Menangani Orang Dengan Gangguan Jiwa

[Lifestyle]
Waktu masih kecil, aku termasuk orang yang penakut jika harus bertemu dengan orang yang memiliki gangguan jiwa. Aku kira dulu, orang dengan gangguan jiwa itu hanya satu macam saja. Yaitu orang gila. Dan ciri orang gila itu amat mudah dikenali biasanya. Berpakaian sembarangan (bahkan ada yang tidak berpakaian), badannya bau, rambutnya gimbal dan penuh lumpur kering, serta sorot matanya liar. Jika sudah berpapasan dengan ciri orang yang seperti ini, masih radius 10 meter pun sebelum mendekati dia, aku pasti akan menyingkir lebih dulu. Lebih baik cari jalan lain agar tidak berpapasan dengan orang gila.



Seiring dengan bertambahnya usia, aku mulai bertemu dengan kosa kata yang lebih banyak tentang siapa itu orang dengan gangguan jiwa.

"Kenapa sih bapak itu marah-marah terus."
"Paling juga stress. Abis dipecat dari pekerjaannya. Jadi kondisi kejiwaannya terganggu."

Atau,

"Ih, tadi aku bertemu dengan gadis yang dipangku-pangku sama banyak lelaki di terminal mau saja. Ketawa-ketawa saja meski badannya diraba-raba oleh banyak lelaki. Kayak kesenangan gitu. Dasar gangguan jiwa ya."

Pada akhirnya, segala sesuatu yang berkesan negatif dari perilaku seseorang, langsung dicap bahwa orang tersebut "mengalami gangguan jiwa.".

Kedua jenis "orang dengan gangguan jiwa" di ataslah yang menakutkanku dulu.
Herannya, waktu aku masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) di sekolah sebenarnya ada gadis dengan gangguan jiwa yang disukai oleh nyaris seluruh siswa yang ada di SD-ku. Kenapa? Karena dia baik sekali. Gadis ini sudah tua sebenarnya. Sudah berusia 30-an ketika aku masih SD dulu. Tapi perilakunya masih seperti anak kecil. Anak kecil bertubuh besar dan punya beberapa kemampuan dasar.

Namanya, sebut saja Mak Wok. Demikian kami memanggilnya: emak. Jika kami semua sedang sibuk belajar di dalam kelas, dia duduk jongkok di luar kelas untuk membersihkan kelereng yang jatuh ke selokan, atau membersihkan sepatu murid-murid yang kena becek, atau membuat aneka mainan dari bungkus rokok yang dia kumpulkan. Jadi, ketika murid-murid SD keluar main, nyaris semua anak mengelilingi dia untuk mendapatkan mainan.  Dia juga bisa disuruh-suruh untuk menyamar jadi orang dewasa yang bertugas untuk memencet nomor telepon di telepon umum koin yang letaknya memang tinggi. Sehingga anak-anak bisa menelepon artis-artis. Hahahaha (dan aku pernah minta disambungkan untuk bisa bicara dengan artis Adi Bing Slamet dong... hahahah, sayangnya nggak nyambung teleponnya).

Dengan demikian, ada 3 golongan orang dengan gangguan jiwa yang aku ketahui ketika dulu (sebelum kuliah), yaitu:

1. Orang gila yang berpenampilan seperti orang gila (bau, kumel, nggak pernah mandi, buang kotoran badan sembarangan, bajunya robek-robek, rambutnya gimbal penuh lumpur, pandangan matanya liar dan omongannya tidak dimengerti. Bahkan sering terlihat bicara sendiri.
2. Orang "waras" yang berpenampilan normal (pokoknya tidak beda dengan orang-orang sekitarnya deh penampilannya) hanya saja perilakunya tidak dimengerti oleh orang lain yang ada di sekitarnya. Seringnya sih menakutkan orang-orang yang ada di sekitarnya.
3. Orang berpenampilan seperti orang waras, berperilaku seperti orang waras, tapi sesungguhnya dia punya gangguan jiwa.

Hingga aku masuk kuliah di jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI dan mulai mempelajari tentang apa itu orang dengan gangguan jiwa di ilmu Psikiatri.

