Cinta yang Amat Besar dan Tak Ternilai Harganya Oleh Apapun

Sabtu kemarin (8 Desember 2012), sebuah berita duka datang padaku. Seorang anak pamanku meninggal dunia di usianya yang ke 28 tahun.
Innalillahi wainnailaihi rajiun.


Anak pamanku ini menderita keterbelakangan mental sejak usia 6 bulan. Semua bermula ketika aku masih kecil dahulu. Pamanku, yang adalah seorang yang berasal dari keluarga sederhana. Amat sederhana. Dia menikah dengan tanteku yang cantik jelita. Wajah tanteku mirip dengan wajah Nur Afni Oktavia (artis jelita tempo dulu). Gadis dari keluarga kaya non muslim yang  hijrah menjadi seorang muslimah setelah menikah dengan pamanku. Tapi, hijrahnya dia pada Islam ini menyebabkan tanteku diusir dari keluarganya, juga dicoret dari anggota keluarganya. Tapi cinta, tentu saja selalu mengalahkan segalanya. Meski menjadi "no body child", tanteku tetap mencintai pamanku. Dan bahkan dia rela menjalani hidupnya yang kini berubah drastis 180 derajat. Dari yang semula tinggal di rumah yang luas dan lapang, kini tanteku tinggal di rumah kontrakan petak yang amat kecil. Hanya terdiri dari dua sekat ruangan, kamar merangkap ruang tamu, dan dapur yang merangkap ruang makan. Kamar mandinya ramai-ramai dengan tetangga kiri kanan, itu pun harus mau menimba air sumur dulu jika ingin menggunakan kamar mandi dan WC-nya. 




Tanteku juga harus rela berdiri di atas lantai yang hanya terbuat dari semen yang dihaluskan saja. Bukan lantai marmer seperti lantai rumah keluarganya dahulu. Dalam kondisi serba prihatin inilah anak pertamanya lahir. Diberi nama Wanda. Seorang bayi lelaki yang tampan, dengan bibir yang penuh, rambut tebal dan alis yang sempurna. Kebahagiaan pun merebak dalam keluarga penuh cinta ini. Meski hidup amat sederhana, tapi kebahagiaan dan cinta terus memancar dari pasangan suami istri ini. 


Minggu berlalu dan bulan terus berjalan. Hingga suatu hari, di usia Wanda yang memasuki usia 6 bulan, tiba-tiba saja Wanda menderita sakit panas. Tubuhnya menggigil tapi suhu tubuhnya meroket, panas sekali. Malam semakin larut, dan akhirnya benar-benar larut ketika tiba-tiba tubuh Wanda kejang-kejang. Matanya mendelik ke atas hingga yang terlihat putih semua, dan tangannya mengepal kaku. Tidak ada kendaraan, tidak ada uang. Pamanku ini panik. Akhirnya bersama dengan tanteku, mereka berdua menggotong Wanda dan berlari menuju rumahku, untuk menemui ayah. 


"KUYUNGGGG....KUYUNGGGG...tolong Wanda, kuyunggg... Aku nda kate duit." (artinya: "Kak, tolong Wanda, saya tidak punya uang." keluarga besarku memang keluarga perantauan. Kami berasal dari wilayah Bumi Ayu, Musi Banyuasin, Sumatra Selatan. Kuyung adalah panggilan untuk kakak laki-laki, baik dia kakak kandung ataupun bukan kandung.)


Bersama dengan ayah, mereka langsung menuju rumah sakit. Pertolonganpun segera diberikan. Tapi... Wanda sudah terlanjur melewati masa kritis. Panas tinggi dan kejang-kejang yang dia alami, telah menyerang otaknya dan itu membuat otaknya cidera. Dokter memvonis bahwa cidera pada otaknya ini membuat bayi lucu dan gagah mereka, dinyatakan mengalami kelumpuhan otak.  Sejak itulah Wanda mengalami keterbelakangan mental (cerebral palsy).



(foto diambil dari http://klinikidrus.wordpress.com/2008/04/28/efek-akupunktur-dalam-meningkatkan-kualitas-kehidupan-pasien-cerebral-palsy/)


Duka langsung menyelimuti pasangan muda dan penuh cinta ini. Mengasuh dan merawat anak dengan keterbelakangan mental itu sungguh luar biasa ujiannya. Terlebih karena keluarga ini adalah keluarga yang amat sederhana, amat terbatas kemampuannya, juga amat terbatas perekonomiannya. Dan demikianlah tanteku menjalaninya dengan penuh kesabaran dan air mata.


