Satinah dan Hukuman Mati

Dulu, waktu aku ikut mendampingi suamiku belaar di Sydney, Australia selama beberapa kurun waktu, aku sempat mendengar beberapa selentingan kabar tentang kebijakan Pemerintah Australia terhadap warga pendatang mereka. Australia memang terbagi dua sikap masyarakatnya terhadap warga pendatang. Ada yang menyambut semua warga pendatang dengan tangan terbuka dan ada yang tidak begitu menyukai warga pendatangnya. Perbedaan sikap ini juga terlihat di Parlemen mereka. Itu sebabnya ada yang terlihat sedikit rasis ada juga yang kebalikannya.

Tapi, dalam pemahamanku sih sikap "unwelcome" masyarakat Australia itu lebih karena kekhawatiran bahwa lahan pekerjaan mereka cepat atau lambat akan ditempati oleh para warga pendatang. Maklum, ada standar gaji yang harus diterapkan dan standar itu cukup tinggi bagi pengusaha. Cara cepat untuk mengatasi hal ini yaitu dengan menerima warga pendatang untuk dipekerjakan karena hanya warga pendatang yang mau menerima diberi upah di bawah standar dan mereka ini umumnya tidak berani protes atau melakukan demo penolakan. Kenapa? Karena, ada banyak warga pendatang yang sebenarnya adalah pendatang gelap. Mereka datang ke Australia dengan Visa Turis atau Visa ikut kursus kilat; ketika masa tenggata waktu Visa mereka habis, mereka tidak segera pulang ke negara asalnya lagi. Ya, karena memang niatnya ingin menjadi warga negara Australia. Jadi, Visa yang mereka kantungi itu lebih semacam "karcis masuk ke Australia" saja. Jika sudah masuk, mereka tidak mau keluar lagi. Sudah diniatkan dari awal. Nah, karena posisinya adalah pendatang gelap, maka mereka tidak berani macam-macam. Asal bisa dapat uang untuk makan, bayar sewa rumah dan nabung, ya sudah (oh ya, di Sydney itu, tagihan listriknya murah sekali dan listriknya tidak dibatasi pemakaiannya. Tarif telepon pun demikian, murah sekali. Yang mahal hanya biasa berobat saja sepertinya, dan potongan pajak yang tinggi)

Pemerintah Australia tentu saja tahu perlaku para pendatang gelap ini. Itu sebabnya mereka akhirnya menerapkan kebijakan "reward dan punishmen" untuk menanggulangi masalah ini. Yaitu, barang siapa yang mengetahui dan mau melaporkan dimana terdapat pendatang gelap ini, maka pemerintah akan memberikan uang jasa untuk informasi yang diberikan. Aku gak tahu besarnya sekarang berapa, tapi ketika dulu besarnya adalah $100 untuk satu kepala. Hm... lumayan kan buat yang butuh duit?

Gara-gara kebijakan ini makanya sesama warga pendatang gelap haruslah kompak dan hidup rukun dan "tahu-sama-tahu-saja-tolong-dirahasiakan".

Suatu hari, kebetulan seorang kenalanku yang memang aku tahu posisinya adalah pendatang gelap dan sudah bertahun-tahun bekerja di Sydney, terlibat keributan dengan rekan kerjanya di pabrik yang kebetulan berasal dari Vietnam. Bedanya, si Vietnam ini sudah resmi menjadi warga negara Australia. Akibat ribut ini, maka si Vietnam ini sakit hati pada kenalanku itu. Sekejap, dia pun melayangkan laporan keberadaan kenalanku itu pada pemerintah. Dan... kehebohanpun dimulai. Suatu hari, kenalanku itu digerebek di tempat kerjanya, digelandang ke tempat penampungan dan hanya diberi waktu beberapa hari untuk membenahi segala sesuatu yang dia miliki karena dia akan segera dikirim balik ke Indonesia dengan: kapal laut. Wah. Heboh. Jangankan untuk melakukan garage sale untuk semua perabotan rumah tangga yang dia miliki, mengepak barang pun dilakukan dengan buru-buru. Lalu meminta surat pengatar dari sekolah anak-anaknya. Lalu mengirimkan beberapa barang lewat paket ekspedisi ke tanah air. Dan tidak sempat meminta uang gaji terakhir dari pabrik tempatnya bekerja. Menyedihkan memang.

