering dialami oleh anak-anak kita.
"Eh... bantuin aku ngerjain PR dong. Semalam ketiduran. Nih, tolong kerjakan nomor 1 sampai 10 ya. Aku kerjakan yang sisanya."

atau:
"Bantuin aku bikin contekan dong buat ulangan nanti. Dah belajar materi bab 7 kan? Apa saja rangkumannya?"

Hal-hal di atas, harus diberitahukan pada anak bahwa ini sama sekali bukan sebuah kebaikan meski ada kata "tolong bantu" di sana.

6. Menceritakan kebaikan yang pernah dilakukan pada orang banyak hingga membuat malu yang dibantu.

Aku tidak tahu agama lain. Tapi di Islam, kita diajarkan untuk tidak menyebut-nyebut kebaikan yang sudah kita lakukan di hadapan orang yang kita bantu; dan juga di depan orang banyak. Jika sampai orang yang kita bantu tersinggung atau malu, maka semua kebaikan yang sudah kita lakukan tersebut akan hilang tersapu semua pahalanya seperti batu yang berdebu lalu hujan mengguyur semua debu tersebut hingga tak tersisa.



7. Melakukan kebaikan yang bisa berakibat fatal pada kehidupan seseorang.

Yang satu ini, luar biasa sekali loh.
Karena tanpa kita sadari, kita sebenarnya sudah melakukan sesuatu yang bisa berakibat fatal pada kehidupan seseorang.

Contohnya:
- Ketika mengunjungi orang sakit diabetes yang parah. Malah disarankan untuk minum madu. Dibuatkan teh manis, diberi gula-gula terus.
- Ketika mengunjungi orang sakit asam urat. Malah disarankan minum chlorofil, disajikan tumis bayam, dibuatkan gulai daun singkong yang lezat.
- Sudah tahu dia punya kadar kolesterol yang cepat meningkat dan darah tinggi yang cepat melonjak, malah dihadiahi semur jengkol dan gulai otak khas padang.
- Sudah jelas dia salah, tapi masih juga dibela dan disanjung. Akhirnya, dia akan semakin jumawa dengan kesalahannya dan akhirnya.... kelak akan berakhir tragis karena tidak pernah  menyadari kesalahannya.



Kadang; rasa sayang lalu kasihan dan sungkan memberitahu  itu adalah 2 rasa yang sering menyesatkan nilai kebaikan dan bahkan bisa mengubah kebaikan jadi keburukan.

Itulah hal-hal yang bisa jadi pegangan kita ketika mendidik anak-anak kita untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang diliputi kebaikan dan keberkahan. Aamiin.

---------------------------------------------------------

Tulisan ini diikut sertakan dalam Give Away Cah Kesesi Ayutea.
Yuk, cerita tentang “Kebaikan Tak Selalu Baik di Mata Orang Lain



22 komentar

  1. Bener sich Mbak, kebaikan yang kita berikan kadang dimata orang lain merupakan hal yang buruk. Semoga apa yang kita tebarkan, bener-bener dinilai orang baik ya...banyaklah ceritanya kek gitu.

    BalasHapus
  2. Betul mbak Ade, kebaikan tak selalu mendatangkan kebaikan juga..

    BalasHapus
  3. Ih serem ya Mbk ngebantu barang malah kemalingan gitu hiiks

    BalasHapus
  4. Aku juga pernah tuh bantuin tetangga, tapi malah jadi gak enak sama tetangga lain. Ahh jadi ingat lagi, kudu pintar milih ya mbak

    BalasHapus
  5. makasih sharingnya Mbak Ade, ikhlas melakukan kebaikan itu butuh perjuangan ya

    BalasHapus
  6. Jadi keinget kasus yg viral di medsos yg bantuin org mbayar pakai ATM-nya trus digantiin cash, ternyata buat kejahatan. Gini ini yg bikin org jd cuek soal nolong org.

    Tapi saya percaya di luar sana, banyak org yg msh rela menolong sesamanya :)

    BalasHapus
  7. Terimakasih sharingnya mbak, selalu ada ilmu baru nih setiap berkunjung kesini, makasih

    BalasHapus
  8. Selalu suka dengan sharing mba Anita, banyak sekali manfaat yang saya dapatkan.

    BalasHapus
  9. Selalu suka dengan sharing mba Anita, banyak sekali manfaat yang saya dapatkan.

    BalasHapus
  10. Terima kasih sharingnya mak... bermanfaat. Betul harus sejak dini kalau sudah besar mah susah :)

    BalasHapus
  11. Seperti yang dialami adik ipar beberapa waktu yang lalu mbak, ada orang datang katanya mau service AC ternyata ambil perhiasan dan laptop. Yang di rumah hanya pembantu yang sudah sepuh, dan percaya saja ketika pencuri itu datang yang katanya untuk service AC.

    Sedih ya mbak kalau perbuatan baik kita ternyata tidak berkenan bagi orang lain :(

    BalasHapus
  12. suka quote yang sungai! Yey!!

    BalasHapus
  13. Ya ampuun cerita yang pertama itu rasanya gimana gitu ya, pasti ngerasa bersalah banget. Kalo soal pak ogah, yang kutemui di Semarang sih Alhamdulillah bener2 membantu siapa aja yang mau nyebrang, karena biasanya dia dikasihnya kan setelah nyebrangin. Jadi ga tau mana yang mau ngasih mana yang ngga.

    BalasHapus
  14. Iya ya. Bener juga :) terutama soal pengemis dan pak ogah.

    BalasHapus
  15. Sekarang berbuat baik pun ternyata polemik juga ya mba, kadang malah dikira punya maksud tertentu pada yg dibantu.

    BalasHapus
  16. Banyak catatan yang aku ambil dari sini.. Niat dan perbuatan baik tidak selalu berujung yang sama. Harus think and rethink ya mba..

    BalasHapus
  17. setuju, kebaikan itu spontan, enggak pake rencana :)

    BalasHapus
  18. Semuanya betuull..kebaikan yang benar dan pada tempatnya insya Allah akan menjadi baik dan bernilai pahala untuk kita. :)

    BalasHapus
  19. Semuanya betuull..kebaikan yang benar dan pada tempatnya insya Allah akan menjadi baik dan bernilai pahala untuk kita. :)

    BalasHapus
  20. Cerita pembuka tulisan ini ironis banget. Malingnya canggih banget sampai bisa mengelabui tetangga sedemikian rupa. Simpulannya : Yang baik belum tentu benar.

    BalasHapus
  21. Mbak, cek oengumuman GA ku ya

    http://www.noormafitrianamzain.com/2016/06/pengumuman-giveaway-kebaikan-tak-selalu-baik-di-mata-orang-lain.html

    BalasHapus