Ternyata, yang disebut orang dengan gangguan jiwa itu banyak sekali. Tidak hanya 3 jenis saja seperti yang aku kenal selama ini. Penggolongan jenis gangguan jiwanya pun beragam. Mulai dari yang parah sehingga harus dibantu dengan konsumsi obat-obatan agar bisa berpikir dan berperilaku "normal" hingga mereka yang bisa disembuhkan dengan terapi tanpa obat.

Pada mata kuliah Praktikum 1, dimana aku harus menangani kasus-kasus dalam cakupan intervensi mikro untuk menerapkan ilmu penanganan masalah sosial yang sudah aku pelajari, aku ditempatkan di bagian Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Waktu pertama kali aku datang ke bagian bangsal Psikiatri RS Cipto itu, asli aku sedikit gentar karena "takut". Bayanganku tentang orang gila jenis pertama berkelebat hebat dalam benak. Dan ini tanpa sadar menimbulkan kekhawatiran tidak jelas:
"Gimana kalau aku diserang?"
"Gimana kalau aku gagal menghadapi mereka?"
"Gimana kalau aku yang justru dikurung oleh mereka di dalam bangsal tersebut lalu gagal teriak minta tolong?" Wah... imajinasiku berkembang tidak terarah. Jadi, hari pertama aku masuk ke bangsal Psikiatri itu, langkahku hanya terhenti di mulut gerbang masuknya saja. Tidak berani melangkah sendiri. Setelah ada dokter pembimbing, baru aku berani. Itu pun ngintil di belakang dokter persis. Nggak berani jauh-jauh.

Akhirnya, seorang sahabat (yang akhirnya jadi suami) menenangkanku:
"De. Empati. Empati. Empati. Terapkan itu maka kamu nggak akan berpikir yang nggak-nggak lagi."

Jadi, hari berikutnya ketika aku harus datang ke bangsal lagi, aku berusaha untuk menerapkan jarak antara diriku yang sebenarnya dengan diriku sebagai seorang "profesional". Yap. Harus profesional.  Efeknya luar biasa. Aku berhasil "berani" masuk ke dalam bangsal sendirian. Rekor banget kan.

Selanjutnya, hari-hari praktikumku lancar alhadulillah. Bahkan ada 1 pasien yang pendekatan awalnya dokter mempercayaiku untuk menanganinya. Juga beberapa tugas kunjungan rumah keluarga pasien dalam rangka mengumpulkan informasi kondisi sosial ekonomi pasien.

Jadi nih, orang dengan gangguan jiwa itu, disamping memang mengidap penyakit gangguan jiwa, kondisi mereka bisa menjadi lebih baik atau lebih berat jika lingkungan keluarga dan sekitarnya membantu dia dalam menjalani kesehariannya. Itu sebabnya, penangangan pasien dengan gangguan jiwa tidak bisa hanya diobati dari segi medis saja, tapi juga harus dengan bantuan penuh dari lingkungan keluarga dan sekitarnya.

Pembagian Penyakit Kejiwaan

Dari pengalaman praktikum itu aku jadi mengetahui bahwa ternyata penyakit kejiwaan itu terbagi atas 2: 
  1. Gangguan kepribadian
  2. Gangguan kejiwaan
Gangguan kejiwaan

Secara umum ada 8 macam kelainan / gangguan kejiwaan.


1.Gamomania (kecenderungan berpoligami tidak rasional atau suka kawin cerai)

2.Climomania (suka bermalas-malasan, tidur-tiduran dan semacamnya)

3.Onomatomania (suka mengulang kata-kata khusus)

4.Enosimania (selalu takut mengalami kegagalan)

5.Demonomania (takut berlebih terhadap roh jahat atau mahluk dari alam gaib)

6.Aboulomania (selalu ragu-ragu dan takut mengambil keputusan)

7.Ablutomania (selalu takut terhadap hal-hal yang kotor dan penyakit)

8.Trichotillomania (suka menyiksa diri sendiri

Gangguan Kepribadian:

