Pendidikan karakter Dalam Pemberian Hadiah untuk Anak dan Remaja

[Parenting] Apa berita yang heboh pekan-pekan ini? Menurutku sih itu tuh, berita perseteruan 2 anak mantan Menteri erat tahun 2004-2007 yang mengakibatkan kerusakan kendaraan pribadi milik tetangganya dan juga kendaraan pribadi milik keluarga. Sudah tahu belum beritanya? Begini beritanya.

Awalnya, aku mau buka email yahoo pagi ini. Lalu, aku melihat caption berita terkini ceritanya. Salah satunya adalah berita ini nih:

Jadi ceritanya nih, si anak mantan Menteri ini, SC, ingin menikah. Dan seperti kebiasaan yang ada dalam resepsi pernikahan, maka dia dan tunangannya ingin membuat foto prewedding. Maka, minta ijinlah si SC ini pada A, adiknya. Tapi ternyata A, yang masih duduk di bangku SMA, tidak mau meminjamkan mobilnya. Untuk diketahui, mobil A ini adalah Mercedes Bens Sport (*suit...suit... keren banget ini mobil). Karena tidak diizinkan, maka SC hanya melakukan foto-foto saja di depan mobilnya. Lalu pergi makan ketoprak. Tapi, entah mengapa, A tiba-tiba mendapati mobilnya lecet dan langsung ngamuk-ngamuk.

Mungkin karena masih anak SMA, remaja yang belum stabil emosinya, ngamuknya A ini dengan cara menaiki mobil milik keluarga yang lain, lalu ngebut keluar rumah dan menakuti-nakuti kakaknya dengan cara seperti ini menabrak kakaknya. Mobil kakaknya pun lecet. Si kakak tentu saja marah, lalu mengejar adiknya. Akhirnya, kakak beradik ini pun kejar-kejaran di jalan dan itu mengakibatkan si adik menabrak mobil dan motor yang diparkir di pinggir jalan. Salah satunya adalah mobil Artis Kartika Putri.


credit foto: harian Tribun, minggu 24 april 2016


Membaca berita ini, aku jadi berpikir. Sebenarnya, ini sebuah pelajaran untukku sebagai orang tua bahwa aku dan suami, harus bijak ketika memberi hadiah pada anak.

Aku pikir, pasti karena rasa kasih dan sayang yang amat besar pada anaklah sehingga Mantan Menteri tersebut memberi hadiah pada anaknya yang masih duduk di bangku SMA sebuah mobil Mercedes Bens Sport. Tapi, yang belum diberikan di waktu yang bersamaan dengan pemberian hadiah tersebut adalah, fokus perhatian apakah si anak siap menerima hadiah tersebut.

Jika pemberian hadiah mobil mewah Mercedes Bens Sport itu yang disorot; aku juga punya teman ketika aku masih remaja dulu. Ketika dia berulang tahun, orang tuanya memberinya hadiah mobil mewah pada masanya saat itu (erat tahun 80-an). Jenis Mercedes juga, dan harga mobilnya bikin berdecak kagum. Bukan hanya itu, pada perayaan ulang tahun temanku itu, kami para undangan pesta ulang tahunnya mendapat door prize  hadiah-hadiah "lucu" lainnya.

Tapi, temanku itu sama sekali tidak masuk kategori "sombong", "tidak bertanggung-jawab", "tidak tahu diri", "tidak berterima kasih". Masya Allah, temanku itu anaknya tetap baik, humble, tidak sombong, tidak pilih-pilih teman, tetap giat belajar (bahkan mendapat rangking di kelas), dan tidak boros (malah berusaha untuk mandiri dalam arti berusaha mencari uang dengan keringat sendiri).

Jadi, sebenarnya bagaimana caranya memberi hadiah pada anak, khususnya remaja tapi hadiah tersebut tidak lantas menjerumuskan anak pada hal-hal yang tidak baik?

Aku dan suami sendiri, termasuk orang tua yang pada dasarnya gemar memberi hadiah pada anak-anak kami. Anakku ada 3 dan usianya beragam. Ada yang saat ini sudah dewasa muda, ada yang masih remaja dan ada  yang masih anak-anak. Tapi, anak-anakku alhamdulillah tumbuh sebagai anak-anak yang baik dalam arti tidak menggunakan aji mumpung dan tidak punya kehendak untuk memanfaatkan kebaikan orang tuanya. Masya Allah, semoga mereka menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah.  Mungkin, aku bisa berbagi pengalaman dalam hal ini.

