Manfaat Jika Kita Menguasai Bahasa Daerah (versi ade anita)


[Lifestyle] Semua orang, jika baru pertama kali bertemu denganku entah mengapa selalu  menanyakan satu hal yang mirip: "Asalnya dari mana?". Jika sudah begitu, aku pasti dengan malu-malu (tapi percaya diri) akan menjawab, "Saya berasal dari  Palembang."
Jawaban saya ini biasanya  menjadi pembuka untuk bahan pembicaraan selanjutnya (dan biasanya memang jadi lancar komunikasi saya dengan orang yang baru saya kenal tersebut. Entah karena jawaban saya itu membuka peluang banyak  pertanyaan baru, atau mungkin memunculkan banyak ide untuk meneruskan sebuah percakapan).



Ada beberapa kemungkinan (saya pernah membahas ini dengan sahabat saya)  mengapa orang-orang jadi punya ide untuk meneruskan percakapan:
1. Sebagai orang Palembang, ternyata saya bukan lahir di Palembang. Dan orang tua saya ternyata bukan berasal dari Palembang kota, tapi dari pelosok Sumatra Selatannya. Dan saya juga amat sangat jarang pulang kampung (mudik) ke Palembang sana (nah, kondisi ini jadi memungkinkan untuk melahirkan pertanyaan baru kan? Hehehe, komunikasi itu kan sebagian besar terbangun karena adanya proses tanya jawab di dalamnya. Jadi, kalau tidak ada bahan untuk ditanyakan, tentu saja sebuah komunikasi jadi sulit dibangun).


2. Sebagai orang Palembang yang jarang mudik, ternyata saya punya tetap punya pengetahuan  tentang bahasa daerah yang "cukup baik" untuk ukuran  orang yang amat sangat jarang mudik.

(ini foto Jembatan Ampera, jembatan kebanggaan orang Palembang. Dan di bawah ini adalah beberapa foto jembatan Ampera dari berbagai variasi foto)




3. Sebagai orang yang mengaku berasal dari Palembang, saya sama sekali tidak tahu daerah-daerah tertentu di Palembang sana (hahaha, jadi si penanya bisa  tidak perlu merasa memfokuskan pembicaraan pada "kedaerahan" tapi menarik pembicaraan ke sesuatu yang lebih "nasional").

(ini gambar ikan belida ukuran besarrrrr... yang ditangkap di sungai musi. Ikan belida ini adalah bahan utama untuk pembuatan pempek, kerupuk kemplangn tekwan, dan semua makanan yang berbahan dasar ikan)


(dan ini adalah perahu yang pernah menjadi primadona moda transportasi utama di Sumatra Selatan karena memang hampir sebagian besar daerah di Sumatra Selatan tehubungkan oleh Sungai Batang Hari Sembilan alias Sungai Musi dan anak-anaknya yang berjumlah sembilan)



(di atas ini adalah salah dua papan nama desa di daerah Sumatra Selatan yang memiliki nama yang amat unik. Yang pertama "desa kurungan mayat" di kabupaten Komering  (horor ya namanya? ada sejarahnya loh ini; tapi, mungkin saya bahas di tulisan saya yang lain saja ya) dan desa Kasmaran di kabupaten Sekayu. 


4. Sebagai orang yang mengaku sebagai orang Palembang, ternyata saya tidak bisa bikin Pempek (dan herannya yang orang tanyakan pertama kali ketika saya memberitahu bahwa saya orang Palembang adalah: "Wah, pempek! Bisa bikin Pempek dong."). Saya memang tidak bisa bikin pempek tapi, sedikit bisa jika bikin Tekwan (boleh percaya boleh tidak; topik makanan adalah topik yang selalu terselip dalam percakapan mereka yang baru saling kenal. Setidaknya, ada sebuah pertanyaan: "Mo minum apa?" hehehe).