Sedangkan gangguan kepribadian secara umum ada 10 macam, yaitu: 


1.Paranoid (selalu tidak percaya, curiga dan takut berlebihan)

2.Schizoid (suka menyendiri atau kurang pergaulan)

3.Schizotypal (cara berpikirnya aneh dan sulit dipahami orang lain)

4.Antisocial (kurangnya hati nurani dan cenderung kriminal)

5.Borderline (hati tidak stabil, perasaan tidak stabil dan pikiran tidak stabil)

6.Histrionic (perilakunya berlebihan atau lebay)

7.Narsissistic (selalu membutuhkan perhatian dan pujian)

8.Avoidant (sibuk sendiri dan tidak ramah)

9.Dependent (cenderung bergantung/ketergantungan kepada orang lain. Tidak mandiri)

10.Obsessive compulsive (selalu menginginkan kesempurnaan dan kedisiplinan yang berlebihan)

Meski aku hanya praktikum selama 6 bulan saja di bangsal Psikiatri RS Cipto, tapi ada beberapa jejak pengalaman yang berbekas hingga sekarang.

* Aku terlatih untuk bisa berlaku empati ketika berhadapan dengan seseorang yang menderita gangguan jiwa. Bahkan meski aku tidak berhadapan secara fisik (pertemuan tatap muka) dengan mereka. 
Ini amat membantu pekerjaanku selanjutnya ketika setelah menikah aku menjadi admin untuk rubrik Uneg-Uneg di website Kafemuslimah.com. 

Rubrik Uneg-Uneg ini adalah channel bagi seorang muslimah untuk menuangkan beban pikiran yang mengganjal di dalam dirinya sehingga dia bisa menjalani hari-hari selanjutnya dengan lebih bahagia. 

Tidak semua orang punya sifat terbuka akan kondisi dalam dirinya. Ada orang yang punya kesulitan untuk membagi rahasia pribadinya. Nah, lewat rubrik uneg-uneg inilah dia bisa mengungkapkan dan membaginya denganku. Aku membaca dan memberi tanggapan sebagai seorang sahabat padanya. Tanggapanku bisa berupa saran bisa juga berupa kritik dan itu tersampaikan secara profesional. Tidak jarang aku memberi rujukan siapa yang sebaiknya mereka hubungi dalam hal ini. Karena ada banyak kasus dimana campur tangan pihak ketiga dibutuhkan demi mendapatkan solusi untuk masalah yang dihadapi.

Dulu, pernah ada seorang klienku yang ramah dan sopan serta santun sekali tutur bahasanya di email (curhat yang ditayangkan di rubrik uneg-uneg ini memang hasil dari email yang masuk ke emailku). Dia berprestasi di sekolah, disayang oleh banyak orang. Waktu pertama kali dia menulis surat, aku nyaris berpikir dia hanya ingin mengajak berkenalan saja. Hingga dia bercerita bahwa dia adalah korban pelecehan seksual ketika masih kecil. Kasus pelecehan seksual yang dia alami ini membuatnya ketakutan untuk membina hubungan dengan laki-laki di usia dewasanya sekarang. Padahal, keluarganya sudah mendesak dia untuk menikah. Itulah yang membuatnya mengalami rasa putus asa dan nyaris bunuh diri karena merasa beban yang diembannya terlalu berat. 
Coba bayangkan. Apa yang kalian akan lakukan jika kalian tahu bahwa diri kalian pernah diperkosa, lalu sekarang kalian diminta untuk menikah padahal kalian punya rahasia tentang perkosaan itu? Diceritakan atau tidak? Bagaimana jika pelakunya adalah kerabat dekat keluarga? Bagaimana jika reaksi yang datang setelah kalian berterus terang malah reaksi negatif? Rasa putus asa karena merasa tidak ada solusi untuk masalahnya membuat klienku nyaris bunuh diri. Terlebih setelah dia belajar agama dan tahu betapa berat hukuman bagi seorang pezina dan dia merasa bahwa apa yang terjadi pada dirinya adalah sebuah zina meski dipaksa. Padahal, kejadiannya terjadi ketika dia masih duduk di bangku sekolah dasar. 
Itu salah satu contoh kasus gangguan jiwa dari klienku di kafemuslimah.com.
Contoh lain adalah, seorang klien yang ngefans dengan artis. Begitu ngefans sehingga dia sulit melahirkan sebelum bisa mendengar suara artis yang dia sukai tersebut. Si artis itu sendiri, sibuk dengan kegiatan shownya. Dan suaminya, tentu saja cemburu berat. Masalah menjadi begitu berat. Dan dia sempat-sempatnya menulis email curhat karena kehamilannya sudah masuk minggu ke 40 tapi belum ada tanda-tanda melahirkan karena janji baru mau melahirkan jika sudah mendengar suara si artis. 
Contoh lain kasusku adalah, seorang anak yang merasa bahwa ibunya memperlakukan dia seperti seorang pembantu rumah tangga. Anak menjadi sedih, murung, tidak percaya diri dan merasa diri tidak berharga. Setelah semua rasa ini terus berkumpul dalam dirinya, mulai muncul rasa dendam pada ibunya. Dan puncaknya si anak merasa dia amat marah pada ibunya. Amat marah sehingga dia ingin menyakiti ibunya. Ini adalah gangguan kejiwaan. 