Pendidikan karakter Dalam Pemberian Hadiah untuk Anak dan Remaja

1. Perhatikan karakter si anak dan remaja tersebut.

Jika ingin memberi hadiah, sebelum memberikannya perhatikan terlebih dahulu kondisi mental si anak. Apakah dia seorang anak yang pendiam atau anak yang tidak bisa diam? Apakah dia anak yang emosional atau anak yang selalu terkendali emosinya? Apakah dia ekstrofert atau introfert?

Pada anak dengan yang kondisi emosionalnya belum stabil, jangan berikan sesuatu yang harganya terlampau mahal. Berikan sesuatu yang memang dia butuhkan atau kita perkirakan dia akan membutuhkannya.

Bisa juga dengan menanyakan pada anak langsung, apa yang dia inginkan. Tapi, itu pun jangan langsung diberikan sesuai dengan keinginannya. Tapi, tanyakan lagi alasan mengapa dia menginginkan benda tersebut? Buat apa benda itu jika sudah dia miliki? 2 pertanyaan ini bisa menggambarkan kesiapan emosional anak jika dia diberikan benda tersebut. Sekaligus mengajarkan anak untuk bertanggung jawab pada pilihannya. 

Jangan pernah berikan hadiah seperti yang diinginkan anak jika anak tidak bisa menjelaskan 2 pertanyaan Mengapa dan Buat Apa?

Selain itu, perhatikan juga waktu untuk memberikan hadiah tersebut. Jika anak punya karakter yang tertutup (introfert), dan senang memendam segala sesuatunya di dalam hati, maka memberikan hadiah dalam situasi yang personal dan tidak mencolok mungkin akan lebih berkesan padanya ketimbang hadiah diberikan secara terbuka di depan banyak orang (apalagi jika pakai bantuan MC dan mikrophone segala).

Untuk bentuk hadiahnya sendiri, pada anak yang cenderung suka pamer, dan gemar "memberi pengumuman pada orang lain tentang kondisi pribadinya" (sekarang jaman media sosial gitu loh), jangan berikan sesuatu yang terlalu mahal dan cenderung bisa menimbulkan kecemburuan sosial pada orang lain.
Percaya padaku. Jika pada anak dengan karakter seperti ini diberikan hadiah yang mahal dan mencolok, maka sifat sombong dan suka pamernya akan semakin menjadi-jadi.

2. Perhatikan Keadilan Pada Anak yang Lain

Setiap orang tua, tanpa disadari sering memiliki sebuah kecenderungan yang lebih pada anak-anaknya (jika anaknya lebih dari 1 orang). Hanya saja, orang tua yang baik berusaha untuk senantiasa berlaku seadil mungkin pada anak-anaknya. Kecenderungan pada seorang anak dipendam dalam hati, dan disembunyikan agar tidak diketahui oleh siapapun bahkan oleh pemilik tulang rusuk yang ada di sisinya.

Tapi, sering terjadi kecenderungan hati pada seorang anak tidak bisa lagi dibendung. Sehingga, ketika si anak yang menempati porsi lebih luas di hatinya tersebut dibanding porsi anak-anak yang lain, meminta sesuatu, orang tua spontan ingin memberinya.

Menurutku sih, ini sesuatu yang manusia banget ya. Tidak mengapa sih jika memang terjadi. Hanya saja, berusahalah untuk adil pada anak yang lain. Jadi, jika si A meminta dibelikan baju dengan harga kisaran Rp500.000 di usianya yang ke 17 tahun misalnya, maka mungkin kelak ketika si B berada pada rentang usia yang sama dengan A saat ini  (17 tahun) dan meminta dibelikan baju juga, ada baiknya berikan dengan kisaran nilai harga yang kurang lebih sama seperti kita memberi pada si A dulu.

Adil dalam hal ini adalah proposional. Jadi, bukan adil dalam satu waktu yang sama. Tapi adil sesuai dengan jenjang usia dan kesiapan emosi; serta adil dalam rangka tidak menimbulkan kecemburuan sosial.

3. Ajarkan Anak untuk Berbagi dan Tidak Pelit


Jika kita sebagai orang tua diharuskan untuk berbuat adil pada anak, yang sering terjadi adalah kondisi dimana ternyata kita punya keterbatasan kemampuan. Dalam arti, kita tidak bisa memberikan hadiah pada semua anak satu persatu. Kemampuan yang kita miliki adalah membeli satu saja.  Atau setelah kita memberi hadiah yang cukup mahal, ternyata tahun-tahun berikutnya kondisi ekonomi tidak memungkinkan sehingga pada anak yang lain kita tidak bisa memberi barang dengan nilai yang sama.