5. Ya...  memang saya orangnya suka ngobrol dan doyan SKSD (sok-kenal-sok-dekat) pada siapa saja.
Orang tua saya memang orang yang berasal dari Sumatra Selatan.  Ayah berasal dari  Dusin Bumi Ayu, kabupaten Musi Banyuasin, kecamatan Sekayu. Ibu berasal dari  dusun Kayu Ara, kabupaten Musi Rawas (kecamatannya gak tahu; karena ibu sejak usia 3 tahun dibawa oleh orang tuanya untuk mukim di Bandung hingga dewasa. Ayah dan ibu dulu bertemu juga di Bandung; yaitu dalam sebuah acara perkumpulan pemuda daerah Musi).  Setelah menikah, orang tua saya tinggal di Jakarta dan disinilah saya dan saudara-saudara saya lahir dan dibesarkan, hingga sekarang. Jadi, wajar jika kami amat jarang pulang kampung.  Waktu untuk mudik bersama itu sulit untuk dikompromikan. Ketika ayah dan ibu masih hidup, keluarga saya dianggap sebagai salah satu sesepuh oleh para keluarga besar para perantau dari Musi Banyuasin.  Jadi, di hari raya Idul Fitri atau Adha,  ayah dan ibu membuka "Open House"  untuk saudara-saudara saya yang jumlahnya banyak tersebut.  Hari di luar itu, waaah... mana bisa mudik, kan itu berati hari kerja dan hari sekolah.

Seringnya kedua orang tua saya mengadakan "open house" di rumah, dampak positifnya bagi kami anak-anaknya adalah" kami jadi paham penggunaan bahasa daerah.  Memang tidak sefasih  para saudara yang berasal dari Sumatra Selatan langsung, tapi, setidaknya kami mengerti dan bisa mengucapkan beberapa percakapan dengan lancar bahasa daerah Sumatra Selatan.

Bahasa Sumatra Selatan itu unik sekali. Meski semuanya sama artinya, tapi ada penggunaan huruf vokal yang berbeda berdasarkan letak daerahnya.

Di Palembang kota, maka semua kata yang biasa dikenal sebagai bahasa Melayu, menggunakan huruf vokal  "O" di belakangnya. Misalnya:

"Nak Kemano?" (mau kemana?)
"Berapo ika?" (berapa ini)
"Lamo nian kau datang." (Lama benar kamu baru datang)

Tapi, di dusun-dusun yang terdapat di  sepanjang kabupaten Musi Banyuasin, maka semua kata yang sama di atas menggunakan huruf vokal "E" (E disini seperti jika kita membaca nama binatang "bebek).
"Nak  kemane?" (mau kemana?)
"Berape ika?" (Berapa ini?)
"Lame nian kau datang." (lama benar kamu baru datang)

Nah, di daerah-daerah yang jauh dari Sungai Musi, seperti di kabupaten Lahat dan sekitarnya, maka semua kata yang sama di atas menggunakan huruf vokal "E" (seperti jika kita mengucapkan huruf E yang terselip dikata "mengapa").

"Nak Kemane?" (mau kemana?)
"Berape nih?" (berapa ini)
"Lame nian kau datang." (lama benar kamu baru datang)

Nah, tante saya menikah dengan orang Komering; masih dari Sumatra Selatan tapi jauh dari Sungai Musi dan akibatnya bahasa yang dia gunakan itu benar-benar berbeda dengan tiga jenis bahasa di atas. Ya, tidak semua katanya berbeda tapi sebagian.  Itu sebabnya jika sedang mengadakan halal bihalal keluarga besar Sumatra Selatan, maka biasanya bahasa yang terdengar di telinga itu amat  beragam. Nah, jika sudah begitu maka memakai bahasa Indonesia adalah pilhan yang bijak karena bisa dimengerti oleh semua orang.  Tapi pada beberapa orang, kami berbicara sesuai dengan asal dari orang tersebut.

Jadi, jangan heran jika saya "sedikit" menguasai beberapa dialek dalam bahasa Sumatra Selatan.
Menguasai  bahasa daerah itu  mendatangkan beberapa keuntungan atau manfaat (ini yang dinasehatkan oleh ibu saya dulu sehingga beliau mengajarkan kami bahasa daerah meski kami lahir dan besar di Jakarta).  Yaitu:

1. Karena di Jakarta dan Pulau Jawa pada umumnya (karena aktifitas saya terbanyak memang disini) orang Palembang itu amat sangat jarang; maka bahasa daerah bisa digunakan sebagai bahasa "sandi" jika kita ingin membicarakan sesuatu  yang sifatnya "intern" dan tidak ingin orang lain ikut menyimak.  Jadi, asli kita bisa puas ngomongin orang di depan orang tersebut secara langsung (hahahaha).
Misalnya:
"Aku dak gala' seteka, dak lema'." (saya tidak suka makanan yang dia berikan, rasanya gak enak banget)
"Ai, ase-asenye lanang ika gala' ngen enga." (eh, kayaknya nih, mungkin ini Cuma perasaan saya saja, tapi laki-laki ini kayaknya suka deh sama kamu)

2.  Masih mirip dengan alasan pertama, tapi kali ini penggunaan bahasa daerah bisa lebih ekstreem lagi manfaatnya. Yaitu, bisa digunakan untuk memberi  peringatan agar  berhati-hati.