* Dari aneka kasus-kasus yang masuk ke rubrik tersebut, dari yang semula hanya menerima kasus dari muslimah saja lalu berkembang menerima kasus dari berbagai jenis kelamin-agama-usia-SSE, maka kasus gangguan jiwa yang pernah aku tangani pun amat beragam. 

Satu hal yang harus disadari oleh klienku dalam hal ini adalah: keinginan dia untuk mau berubah. Itu yang penting. Karena tanpa kesadaran bahwa dia "sakit" dan "ingin sembuh dari sakitnya" maka perubahan sulit diraih. 

* Dari aneka kasus-kasus yang masuk ke rubrik uneg-uneg tersebut, yang aku jalani selama nyaris 10 tahun selama aku bertugas di website kafemuslimah.com itu, ada sebuah pergeseran masalah sosial yang cukup menakutkanku. Pergeseran ini merupakan perkembangan kasus yang sama tapi karena situasi dalam masyarakat yang berubah maka terjadi pula pergeseran nilai-nilai sosial yang berakibat kasus gangguan jiwa pun ikut berubah.

Dulu misalnya; era tahun 2002 (ketika aku pertama kali mengasuh rubrik ini) seorang remaja sudah cukup stress sehingga dia curhat padaku, hanya karena dia sadar bahwa dia sudah membohongi orang tuanya. Bilangnya pergi ke sekolah padahal main di Dingdong yang ada di Mall.

10 tahun kemudian, seorang remaja, dengan rentang usia yang sama, datang curhat padaku karena merasa stress kenapa "pacarnya" ternyata selingkuh dengan sahabatnya padahal mereka sudah beberapa kali melakukan hubungan suami istri.

Atau dulu, tahun 2002, seorang ibu menangis karena suaminya diam-diam menikah lagi dan si ibu tidak mau dimadu.
Sekarang, tahun 2012, 10 tahun kemudian, seorang ibu menangis karena suaminya diam-diam menyetubuhi anak kandungnya ketika si ibu sedang dinas keluar kota.

Dulu, kasus pertama yang aku tangani ketika aku kuliah adalah penanganan pada pasien depresi karena dia amat merasa bersalah karena telah melakukan hubungan suami istri dengan pacarnya yang belum dia nikahi. Tapi tahun 2011, dalam 1 tahun itu aneka kasus pencabulan datang bertubi-tubi padaku. Anak yang digagahi oleh pamannya, santri yang diperkosa oleh ustadnya, seorang homoseksual yang ingin lepas dari gangguan homoseksualnya, seorang pengidap sadomasokisme yang ingin menikahi gadis yang pemalu, dll.

Dulu, ketika aku baru kuliah, orang dengan gangguan jiwa itu tidak banyak. Tapi sekarang, di surat kabar aku membaca keluhan bahwa rumah sakit jiwa sudah penuh tapi orang dengan gangguan jiwa di luar rumah sakit masih banyak yang belum ditampung dan ditangani. 