Tapi demikianlah, meski menyedihkan kesalahan tetap harus dihukum. Bagi Australia keberadaan warga pendatang ini memang merugikan. Karena, mereka tidak pernah membayar pajak (kecuali jika mereka membeli barang-barang yang sudah terkena pajak otomatis). Mereka juga tidak memberi tamabahan bagi arus uang berputar bagi kas negara tersebut (karena biasanya penghasilan yang mereka terima langsung ditransfer ke keluarganya di negara asal). Dan yang lebih tidak menyenangkan bagi pemerintah Australia adalah kenyataan bahwa ternyata kejahatan banyak terjadi di wiliayah yang ditempati oleh mayoritas warga pendatang. Entah apa korelasi antara warga pendatang dan tingkat krimininalitas yang terjadi. Tapi aku pikir sih karena "kemiskinan itu lebih mendekatkan seseorang ke arah kekafiran". Artinya, karena situasi yang amat sulit, orang jadi lupa pada norma-norma kebaikan dan terpuji. Yang ada adalah, gimana caranya agar bisa makan hari ini. Dan gimana caranya agar tidak diganggu ketika sedang berusaha mendapatkan makanan.

Nah.... beberapa hari yang lalu, di wall facebookku hadir sebuah ajakan untuk membantu Sutinah dari seorang teman.

ini potongan status facebook yang dishare di wallku itu

Begitu dapat share-an ini, aku sebenarnya langsung menuliskan komen yang panjang. hahahaha.... ini namanya komen gak pake mikir. Intinya sih, aku menulis kenapa harus bingung menjelaskan apa itu hukum pancung. Karena buatku sendiri, kasus Sutinah ini:

1. Ini adalah penerapan dari hukum Islam. Pada beberapa orang penerapan hukum Syariat Islam memang mungkin terkesan sadis dan kejam dan jika dilihat begitu saja, tampak seperti bertentangan dengan penerapan penghormatan pada hak-hak asasi manusia. Tapi, sesungguhnya penerapan hukum Islam itu membawa keadilan dan memiliki efek jera yang cukup efektif bagi pelaku tindak kejahatan. Tapi kalau dikomentari bahwa ternyata di Arab Saudi sendiri tetap saja yang namanya pelaku tindak kejahatan tidak berkurang, itu sih kembali pada pilihan manusianya sendiri. Sudah jelas terlihat hukumannya ini dan ini, tapi kok nekad melanggar. Jadi... pilihan si penjahatnya kan?. 
Nah, salah satu penegakan hukum Islam itu adalah hukuman mati bagi pembunuh. Menghilangkan nyawa orang lain itu sebuah perilaku kejahatan yang tidak bisa dipandang ringan. Tapi... hukuman mati ini bisa ditunda jika:
- Salah satu atau seluruh ahli waris korban pembunuhan masih di bawah usia untuk menghasilkan pendapat apakah dia ingin memaafkan pelaku atau tidak. 
- Selurh ahli waris bersedia memaafkan pelaku.
Jika mereka sudah memaafkan, maka berlakulah hukum Diyat; yaitu uang darah; uang yang harus dibayar untuk mengganti rasa sakit akibat kehilangan. (korban pembunuhan, biar bagaimanapun pasti meninggalkan anggota keluarga yang membutuhkan dia. Jika korban seorang ibu, maka ada anak-anak yang butuh kehadiran ibu mereka. Jika dia bapak2, maka ada keluarga yang kehilangan sosok pencari nafkah. Dan jika dia seorang pemuda atau pemudi, maka keluarganya kehilangan sosok yang akan menjadi pelindung dan membantu mereka di masa depan, ketika orang tua mereka sudah uzur). Jadi... uang darah itu adalah uang untuk menerapkan keadilan bagi keluarga yang ditinggalkan. Tidak ada istilah "menjual nyawa" seperti yang dipersangkakan oleh orang-orang yang tidak mengerti. 

2. Ini kasus kejahatan serius loh. Pengadilan di sana itu kan pengadilan yang cukup adil. Mempertanyakan proses keadialn di ruang pengadilan sana itu, sensitif banget. Rasanya tidak masuk akal jika kasus yang terjadi tahun 2007 (jadi bukan kasus yang terjadi baru-baru ini saja), mengalami proses pembukaan fakta-fakta yang sembrono dan akhirnya menghasilkan keputsan yang sembrono juga. Pasti ada fakta-fakta di pengadilan. Dan fakta-fakta keadilan disana adalah: Satinah mengakui telah membunuh dan merampok majikannya. Dan itu dilakukan oleh Satinah dengan sebuah perencanaan dan kesengajaan. Beritanya bisa dibaca disini, disini dan disini juga disini. 