Anak, sering tidak mengetahui kesulitan dan masalah yang sedang dihadapi oleh orang tua mereka.
Untuk itu, antisipasi dengan selalu mengajarkan anak pentingnya berbagi dengan saudaranya dan tidak pelit.

Ini merupakan pembiasaan pendidikan sejak kecil sebenarnya. Sejak anak masih usia dini, ajarkan mereka untuk mau berbagi dan tidak pelit jika memiliki sesuatu.

Jika punya makanan, jangan lupa ingat saudaranya; apakah mereka sudah mencicipi makanan tersebut atau belum? Jadi, sisakan atau bagi saudaranya.
Jika punya minuman, jangan lupa ingat saudaranya apakah mereka sudah minum atau belum? Jangan lupa untuk sisakan.
Jika punya sesuatu dan saudaranya tidak punya maka tawarkan apakah saudaranya ingin merasakan juga sesuatu yang dimiliki saat ini. Pinjamkan atau beri sebagian jika saudaranya menginginkannya juga.

Pendidikan untuk senantiasa berbagi dan tidak pelit pada saudaranya ini akan menimbulkan rasa kasih dan sayang antar anak-anak. Karena dengan begitu, dia jadi ingat ada orang lain yang juga harus dipikirkan jika menikmati sesuatu. 

4. Ajarkan anak untuk mengetahui perbedaan antara kebutuhan dan keinginan

Sesuatu yang juga sebaiknya dibiasakan sejak anak-anak masih usia dini adalah, ajarkan mereka untuk mengetahui apa perbedaan antara kebutuhan dan keinginan.

Aku dan suamiku sepakat, bahwa kami tidak akan memberikan sesuatu yang diminta anak hanya karena saat ini sesuatu itu sedang menjadi trend.
Konsekuensinya, aku dan suami pun sepakat untuk tidak membelikan sesuatu pada anak-anak kami hanya karena sesuatu itu sedang menjadi trend.

Itu sebabnya, ketika sedang booming karakter Kungfu Panda misalnya. Hawna tidak ikut-ikutan dibelikan benda dengan karakter Kungfu Panda. Atau Frozen, atau Rapunzel, dan sebagainya.

Akibatnya, aku merasakan nikmat sekali jika sedang mengajak anak-anakku jalan-jalan ke mall. Mereka amat sangat jarang ribut minta dibelikan sesuatu. Apalagi sampai baper lalu melakukan aksi temper tantrum.

Anak-anakku biasanya hanya sebatas melihat lalu mengagumi saja. Kadang ingin menyentuh, membelai dan memegang lalu menimang-nimang sesuatu yang memang sedang trend di kalangan teman-temannya tersebut. Tapi ketika ditanya:

"Mau?"
Jawaban mereka adalah: "Nggak usah. Aku masih punya barang kayak gini. Cuma beda gambar karakternya saja. Tapi fungsinya sama."

Aku, kadang penasaran jadi tetap bertanya sekaligus menawarkan:
"Nggak papah. Nanti ibu belikan. Mau ya? Kan karakter ini kamu belum punya?"

Jawaban anak-anakku tetap: "Nggak usah bu. Buat apa punya banyak? Kan fungsinya sama. Nanti malah mubazir. Nanti saja kalau yang aku punya sudah rusak, aku minta belikan yang baru."

Masya Allah. Kadang aku sendiri belajar dari anak-anakku, bagaimana mereka menerapkan pengetahuan  mereka tentang perbedaan antara Kebutuhan dan Keinginan.
Semoga mereka istiqamah.

5. Ajarkan anak untuk menghargai pentingnya sebuah usaha

Ini yang terakhir tips dariku tentang bagaimana mengajarkan pendidikan karakter ketika kita memberikan hadiah pada anak dan remaja, agar hadiah tersebut tidak berbalik merugikan diri mereka sendiri. Yaitu, ajarkan anak untuk menghargai pentingnbya sebuah usaha untuk mendapatkan sebuah hadiah.