Dulu, ketika kita melihat orang yang mengamuk kita akan mengingatkan mereka dengan "sudah, kamu seperti orang gila saja." tapi sekarang, saking sudah terlalu banyak mereka yang mengamuk maka mereka yang diam justru akan dikomentari "Gila lo ya, bisa tetap tenang di tengah situasi seperti ini.". 

Aku tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu nyaris 10 tahun selama aku menangani rubrik uneg-uneg di Kafemuslimah tersebut. 

Apa sebenarnya yang terjadi dalam masyarakat kita? Sehingga toleransi nilai-nilai kejahatan semakin permisif dan akibatnya perilaku manusianya pun jadi terganggu jiwanya. Orang mudah sekali tidak puas, lalu melampiaskan ketidak puasannya pada hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama.
Apa yang terjadi sehingga jumlah orang yang merasa kehilangan pegangan untuk hidup normal semakin banyak?
Apa yang terjadi sehingga semakin banyak orang yang ingin melukai dirinya sendiri, melukai orang lain, bahkan tidak jarang tidak sungkan untuk melukai perasaan orang yang dia cintai?
Apa sebenarnya yang terjadi dalam masyarakat kita? Sehingga semakin banyak orang "waras" tapi berperilaku menakutkan seperti orang gila?

Akhirnya.... bulan Juli 2012 aku mengundurkan diri dari Kafemuslimah.com dan memilih untuk konsentrasi menjaga, mengasuh dan membesarkan keluarga kecilku agar tetap bisa sehat fisik dan jasmaninya. Bahagia dan berpikiran terbuka serta berpikiran sehat.
Untuk mendapatkan kualitas manusia yang sehat fisik dan jasmani itu harus dimulai dari rumah. Dan itu artinya satu: seorang ibu harus lebih memperhatikan keluarganya. 

Sekarang, di rumah mungilku, ada seorang tetanggaku yang menderita Skizofrenia. Sepertinya, gen Skizofrenia ini diidap oleh keluarganya. Terlihat dari dia, 2 kakaknya yang lain menderita gangguan jiwa yang sama. Tapi karena keluarganya keluarga tidak mampu maka dia tidak dirawat di rumah sakit. Setiap hari dia berkeliaran saja di seputar kampung. Tidak mengganggu siapapun. Tapi menerbitkan iba banyak orang. Jadi, sesekali dia diajak ke pengajian. Itu pun dia tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh ustad/ustadzah. Tapi dia tersenyum bahagia jika ada orang memberinya kue atau buah yang diedarkan di acara pengajian tersebut. Lalu pulang bawa kotak berisi makanan. 

Orang dengan gangguan jiwa seperti tetanggaku ini, insya Allah tidak membahayakan. 


-----------------
“Tulisan ini diikutkan dalam Giveaway Aku dan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang diselenggarakan oleh Liza Fathia dan Si Tunis”



http://www.adeanita.com

”Giveaway”

25 komentar

  1. MasyaAllah...pengalaman mb Ade banyak banget ya dengan ODGJ..., kakak iparku juga OGDJ mba..aku malah belum pernah bertemu dengan beliau. hanya mendengar cerita dari suami. Kakak suami itu (laki-laki) menghilang dari rumah dari tahun 1997 hingga sekarang belum kembali. Entah masih hidup atau sudah meninggal. Beliau pernah menikah 2 kali tapi gagal dan bercerai. Beliau sebenarnya orang berpendidikan, pernah kuliah di IAIN. Buku-bukunya banyaak sekali, kadang aku juga baca-baca bukunya yang dirawat oleh suamiku. Kalo suamiku masih berharap kakaknya bisa ditemukan, tapi kalo saudaranya yang lain sudah nggak peduli.

    BalasHapus
  2. Innalillahi wa innailaihi rajiun. Pesimis ya bisa diketemukan atau tidak krn sejak tahun 97... dah 15 tahun lebih. Cat rumahmu juga sudah ganti berapa kali coba?