gambar ini aku ambil dari Tempo.co.id
3. Para TKI itu benar adalah pahlawan devisa kita. Ini aku akui. Puluhan triliun telah disumbangkan oleh para TKI kita dari luar negeri (TKI disini bukan hanya untuk para Blue Collar tapi juga para White Collar). Tapi, ketika mereka melakukan kejahatan di negara lain, maka penting bagi kita untuk merenung kembali ... "apakah nasionalisme itu menepis kejahatan yang terjadi?" 
"Apakah nasionalisme itu berarti membaurkan yang hitam dan putih agar bersatu tanpa memandang perbedaan di antara mereka?"

Berusaha membela kemanusiaan harus ditegakkan. Aku setuju. Tapi, ganjaran bagi pelaku kesalahan tetap harus dilakukan. Karena, seperti yang penyair Rumi katakan: 

"Penting bagi Raja untuk menggantung orang yang bersalah di hadapan orang banyak karena sesungguhnya orang banyak akan melihat itulah akibat yang akan mereka terima jika melakukan kejahatan"
Eh.. jadi aku mau ngomong apa ya? hehehe... (jujur, aku takut salah ngomong sih sebenarnya).
Intinya sih, yang terancam terkena hukuman mati itu sebenarnya bukan hanya Satinah loh. Tapi ada banyak. Ratusan malah jumlahnya (baca ini di koran tempo: 265 TKI terancam hukuman mati). Dan jika semua harus ditebus oleh pemerintah semua ya... sulit sih (baca deh ini  Pemerintah Sulit Bayar Uang Tebusan TKI di Arab). 

Jadi.... karena ini kasus sensitif dan kayaknya teman-teman banyak yang sensi mendengar pendapat yang berseberangan, akhirnya komenku aku hapus lagi. hehehehehe.... 
Tapi penayangan status yang berkali-kali dari teman-teman di facebook bikin aku gatel untuk bersuara. Jadi.. aku tulis saja deh pendapat pribadiku disini. 
Mohon maaf jika ada di antara kalian yang tidak berkenan atau tidak sependapat denganku.
Aku hanya ingin mengingatkan saja, "Sudah benarkah pilihan kita ketika sedang memihak dan membela seseorang?"

Aku selalu berdoa agar Satinah dan semua TKI kita senantiasa diberi yang terbaik dan jika pun mereka yang bersalah diberi pengampunan dan kebebasan, semoga ke depannya mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama. 

23 komentar

  1. mbak Ade aku suka baca ulasan ini, memang kasus-kasus seperti itu agak sensitif ya kalau dibicarakan, bisa-bisa malah dituding tidak berperiiiiiiii heheheh, tadi aku baca tulisan di sebuah blog dan dapat pencerahan juga,

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih Ihan. Aku juga berusaha nulis ini hati2 karena takut disalah artikan bahwa aku tidak memiliki solidaritas kebangsaan. Padahal... cintaku pada negeri ini besar.. tapi ... cinta kan tidak boleh menanggalkan kebenaran (duh, salah nulis gak ya komenku ini? maaf.. maaf buat yang tersinggung)

      Hapus
  2. Saya sependapat denga Anda.
    Bagaimana jika ada orang Indonesia yang dihukum mati di Indonesia ?
    Salam hangat dari Indonesia

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih pakde... nah itu dia... berarti harus berimbang ya keberpihakan kita.

      Hapus
  3. Saya setuju banget Mak Ade...dr kmrn mau comment di media, tp dikiranya g empati, sy sdri berpendapat bagaimanapun hukum hrs ditegakkan, apalagi di Arab memakai hukum berdasarkan syariat Islam....sy kira sudah sgt adil.

    BalasHapus
  4. Kalau menurutku, tanya dulu Satinahnya. Mau dihukum di dunia? Atau di akhirat?
    Hukuman di dunia tak ada apa2nya dibanding nanti di akhirat

    BalasHapus
  5. Aku sama suami juga lagi bahas ini Mak, dan kebetulan kita dan ulasan Mak Ade sama intinya.
    Saya kira semua sudah melakukan yang terbaik (dalam hal ini pemerintah juga). Semoga kasus ini segera selesai seadil-adilnya.