MIsalnya:
"Ase-asenye bayan teka bukannya gala' ngen enga tapi gala' ngen sek gantung berkilau tetu." (sepertinya, menurut saya, laki-laki mencurigakan ini bukannya naksir dirimu makanya dia melihat dirimu terus tapi dia mengincar barang berharga yang menggantung di dirimu)
(untuk yang ingin belajar bahasa daerah lewat lirik lagu bahasa sekayu, saya merekomendasikan sebuah link nih. Kita bisa donlot lagu-lagu serasan sekate (lagu-lagu dari daerah Musi Banyuasin; serasan sekate itu artinya: satu rasa satu kata) di http://adistudioproduction.blogspot.com/

3. Nah, jika kita pergi ke Malaysia, khususnya di daerah Kuala Lumpur, maka disana penggunaan bahasa melayu yang mirip dengan bahasa Palembang itu amat sangat umum sekali (kadang saya berpikir, apakah karena ini pengaruh dari  kerajaan Sriwijaya dulu ya maka penggunaan bahasa Palembang disana amat sangat umum?),  kita bisa mengetahui jika mereka sedang melakukan point pertama dan point kedua di atas di depan hidung kita (hahahaha, senjata makan tuan.  Entah mengapa; orang Malaysia jika tahu kita orang Indonesia, mereka dengan santainya sering membicarakan kita di depan hidung kita, terlebih setelah sebelumnya  tahu bahwa kita berasal dari Jakarta atau Pulau Jawa.  Nah saya, kebetulan karena tahu sedikit semua jenis bahasa Sumatra Selatan jadi tahu  bahwa mereka sedang membicarakan saya di depan hidung saya. Tapi... ehem. Lebih baik belagak bloon saja, tidak mengerti, tapi  bertahan dengan keinginan kita.

Nah. Jika sudah begitu, saya jujur mengatakan bahwa saya amat cinta bahasa daerah karena banyak manfaatnya. Kalau kamu?
---------------------
Peulis: Ade Anita
tulisan ini diikut sertakan dalam lomba Aku Cinta Bahasa Daerah Give Away


12 komentar

  1. Di Foto tertulis Desa kurungan nyawa, deh kayaknya.. bukan kurungan mayat... :-)

    BalasHapus
  2. orang palembang, paling enak mah empek2 palembang nya :D

    Makasih bu udah ikutan, dicatet PESERTA :D

    BalasHapus
  3. wah temen saya di pesantren dulu banyak anak palembng mbak.. muara enim deket sungai musi.. kalau curhat by sms.. listriknya 3 hari nyala 3 hari gelap.. hihi
    tapi daerah pinter ngaji penduduknya :)

    BalasHapus
  4. iya bener.. pada pinter ngaji... sodaraku buta sejak lahir, jadi orang tuanya mengajarkan dia untuk hapal al quran sejak kecil... karena untuk beli al quran braille kan mahal... jadilah dia hafal isi al quran berikut artinya sekarang subhanallah sekali.
    oo... di dusunku itu, mereka memang menulis bahasa melayunya dengan tulisan arab gundul (FYI)

    BalasHapus
  5. itu ikan beneran dapat di sungai musi ya...
    tp mirip ikan arwana ya..

    BalasHapus
  6. itu ikan beneran dapat di sungai musi ya...
    tp mirip ikan arwana ya..

    BalasHapus
  7. itu ikan beneran dapat di sungai musi ya...
    tp mirip ikan arwana ya..

    BalasHapus
  8. itu ikan beneran dapat di sungai musi ya...
    tp mirip ikan arwana ya..

    BalasHapus
  9. itu ikan beneran dapat di sungai musi ya...
    tp mirip ikan arwana ya..

    BalasHapus
  10. desa kurungan nyawa haha desa ku sina
    :D

    BalasHapus