    BalasHapus
  3. Keren tulisannya... Sangat lengkap memberikan gambaran kondisi orang-orang sakit jiwa.. Ini membuat rakyat jelata seperti saya jadi bisa lebih berempati terhadap mereka sesama manusia.. Salam kenal mbak.. :)

    BalasHapus
  4. Ternyata OGJD banyak jenisnya ya mbak, Berati hampir semua orang mengalaminya ya.

    BalasHapus
  5. Saya sering mendaftarkan pasien untuk klinik spesialis jiwa, beragam karakternya... tapi seru juga...

    BalasHapus
  6. susah dideteksi kalau penampilannya waras ya mbak

    BalasHapus
  7. Ayahku juga punya saudara gila, tp gila dari kecil gk pnh ngobrol sih cuma emang kelihatan freaks

    BalasHapus
  8. Pengalamanmu dengan orang yang kena gangguan jiwa banyak banget mbak ._.

    Sejujurnya aku juga salah satu orang yang takut sih dengan orang yang kena gangguan jiwa, soalnya pernah dikejar-kejar waktu aku masih kecil -_-

    BalasHapus
  9. dulu juga saya cuma. Ternyata banyak macamnya

    BalasHapus
  10. waduhhh jangan2 saya kena gangguan kepribadian, itu ada narcisticnya soalnya

    BalasHapus
  11. Ada banyak kriteria ya Mbak Ade, untuk menyebut orang tersebut mengidap gangguan jiwa

    BalasHapus
  12. banyak juga ga macamnya gangguan jiwa.. sebenarnya kenapa mb org kena?

    BalasHapus
  13. wah, banyak sekali kategorinya... thanks utk sharing ya mbak... Semoga kita lebih punya empati pada mereka

    BalasHapus
  14. Orang lebih mengenal gangguan jiwa dg hila ya, Mbak. Pdhal masih ada arti lain. . .

    BalasHapus
  15. Dulu waktu masih SD pernah punya pengalaman ketakutan dikejar orang gila sampe di depan rumah.. Pengalaman itu begitu membekas.. Ternyata orang dengan gangguan jiwa itu banyak macamnya ya Mba..

    BalasHapus
  16. Waaah jadi tahu detilnya nih. Tapi aku tetep takut mbak, karena pernah dilempar pake batu.

    BalasHapus
  17. Wah keren ini tulisannya mbak ... sangat bermanfaat, karena memang semua manusia itu berpotensi sakit termasuk saya pribadi ..

    BalasHapus
  18. Skizofrenia ini yg diangkat di novel bulan nararya nya mbak sinta deh kayanya

    BalasHapus
  19. Pengalamannya sangat berharga ya mba, semakin membuka mata hati kita, betapa sebenarnya semua orang berpotensi untuk sakit.
    makaish sharingnya mba Ade

    BalasHapus
  20. Noted mba.. Mental disorder memang aneka rupa ya mba. Harus bisa diobservasi dengan baik..

    BalasHapus
  21. mba Adeeee, saya langsung pusing baca kasus2 di atas :( jaga kami ya Allah

    BalasHapus
  22. Suka tulisan ini. Sangat informatif dan mencerahkan, Mbak. :) (y)

    BalasHapus
  23. Baru tau kalau ternyata ganguan jiwa itu banyak banget macamnya, Semoga kita semua dalam Lindungan Allah SWT

    BalasHapus
  24. Assalaamualaikum. Wr.Wb

    Baru mampir ke blog mbak, mungkin saya anak baru di sini. :D

    Mbak, kira2 yang difoto instragam itu apakah ada penyembuhan dan penanganannya? Di rumah kampung saya ada yang mengidap penyakit itu.

    Mohon solusinya, dan terimakasih atas Ilmu yang di atas tadi, mungkin ini akan berguna untuk berguna bagi saya dan orang lain.

    Akhirus salam.
    Waalaikum salam wr. wb.

    BalasHapus
  25. keren bangat Suka tulisannya Sangat informatif, thanks

    BalasHapus