Dalam sekejap, kemudaannya mulai memudar seiring dengan penderitaan dan air mata yang terus mengucur. Mereka juga sulit untuk bisa keluar dari kemiskinan. Jika tanteku ini melamar pekerjaan, siapa yang menjaga Wanda? Tidak ada yang sanggup menjaga anak dengan dengan keterbelakangan mental. Karena memang amat sulit. Dia bisa tersedak tiba-tiba. Atau mengamuk tiba-tiba. Atau sesak nafas tiba-tiba. Jadi, terpaksalah tanteku harus di rumah terus untuk menjaga Wanda. Jika sudah tidak tahan menahan derita, tanteku ini datang menemui ibuku untuk menyampaikan curhatnya. Memang tidak menyelesaikan masalah yang menghimpit hidupnya, tapi bisa melegakan himpitan derita di dadanya yang terus menyesak.


"Aku tidak pernah menyesal sudah jatuh cinta pada suamiku dan memeluk Islam. Tapi, aku berharap sekali, Allah mau memberiku sedikit kelonggaran hidup. Berat sekali ujian yang harus aku terima Yuk." (tanteku memanggil ibuku Ayuk, ini adalah sebutan untuk kakak perempuan dalam bahasa Palembang)


Tapi hidup terus berjalan. Meski peningkatan yang diharapkan berjalan amat lambat, tanteku tetap sabar dan tabah. Lima tahun kemudian dia kembali melahirkan anak kedua. Anak lelaki yang sehat dan lincah. Anak kedua ini kelak bisa menjadi "adik yang mampu menjaga kakak"nya dengan baik. Tanteku pun mulai bisa memelihara ikan kecil-kecil yang diambil anak keduanya dari selokan atau kali, untuk dikumpulkan, dipelihara agar berbadan sedikit gemuk hingga bisa dijual kepada orang-orang. Yang membutuhkan makanan ikan untuk ikan Arwana. Hasilnya lumayan, dan terutama itu semua bisa dilakukan di rumah. Tidak perlu meninggalkan rumah terlalu lama, tidak perlu meninggalkan Wanda terlalu lama. 


Anak keduanya pun tumbuh besar dan bersekolah. Lalu lahir anak ketiga, dan kembali anak ketiganya ini dididik untuk bisa menjadi "adik yang baik dan bisa menjaga sang kakak". Setelah kedua anaknya ini agak besar, dan ekonomi sedikit membaik, atas saran seorang mahasiswa dari Fakultas Psikologi UI, paman dan tanteku ini membawa Wanda untuk mengikuti therapi di Fakultas Psikologi UI secara gratis. Ini memang layanan yang menjadi bagian dari salah satu trilogi pendidikan di UI, yaitu bagian pengabdian masyarakat. Wanda dilatih setidaknya bisa mengungkapkan bagaimana agar bisa berkomunikasi dengan keluarganya, dilatih untuk menjauhi hal-hal yang bisa membahayakan dirinya, juga dilatih untuk menghindari melukai dirinya sendiri. Seperti memakai sarung tangan karena jika sedang tidur, Wanda sering menggaruk dirinya sendiri hingga kulitnya tergores dan luka. Wanda juga akhirnya bisa minum menggunakan gelas tanpa harus tersedak atau masuk ke dalam hidungnya. Bisa mengatakan ingin buang air besar jadi tidak lagi buang air besar di sembarang tempat dan menjadi cacian banyak orang. Terutama sekali, Wanda bisa dilatih untuk mulai berjalan dan berlari. Sehingga punggungnya tidak lagi lecet dan amat lembab karena terlalu lama berbaring. Wanda juga bisa dilatih untuk mengetahui bahwa dia memiliki nama "wanda" sehingga siapa saja bisa menyapanya dan dia bisa tersenyum dengan amat manis. Setidaknya, menunjukkan respon ketika diajak berkomunikasi.


Tapi, ini semua bukan berarti ujian hidup menjadi berhenti. Tidak. Sama sekali tidak. Seiring dengan bertambahnya usia Wanda akibat tahun yang terus berganti, maka hormon pria normal juga berkembang dalam tubuh Wanda. Tanpa disadari, Wanda mulai menyukai lawan jenis. Tapi.... apa ada gadis normal yang bersedia menerima cintanya?

Coba tunjukkan siapa gadis normal yang berani menerima cinta dari seorang pemuda yang terbelakang mentalnya kecuali si Tamara Bleszinsky di Sinetron Cecep (seorang pemuda CP yang diperankan oleh Anjasmara). 