    BalasHapus
  6. aku juga setuju denganmu, mak. hukuman diberlakukan memang karena dia bersalah. dimana-mana ya seperti itu. bahkan di Indonesia sendiri. dan, ups, kasus ini memang harus hati-hati bicaranya. karena ada hubungannya dengan hubungan diplomatik dua negara dan membawa-bawa nama kemanusiaan :)

    BalasHapus
  7. hukum Islam, menerapkannya harus memilki pengetahuan yang cukup, Islam yang selalu menjunjung tinggi nilai keadilan, tapi bila salah dalam penerapannya tidak menjamin bahwa hukum yang dilaksanakan benar2 berlandaskan Islam. Saya bukannya bersebrangan dgn pendapat mbak ade..hehe...saya sendiri kurang faham mengenai hukum Islam ini, padahal saya muslim..apalagi orang-orang yang sama sekali tidak mengetahui akan hukum Islam.

    pahlawan devisa yang terabaikan, mungkin itulah salah satu yang melatar belakangi penggalangan dana yang dilakukan untuk Satinah. Bila pemerintah lebih konsern terhadap kasus-kasus yang terjadi thdp pahlawan-pahlawan devisa di luar sana, menilik ternyata begitu banyaknya kasus yang serupa dengan Satinah, mungkin akan memberikan dampak yang berbeda.

    Ah, saya bener-bener tidak berkompeten dalam hal ini...hanya berusaha mencari titik temu, agar perbedaan bisa diselaraskan..bukan makin memperkeruh suasana...Tapi, masing-masing orang berhak berpendapat, gak ada batasan ttg itu, krn ini negara demokrasi toh..hehe....

    tapi tulisan di atas, bagus mbak...saya dapat pencerahan bagaimana pemerintahan Australia begitu tegas terhadap warga asing yang tidak memilki izin menetap...di Indonesia??

    dan satu lagi yang hebat utk australia adalah usaha pemerintah utk warga negaranya yang kesandung masalah di negara lain..contoh kasus Corby...berkaca melalui Australia, bagaiman dgn Indonesia??

    good info mbak , salam kenal ^_^

    BalasHapus
  8. Sy gatel sbenere pengen nulis jg soal satinah dkk ini mak. Bukan semata soal hukuman mati atau diyatnya sih. Tp berbagai problematika "pahlawan devisa" ini.
    Utk kasus spt Satinah atau dulu Darsem, yg memang sdh terbukti membunuh (apapun alasannya) memang jd dilematis. Tp memang menjadi tidak realistis jk urunan membayar diyat dianggap sbg solusi. Nilai Diyatnya akan terus meningkat dulu darsem hanya 8M, satinah 20M stlh negoisiasi, lalu ternyata ada Zaenab yg jg terbukti membunuh dan pihak keluarga menuntut Diyat 80M. Belum lagi ratusan TKI yg lain dg kasus serupa.
    Kalau ditarik jauuh ke belakang, maka menurut saya, Pemerintah harus membuka lapangan pekerjaan sebanyak2nya agar semua warna negara tdk terpikir utk mengadu nasib di negeri orang, iya mengadu nasib krn sebetulnya mrk tdk punya kapasitas memadai utk bersaing di lapangan kerja di negara tersebut, sehingga mrk masuk di sektor domestik. Sektor yg sangat sulit ut dikontrol n diawasi (terutama di timur tengah)
    Jika mungkin terpaksa ada penempatan TKI maka haruslah skilled labor dan di sektor formal.
    Sy pernah ketemu dg para TKW yg bermasalah di rumah dubes Qatar, 2008. Sy kaget luar biasa krn bahkan di antara mrk ada yg tdk bs berbahasa Indonesia. Apalagi bahasa arab. Pantas saja bermasalah, bagaimana mrk berkomunikasi dg majikan. Saat itu Ibu dubes mengeluh, sy aja yg sama2 org Indonesia susah ngadepin dia (krn memang beda etnis, bliau tidak menguasai bahasa daerah TKW ybs). Apalagi majikannya org arab, yg temperamennya dikenal keras/kasar. Kok bisa yg seperti ini berangkat bekerja ke Qatar.
    Ada yg salah dengan sistem penempatan TKI kita. Sy sih cenderung pada moraturium saja. Buka lapangan kerja di dlm negeri.
    Bisa gak yaaa???
    Maap mak, ini comment terpanjang sepanjang sejarah kyknya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. karena pada dasarnya banyak pihak yang ingin memanfaatkan kebodohan rakyat kita untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri. DIlema emang. karena lapisan terbanyak dari masyarakat kita ternyata adalah tenaga kerja yang kurang terdidik dan berada di sektor informal. Lapisan ini yang dimanfaatkan oleh banyak oknum. Pemerintah menurutku sih sudah berusaha. Tapi..... lapisan terbanyak ini pula yang terus berkembang biak lebih banyak di dalam masyarakat. Miskin, tanpa pekerjaan, masa depan gak jelas tapi terus saja memproduksi anak dan akhirnya tercetak lagi generasi calon pengangguran baru...
      ruwet.
      ribet.