Jika orang tua terlalu mudah memberi hadiah pada anak, maka nilai hadiah tersebut tidak lagi menjadi sesuatu yang istiemewa bagi anak. Itu sebabnya, sebagai sesama orang tua, aku memberi nasehat nih; jangan terlalu loyal memberi hadiah pada anak.

Beri hadiah sesuai dengan momen yang benar-benar istimewa. Aku dan suami, menandai 2 momen spesial yang tepat untuk memberikan hadiah pada anak-anak kami. Yaitu:
1. Di hari ulang tahunnya.
Mungkin ini lebih sebagai tradisi dalam keluarga saja. Sama sekali tidak ada anjurannya dalam syariat agama Islam memang.  Tapi, tradisi ini kami berikan karena ini bisa membahagiakan anak. Sekali dalam setahun memperoleh sesuatu yang istimewa.

Kami memberikannya sebagai ungkapan syukur, bahwa kami masih diberi waktu untuk kebersamaan. Melihat senyumnya yang ceria, tubuhnya yang sehat, semangatnya yang menularkan inspirasi.

2. Ketika dia memperoleh pencapaian tertentu yang membanggakan.
Hadiah itu, biar bagaimana pun merupakan penghargaan atau apresiasi akan puncak prestasi yang didapat.

Sebuah usaha, lalu meraih prestasi, butuh sebuah apresiasi. Jika tidak ada apresiasi, maka hasilnya akan terasa hambar lama-lama. Lalu semangat pun mengendur bahkan mungkin menghilang. Jadi, apresiasi itu penting.

Anakku pernah minta dibelikan boneka kecil, imut, mungil. Maka, aku janjikan padanya bahwa boneka itu akan aku berikan jika dia sudah berhasil menghafal bacaan dalam shalat fardhu 2 rakaat lengkap.  Ceritanya bisa dibaca disini:

Catatan akhir tahun 2012: Hadiah Yang Diinginkan

Atau, ketika putraku lulus sarjana, kami belikan dia handphone dengan spesifikasi yang lumayan dan keluaran terbaru, serta dalam kondisi baru.

Demikian kebijakan yang aku dan suami terapkan dalam memberi hadiah pada anak-anak kami. Alhamdulillah, perlahan hasilnya mulai tampak pada anak-anak yang sudah dewasa muda saat ini, serta yang remaja. Masya Allah, mereka tumbuh menjadi anak-anak yang tidak pelit dan gemar berbagi, tidak sombong dan mau bertoleransi, serta tidak boros dan menghindari perilaku mubazir.
Alhamdulillah.

12 komentar

  1. Jadi inget waktu kuliahh, menikmati alur yang ditulis mba Ade

    BalasHapus
  2. Ehm Bun. Ghifa baru usia 7 bln tp simbahnya sudah loyal bgt soal mainan. Karena saya anak tunggal kemungkinan besar saya akan tetap serumah sama ortu. Jadi galau kalau mau menerapkan model pengasuhan tertentu karena neneknya juga nggak mau kalah :(

    BalasHapus
  3. Emang gila banget ya ini si anak menteri. Kok bisaaaa, kakak adek berantem sampe segitunya. Tonjok-tonjokan mah biasa ya, lah ini kebut-kebutan dijalan. Nggak cuma ngerugiin mereka berdua aja, tapi juga orang banyak. Keliatan ya, kaka dan adek sama aja disini, dua-duanya masih belom dewasa, padahal beda umurnya jauh ya kalo ngga salah.. Inshaallah aku juga nggak mau membesarkan anak-anak dengan cara manjain mereka sama uang.. Uang bisa beli apa aja, tapi karakter anak-anak kita nggak akan pernah bisa dibeli sama uang ya, tapi dengan perhatian dan cinta dari orangtuanya.. Makasih sekali sharing dan tipsnya ya Mak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener... ngapain coba kejar kejaran di jalanan.

      Hapus
    2. Iya bener... ngapain coba kejar kejaran di jalanan.

      Hapus
  4. hadiahnya terlalu bagus banget & agak kurang mendidik ya

    BalasHapus
  5. hahaha

    geli gw sama kejadian ini, kok otaknya pada di dengkul ya itu anak2 mentri.

    terlalu dimanjain sama bokapnya sih

    BalasHapus
  6. baru tau berita ini Mba Ade..
    miris banget yah, kakak beradik yang berantem tapi orang lain ikut-ikutan kena :(

    makasih tips-tipsnya Mba Ade :)

    BalasHapus
  7. Sepakat mba pendidikan karakter itu penting :)

    BalasHapus