(foto diambil dari http://catatanfebry.blogspot.com/2012/10/7-sinetron-indonesia-paling-fenomenal.html)

Wanda menyukai gadis, dan kembali tanteku bingung luar biasa. Masalahnya, hal ini menyebabkan Wanda akan mengejar gadis yang dia sukai itu sehingga gadis itu ketakutan setengah mati. Tentu saja hal ini menyebabkan kepanikan tersendiri di lingkungan tempat tinggal tanteku itu. Akhirnya, kembali Tanteku harus banyak berdiam di dalam rumahnya sendiri. Kembali harus menjaga Wanda siang dan malam sambil merajut harapan agar Tuhan mau berkasihan barang sejenak dengan dirinya yang terpenjara karena menjalani tugas sebagai seorang ibu tersebut.

Pernah suatu kali, Wanda hilang entah kemana karena Tanteku lengah. Akhirnya, seluruh tetangga ikut membantu mencari Wanda. Tapi, ternyata Wanda sedang berdiri di depan sekolahan sambil menatap para gadis-gadis yang sedang keluar dari sekolahan. Oh, hormon normal seorang lelaki, siapa yang bisa mengatasinya?

Pintu pun harus selalu dikunci siang dan malam. Jendela dibuatkan kerangkeng dan pengawasan terus dilakukan secara melekat. Hingga suatu hari beberapa hari yang lalu, ketika sedang disuapi makanan dengan penuh rasa kasih sayang, tiba-tiba saja Wanda tersedak makanannya sendiri. Kejadiannya amat cepat sekali. Tubuh tanteku mungil dan rapuh sementara tubuh Wanda, sebagai seorang pemuda berusia 30-an, besar tinggi dan sedikit gemuk. Tanteku tidak kuasa memberi pertolongan pertama pada Wanda. Kedua tangan mungilnya bahkan tidak cukup panjang untuk melingkari lingkar badan Wanda yang besar tinggi. Tidak sampai satu jam, Wanda pun menghembuskan napas terakhirnya.

Innalillahi wainnailaihi rajiun.
Wanda yang sudah menjadi belahan jiwa dan seseorang yang senantiasa harus didampingi siang dan malam tiba-tiba saja pergi. Ada sesuatu yang terbang melayang dan terasa hilang. Biar bagaimanapun cinta seorang ibu pada anaknya, terus berlangsung sepanjang ukuran jalan-jalan yang terbentang di seluruh muka bumi ini. Dalam kedukaan, saya tahu, Allah telah mencatat tanteku itu sebagai seorang perempuan hebat, seorang ibu yang luar biasa pengorbanannya, dan pasti sudah menyediakan sebuah rumah di surga baginya. Insya Allah. Meski tidak pernah terucapkan dari mulut Wanda, saya juga tahu, bahwa cinta Wanda pada ibunya amat sangat besar dan tak ternilai harganya.

(gambar diambil dari fanspage: https://www.facebook.com/pages/Dunia-Ini-Ceria-DIC-Peduli-Anak-Penyandang-Cerebral-Palsy/137264439709887)

-----------------------
Penulis: Ade Anita
tulisan ini diikur sertakan dalam kegiatan Give Away yang diadakan oleh temanku Aida.. Info lomba bisa diakses disini:  http://jarilentikyangmenari.blogspot.com/2012/12/give-away-buku-yaallahberiakukekuatan.html.

buku aida: 
Judul Buku    : Ya Allah Beri Aku Kekuatan
Penulis          : Aida MA
Halaman        : 356 halaman
Penerbit        : Quanta, Elex Media
Harga             : Rp. 58.800


9 komentar

  1. makasih mba ade....aku terenyuhhh subhanallah...duhhh beneran nangis inih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, makasih juga aida...karena aku jadi punya kesempatan untuk menuangkan kisah ini...sebelum terlupakan

      Hapus
  2. Subhaanallaah, Moga Wanda disediakan tempat yang indah di Syurga. moga kelak ibu dan anak itu juga akan dikumpulkan dalam kebahagiaan yg tidak mereka dapatkan di dunia, aamiin. makasiii atas ceritanya yg penuh muatan ibrah , mbak Ade :0

    BalasHapus
  3. ceritanya bikin trenyuh ya mbak

    BalasHapus
  4. Subhanallah. gerimis bacanya mbak ade. Luar biasa ibunya wanda. Insya Alah sebuah rumah di rumah sudah menantinya

    BalasHapus
  5. Innalillahi wa inna lillahi rojiuun T_T

    BalasHapus
  6. subhanallah, berkaca-kaca membacanya. Allah benar-benar menguji seseorang sesuai kemampuannya ya....Aku? belum tentu sanggup seperti itu hiks...

    BalasHapus
  7. SELAMATT....MBA ADE PEMENANG UTAMA dan berhak mendapatkan paket buku senilai 130ribu, silahkan inbox alamat pengiriman ya ke emailku :)

    BalasHapus
  8. Masya Allah ... perempuan mulia. Ingin sekali mengenal tante ini, mbak Ade

    BalasHapus