      Hapus
  9. aku juga sependapat sama mbak ade. kupikir aku sendiri yang gitu en ngerasa diri sendiri jahat, lega deh baca tulisan ini :D. trimakasih share-nya mbak :D

    BalasHapus
  10. Saya sependapat sih mbak, beberapa waktu lalu saya membaca blog tentang realita para TKW di Arab. (aslibumiayu.wordpress kalo ga salah) saya jadi lebih berpikiran terbuka. bahwa semua akibat pasti ada sebab, bukan semata karena nasionalis terus kita membela yg salah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku belum baca isi blog itu. nanti deh kalau ada waktu aku baca2 lagi.

      Hapus
  11. Wah pencerahan ni disini, kl sy pribadi sih pgnnya mmg keadilan ditegakka , sudah membunuh dan mencuri dg apapun alasannya ttp salah, lantas dg mudahnya pemerintah rela membayar diyat plus byk sumbangan sana sini, maaf jd kebanyakan rakyat kecil berargumen "bisa donk nyuri dan ngebunuh dinegeri org ah tar jg ditebus" omongan ini saya dengar kmrn - kmrn dr salah seorang yg maaf memiliki ekonomi terbatas, jd kl mmg seperti itu, lantas alasan apa yg akan pemerintah berikan kpd mereka yg mempertanyakan kenapa membunuh dan mencuri yg jelas diakuinya ibu satinah ini malah dibela? BAgaimana nasib nenek yg hanya mencuri sesuatu utk makan atau seseorg mencuri demi perutnya ? dimaafkan atau tidak? dilema deh akhirnya. Komen ini bkn berarti sy tdk memiliki pri kemanusiaan tp atas dasar logika dan aturan saja. Semoga ya semua pahlawa devisa kita diberikan kemudahan dan keberkahan , aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah.. itu yang aku maksud... bener banget. Aku sih mikirnya jika ada saudara kita yang mendapat musibah, apa kita rela melepas pembunuhnya begitu saja? Ya nggak pasti. jadi.. demikian juga keluarga majikan yang dibunuh dan dirampok oleh Satinah.
      Aku baca, pemerintah arab saudi sendiri juga tidak sekejam yang dibayangkan sih. Karena pemerintah arab saudi juga menghimbau keluarga korban agar tidak menentukan uang diyat yang terlampau tinggi.

      Hapus
  12. Tante ade...entah kenapa, saya lebih setuju jika...pemerintah menetapkan larangan TKI Pembantu atau asisten rumah tangga pergi ke negara2 seperti arab dan malaysia. Mereka itu sudah diperas tenaga, tidak dihargai, diperlakukan lebih buruk dari binatang, dicaci dan dihina, direndahkan martabatnya sebagai manusia. Kenapa masih saja ada yang tergiur menjadi TKI pembantu??
    Saya lebih setuju jika pemerintah, daripad aterus menerus membayar diyat dan semacamnya, pakailah uang itu untuk membangun indonesia, membangun papua, kalimantan, dan daerah2 sebagainya sehingga daerah2 pembangunan itu membutuhkan banyak tenaga kerja agar masyarakat kita indonesia tersalurkan tenaganya.
    emmm...itu saja sih pikiran saya.
    Atau, lebih baik kirim mereka ke jepang saja. di jepang tenaga kerja asing sangat dijaga, dan dihormati.

    BalasHapus
    Balasan
    1. SETUJUUUUUUUUUUUUUUUUUU...
      aku juga setuju dengan idemu. Aku setuju jika uang milyaran yang terkumpul itu dipakai untuk menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia sehingga bisa mencerap tenaga kerja dalam negeri sehingga mereka tidak perlu harus berangkat ke luar negeri untuk mencari pekerjaan. aku juga setuju jika uang milyaran yang selalu dikumpulkan setiap kali ada kasus2 seperti ini, dipakai untuk membangun propinsi tertinggal.
      karena akar masalah dari pengiriman tenaga kerja pembantu rumah tangga ke luar negeri adalah mereka tidak bisa lagi diserap oleh dalam negeri. jumlah tenaga kerja tak terdidik itu ada banyakkkk...

      Hapus
  13. Mbak, ibu saya sering dapet TKW2 dari Arabs Saudi dan Malaysia. Dari cerita pengalaman mereka, ya gak semuanya bernasib buruk. Ada yang kebetulan dapet majikan baik, ada juga yang semena2 dan rasis. Misalnya di malaysia, kebanyakan pembantu ibu yang dapet perlakuan gak baik pasti dari majikan yang chinese atau india. Kalau kebetulan dapet majikan yg sama-sama melayu, malah gak ada masalah apa2.

    Kebodohan dan bingung budaya para TKW juga memberi kontribusi besar timbulnya kekerasan dan pelecehan. Misalnya, TKW arab saudi yang pintar mengoprasikan alat2 rumahtangga elektronik dan bisa berbahasa arab pasti lebih 'disayang' sama majikan bahkan sering mendapat bonus. Kebalikanyya, pembantu ibu pernah didorong dari atas tangga di arab saudi karena susah diajarkan macam2 misalnya: kalau teflon gak boleh digosok keras, eh dia nyuci pakai sabut kawat, gak bisa mengoprasikan microwave, vacuum cleaner, malas, lemot. Kalau bingung budaya, misalnya tersenyum pada majikan lelaki >> bisa mengundang pelecehan dan tindak kekerasan dari majikan perempuan karena cemburu. Makanya, penting banget training, bekal2 ilmu, etika dan norma negara bersangkutan sebelum berangkat. Sayangnya, banyak penyalur TKI (apalagi yg ilegal) yang memperhatikan ini.

    Kalau masalah satinah, saya setuju dia hukum mati saja. Sudah cukup uang pajak yang kita kucurkan ke pemerintah untuk menyelamatkan kriminal2 kita di luar negeri. Emang sih kesannya saya gak ada hati banget. Tapi saya mikirnya gini, apapun alasan orang yang membunuh, itu gak bisa diterima. Dan menurut saya, HUKUMAN MATI itu udah paling pantes untuk mereka yang membunuh. Gak ada HAM untuk mereka yang sudah merenggut HAM orang lain. Coba kalau kita lihat berita vonis pembunuhan, keluarga korban jarang banget tuh yang legowo kalau terdakwa cuma divonis hukuman seumur hidup, pokoknya ya harus mati juga si pembunuh. Bahkan, seandainya gak ada hukum Islam yang mengatur Qishash, saya sih tetep setuju orang yg melakukan tindak kriminal luar biasa seperti teroris, koruptor, pengedar narkoba dan pembunuh itu dihkmn mati saja

    Saya waktu diskusi masalah ini sama teman2, langsung deg dibuli habis. kemudian, mereka ada yang tanya, gimana kalau Satinah itu Ibu atau keluarga saya? Wah saya dengan berat hati akan bilang kalau saya tidak akan merubah pendirian saya... Setiap manusia harus menanggung konsekuensi dari setiap perbuatannya.

    Kasus semacam ini bagaikan lingkarang setan sih mbak.... Gak ada habisnya dan gak sesederhana yang terlihat. Belum lagi pemerintah kita yang memble gak bisa menciptakan banyak lapangan kerja dengan upah yang mensejahterakan. Belum lagi TKW ilegal yang jumlahnya ratusan ribu di luar sana, perlindungan TKW, diplomasi antar negara, bla..bla.. Haduh duh...

    BalasHapus
  14. duh ada lagi ya kasus seperti ini,semoga segera ada jalan keluarnya ya

    BalasHapus
  15. pemerintah itu terlalu lembek sih mak, nah warga kita nya juga terlalu lebay. berikut media nya yang beritain itu itu terus.

    padahal kan kalau mau lihat sisi positifnya, kalau tuh TKW kerjanya bener pasti gak akan dihukum sampai seperti itu.

    contoh deh gak jauh", ART di indonesia kelakuannya kaya gimana? cuman berapa persen aja yang bener kan?
    sisanya gak bener semua, mulai dari kerja yang males"an sampe maling gak jelas juga banyak kan mak *pengalaman pribadi*

    terlebih kalau tuh TKW gak da skill, gak bisa bahasa negara setempat. satu"nya komunikasi kalau doi kerja gak bener apa?, yah mungkin dengan kekerasan karena gak ngerti".

    gak ada skill gak bisa apa" sama aja bunuh diri buat kerja di luar negeri untuk jadi TKW.

    BalasHapus